Chapter 1

Di saat siswa-siswi lain tengah asyik menikmati makan siang mereka di kantin, sang ketua OSIS NCT High School, Jung Jaehyun, malah asyik dengan dunianya sendiri di ruang OSIS. Matanya menatap layar laptop dengan serius, sama sekali tidak memedulikan kacamatanya yang sudah agak melorot ke hidungnya, jari-jemarinya yang lentik bergerak lincah di atas keyboard, dan bibirnya yang penuh agak memberenggut. Jujur saja ia sangat kelaparan, sama seperti siswa lainnya, apalagi setelah UTS Fisika yang membuat kepalanya benar-benar serasa terbakar! Tapi, proposal untuk festival musik tahunan sekolahnya harus segera selesai direvisi hari ini juga, agar para anggotanya mulai bisa menggalang dana mulai besok, atau syukur-syukur kalau hari ini kepala sekolah mereka langsung menandatangani proposal ini maka nanti sore Jaehyun dan teman-temannya bisa segera mulai beraksi.

Jaehyun termasuk siswa yang pandai, hanya saja ia lebih suka aktif berorganisasi dibandingkan belajar. Kalau ia mau, bisa saja ia menjadi peringkat pertama di angkatannya, mengalahkan Moon Taeil, hanya saja Jaehyun terlalu malas untuk belajar. Satu-satunya mata pelajaran yang ia sukai hanyalah Matematika, karena ia senang angka tapi tidak senang rumus. Matematika berbeda dengan Fisika. Menurutnya, Fisika itu sangat menyebalkan!

Perut Jaehyun keroncongan, tapi ia mengabaikannya. Dalam hati berdoa semoga ada teman-temannya yang berbaik hati datang kemari membawakannya makanan.

Jam istirahat tinggal tersisa 10 menit lagi. Jaehyun sudah hampir selesai, tinggal merapikan tampilan cover-nya saja. Perutnya berbunyi semakin keras.

"Sepertinya sempat juga nanti lari ke kantin untuk beli roti." Jaehyun mengangguk dengan optimis, jari-jarinya terampil sekali di atas keyboard. "Nah, selesai! Tinggal aku print!" Jaehyun tersenyum senang setelah meng-klik tombol print.

"JAEHYUN~AAAA!" Suara teriakan Ten membuat senyum Jaehyun semakin lebar. Pasti sahabatnya itu datang untuk membawakan makanan, pikir Jaehyun senang.

"Jaehyun! Jaehyun! Kau sudah dengar belum?" Ten datang dengan nafas terengah-engah.

Jaehyun celingukan, menatap kedua tangan Ten yang kosong. Ia meraba saku blazer dan celana panjang Ten, siapa tahu Ten menyembunyikan cokelat untuknya.

"Hey! Apaan sih Jae?!" Ten kesal badannya 'digerayangi' seperti itu.

"Mana makanan untukku?" Jaehyun memonyongkan bibirnya.

"Di kantin!" Jawab Ten cepat, membuat Jaehyun semakin sebal. "Eh, sudah dengar belum? Ada murid baru kelas 12, pindahan dari New York! Semua orang membicarakannya. Katanya dia sangaaaat tampan seperti model. Tapi dia terlihat jutek sekali, dan kabarnya dia sangat jago berkelahi. Terus, ada juga yang bilang kalau dia itu nge-drugs dan kerja sambilan sebagai gigolo."

Jaehyun mendengus. "Jangan percaya! Tidak ada satupun yang benar. Cuma gossip."

"Justru gossip itu membuat dia populer. Ya ampun, aku jadi penasaran pada kakak kelas kita yang baru itu. Se-tampan apa sih memangnya? Lebih tampan daripada aku? Aduh!" Ten mengusap-usap kepalanya sambil melotot kesal pada Jaehyun karena barusan Jaehyun memukul kepalanya tanpa belas kasihan.

"Kau itu cute, bukan tampan!"

"Aku tampan, tau!" Ten bersikeras, ekspresinya terlihat sangat lucu.

Jaehyun mengangkat bahu. "Terserah."

Jaehyun merapikan kertas proposal yang masih terasa hangat karena baru saja keluar dari printer, berniat untuk menjilid-nya nanti setelah membeli roti di kantin.

"Mau ke mana?" Ten heran melihat Jaehyun berjalan tergesa-gesa.

