Edited


Warn: Bad Language, Boring, Gay Relationship, Cliché

DLDR, Please.

.

.

.

Jongin bergerak gusar di atas benda yang katanya mempunyai gravitasi sangat kuat, tempat tidur. Kegiatan favoritnya sedikit–ralat, sangat-sangat terganggu ketika telinganya mendengar suara gedoran pintu dari luar kamar.

Oh sial, siapapun itu aku membencinya

Jongin akhirnya benar-benar beranjak dari atas kasur dan mendekat ke pintu, tak peduli pada penampilannya yang seperti gelandangan. Hanya memakai bokser Mickey Mouse yang sempat ia beli kala ia berlibur ke Jepang, badannya topless dan selebihnya tak ada yang spesial dari penampilan seorang Kim Jongin yang baru bangun tidur.

"Ada apa?" Jongin bertanya dengan malas pada ibunya yang sedang berdiri sambil berkacak pinggang. Ah, Jongin bisa menebak kalau ibunya akan mengomel.

"Kenapa kau masih tidur? Ini sudah tengah hari, pria seusiamu itu seharusnya bekerja walaupun orang tuamu sendiri masih bisa membiayai kuliahmu."

Akhirnya dia memutar bola matanya malas dan berakhir menguap dengan lebar. Persetan dengan tidak sopan, ia masih mengantuk. "The hell, mom. Ini adalah hari libur nasional! Jadi terserah aku mau melakukan apa–"

Perkataannya terpotong saat ibunya menyerobot masuk ke dalam kamar. Jongin bisa melihat dengan jelas sang ibu yang sedang melotot horror sambil memandangi seluruh penjuru kamarnya.

"Ya ampun, Kim Jongin." Ibunya menggeleng-geleng, sedangkan Jongin memutar bola matanya dengan malas saat tahu kalau sang ibu akan mengomelinya lagi. "Kenapa bisa kau jorok sekali? Aku tahu kau ini pria tapi–astaga.." Wanita yang berumur setengah abad itu kembali tak bisa berkata apa-apa saat melihat sebuah kaleng kola yang sudah tergeletak tak berdaya di atas lantai dengan cairan yang sudah di semuti. Kemudian pakaian kotor yang berada di sudut ruangan, dan.. apa itu?!

Jangan katakan kalau tulisan Calvin Klein yang menggantung di gagang pintu belakang itu adalah celana dalam!

Dia menatap anaknya dengan tatapan tidak percaya. Padahal seumur hidupnya, ia tidak pernah berbuat jorok seperti ini. Apalagi sifat pemalas yang sudah permanen melekat di dalam diri anaknya. Astaga, apakah sang suami yang mewariskan semua sifat-sifat buruk ini kepada putranya?

Ingatkan dia untuk mengomeli sang suami nanti.

"Oh ayolah, tak bisakah ibu untuk tak mengomeliku sehari saja?! Aku kesal jika di omeli seperti ini terus!"

Jongin memang sering sekali di omeli oleh ibunya. Sedikit-sedikit salah dan Jongin sangat kesal jika seperti itu. Tak ada satu hari tanpa omelan sang ibu, bahkan Jongin sampai bosan sendiri jika mendengar suara ibunya marah-marah.

Ia ingin sekali merekam suara cempreng sang ibu yang sedang marah-marah dan menyuruh ibunya untuk mendengarkan suaranya sendiri, biar wanita itu tahu seberapa menderitanya Jongin jika sudah di omeli.

"Terus saja seperti itu, Jongin." Ibunya duduk di atas kursi belajarnya yang tak pernah ia gunakan. "Kelakuanmu saja seperti itu, bagaimana tak mau ku omeli?"

"Setidaknya ibu hargai perasaanku sebagai anak. Memangnya aku tak menderita apa jika ibu terus mengomel?"

"Baiklah-baiklah, lupakan saja. Kau itu tak ada bagus-bagusnya sekali sebagai anak." Wanita itu merogoh kantung roknya untuk mengambil sebuah ponsel pintar keluaran terbaru untuk menghubungi seseorang, tanpa memedulikan Jongin yang sedang menyumpah serapahi dirinya dengan bisikan yang terdengar keras.

