MISSION IMPOSSIBLE

Jaehyun x Taeyong ft. Various Pairing

NCT & SM-Artists © SM Entertainment

Warning! MxM. Alternate Universe. Typo(s). OOC(s)

.


Jaehyun kembali merapikan pakaianya begitu pemotretan selesai, ia melirik jam di pergelangan tangannya. Pukul setengah sepuluh lewat. Ini bahkan tak membutuhkan waktu sampai dua jam. Pemotretan tadi berjalan biasa saja baginya. Meski terbilang sudah cukup lama hiatus, kesan yang ia peroleh dari pekerjaannya masih tetap sama. Membuatnya bosan. Dalam hati ia merutuk, kenapa jadwalnya tidak dimajukan saja menjadi agak siang agar dirinya tak perlu repot-repot seperti tadi. Ia terbiasa bangun siang akhir-akhir ini, dan jadwal pagi itu benar-benar bencana. Jaehyun bahkan belum memasukkan apapun ke dalam perutnya untuk sarapan selain segelas kopi. Cih.

"Jangan pasang tampang seperti akan memakan orang begitu, Jae," tegur sosok lain yang kini mendekati Jaehyun yang tengah terduduk di kursi. Stylist noona memang baru saja selesai membersihkan make up di wajahnya dan meninggalkannya tadi. "Mengerikan sekali," komentarnya lagi.

Jaehyun, yang sudah terlalu familar dengan suara itu, memutar matanya bosan. Enggan menanggapi sang manager. Ji Hansol. "Lihat Taeyong, hyung?" tanyanya kemudian tanpa basa-basi. Ah, kemana bodyguard barunya itu?

Hansol menatapnya dengan senyum merekah di bibir, "Wah, jangan bilang kau khawatir padanya, huh? Padahal belum lama dia tidak ada di sampingmu. Mengesankan sekali," godanya jail. Senyumannya semakin lebar saat mendapati respon Jaehyun. Tatapannya sungguh tajam, tapi itu tentu takkan mempan untuk dirinya. Ia sudah menjadi manager pemuda keras kepala ini lebih dari lima tahun. Dan ia sudah terlalu mengenal sosoknya, yang hanya pemuda berusia dua puluh tiga tahun dengan sifat yang benar-benar kekanakan. Bayi besar yang manja.

"Jangan menggodaku," Seulas senyum jahil tercetak di wajah Jaehyun, "―bibi."

Hansol menggeram, matanya melotot. "Jangan panggil aku, bibi!" protesnya.

Jaehyun tertawa karena merasa menang. Hansol memang tak pernah suka dengan panggilan bibi yang ia berikan. Selain karena ia seorang laki-laki, baginya panggilan itu terlalu tua untuknya. "Kau memang bibiku, kan, bibi?" goda Jaehyun dengan sengaja.

Hansol memandang Jaehyun tajam sebelum membuang muka, menghela nafas. "Aku tidak mau menjadi bibimu lagi, tahu," dengusnya sambil melipat tangan di dada. Wajahnya yang biasa tenang dan hangat tiba-tiba saja cemberut. "Pamanmu itu menyebalkan."

Jaehyun tergelak semakin puas. Ah, masalah rumah tangga paman-bibinya ini memang sangat tak jelas. Sebentar-sebentar bertengkar, sebentar-sebentar baikan. Selalu berkata akan berpisah, tapi akhirnya bersatu kembali. Seo Johnny, adik terkecil dari ibunya itu memang hanya berbakat membuat bibinya ini kesal dengan segala tingkah playboynya.

"Sudahlah, bi―" Hansol menggeram, Jaehyun meringis. "Sudahlah, hyung. Aku hanya bercanda." ralat Jaehyun sambil nyengir tanpa dosa. Jaehyun mengambil botol minum dan meminumnya sebelum bertanya, "Apa jadwalku setelah ini, omong-omong?"

Hansol sedang mengamati halaman web yang menampilkan berita mengenai Jaehyun , yang akan mulai aktif lagi di dunia hiburan dari ponsel, saat menjawab, "Pemotretan lagi. Tapi kau bisa istirahat satu jam."