"Kantin." Jawab Jaehyun ketus. "Harusnya saat kau tidak melihatku di kantin, inisatif dong membawakanku makanan! Kau pasti tahu aku ada di ruang OSIS!"

Ten terkekeh. "Iya, iya, maaf. Habisnya aku penasaran sekali sih sama kakak itu."

Jaehyun mengangkat sebelah alis matanya. "Jadi, tadi stalking dia?"

Ten menggeleng. "Bukan stalking namanya, Jae! Tapi mengobservasi. Tadi dia datang sendirian ke kantin, tapi banyak anak cewek dan cowok yang mengikutinya. Tidak ada yang berani duduk dengannya, Jae. Aura kakak itu… sangat dingin dan mengerikan."

Jaehyun hanya tertawa dibuatnya. Mengerikan apanya?! Batin Jaehyun.

"Dia memang tampan, sih. Tapi menurutku lebih kelihatan cantik." Ten masih terus mengoceh.

Jaehyun mengangguk. "Setuju."

"Hah? Memangnya kau sudah lihat wajah kakak itu?"

Jaehyun mengangguk.

"Kapan?" Ten penasaran.

Sebelum Jaehyun sempat menjawab pertanyaan Ten, seseorang tiba-tiba saja datang dari arah yang berlawanan dan langsung memeluk Jaehyun dengan erat. "Jaehyun~nie…"

"Hey, Taeyong hyung." Jaehyun balas memeluk pria berambut cokelat gelap itu dengan tak kalah eratnya. "Maaf tadi pagi aku tidak sempat menjemput hyung ke apartemen hyung. Lagian kenapa sih hyung malah tinggal di apartemen?! Bukannya di rumah saja denganku dan Mom?"

Ten hanya bisa ternganga lebar melihat Jaehyun memeluk… kakak kelas yang baru saja ia bicarakan dengan heboh kurang dari satu menit yang lalu!

Taeyong mendongakkan kepalanya, ia memang tidak setinggi Jaehyun. Kedua lengannya masih melingkari pinggang Jaehyun, terkesan sedikit protektif. "Memangnya boleh?"

Jaehyun terkekeh lalu mengacak-acak rambut Taeyong dengan gemas. "Tentu saja boleh, hyung. Kau kan… kakakku."

"Mantan kakak." Koreksi Taeyong.

Ten yang sejak tadi mendengar dan melihat semua itu semakin bingung. Kenapa kak Taeyong terlihat berbeda sekali sekarang? Pikirnya.

Jaehyun sepertinya baru sadar kalau sejak tadi ia mengabaikan sahabatnya. "Ten, kenalkan, ini Lee Taeyong, kakak tiriku."

Taeyong langsung menatap Ten dengan kedua mata besarnya yang berbinar dan senyuman manis yang langsung membuat tubuh Ten kaku.

"Hallo, aku Lee Taeyong."

"T-Ten."

Ten membalas jabatan tangan Taeyong dengan gugup. Taeyong terkekeh. "Nama yang unik."

"Sebenarnya namanya Chittaphon Leechaiyapornkul." Jaehyun nyengir.

"Chit? Apa?"

Jaehyun terkekeh. "Panggil dia Ten saja, hyung."

Ten mengerjapkan matanya berkali-kali, masih terpesona dengan pesona kuat kakak kelasnya yang baru itu.

"Satu kelas dengan Jaehyun?" Taeyong bertanya pada Ten dengan suara lembut dan nada bersahabat.

Karena Ten masih diam saja, jadi Jaehyun yang menjawab, "Tidak. Tapi dulu pas kelas 10 sekelas."

"Kak Taeyong?" Ten akhirnya sanggup membuka mulutnya.

"Ya?"

Ten langsung membukukkan badannya dalam-dalam. "Maafkan aku! Aku sempat mengira kak Taeyong itu…" Ten menggigit bibirnya dengan keras.

Taeyong tertawa. "Tidak apa-apa, sudah biasa kok. Lagian wajahku ini kalau sedang diam memang terlihat menyeramkan. Salahku juga karena sejak tadi pagi bad mood terus. Sebenarnya sekarang juga masih bad mood, sih. Tapi karena bertemu Jaehyun, jadi sedikit senang."

"Cuma sedikit, hyung?" Goda Jaehyun.

"Oke, oke, banyak, Jae!" Taeyong berjinjit dan mencubit kedua pipi Jaehyun yang agak chubby.

