MISSION IMPOSSIBLE
Jaehyun x Taeyong ft. Various Pairing
NCT & SM-Artists © SM Entertainment
Warning! MxM. Alternate Universe. Typo(s). OOC(s)
.
Taeyong meraih gelas dari meja di sampingnya sambil mengamati dalam diam. Ruangan itu penuh dengan berbagai manusia kalangan atas; bangsawan, pejabat, pengusaha muda, entertain―dengan balutan pakaian bermerk dan mahal mereka. Bercakap mengenai sesuatu tentang investasi, bisnis dan hal lain dengan membentuk kerumunan kecil di berbagai sudut ruangan. Mengambil seteguk minumannya, ia mulai menyadarkan dirinya sendiri. Dia berada di sini karena pekerjaan. Ia tak punya waktu untuk mengamati hal lain. Ia harus fokus pada tanggung jawabnya.
Ia melihat kliennya berjalan melewati kerumunan orang untuk menyapa sekelompok orang lain yang baru tiba. Bae Joohyun, atau lebih dikenal sebagai Irene―adalah kliennya. Seorang penyanyi muda, actress, sekaligus model cantik pendatang baru yang memperoleh banyak popularitas di tahun ini. Meski begitu, dengan bertambahnya popularitas sudah barang tentu akan datang berbagai ancaman dari berbagai pihak yang merasa tidak senang. Dan karena itulah, wanita cantik yang hari ini merayakan ulang tahunnya yang keduapuluh lima itu, akhirnya memutuskan untuk menyewa dirinya sebagai pengawal pribadi.
Taeyong memang bekerja di salah satu perusahaan swasta yang mengkhususkan diri dalam penyewaan jasa pengawal pribadi. Pekerjaan yang berkisar dengan pemasangan kamera pengintai untuk keamanan rumah-rumah. Tapi tentu saja pekerjaannya tak sekedar itu, orang-orang yang menyewa jasa perusahannya kebanyakan adalah orang-orang kalangan atas, terutama artis yang memiliki masalah dengan fan fanatik ataupun anti-fan. Dan tentu saja mereka mengharapkan lebih dari sekedar pemasangan kamera pengintai di rumah mereka.
Terhitung sudah dua bulan Taeyong bekerja pada Irene dan ancaman-ancaman itu belum juga berhenti.
"Hhh," Taeyong menghela napas dan kembali menaruh gelasnya. Ia tak begitu suka dengan minuman beralkohol semacam itu. Lagipula ia tak ingin dirinya terlalu mabuk saat menjalankan tugas seperti ini.
Ia membiarkan pandanganya berkelana jauh ke depan. Kliennya itu tampak tengah berbicara dengan sesama teman wanitanya sambil sesekali tertawa kecil. Tak berapa lama ia melihat seorang lelaki mendekati Irene dan ia tahu ia harus lebih waspada. Ia mengalihkan pandangannya ke arah wanita yang sedari tadi berada di sampingnya dan tersenyum, pamit untuk berada lebih dekat dengan sang klien agar bisa mendengar percakapannya dengan lelaki tadi.
"Jadi, kapan kau kembali? Aku dengar kau tinggal di New York untuk yang waktu lama."
"Aku tiba di sini beberapa hari lalu."
Samar-samar ia bisa mendengarkan percakapan mereka. Hanya percakapan biasa.
"Bagaimana kabarmu? Kudengar kau akan menjadi model salah satu majalah untuk musim semi tahun ini."
"Ah, ya. Aku masih memikirkan tentang itu. Kau sendiri, noona?" pemuda itu memandang Irene dengan lekat. Taeyong tahu jika pemuda itu akan sadar dengan keadaan Irene. Bagian bawah matanya memang tampak menghitam meski makeup cukup menutupinya, menunjukkan dia kurang tidur. Kesibukannya juga ancaman yang setiap hari ia dapat pasti menjadi alasan paling logis dari semua itu.
Meski begitu Taeyong masih bisa melihat ia tersenyum sebagai jawaban. "Ah, aku baik. Aku sibuk akhir-akhir ini. Persiapan untuk album kedua dan drama baru membuatku tidak punya banyak waktu istirahat atau bahkan hanya untuk sekedar pergi jalan-jalan." Tangannya terangkat menutupi mulut saat ia tertawa kecil dengan ucapannya sendiri.
.