Jaehyun mengangguk-angguk sambil bangkit dari duduknya. "Aku akan datang agak terlambat sepertinya," ujarnya lagi, ia menatap Hansol meminta pengertian. "Kau bisa mengaturnya untukku kan, hyung?"

Hansol membuat gerakan mengusir kemudian. "Sudah pergi sana," ujarnya. "Asal jangan buat masalah lagi. Awas saja."

Jaehyun tersenyum, terlebih saat ia mengalihkan pandangan dan mendapati bodyguardnya memasuki ruangan itu. Langkah panjangnya membawa Jaehyun mendekati sosok itu dengan cepat, berdiri tepat di depannya.

"Sudah selesai?" tanyanya begitu melihat Jaehyun berjalan menuju ke arahnya.

Jaehyun menaikkan sebelah alisnya. "Darimana?"

Tanpa menunggu jawaban pertanyaan itu, Jaehyun sudah lebih dulu melangkah keluar. Taeyong terkaget meski begitu ia coba untuk mengejar langkah Jaehyun yang lebar-lebar dan berjalan di samping kanannya, meski agak belakang.

"Toilet." Taeyong membalas singkat, masih coba mengimbangi langkah Jaehyun untuk ke luar gedung menuju parkiran. Memang tak seharusnya ia meninggalkan sisi Jaehyun, apalagi tanpa bilang terlebih dahulu. Tapi apa boleh buat, yang tadi itu mendesak, dan Jaehyun sibuk. "Apa terjadi sesuatu? Kemana?" tanyanya. Taeyong merasa kesal karena tak tahu apa-apa begini. Sepertinya ia harus meminta pada manager Jaehyun, Hansol, tentang jadwal Jaehyun.

"Aku ingin makan."

Taeyong mengangguk mengerti, ia mengecek ponselnya. Mencari tempat strategis dengan aplikasi ponsel di tangannya. "Ada restoran di sekitar sini. Perjalanan hanya memerlukan waktu lima menit dengan mo―"

"Tidak," potong Jaehyun sambil menghentikan langkahnya tiba-tiba dan berbalik menatap Taeyong yang kini kebingungan dengan responnya. "Kita kembali ke rumah," vonis Jaehyun. Ia kembali melanjutkan langkahnya tergesa hingga sampai di depan mobil, tak membiarkan Taeyong bertanya karena terlalu sibuk mengimbangi langkahnya.

"Ah, iya. Hansol-hyung bisa membunuhku jika aku ketahuan menyetir lagi."

Jaehyun melempar kunci mobilnya dan Taeyong menangkapnya dengan sempurna sebelum meninggalkan sosok itu masuk ke dalam. Dengan tidak mengerti, Taeyong menurut dan masuk. Ia melihat majikannya itu sudah menyamankan posisinya di kursi penumpang di sampingnya sambil menutup mata.

"Kenapa kita kembali ke rumah? Pemotretannya sudah selesai?" tanya Taeyong begitu selesai memakai seatbelt dan menyalakan mobil yang kini mulai melaju perlahan meninggalkan lahan parkir.

"Sudah aku bilang aku ingin makan. Dan pemotretan berikutnya dimulai sejam lagi," balas Jaehyun. Ia membuka matanya dan menatap sang bodyguard dengan cara menolehkan kepalanya yang masih menyandar di jok ke arah samping. "Apa yang kau buat untuk sarapanku?"

CKIIIIITTTTT

Mobil tiba-tiba saja berguncang saat Taeyong menginjak rem tiba-tiba. Terlalu syok. Ia menoleh pada Jaehyun yang meringis akibat punggungnya yang terhuyung dan menabrak jok terlalu keras. Taeyong merasa nafasnya tercekat kala itu.

"Ada apa?" ketus Jaehyun, punggungnya sakit.

Apanya yang apa? Aku yang harusnya bertanya begitu. Ada apa dengan orang ini sebenarnya, batin Taeyong.

"Kau pulang hanya untuk makan?" selidik Taeyong. Alisnya bertaut tak mengerti. "Dan kembali lagi ke sini untuk pemotretan dalam waktu satu jam?"

Jaehyun mengangguk. Menatap Taeyong dengan tatapan yang bermakna iya-memangnya-kenapa terbaik miliknya.

"Serius?"

Jaehyun kembali mengangguk, "Aku serius."