Jongin dan keluarganya memang berasal dari keluarga yang kaya. Ayah Jongin merupakan seorang CEO di perusahaan yang diwarisi oleh kakeknya sendiri. Ibu Jongin adalah seorang pebisnis online, dia biasanya akan menjual kosmetik-kosmetik serta tas-tas branded keluaran terbaru. Dia juga seorang sosialita.

Jongin pernah di ajak pergi oleh sang ibu yang ingin pergi arisan bersama teman-temannya. Bahkan ia pernah digodai oleh salah satu tante dengan make up super menor, ew. Jongin jadi satu-satunya brondong di sana. Ia sempat mengalami trauma sejak kejadian itu, lebay sih tapi–ah sudahlah.

"Halo?" Ibu Jongin tersenyum saat mendapat sambutan hangat dari seberang. Sedangkan Jongin tidak mau peduli lagi tentang apa yang akan ibunya lakukan di sini. Ia memilih untuk kembali bergelumut dengan bantal, guling beserta teman-temannya di atas ranjang. Di sela-sela tidur belum nyenyaknya itu, dahi Jongin mengernyit saat mendengar ibunya tertawa dengan frekuensi pelan.

Mirip tawa seorang gadis yang tengah di gombali oleh pacar barunya.

Tangan ibunya bergerak untuk mengipas-ngipas wajahnya yang memerah. "Eum Sehun, apakah kau akan lama berada di sana?" Wanita itu terlihat mengangguk-angguk. "Baiklah, jaga kesehatanmu Sehun."

Panggilan itu berakhir dan Jongin semakin leluasa untuk tidur karena suasana kamarnya jadi hening.

Plak!

"AW!" Pria berkulit tan itu langsung bangun terduduk setelah merasakan sebuah pukulan keras di bokongnya. Jongin bisa merasakan kalau bokongnya yang indah ini berkedut-kedut saking sakitnya. "Kenapa sih ibu memukulku?!" tangannya bergerak untuk mengusap-ngusap bokongnya yang sangat ia yakini kalau kulitnya sudah berwarna merah.

"Ibu hanya ingin mengatakan sesuatu, sayang." Ibu Jongin berpindah tempat, dari duduk di atas kursi belajar menjadi di atas tempat tidur. Lebih tepatnya di samping Jongin.

"Kau akan ku jodohkan dengan anak teman ayah."

Jongin tidak kaget, tidak marah apalagi memberontak. Lagipula ini klise sekali, perjodohan antara dua perusahaan dengan tujuan untuk mempererat hubungan masing-masing.

Drama.

Tapi kalau boleh jujur, ini juga bisa jadi keberuntungannya mengingat dirinya yang seorang pemalas. Jadi ia tidak perlu repot-repot mencari wanita untuk pasangan hidupnya kelak. Toh Jongin yakin kepada kedua orang tuanya kalau calon istrinya nanti adalah orang yang terjamin.

"Okay, jadi siapa calon istriku?" Jongin mengernyit aneh saat melihat ibunya tertawa.

Dih, kenapa ibunya? Orang dirinya sedang bertanya, kenapa malah tertawa? Memangnya ada yang lucu dengan kalimatnya tadi?

"Hey, ibu." Jongin memanggil ibunya sambil mencolek lengannya sedikit, ia takut sekali kalau ibunya ini ternyata kerasukan setan atau bagaimana.

Wanita yang di panggil itu menoleh dan memberhentikan tawanya, jarinya yang lentik itu menyeka air mata yang sempat mengalir saking gelinya ia tertawa. "Bukan," Ibu Jongin mengaca di layar ponselnya, sedang mengecek apakah polesan di matanya luntur atau tidak akibat air matanya tadi. "Pasanganmu bukan wanita, Jongin. Dia pria yang tadi ibu telepon."