Jaehyun terdiam di salah satu sudut ruangan, sendirian. Irene pamit tak berselang lama tadi. Ia meneguk minumannya dan kembali terdiam. Jujur saja, dirinya mulai bosan dengan suasana pesta dan berbaur dengan orang-orang kalangan atas yang sibuk membicarakan serta membanggakan dirinya sendiri. Ia berfikir akan lebih baik ia ada di apartemennya saja dan bukannya di pesta ini, tapi berhubung Irene sendirilah yang memintanya datang secara pribadi, membuatnya tak bisa menolak.
Wanita itu nampak jauh berbeda dengan dirinya setahun lalu, sebelum ia pergi ke New York. Beban yang ia pikul pasti sangat berat. Menjadi publik figur yang begitu populer di usia muda memang tak mudah.
Jaehyun mengamati sekelilingnya dengan jenuh dan saat itulah ia melihat Irene yang tadi meninggalkannya berajalan melewati kerumunan menuju tangga ke lantai atas. Ia mengerutkan kening saat menyadari sesuatu. Kenapa Irene pergi ke atas disaat seperti ini? Sangat tidak etis bukan seorang penyelenggara pesta meninggalkan pestanya saat sedang berlangsung?
Selama sepersekian detik, ia ragu dengan keputusan untuk tetap tinggal atau mengejar temannya itu. Tapi setelah yakin, ia memaksa menerobos kerumunan orang dan mengejar Irene. Wanita itu bergerak lebih cepat dari perkirannya, tapi ia berhasil mengejarnya sebelum ia sampai ke tangga dan berjalan naik.
Dengan segera Jaehyun menarik tangannya, "Noona―"
Wanita itu berbalik dengan sorotan mata penuh ketakutan. Bisa ia rasakan tangan yang ia genggam bergetar.
"Ada apa―"
Jaehyun membeku saat sesuatu yag dingin menekan tepat di punggung bawahnya. Sebuah suara terdengar oleh telinganya, berasal dari pria di belakangnya. "Jangan katakan apapun, terus berjalan."
Jaehyun menegang saat sadar yang menekan punggungnya adalah sebilah pisau. Dan dengan otak pintarnya ia bisa dengan cepat menyimpulkan bahwa dirinya kini dalam bahaya.
Jaehyun memaki dalam hati saat ia berjalan menuju tangga dengan masih memegang tangan Irene sesuai perintah orang di belakangnya. Menjauhi kerumunan dan kembali menyesali dirinya harus berada di situasi seperti ini. Karena pasti akan lebih baik jika dia berada di apartemennya saja dan bukannya di sini.
.
Taeyong mengamati dari kejauhan―tiga orang pria asing berjas hitam berada di belakang kliennya, bersama lelaki tadi, menaiki tangga menuju lantai atas. Ia tahu sesuatu tengah terjadi dan ia kembali mengumpat. Sudah cukup merepotkan untuk melindungi Irene dan sekarang ia harus bertanggung jawab pada tamu kliennya juga yang entah kenapa bisa terlibat. Bagus sekali.
Ia merogoh sakunya cepat untuk mengambil ponsel dan melakukan sebuah panggilan.
"Changmin-hyung, kau di sana?"
"Ah ya, Taeyong. Ada apa? Aku baru saja kembali berbelanja. Kau tahu? Aku lelah sekali setelah berkeliling mall untuk mencari sepatu idamanku itu."
Taeyong memutar bola matanya saat mendapat sahutan dari seberang. Ia mengalihkan lagi pandangannya dan melihat kliennya itu sudah mencapai tangga teratas. Saat mereka berbelok dan mulai berjalan menyusuri lorong barulah ia meraih gelas champagne dari pelayan yang kebetulan lewat dan mulai berjalan cepat menuju tangga untuk menyusul mereka. "Sesuatu terjadi, sepertinya ada orang yang mengancam Irene sekarang," ujarnya.
"Benarkah? Di saat pesta berlangsung begitu?"
Suara ten duduk di kursi terdengar, Taeyong sama sekali tak menanggapi kalimat kawannya itu sebelumnya. "Ada seorang tamu lain terlibat. Orang-orang itu sepertinya menodongkan pisau agar membuat keduanya tutup mulut dan menjauhi kerumunan." Taeyong berbisik sambil mencoba mengintip dari kejauhan, kembali melangkah lebih dekat.
"Kau mengenali wajah mereka?"
"Tidak, hyung. Aku tidak mengenali mereka dari daftar tamu."