Taeyong mendesah dan kembali melajukan mobilnya. Ia menggeleng-geleng tak habis pikir. "Kau bisa makan di restoran dekat sini, kenapa harus kembali ke rumah hanya untuk memakan apa yang aku buat tadi pagi?" heran Taeyong. Ia memang sama sekali tak mengerti pemikiran sang kliennya itu sejak awal. Terlalu banyak keanehan pada sikapnya yang selalu tiba-tiba dan membuat kepalanya berdenyut pening. Bukannya dengan bulak-balik ini hanya akan menghabiskan waktu dan bensin? Sangat tidak efisien. "Serius hanya untuk roti panggang dan telur mata sapi yang sudah dingin?"

Jaehyun tertawa, ia kira ada apa hingga mobil itu berhenti mendadak. Ia kembali menatap Taeyong dengan geli. "Jadi itu menu sarapanku?" tanya Jaehyun, terdengar sedikit kecewa. Hanya untuk menggoda pemuda di sampinya. "Apa hanya itu yang bisa kau buat? Apa aku harus mengajarimu memasak, Taeyong-sshi?"

Dan Jaehyun kembali tersenyum lebar. Yang terlihat begitu menyebalkan untuk Taeyong yang merasa tersindir sedikit banyak dengan ucapan pemuda itu.

Dia tentu saja bisa memasak. Selama ini ia terbiasa hidup mandiri. Taeyong hanya belum bisa menerima pekerjaan-tambahannya itu. Makanya, ia hanya membuat ala kadarnya.

Dia hanya berdecih sambil membuang muka kesal. Setelah menolak tawaran Jaehyun.

.


Acara rebutan piring sama sekali tak pernah terbersit dalam pikiran Taeyong akan menjadi satu hal yang akan ia alami dalam tugasnya kali ini. Hell, ia bahkan tak menyangka akan melakukan hal kekanakkan begitu diusianya yang menginjak pertengahan dua puluh. Tapi tak bisa dipungkiri jika ia memang mengalami hal itu begitu ia sampai di rumah Jaehyun. Dan ia hanya bisa mendesah setelah 'kalah' dalam hal mengadu kekeraskepalaan dengan sang klien, Jaehyun―yang bersikukuh memakan telur mata sapi yang telah dingin buatannya, meski tadinya Taeyong bersikeras membuatkan yang baru untuknya. Mata Taeyong menyipit memandang orang itu, yang kini tengah makan dengan tampang biasa saja.

Itu pasti tidak enak, pikir Taeyong.

Mau tak mau rasa bersalah itu muncul juga. Ia mencoba mengabaikan perasaan itu sedari tadi dan bersikap biasa saja, tapi perkataan Jaehyun beberapa saat lalu membuatnya serasa dipukul telak. 'Akan sayang sekali jika ini dibuang karena kau sudah susah-susah membuatnya untukku.'

Minus seringainya yang ia tunjukkan, karena Taeyong masih tak menyukai seringainya.

Taeyong menghela nafas dan mulai mempertimbangkan untuk setidaknya akan benar-benar memasak sesuatu yang lebih layak lain kali.

.


Changmin dengan mata melotot menatap layar laptopnya hingga terlalu dekat. Ekspresinya serius dan matanya menampikkan semangat yang berapi-api hingga sekitarnya terasa panas. Tangannya bergerak lincah di keyboard, menggerakkan karakter gamenya. Suara-suara bising pengisi game terdengar gaduh memenuhi ruangan luas itu. Menjadi bos―yang tak perlu turun tangan secara langsung― memang selalu menyenangkan dan itulah yang sedang dinikmati Changmin.

Ia bahkan sama sekali tak perlu mengeluarkan keringat dan susah-susah berlari mengejar penjahat dengan todongan pistol. Cukup duduk di kursi, menerima tamu dan berbincang sedikit, memberi perintah, tugasnya selesai. Dan ia bisa menghabiskan waktu luangnya dengan bermain game.

Hidup memang indah bagi Changmin.

Setidaknya sebelum ponselnya berdering menampilkan panggilan masuk.