Jongin membulatkan kedua matanya karena terkejut. Dan, oh my fucking God. Apa tadi kata ibunya? Pria?!

P.R.I.A?!

Seumur hidupnya, Jongin baru tahu kalau ada spesies orang tua macam orang tuanya. Masa iya anak sendiri bukannya di larang malah di suruh menjadi gay? Ia juga tak pernah mendengar kalau ada orang tua yang mem'belok'kan anaknya yang 'lurus'.

Lagipula, ia termasuk ke dalam jejeran pria populer di kampusnya, mana mungkin dengan semudah itu menjadi gay? Di kampus padahal banyak sekali gadis-gadis yang ingin menjadi kekasihnya dengan sukarela.

Ini tidak bisa di biarkan.

"Tidak, tidak, dan tidak." Jongin menggeleng dengan mantap, menunjukkan bagaimana rasa tidak setujunya pada ide perjodohan sang ibu. Kalau pasangannya wanita, Jongin mungkin tak akan mempermasalahkannya. Tapi kalau laki-laki yang sama seperti dirinya? No fucking way. "Ibu lupa kalau aku ini idola kampus? Pasti perjodohan ini akan membuat reputasiku jelek. 'Kim Jongin seorang gay', apa kata penggemarku nanti? Lagipula ini klise sekali. Setidaknya kalau ingin membuat jalan hidupku kreatif sedikit. Menjodohkanku dengan member SNSD mungkin?" Jongin menyindir ibunya dengan sangat tidak sopan. Dia berbicara seakan-akan sedang berbicara dengan teman-temannya.

Di sela-sela acara protesnya, Jongin sempat memikirkan hal-hal yang mengerikan. Nanti kalau dia sudah menikah, siapa yang akan di dominasi? Dia begitu? Diiih, amit-amit cabang bayi. Orang dia tampan dan keren begini kok, masa jadi bottom? Benar-benar menggelikan. Tapi walaupun ia yang mendominasi, Jongin tetap tidak akan menyetujuinya.

Jongin masih 'lurus', serius.

Dan, apakah ibunya tidak menginginkan cucu yang selalu di idam-idamkan oleh para orang tua lainnya? Kalau pasangannya laki-laki, siapa yang akan hamil? Mau sampai lumutan bersetubuh pun tak ada salah satu di antara mereka yang mengandung. Sekalipun ada keajaiban, Jongin tidak mau menjadi pihak yang di hamili.

"Hei! Sopanlah sedikit kepada ibumu, anak kok tidak ada rasa sopannya sama sekali? Kau anakku bukan sih?" Setelah menggerutu, wanita itu melanjutkan pembicaraannya. "Lagipula, ibu memilih pasanganmu ini dengan tidak sembarangan, Jongin." Sekarang ibu Jongin tersenyum sambil memegangi pipinya yang sedikit bersemu.

Mood ibunya berubah drastis sekali.

"Sehun itu tampan, baik, sopan, mapan, tubuhnya tinggi, kakinya jenjang, lalu–"

Pria itu menghela nafasnya dengan kasar. Sial, ibunya kembali berfangirling ria karena pria itu. Padahal Jongin juga seperti itu, bahkan malah ia lebih tampan–menurutnya–daripada si Sehun-Sehun itu. Tapi kenapa Jongin tidak pernah di puji? Yang ada ia selalu di omeli, sedih sekali. Mau sampai kapan ibunya membanggakan anak orang lain dihadapan anaknya sendiri?

Seharusnya yang bertanya tadi adalah Jongin. Pertanyaan 'Kau anakku bukan?' menjadi 'Kau ibuku bukan?'.

Jongin kembali menguap tanpa merespon perkataan sang ibu yang masih betah untuk memuji calon suaminya itu. "–Dia dewasa, kulitnya putih, dan satu lagi!" Ibunya memekik, membuat Jongin sedikit terkejut. "Dia seperti orang barat! Wah Jongin, calon suamimu sempurna sekali! Benar-benar material husband in the world ya.."Gumamnya pelan di akhir kalimat.