Ten sudah berdiri tegak lagi. "Tapi, anak-anak yang menyebarkan gossip tentang Kak Taeyong jahat sekali. Katanya kak Taeyong itu gigolo."

Taeyong tertawa terpingkal-pingkal, mengibaskan tangannya, menganggap gossip itu hanya angin lalu. "Pasti itu ulah Kai. Ya ampun, ternyata dia masih dendam padaku karena dulu cintanya kutolak mentah-mentah. Gosip apa lagi Ten selain itu?"

"Kak Taeyong jago berkelahi."

"Mana mungkin?! Aku ini olahraga saja payah! Ah, entah siapa yang mengarang gossip itu. Kurang kerjaan saja."

"Katanya Kak Taeyong juga nge-drugs."

"Aku memang kecanduan, tapi kecanduan pada cokelat."

Ten menggaruk tengkuknya, merasa bodoh sekali karena ia gampang percaya dengan gossip yang beredar, padahal Kak Taeyong sangat manis dan baik seperti ini.

"Kak Taeyong harus lebih sering tersenyum seperti ini. Cantik kak."

"Hah? Hahahahaha…." Taeyong langsung meledak tertawa, begitupun dengan Jaehyun. Wajah Ten memerah. Ia baru sadar tadi keceplosan malah langsung mengutarakan kata hatinya secara blak-blakkan seperti itu tanpa disaring dulu.

"Taeyong hyung memang cantik." Jaehyun mengusap air di sudut-sudut matanya, dan masih terkekeh dengan geli karena kepolosan Ten.

"Kak Taeyong kakaknya Jaehyun? Kok aku tidak pernah dengar." Ten mencoba mengalihkan fokus.

Taeyong mengangguk. "Kakak tiri. Dulu ayahku menikah dengan ibunya Jaehyun saat kami masih kecil, saat Jaehyun tinggal di New York. Setelah mereka bercerai 3 tahun yang lalu, aku memang tetap tinggal di New York, sementara Jaehyun pindah ke Seoul."

"Oooo…." Gumam Ten.

Bel masuk berbunyi.

"Sial!" Jaehyun mengumpat. "Aku jadi tidak sempat beli roti di kantin!"

"Kau belum makan, Jae?"

Jaehyun menggeleng.

"Aku punya cokelat. Nih, lumayan, untuk mengganjal perut. Nanti pulang sekolah tunggu aku ya. Kita jalan-jalan. Aku kangen sekali Seoul!"

Jaehyun mengangguk. Tersenyum tipis. Aku kangen padamu hyung, bisik Jaehyun dalam hati.

Selama sesaat, Jaehyun terus mengamati wajah Taeyong lekat-lekat. Mantan kakak tirinya itu memang terlihat ceria dan baik-baik saja, tapi Jaehyun tahu, jauh di dalam lubuk hatinya… Taeyong menangis diam-diam.

Sejak dulu, Jaehyun dan Taeyong sangat dekat, tak terpisahkan. Meskipun Taeyong lebih tua darinya, semua orang mengira mereka kembar. Ya, meskipun keduanya sama sekali tidak memiliki hubungan darah, tapi wajah mereka mirip. Bedanya, mungkin Jaehyun lebih tinggi, lebih berisi, dan lebih manly, sedangkan Taeyong lebih pendek, lebih kurus, dan lebih lembut.

Saat orangtua mereka bercerai 3 tahun yang lalu, jujur saja Jaehyun sangat sedih. Bukan karena ia tidak akan memiliki sosok ayah lagi, tapi karena ia akan berpisah dari Taeyong.

Setiap hari selama setahun penuh setelah perceraian, Taeyong dan Jaehyun saling berikirm e-mail, chatting, dan video call untuk mengobati rindu. Tapi semua itu jadi semakin jarang dilakukan semenjak Taeyong memiliki kekasih, dan Jaehyun yang jadi semakin sibuk dengan klub basket dan OSIS.

Selama 2 tahun terakhir ini, Jaehyun memang tidak se-dekat dulu lagi dengan Taeyong. Tapi baginya, Taeyong tetaplah Taeyong, kakak-nya (meskipun hanya kakak tiri), dan tidak akan pernah mungkin tergantikan.

Kepindahan Taeyong ke Seoul yang tiba-tiba ini bukan tanpa alasan. Meskipun Taeyong berkata baik-baik saja, dan mengelak bahwa alasannya pindah ke Seoul adalah karena "merindukan Jaehyun", Jaehyun tahu apa alasan sebenarnya.