Taeyongie…

"Oh, tidak. Oh, tidak!" heboh Changmin saat melihat itu. Cepat-cepat ia mempause gamenya dan mengangkat panggilan setelah menghela nafas beberapa kali. "Ada apa, Taeyongie-ku sayang?" keringat dingin turun begitu saja dari pelipisnya. Dalam hati berdoa agar acara bermanis-manisnya itu akan berhasil. Karena perasaannya tiba-tiba tidak enak.

"Jangan coba merayuku, hyung! Aku sedang marah padamu!"

Changmin menjauhkan ponsel dari telinganya, seketika merasa seperti seorang pacar yang ketahuan selingkuh, begitu mendengar teriakan dari seberang. Ah, ini bahkan lebih buruk dari itu. "Jangan begitu. Begini-begini aku adah hyung paling sayang padamu ―"

"Jangan membual, hyung! Aku takkan mempercayaimu lagi."

Changmin meringis. "Jangan jahat begitu…"

"Lagipula kenapa hyung tak memperingatkanku tentang tugas tambahan di misi kali ini. Hyung membuatku terlihat bodoh di depan klien kita―"

Fyuh.

Untung saja Taeyong tak ada di depannya saat ini, memilih mengomel panjang lebar di telepon. Yang ia taruh di meja, dalam mode loudspeaker. Tak benar-benar mendengarkan. Karena, ya, ampun. Taeyong kalau sudah mulai mengomel itu benar-benar bisa membuat kuping panas.

"Kau kan tidak bertanya apapun padaku, Taeyong," ujarnya. Sambil kembali memaikan gamenya yang sempat tertunda.

"Aku tidak mau tahu. Kenapa hyung tega sekali padaku? Membuatku dalam masalah dan sekarang malah asik-asikan bermain game."

Changmin menelan ludahnya. Darimana Taeyong tahu dirinya sedang main game? "A-apa yang kau bicarakan, Yongie? Aku tidak se―"

"Jangan bohong, hyung! Dari sini aku bisa mendengar dengan jelas backsound dari game yang sedang hyung mainkan."

"H-hei―"'

Tuuuut tuuuut

Bagus. Taeyong benar-benar marah padanya. Ia bahkan memutuskan sambungan saat ia belum beres bicara. Changmin hanya bisa mendesah sambil memijat bagian pelipisnya. Mulai menyusun rencana yang sekiranya bisa ia lakukan agar Taeyong mau memafkannya. Aku akan membelikannya banyak makanan manis dan boneka spongebob nanti, batin Changmin.

Dan belum sempat rasa bersalahnya hilang, ia sudah dikejutkan dengan sosok lain yang kini berada di depannya begitu ia mendongak. Berdiri dengan ekspresi kesal yang kentara.

Hari indah Changmin sudah berakhir.

"Y-yunho-hyung? Kapan kembali?" gugup Changmin sambil refleks berdiri dari duduknya.

Sosok itu, Jung Yunho, memandang Changmin tajam. "Aku memintamu menggantikan tugasku saat aku pergi. Bukannya untuk bermain game," ujarnya lagi sambil duduk di tempatnya.

Bos yang sebenarnya sudah kembali.

Changmin menangis dalam hati karena belum sempat menyimpan gamenya, yang berarti apa yang ia mainkan beberapa jam ke belakang menjadi sia-sia. Meski begitu ia masih menampilkan senyum lebar dan bertanya setelahnya, "Urusan di cina sudah selesai, hyung?"

Yunho mengangguk. Beberapa minggu ini ia memang ada keperluan di negeri tirai bambu itu dengan beberapa koleganya. Sekaligus mengunjungi beberapa kawan lama. Tak menyangka akan selama ini juga. "Mana Taeyong? Aku ingin bertemu dengannya. Kasus Bae Irene sudah selesai, bukan?"

Ia bahkan tak sempat menanyakan kabar dari pemuda itu saking sibuknya.

Sementara itu, Changmin merasa dirinya dipukul oleh pemukul seberat seratus kilogram tak kasat mata saat mendengarnya pertanyaan itu. "Eum... Taeyong... "

Yunho yang menyadari keanehan itu menatap Changmin. "Dia kenapa?"

Changmin menggigit pipi bagian dalamnya. Merutuk kenapa Taeyong harus menjadi salah satu agen favorit Yunho, bos mereka. Ah, Taeyongie, kenapa kau terlalu manis dan membuat semua orang menyayangimu, sih?