"Kalau begitu, kenapa bukan ibu saja yang menikah dengannya?" Pertanyaan Jongin berhasil membuat sang ibu menatapnya dengan ekspresi datar.

Jongin jago sekali membuat mood seseorang jelek.

Wanita paruh baya itu merubah posisi duduknya jadi menyilang anggun, "Aku dengan senang hati akan menikah dengannya, tapi aku tak mau jika nanti dibunuh oleh daddy mu."

"Aku tak peduli. Terserahlah."

"Hei, kau harus peduli Jongin! Ini menyangkut dengan masa depanmu juga."

Jongin menghela nafasnya dengan kasar, "Terserah."


Jongin memarkirkan motor merahnya di parkiran apartemen tempat tinggal Chanyeol, best buddy nya katanya. Pria itu senior Jongin di kampus, tapi menurut Jongin kelakuan idiot Chanyeol tak lebih dari seorang anak sekolah dasar. Jadi ia bisa berlaku seenaknya kepada Chanyeol, menurut dirinya sendiri tentu saja.

Ia melangkahkan kaki jenjangnya ke arah dalam gedung. Tapi baru saja sampai depan, Jongin langsung diberhentikan oleh seorang petugas. Dia menurut saja karena terlalu malas untuk berurusan dengan orang seperti ini jika saja menerobos masuk. Lagi pula ia bukan terrorist or something like that. Jadi santai saja.

Kakinya melangkah setelah melewati scan tubuh oleh sang petugas. Baru beberapa langkah berjalan, lagi-lagi Jongin di berhentikan oleh seorang resepsionis atau apalah itu namanya, Jongin terlalu malas untuk mencari tahu. Dan sekali lagi, Jongin menurut.

"Ada apa?" Tanyanya dengan tidak sopan.

Jongin memang tidak suka berbuat sok baik di hadapan orang lain. Terserah orang mau bilang apa tentang kelakuannya yang amat buruk, sekalipun ia seorang anak pengusaha terkenal, Jongin tetap ingin menjadi dirinya sendiri dengan perilakunya yang Jongin doesn't give a fuck.

Sedangkan wanita yang bernama Jung Soojung itu (Jongin mengetahuinya dari nametag saat sedang memandangi dadanya) tersenyum ramah. "Ada keperluan apa Anda ke sini, Tuan?"

"Aku ingin ke flat Chanyeol. Ini penting, dan katakan saja boleh atau tidaknya." Jongin itu tidak suka hal yang berbelit-belit, jadi dia langsung to the point saja.

Tapi kata-katanya yang terkesan dingin itu menggagalkan Soojung yang tadi ingin mencoba menggodanya–atau kalau bisa mengajaknya untuk one night stand. Jadi wanita itu hanya bisa tersenyum kaku.

Sial, padahal dia adalah the most wanted girl di sini, tapi pria hot di depannya menolak. Sebagai wanita, harga dirinya jatuh. Tapi walaupun ia sudah sangat kesal pada pria ini, Soojung harus tetap profesional menjalani pekerjaannya.

"Eum, tentu."

Jongin langsung membalikkan badannya dari hadapan Soojung saat melihat gerak-gerik wanita itu yang seperti ingin memberitahu lokasi di mana flat Chanyeol berada.

Apakah dia pegawai baru? Hampir semua pegawai di apartemen ini pernah melihatnya karena intensitas kunjungannya yang terlalu sering.

"Aku sudah tahu." Jongin benar-benar menghilang dari pandangan wanita itu yang kini tengah bersemu merah karena menahan rasa kesal dan malu.


Baru saja Jongin menekan tombol untuk ke lantai 21, tiba-tiba ia dikejutkan oleh seorang pria berpakaian formal yang menyerobot masuk ke dalam lift. Jongin tak merespon apa-apa. Kemudian pintu lift tertutup, menyisakan keheningan di antara Jongin dengan pria bertubuh tinggi itu.