Taeyong, seperti perkiraan, melihat mereka berhenti di salah satu pintu kamar. Salah satu dari mereka melihat ke sekeliling untuk memastikan tak ada yang mengikuti dan Taeyong dengan cepat menyembunyikan sosoknya di balik tembok. Setelah memastikan keadaan aman, mereka masuk ke dalam.
Tak berselang lama, Taeyong mengintip dan melihat mereka sudah tak ada. Ia berjalan cepat mendekati ruangan itu.
"Kau ingin aku mengirimkan bantuan?"
"Kau menghinaku, hyung?" Taeyong berbisik dengan nada kesal dan mulai meminum champagne miliknya―dan memuntahkannya kembali ke dalam gelas setelah berkumur dengan cairan itu. Taeyong memasang tampak tak suka saat melakukannya. Ia memang benci alkohol. "Pastikan saja polisi sampai di sini saat aku selesai. Aku tutup."
Taeyong memutuskan sambungan tanpa menunggu jawaban lagi. Ia menyimpan kembali ponselnya di saku. Mengambil nafas lalu membuka pintu.
.
"Merapat ke dinding dan berbalik!"
Jaehyun dengan tanpa bertanya menuruti apa yang diperintahkan, berputar perlahan-lahan bersama Irene ke arah orang-orang yang menodongnya tadi. Ia melirik Irene gemetaran takut di sampingnya, tangannya menggengam tangannya kuat sekali, saat melihat tiga orang asing berdiri di depannya dengan senjata tajam dan kini juga senjata api di tangan mereka.
Pria pertama berdiri paling dekat ke pintu dengan pistol yang tepat mengarah padanya dan Irene. Sementara yang dua lagi berdiri tak jauh dari mereka dengan memainkan pistol dan menodongkan pisau. Salah satu dari mereka, sepertinya pemimpin mereka, mengamati Irene dari atas sampai bawah sebelum beralih mengamatinya.
Senyum berupa seringai mengerikan terpasang di wajahnya.
"Jung Jaehyun; seorang penyanyi dan model terkenal. Sungguh merasa terhormat bisa berada di hadapan seseorang sepertimu," ujarnya dengan senyum meremehkan dan membungkukkan badannya sedikit, "Apa yang membuatmu kembali ke sini? Aku dengar kau di New York sejak setahun lalu."
Jaehyun masih memasang tampang tenang di wajahnya. "Ini dan itu, banyak hal sebenarnya. Tapi aku sama sekali tak menyangka jika hal ini yang akan menyambutku saat kembali ke sini."
Pria itu mendengus mendengar jawabannya.
Tiba-tiba saja mata Irene berkelebat dalam kemarahan. "Apa yang kau inginkan?!" Sepertinya wanita itu sudah tak tahan dengan semua ancaman yang ia terima selama ini.
Orang itu mengabaikannya dan kembali menatap Jaehyun, berdiri tepat di hadapannya dengan angkuh. "Kau tahu? Ketika aku menerima tugas ini, aku begitu bersemangat," mata pria itu berkilat, "Menyingkirkan orang-orang berpengaruh seperti kalian itu sungguh suatu keberuntungan bagiku. Dan sekarang bukan hanya satu, tapi dua. Aku akan mendapat bayaran tinggi karena ini. Bukankah ini benar-benar keberuntunganku?" Pria itu menyunggingkan senyum licik sebelum menghela napasnya dalam-dalam, menjaga tatapannya tetap fokus pada Jaehyun sebelum berjalan mundur.
Ia memberi isyarat pada orang di sampingnya dengan menunjuk Jaehyun dengan dagunya. "Tembak dia dulu."
Mata Irene melebar. "Tunggu―!"
BRAK!
Pintu tiba-tiba terbuka. Semua orang dalam ruangan itu berpaling. Pria dengan pistol yang hendak menembak Jaehyun mengalihkan arah pistolnya ke ambang pintu, bersiaga. Dari sudut matanya Jaehyun melihat mata Irene membelalak kaget saat sosok seseorang memasuki ruangan dengan terhuyung-huyung. Melihat orang itu, Jaehyun merasa matanya sendiri melebar. Pria yang tak sengaja bertabrakan dengannya beberapa waktu lalu di lantai bawah itu terhuyung-huyung masuk ke ruangan dengan gelas champagne di tangannya. Tampak begitu mabuk.
Jaehyun membeku, setidaknya mencoba untuk diam dan mengamati saja.
Sosok itu masih terhuyung saat ia melihat dua senjata api ditodongkan ke arahnya.