"Dia... sedang menjalankan misi baru, hyung. Permintaan khusus."

"Misi baru? Permintaan khusus?" Alis Yunho terangkat tinggi. "Tanpa persetujuan dariku?"

Siapapun, tolong bawa Changmin pergi dari tempat ini sekarang juga.

.


Seenaknya. Keras kepala. Kekanakkan.

Tiga sifat Jaehyun yang Taeyong tahu dalam waktu yang bahkan kurang dari 24 jam. Dibanding mengawal seorang pemuda berumur duapuluh lima, ia lebih merasa tengah menjaga bocah berusia tujuh tahun yang terlalu manja. Dengan penuh jengkel, Taeyong mencoba sabar mengikuti kemanapun sang klien pergi. Termasuk pergi berbelanja.

Taeyong menatap khawatir pada orang-orang di sekitar mereka. "Err... Jaehyun. Sepertinya penampilanmu terlalu mencolok," komentar Taeyong sambil terus mendorong trolly yang kini dipenuhi barang-barang yang telah menggunung, hasil perbuatan Jaehyun. Meski Taeyong yakin, sebagian barang itu tak benar-benar diperlukan. Dasar orang kaya, ketus Taeyong dalam hati.

"Begitu?" santai Jaehyun sambil terus berjalan dan memilih-milih barang yang akan ia beli. Terkesan tak peduli.

Apanya yang begitu? Taeyong menggeram dalam hati. Lama-lama wajahnya akan menjadi jauh lebih tua dari umur sebenarnya jika terlalu lama berurusan dengan orang ini. "Kenapa kau bisa santai begitu sedangkan semua orang mengetahui jati dirimu sebenarnya, Jaehyun?"

"Hm?"

"Setidaknya menyamarlah sedikit," saran Taeyong. Ia kembali menepuk dahinya saat Jaehyun malah mengacuhkannya dan berjalan menjauhinya. "Kau artis teraneh yang pernah kutemui," jujur Taeyong begitu bisa menyamai langkah Jaehyun. Artis mana yang begitu saja pergi ke tempat umum tanpa penyamaran―hanya mengenakan sebuah kacamata hitam―dan bisa sesantai ini? Hanya orang ini sepertinya. Irena bahkan sangat jarang pergi ke luar karena fans, sementara dia?

"Terimakasih," balas Jaehyun sambil tersenyum seakan-akan itu adalah sebuah pujian untuknya. Taeyong bisa mendengar beberapa gadis menjerit histeris di dekatnya akibat tersenyum―seringai―itu.

Berbanding terbalik dengan Taeyong yang muak. Cih, Sok keren sekali.

"Santai sedikit. Aku ingin menikmati jadi orang biasa sebelum kembali ke rutinitas membosankan beberapa minggu lagi," jelas Jaehyun tanpa di minta. Ia tersenyum menatap Taeyong yang terlihat bingung. "Aku ini sudah tak pernah muncul di media massa Korea hampir setahun. Dan aku yakin orang-orang ini tak sepenuhnya mengingat aku. Mungkin mereka hanya menganggap aku orang biasa yang kelewat tampan?" tanyanya sambil terkekeh.

Taeyong memutar mata jengah. Namun dalam hati membenarkan apa yang kliennya itu ucapkan.

Hening.

Keduanya berjalan tanpa membuka percakapan.

"Taeyong-sshi, kau memerlukan ini, tidak? Jika butuh aku akan membelikannya untukmu."

Taeyong menoleh dan seketika memandang Jaehyun dengan tatapan horor terbaik miliknya. Terlebih pada benda yang kini ada dalam genggaman Jaehyun. Perlahan, darah seakan terkumpul di wajah Taeyong, merubah warnanya menjadi nuansa merah yang semakin lama semakin pekat. Campuran antara malu, kesal dan tersinggung. "Dengan segala hormat, Jaehyun-sshi. Aku ini lak-laki. AKU TIDAK BUTUH PEMBALUT."

Jaehyun?

Ia tergelak. Senang menggodai sang bodyguard.

.