Jongin menolehkan kepalanya secara refleks setelah mendengar suara siulan yang ia yakin sekali keluar dari mulut pria di sampingnya ini karena di dalam lift hanya ada mereka berdua. Jongin dapat melihat bahwa pria itu menyeringai sambil menatap tubuhnya dari atas ke bawah.

Sumpah, Jongin risih.

"Apa ada yang salah?" Jongin bertanya senormal mungkin dan pria itu menggeleng dengan masih menatap tubuhnya sambil tersenyum menyebalkan.

"Ah, tidak." Pria itu tersentak dari lamunannya. "Hanya ingin melihat-lihat."

Jongin kini memasang wajah horror. Sialan, melihat-lihat apanya? Memangnya dia barang lelang apa di lihat-lihat begitu? Jongin jadi merasa seperti laki-laki murahan.

"Jagalah tatapan mata Anda, Tuan." Ucap Jongin sekali lagi memperingatkan tapi tetap tak di dengar oleh pria itu. Keras kepala sekali dia.

Kemudian tubuh pria itu menyamping jadi menghadap ke arahnya, membuat Jongin agak takut kalau pria itu jadi tersinggung dengan kalimat yang ia lontarkan tadi. Tapi tunggu, sejak kapan ia jadi penakut seperti ini?

Hello! Kim Jongin adalah laki-laki berandal, mana mungkin takut dengan pria yang seperti ini?!

"Sadarkah bahwa Anda telah mengganggu kenyamanan orang lain? Tataplah tubuh yang lain. Aku ini laki-laki, kalau perlu Anda tahu. Jadi seseksi apapun aku, aku tak akan pernah suka laki-laki."

Tepat sesudah Jongin berbicara seperti itu, pintu lift terbuka dan ia buru-buru melesat pergi keluar untuk menghindari pria biadab yang ada di dalam lift.

Seperginya Jongin, pria itu menyeringai sambil berbisik kepada angin. "Aku akan membuatmu suka laki-laki, sayang."


Jongin sudah sampai di depan pintu flat Chanyeol. Tanpa menekan bel dengan segala tetek bengeknya, Jongin langsung memasukkan password dan masuk ke dalam. Hingga ia menemukan Chanyeol yang sedang tertidur dengan posisi yang sangat mengenaskan.

Kepala yang berada di bawah juga kaki yang mengangkang lebar di atas meja kaca. Oh iya, Chanyeol tidur di ruang tamunya yang sangat berantakan. Bahkan ada bekas muntah di atas karpet berbulunya. Ew.

"Hoi! Bangun, jerk." Jongin berusaha membangunkan best buddy nya itu dengan cara menendang kepalanya. Persetan pada umurnya yang lebih muda dua tahun dari Chanyeol, Jongin sedang benar-benar ingin curhat kepadanya.

Hei, begini-begini Jongin juga butuh teman curhat. Mau seberandal apapun kelakuannya, ia tetaplah manusia biasa, okay?

Merasa Chanyeol tak kunjung bangun, akhirnya Jongin memikirkan cara apalagi yang harus ia lakukan agar si idiot ini bangun. Otaknya yang tak terlalu pandai itu akhirnya menemukan sebuah cara yang menurutnya sangat-sangatlah cerdas.

Pasti kau akan bangun, Park!

Satu

Dua

Tiga

"OH MY GOD! SANDARA PARK IS HERE, OH MY GOD! CHANYEOL! WAKE UP! SHIT, CHANYEOL! SHE IS NAKED!" Jongin berteriak dengan sangat besar hingga membuat Chanyeol kaget lalu bangun. Tapi dia tidak marah seperti biasanya, wajah yang masih sangat jelek itu malah tersenyum lebar.

Hah, Sandara Park memang kelemahannya. Wanita itu adalah idolanya sejak dulu, bahkan di kamarnya banyak sekali poster-poster Sandara Park yang bertebaran di dinding. Wallpaper handphone Chanyeol juga demikian. Untung saja Chanyeol mengidolai wanita itu, jadi Jongin bisa mengancam akan membuang semua poster Sandara Park koleksi Chanyeol jika saja pria itu tidak menuruti keinginannya.