"Wah~" Dia mengangkat kedua tangannya bersama gelas yang digenggamannya ke udara, "Maaf, sepertinya aku salah masuk ruangan dan menganggu acara kalian." Suara cegukan khas orang mabuk terdengar di sela-sela kalimat yang ia ucapkan. Setiap gerakannya nampak tampak linglung. Tubuhnya berbalik untuk menuju pintu keluar tapi seakan tersandung kakinya sendiri, ia malah terjatuh tepat di pelukan pria dengan pistol yang berdiri di dekat pintu. Pria itu mengumpat dan mendorong sosok mabuk itu kasar untuk menyingkir.
Hebatnya, sosok itu hanya terhuyung dan tidak jatuh ke lantai.
"Sialan."
Pemimpin mereka memberi isyarat pada yang lainnya untuk mengurus orang mabuk itu. Dengan segera salah satu dengan mereka mengunci sebelah tangan orang yang mabuk dan menjatuhkannya di lantai dengan posisi berlutut. Menekankan pistolnya tepat di atas kepalanya.
"Woah, woah," Suara tawa terdengar lolos dari bibirnya. "Kalian sedang bermain film action? Berhenti dulu. Ayo minum bersamaku," ujarnya sambil menyodorkan gelas champagnenya, yang tentu saja langsung di tepis. Membuat gelas itu jatuh dan hancur berkeping-keping di lantai. Dia masih tertawa seperti orang gila setelahnya, meski sebuah pistol siap menembakkan peluru tepat di kepala dan membunuhnya kapan saja.
Jaehyun menatap pria itu takjub. Pria berambut brunette itu benar-benar terlihat bodoh. Ia mabuk dan itulah yang menjadikannya bodoh. Sementara Irene menatap sosok itu dengan khawatir. Ia bergerak gelisah dan menggigit bibir bawahnya. Cengkramannya pada tangan Jaehyun semakin kuat. Kenapa dia?
Pemimpin mereka berjalan ke arah sosok itu. Memukul sosok itu hingga jatuh tersungkur ke lantai. Tawa sosok itu terhenti saat sang pemimpin memegang rahangnya kuat. Siap melukai wajahnya dengan pisau yang ia pegang di tangan satunya.
Irene yang melihat itu melotot kaget. "Taeyong!" jeritnya, sukses membuat ketiga orang itu beralih menatapnya. Jaehyun mengawasi semua itu dalam gerakan lambat. Saat pandangan ketiga beralih ia melihat sosok mabuk tadi menyeringai dan menendang kaki pemimpin itu hingga jatuh. Sebelum dua pria lain bisa bereaksi, ia sudah mendapatkan dua senjata dari balik jasnya.
Dor! Dor!
Melesatkan dua tembakan ke arah mereka sekaligus. Membuat pistol di tangan dua pria itu terlepas dan menendang salah satu pisau menjauh. Dengan gerakan cepat sang pemimpin bangkit, mengambil pisaunya dan mencoba menghunuskan pisaunya, tapi Tayong bisa menghindar dengan gesit dan melepaskan satu tembakan lain yang tepat mengenai tangan pria itu.
Pria kedua yang bisa kembali meraih pistolnya mengarahkan pistolnya pada Jaehyun yang berdiri terdiam tak jauh dari situ, dengan Irene yang bersembunyi di baliknya. Taeyong bergerak cepat mencapai orang itu dan memukulnya dengan pukulan keras.
Namun rupanya tak cukup cepat untuk menghentikan pelurunya melesat.
Dor!
Irene menjerit.
Jaehyun meringis mendapati tangan kanananya tertembak dan mengeluarkan darah. Ia melihat pria itu terkapar dilantai dan sosok pria mabuk tadi menginjak punggungnya hingga suara retak tulang terdengar. Pria lain yang datang dari belakangnya secepat kilat ia tembak di bahu, membuatnya ambruk.
"Awas!" Irene kembali berteriak. Saat sang pemimpin yang belum menyerah, melemparkan pisaunya. Dengan gerakan cepat Taeyong menghindar dan melesatkan satu tembakan lagi yang tepat mengenai tangannya yang lain, membuatnya tergolek tak berdaya dengan kedua tangan terluka.
Tiga pria dengan senjata api dan pisau terkapar di lantai setelah dikalahkan oleh seorang pria mabuk. Irene dan Jaehyun yang menatap kejadian itu dalam diam.
Taeyong mengangkat kakinya dari tubuh yang ia injak. Dengan cepat mengambil ponsel untuk menghubungi seseorang, "Hyung, beritahu polisi untuk ke lantai atas. Pintu keempat sebelah kanan."