Jaehyun sama sekali tidak menyangka ia akan sulit berhenti tertawa begini hanya karena berhasil mengerjai bodyguard manisnya itu. Ekspresi marahnya sungguh sangat menggemaskan. Apalagi saat ia berbalik dan berjalan menjauhinya dengan kaki yang dihentakkan di lantai. Jaehyun menggelengkan kepalanya, berusaha untuk melupakan semua itu karena sekarang semua orang tengah menatapiny dengan heran. Mereka pasti menganggap aku pemuda tampan yang gila, batin Jaehyun.

Ia mengedarkan pandangannya ke segala penjuru, mencoba mencari sosok itu. Nihil. Ia pasti sudah keluar dari tempat ini dan menunggu di luar. Jaehyun sendiri, memilih untuk pergi ke kasir dan membayar semua belanjaannya dulu sebelum menyusul.

Dan saat matanya menangkap box ice cream, tiba-tiba saja senyumannya melebar.

.


Jangan tanya seberapa kesal Taeyong. Karena Ia, kesal. Benar. Benar. Kesal. Ia bahkan tidak mempedulikan tugasnya sebagai bodygurad untuk terus mengawal kliennya itu. Wajahnya benar-benar cemberut akut. Tadinya―

Sebelum ia merasakan ponsel dalam saku celananya bergetar pelan dan mendapati siapa yang menelponnya. "Yunho-hyung!―ups," serunya spontan begitu sambungan terhubung. Ia bahkan tak sadar dirinya memekik terlalu keras hingga orang-orang di sekitarnya berhenti dari aktifitas mereka sejenak dan beralih menatapnya. Ia memberikan senyum sambil membungkuk-bungkukkan badannya, meminta maaf dengan isyarat tubuh.

"Akhirnya kau menghubungiku, hyung," ujar Taeyong dengan lebih pelan. Rasanya lega dan wajahnya berbinar senang.

"Bagaimana kabarmu, Taeyongie?"

"Aku baik, bos. Hyung sendiri? Bagaimana cina?" nada jengkel Taeyong terdengar pada pertanyaan terakhir. Ia memang ingin sekali ikut dengan bosnya itu, bahkan semua barang dan tiket pesawat sudah disiapkan. Naas, ia tak jadi pergi karena kasusnya belum selesai.

"Ya, aku juga merindukanmu, Taeyongie," balas sosok di seberang sana dengan tidak nyambung.

"Hyung! Jangan mengucapkan sesuatu yang memalukan seperti itu tiba-tiba."

Suara tawa terdengar dari seberang. Taeyong cemberut.

"Maafkan aku untuk tugas barumu, baby-Tae. Jika aku tahu aku pasti takkan menerimanya."

Taeyong berasa diingatkan, kembali cemberut. "Ini semua gara-gara, Changmin-hyung. Hyung beri tugas yang banyak padanya, agar dendamku terbalas."

Taeyong tersenyum mendapati suara kekehan di seberang sana. Matanya terpejam, tiba-tiba saja membayangkan wajah orang yang sedang berbicara dengannya.

Dadanya bergemuruh.

Hingga sesuatu yang dingin menyentuh kulit pipinya membuat dia tersentak. "Jaehyun!" serunya tak suka sambil menjauh dan mengusap pipinya yang terasa dingin.

Jaehyun berdiri tepat di depannya sambil menyodorkan ice cream chocolate di tangannya. Ia memandang Taeyong dengan alis berkerut, "Mana ada seorang bodyguard meninggalkan kliennya begitu saja saat sedang belanja?" tanyanya dengan nada jail.

Taeyong semakin cemberut, meski begitu ia masih mengambil ice cream pemberian itu dan mulai memakannya. "Sudah selesai belanjanya, Tuan Jung?" sinis Taeyong begitu mendapati Jaehyun menenteng satu kantong berukuran besar. Dan ia juga melihat berkantong-kantong lain di tanah.

"Sudah. Terpaksa kusudahi karena partner jalan-jalanku marah dan meninggalkanku sendirian. Ouch. Hatiku sakit."

Taeyong memutar matanya. Menurutnya, selain bisa sukses sebagai penyanyi dan model, Jaehyun juga akan sukses menjadi pemain drama. "Siapa suruh membuatku marah," katanya pelan. Sambil mulai menjilati ice cream di tangannya.