"Dimana?! Dimana?!" Chanyeol bangkit berdiri dengan agak sempoyongan sehingga Jongin takut sekali kalau tubuh besar itu akan menimpa tubuhnya yang jauh lebih kecil.

Setelah agak menjauh, Jongin memilih untuk duduk di atas sofa kulit warna hitam milik Chanyeol dengan ekspresi wajah datar. "Tidak ada. Aku menipumu." Kemudian ia menaruh kedua kakinya di atas meja.

Contoh tamu yang benar-benar tidak punya etika dan tidak tahu malu.

Mata Chanyeol yang sudah besar itu membulat dengan dramatis saat Jongin selesai berbicara dengan nada datarnya. "HAH?!" Dan dengan tidak elitnya, mulut Chanyeol terbuka lebar.

Ingin rasanya Chanyeol menggunting nipple Jongin menggunakan gunting rumput. Jadi dia cuma di bohongi? Padahal ia sedang enak-enak tidur dan bermimpi yang iya-iya tapi malah di bangunkan secara tidak manusiawi seperti ini?

Demi kucing yang tadi malam pipis di ban mobilnya!

Ia baru tidur jam tiga pagi tadi dan Jongin membangunkannya dengan sangat brutal pada jam delapan. Padahal seharusnya, ini menjadi hari dengan tidur paling pulas dalam sejarah kehidupannya kalau saja Jongin tidak datang kemari dan berakhir menyusahkannya.

"Wah, kau gila ya? Lalu apa urusanmu untuk datang kemari? Setelah bolos lima hari lamanya tanpa kabar apapun, kau malah datang secara tiba-tiba dan menggangguku di saat waktu luang yang sangat jarang ku dapatkan, Jongin!" Chanyeol terengah-engah setelah berbicara dalam satu tarikan nafas. "Apa maumu sebenarnya?" Chanyeol bertanya dengan wajah murkanya, sedangkan yang di tanya hanya menatapnya datar.

Ingin ku berkata kasar, Chanyeol membatin sambil mengelus dadanya. Mencoba bersabar menghadapi tingkah Jongin yang bar-bar.

"Sorry, man.. I just wanna tell you something." Chanyeol yang terlihat masih murka itu mendekat ke arah Jongin. Lupakan sajalah kalau ia tadi marah-marah kepada Jongin, Chanyeol sudah benar-benar kepo sekarang. Ia dibuat bingung juga penasaran oleh Jongin yang bicara seserius ini, biasanya kan bocah itu terkesan konyol dan main-main.

Chanyeol menyatukan kedua alisnya saat melihat perubahan air muka Jongin yang sendu. Baiklah, ini permasalahan serius.

"Katakan padaku." Ia menatap lurus ke arah sisi samping wajah Jongin, tiba-tiba pemuda itu juga menolehkan kepala ke arahnya. Jadilah mereka berdua tatap-tatapan. "Kenapa sih kita tatap-tatapan begini? Menggelikan." Chanyeol membuang muka ke arah lain, membuat Jongin melakukan hal yang sama.

"Fuck you! Aku mencoba untuk serius tadi!" Jongin yang tadinya biasa saja kini merasa sebal karena Chanyeol merusak suasana serius yang sudah susah payah ia dramatisir.

"Haha, baiklah. Aku akan serius kali ini." Chanyeol berdiri dan berjalan meninggalkan Jongin. Membuat Jongin menatap aneh ke arahnya.

"Kau mau kemana?"

"Mau ke dapur." Chanyeol berbicara dengan wajah tak berdosanya sambil jarinya menunjuk ke arah dapur.

Mendengar ucapan Chanyeol, Jongin jadi dengan refleks memutar bola matanya. Sampai kapanpun, Chanyeol akan tetap menjadi sahabatnya yang paling idiot. "Kalau kau pergi ke dapur, siapa yang akan mendengar ceritaku? Ish! Kenapa sih kau bodoh sekali, Park?!"