Tak lama kemudian, polisi datang dan mengambil alih semuanya.
Butuh waktu bagi Taeyong untuk berbicara pada kepala polisi sebelum mendekat ke arah Irene yang kini terduduk lemas di lantai. "Apa kau baik-baik saja?" tanyanya. Tapi sosok itu tak menyahutinya. Ia menangis membuat riasan di wajahnya menjadi tak karuan dan terlihat gemetaran shock. Itu membuat Taeyong meringis sambil membantunya berdiri. Taeyong berbalik ke arah Jaehyun. "Kau baik-baik saja?"
Jaehyun mengangguk, masih memegangi tangan kanannya yang terluka, "Terlepas dari luka tembak. Aku yakin aku baik." Jaehyun melepas jasnya. Jas mahalnya tidak hanya robek, melainkan terbanjiri darahnya. Taeyong membuat dirinya lebih dekat untuk memeriksa luka itu, membuat Jaehyun menegang sesaat.
Taeyong berpindah secepat kilat, "Beruntung tanganmu hanya terserempet peluru, para medis akan datang sebentar lagi. Minta mereka memerbannya."
Jaehyun mengangguk patuh. Ia menatap Taeyong lekat.
Pikirannya tiba-tiba kosong.
Suara berasal dari pintu membuat ketiganya menoleh. Para medis datang bersama salah satu kepala polisi yang mendekat ke arah mereka. "Para tamu undangan sudah dibubarkan. Kalian bertiga jangan kemana-mana. Kalian akan diminta kesaksian setelah ini." Dia berjalan lebih dekat, "Irene-sshi, Jaehyun-sshi, dan―" ia berhenti saat melihat Taeyong, "Harusnya aku tahu ini akan melibatkanmu, Taeyong-ah," lanjutnya sambil menggeleng-gelengkan kepala.
Taeyong hanya tertawa menanggapinya. "Kau pasti bosan melihatku ya, Chanyeol-hyung?"
Orang itu memukul kepala Taeyong keras. Benar-benar keras hingga membuat Taeyong meringis. "Panggil aku inspektur Park," ujarnya.
Taeyong kembali tertawa.
Jaehyun menatapnya dengan tak percaya. Inikah orang yang telah menyelamatkannya tadi? Kenapa tadi ia terlihat begitu keren sementara sekarang―childish? Jaehyun hanya bisa mengulum senyum tipis.
Park Chanyeol menghela napas, pria tinggi itu melambaikan tangannya tanda menyerah, "Yasudah, karena nanti aku akan mendapat laporan darimu, lebih baik kau urus mereka berdua untuk keluar dari sini," lanjutnya sambil beranjak pergi setelah mengusak surai bruntte Taeyong.
Taeyong tak mengatakan apapun saat menunjukkan jalan pada Irene dan Jaehyun setelahnya. Begitu ketiganya sampai di puncak tangga ia menatap Irene.
"Sepertinya aku harus mengurus beberapa hal. Istirahatlah setelah ini, Irene-sshi. Aku yakin kau membutuhkannya. Cobalah untuk meminum beberapa obat tidur," ujarnya pada Irene yang mengangguk patuh.
"Terimakasih."
Taeyong berbalik untuk pergi tapi Irene menyambar tangannya. "Tunggu, Taeyong." Taeyong berbalik kembali. "Aku ingin mengenalkan kalian dulu. Taeyong, ini Jung Jaehyun , temanku. Dan Jaehyun, perkenalkan dia Lee Taeyong, pengawal pribadiku."
Taeyong mengamati orang di depannya dengan ekspresi datar tak terbaca saat ia mengulurkan tangannya. "Senang bertemu denganmu."
Jaehyun menerima uluran tangan itu dengan senyuman tipis. "Aku berhutang nyawa padamu," ujarnya.
"Tak usah dipikirkan, Jaehyun-sshi. Aku hanya menjalankan tugasku."
Setelah kembali menyampaikan salam perpisahan sekali lagi, ia berbalik. Berjalan menuruni tangga.
Jaehyun memperhatikan hingga sosok itu tak telihat. Sebuah seringai terpatri di wajahnya.
Senang bertemu denganmu, Lee Taeyong.
.
To be Continued
.
A/N:
Jangan bunuh saya karena bawa multichapter lagi padahal yang lain belum ada yang tamat :(
Selalu, terimakasih buat yang udah fav, follow, review di cerita sebelumnya. Kalian terbaaaaaik.
REVIEW JUSEYO?