"Menjahilimu itu menyenangkan. Kau terlihat lucu saat sedang marah." Dan Jaehyun kembali tergelak. Ia menghentikan tawanya dengan susah payah setelah melihat tatapan tajam Taeyong padanya. "Kau sedang menelpon?" tanyanya kemudian, ia juga mulai menikmati ice creamnya sendiri.

Taeyong mengang―tunggu! Oh, shit. Ia lupa.

"Halo. Hyung? Yunho-hyung?" Taeyong dengan cepat mengecek ponselnya. Mendapati sambungan sudah terputus, ia mendesah kecewa. "Ini semua kare―"

BRUK

Dan semua terjadi begitu cepat saat Taeyong mendapati suara benda jatuh membentur lantai dan Jaehyun yang berlari melesat menjauhinya. Tak lama setelah itu ia merasakan beberapa orang melewatinya dengan tergesa sambil berlari begitu cepat ke arah yang sama dengan Jaehyun. Salah satu dari mereka menabraknya hingga ice cream di tangannya terjatuh.

"Sial!"

Dan tanpa kembali berfikir dua kali Taeyong melesat menyusul mereka dengan kecepatan penuh. Ia melewati beberapa kerumunan orang, sesekali melompati pagar yang tak terlalu tinggi. Taeyong bahkan nekat menyeberangi jalanan malam yang sedang lalu lalang untuk mengejar mereka, hampir tertabrak. Siapa mereka? Batin Taeyong. Ia yakin siapapun mereka, mereka pasti punya niat buruk pada kliennya.

Dengan gesit ia mengambil jalan melalui gang kecil yang diapit oleh gedung-gedung tinggi. Memanjat pagar dengan sekali lompat dan kembali berlari. Sapuan angin menerpa wajahnya yang perlahan dihiasi peluh. Kecepatan lari mereka memang luar biasa hingga membuatnya kewalahan. Kakinya terasa hampir patah begitu jarak dia dan tiga orang itu semakin dekat. Dengan sigap Taeyong menarik keluar pistol dari balik jasnya dan melesatkan sebuah tembakan.

Dor!

―meleset.

Beberapa jeritan histeris terdengar di sekitarnya.

Hal itu sukses menarik perhatian salah satu dari mereka. Ia berbalik menatapnya dan, "A-apa itu?"

Taeyong merasa jantungnya berhenti sesaat begitu melihat mata orang itu. Itu... ia yakin bukan mata manusia.

Dengan memaksakan kakinya yang sudah lelah, Taeyong masih berlari. Semakin lama semakin menjauhi keramaian malam. Hingga tepat berhenti begitu melihat Jaehyun tersudut di salah satu gang. Bersama tiga sosok lain yang berdiri di depannya.

Dor! Dor!

Tanpa pikir panjang ia melesatkan dua peluru, menerobos mereka yang menghindar dan memberinya jalan menuju Jaehyun yang berdecih.

"Bodoh. Untuk apa kau mengikutiku?!"

Taeyong cukup tersentak dengan teriakan Jaehyun, mencoba menahan geramannya. "Aku bodyguardmu. Aku bertugas melindungimu," balas Taeyong sambil memasang pose bersiaga dengan pistol teracung pada tiga sosok asing yang kini menyeringai. Jaehyun menggeram.

"Woah, lihat siapa ini?" ujar salah satu sosok dari mereka. Taeyong tak bisa tak bergidik begitu menatap warna matanya yang unik dan memandang tajam. "Seekor kelinci kecil melindung serigala yang siap dimangsa serigala lain, rupanya."

Mata Jaehyun menyalak, ia hendak maju tapi tangan Taeyong menghalanginya.

"Siapa kalian? Apa yang kalian inginkan?" tanya Taeyong dengan suara keras, "Menyingkir! Biarkan kami pergi dan kalian tak perlu merasakan timah panas ini di tubuh kalian!"

Seringai sosok-sosok itu semakin lebar. Mereka maju selangkah, tampak tak gentar sama sekali dengan ancama itu.

Dor!

Sebuah tembakkan dilesatkan dan mengenai bahu salah satu mereka.

"Itu cukup menyakitkan," ujar sosok itu santai, meski darah segar mengalir dari bekas lukanya. Dengan tangan kosong ia mencabut pelurunya dan mata Taeyong terbelalak mendapati luka itu perlahan menutup dengan sendirinya.