Taeyong patah hati. Benar-benar patah hati.

Park Chan Yeol. Jaehyun tahu, mantan pacar kakaknya itu adalah cinta pertama kakaknya semenjak sekolah dasar. Satu-satunya pria yang pernah Taeyong cintai.

Jaehyun tahu, Taeyong ingin sekali di masa depan nanti bisa menikah dengan Chanyeol. Yah, siapa yang mengira, ternyata Park Chan Yeol yang terlihat sempurna itu malah menduakan – bakan mentigakan – Taeyong! Apa yang lebih buruk dari itu? Dengan percaya dirinya Chanyeol bersikeras untuk tidak mau putus dengan Taeyong, terus mengejar-ngejar Taeyong seperti orang kesetanan.

Taeyong sebenarnya masih menyukai Chanyeol, tapi dia tidak bisa memaafkan pengkhianat. Semua itu hanya mengingatkannya pada ibunya yang dulu meninggalkannya dan ayahnya demi laki-laki lain.

Taeyong bisa memaafkan apapun di dunia ini selain pengkhianatan.

Karena itulah Taeyong segera "kabur" ke Seoul, dan tinggal di apartemen yang di-sewa oleh ayahnya.

Jaehyun sangat terkejut ketika 5 hari yang lalu tiba-tiba saja Taeyong berkata akan pindah ke Seoul. Ia merasa sangat jahat karena selama 2 tahun terakhir ini ia sama sekali tidak tahu apapun tentang Taeyong, dan tidak peduli apakah Taeyong baik-baik saja atau tidak. Ia pikir semuanya baik-baik saja. Ia pikir, Taeyong akan bahagia selamanya bersama Chanyeol. Siapa yang mengira semuanya malah berakhir seperti ini?!

Park Chan Yeol bajingan! Geram Jaehyun dalam hati.

Dulu ia merelakan Taeyong bersama laki-laki itu karena ia tahu Taeyong sangat menyukai Chanyeol. Kalau tahu akan berakhir seperti ini, lebih baik sejak dulu Jaehyun bersikap egois.

Park Chanyeol, lihatlah apa yang telah kau lakukan pada malaikatku! Dasar keparat! Jaehyun tahu, di balik senyuman Taeyong saat ini banyak sekali luka yang entah akankah bisa diobati atau tidak. Karena seringkali, luka hati jauh lebih mengerikan dibanding luka fisik.

"Hyung, sepulang sekolah nanti mau pergi ke taman bermain?" Jaehyun masih sempat bertanya, tidak peduli kalau bel masuk sudah berbunyi dari tadi.

Taeyong mengangguk dengan bersemangat, terlihat sangat menggemaskan. "Ayo, Jae!"

Lalu dia menoleh ke arah Ten. "Kau mau ikut?"

"Eh?" Ten bingung.

"Jangan ajak Ten! Aku sudah bosan melihat wajahnya, hyung!"

"Yah!" Ten memukul lengan Jaehyun dengan keras, sementara Taeyong tertawa. Lama-lama Ten ikut tertawa.

Di balik tawa itu, seandainya saja mereka bisa membaca isi hati satu sama lain, maka mereka akan sangat terkejut.

Taeyong berpikir Ten itu sangat manis dan lucu, sangat cocok untuk Jaehyun. Ia bertekad akan menjodohkan "mantan adik" nya itu dengan Ten.

Ten berpikir Taeyong itu sangat tampan sekaligus cantik. Ia iri pada visual Taeyong yang tak terkalahkan, tapi sekaligus juga kagum. 'Bagaimana ya rasanya jadi pacar Kak Taeyong? Tapi… aku juga masih naksir Jaehyun. Sepertinya.'

Jaehyun memutar otaknya dengan keras, berpikir bagaimana caranya agar Taeyong bisa tersenyum seperti dulu lagi. Senyum yang sesungguhnya.

Jaehyun juga bertekad akan membuat Taeyong bahagia. Bahagia karenanya, bukan karena orang lain.

Dulu, Jaehyun tidak berani merealisasikan fantasi-fantasi liar-nya tentang Taeyong, karena bagaimanapun juga mereka kakak-adik, meskipun sama sekali tidak memiliki hubungan darah.

Tapi sekarang, setelah orangtua mereka bercerai, setelah mereka berdua hanyalah "Jung" dan "Lee", boleh kan Jaehyun merealisasikan perasaan terpendamnya pada Taeyong?