...mereka bukan manusia.

DUK!

Dan semuanya terjadi begitu cepat karena saat sosok itu melesat cepat ke arahnya, ia merasakan sebuah pukulan keras di leher. Berasal dari arah belakang. Dan orang yang melakukannya sungguh tak pernah Taeyong bayangkan. Jaehyun...

Kenapa?

Perlahan kesadarannya terkikis, berubah gelap. Dan yang ia lihat terakhir kali adalah sosok Jaehyun yang balik menerjang sosok itu hingga keduanya beradu fisik.

Geraman terdengar.

"Jangan libatkan dia dalam masalah ini, brengsek!"

Terlebih mata Jaehyun yang terlihat berbeda di bawah sinar bulan di atas sana.

Itu merah...

.


"Senang bertemu lagi denganmu, kawan lama."

Jaehyun mundur, merasakan sakit menerpa bahu kanannya yang terdorong terlalu keras ke dinding. "Jangan membuatku tertawa. Aku tidak ada urusan lagi dengan kalian. Menyingkir dari hadapanku."

Sosok lain nampak tersinggung dan hendak menerjang Jaehyun, namun seseorang lain menghentikannya. "Jangan semudah itu menganggap urusan kita sudah selesai. Leader, ia ingin kepalamu ada di hadapannya. Dan itu berarti, kami harus membawa kepalamu ke hadapannya." Sosok itu menepuk-nepuk pipi Jaehyun, "Pengkhianat."

Jaehyun berdecih. "Bilang pada leadermu bahwa kepalaku terlalu berharga untuknya. Dan aku tak takut."

Sosok itu tertawa keras. Lalu mengangguk-angguk penuh kepuasan. "Tentu. Tentu saja aku akan mengatakan padanya bahwa kau merindukannya. Ia pasti senang."

Jaehyun menggeram.

"Ada pesan terakhir?" tanya sosok itu dengan nada dibuat sesimpati mungkin saat melangkah semakin dekat ke arah Jaehyun yang perlahan mundur hingga teratuk dinding di belakangnya. Ia menatap Taeyong yang terbaring tak jauh darinya yang kini diangkat oleh dua orang lain. Seringai di wajah orang di hadapannya semakin lebar.

"Tenang saja, setelah kau mati, pemuda itu akan aman bersama kami."

"Brengsek!" Jaehyun menggeram, melayangkan sebuah pukulan yang mengenai telak wajah orang di sampingnya.

Perlahan, sosok di depannya dengan penuh amarah mengeraskan cengkraman tangannya pada udara. Lambat-laun kuku-kuku jarinya meruncing. Ia baru saja hendak menghunuskankan pada Jaehyun, tapi sesuatu menghentikannya.

Jaehyun menyeringai lebar. "Ucapkan selamat tinggal."

BUK!

Dua sosok yang tiba-tiba datang sudah lebih dulu melumpuhkannya. Juga kedua temannya.

"Terimakasih sudah datang. Paman, bibi..."

.


To be Continued

.


Selalu, terimakasih buat yang udah fav, follow, review di chapter sebelumnya dan cerita yang lain juga. Kalian terbaaaaaik.

ayahana73. phillip-michael. tieneelau. Ramii KY. SJMK95. minumtolakangin. Sana427. VhyJisoo. peachpetals. jaectyong. cabeteye0l. sjnd18. Arisa Hosho. CHIMURA 91. chittaphon27

Maaf chapter kemarin banyak sekali typo (dan ini juga sepertinya). Alhamdulillah dengan adanya typo membuat hahahahaha senang. Lol.

Taeyong emang ceroboh di sini. Jaehyun keturunan ningrat. Dan ide tentang cosplay sexy boleh juga. PHO? Ada itu (tunjuk ke atas). Ehe. Untuk lainnya mungkin akan terjawab di chapter-chapter berikutnya.

Ditunggu komentar, kritik dan sarannya.


REVIEW JUSEYO?


P.s: Ada siders ga ya?

P.s.s: Author fanfic Jaeyong, kalian pada kemana? :(

P.s.s.s: Ga sabar nunggu mereka comeback. Jaehyun tampan bin manis sekali dengan rambut blonde + pierching. Aura ukenya keluar :')