"Kan aku bisa dengar. Lagipula dapurku dekat kok dari ruang tengah, memangnya kau baru sekali berkunjung kesini?"

"Tidak bisa. Kau harus mendengarkanku dengan seksama." Pria berkulit tan itu berucap mutlak.

Chanyeol mengendikkan kedua bahunya. "Padahal aku ingin mengambilkanmu minuman, tapi kau menyuruhku un–"

"Oh kau mau ambil minuman? Ya sudah, pergi saja sana. Aku haus. Ambilkan aku minuman isotonik ya? Makanannya juga sekalian, Yeol." Jongin dengan santainya memainkan ponsel setelah menyuruh Chanyeol mengambilkan makanan dan minuman. Karena, tidak lengkap rasanya jika mengobrol tanpa ada makanan menurutnya.

Dasar bocah labil tidak tahu diri

Pada akhirnya Chanyeol tetap pergi ke dapur untuk mengambilkan beberapa kaleng minuman serta camilan yang ia simpan di dalam kulkas. Mau bagaimana pun juga, Jongin adalah tamunya walau pria itu benar-benar tidak tahu diri.

Tak berapa lama Chanyeol kembali dengan tangannya yang penuh dengan makanan dan minuman. Ia menaruh semua makanan dan minuman itu ke atas meja yang sedang Jongin naikkan kakinya.

Duh, kalau begini ia merasa jadi pembantunya Jongin.

"Jadi kau mau curhat apa?"

Jongin terlihat agak tersentak saat Chanyeol mulai berbicara padanya. Kemudian ia menaruh ponselnya di atas meja. Sebelum menjawab pertanyaan Chanyeol, Jongin meminum minuman isotonik yang tadi diminta. "Aku dijodohkan oleh ibuku."

Chanyeol lengsung tersedak ludahnya sendiri setelah mendengar ucapan Jongin yang sangat to the point dan tentu saja mengejutkan. Heol! Seorang Kim Jongin dijodohkan!

"What the–"

Jongin merasa biasa saja saat melihat reaksi Chanyeol. Ia sudah tahu kalau si idiot ini akan bereaksi seperti apa.

"Jadi kau tidak kuliah-kuliah karena hal ini, Jong?! Kenapa kau tidak bilang kepadaku?! Semua ini mendadak sekali dan ka–kau masih kuliah! Tidak mungkin kan kau mengurus anak saat kau masih kuliah?! Iya kan?! Jawab aku, Jongin!" Suara berat Chanyeol menggema ke seluruh ruangan. Tubuh Jongin terombang-ambing karena Chanyeol yang menggerakkannya kesana-kemari. "Lalu siapa istrimu?! Apakah dia cantik?! Apakah dadanya besar?! Jawab aku, Jong! Kalau kau tidak mau dengannya, aku bisa menikahinya!"

"Stop doing idiot, Chanyeol!"Jongin menyentakkan kedua tangan besar Chanyeol yang berada di bahunya. Tangannya bergerak untuk merapihkan kausnya yang menjadi kusut akibat ulah sahabat idiotnya tadi. "Pertama. Aku tidak kuliah-kuliah bukan karena itu. Aku tidak kuliah karena aku malas." Chanyeol terlihat mengangguk saat mendengar alasan Jongin yang tidak masuk kuliah. Ia merasa sangat wajar dengan segala kemalasan Jongin. "Yang kedua. Aku tahu acara jodoh-jodohan itu beberapa menit yang lalu! Makanya aku ke sini. Aku ingin kabur dari rumah karena ibuku terus membicarakan calonku itu." Pria tinggi itu kembali mengangguk, tangannya bergerak untuk mengambil minuman di atas meja. "Yang ketiga–"Jongin ingin memberitahu alasan yang ketiga, tetapi dia ragu.

Apakah jika ia memberitahu ini, Chanyeol masih akan mau berteman dengannya? Karena Jongin tahu kalau Chanyeol itu punya semacam phobia terhadap hubungan sesama jenis.

Chanyeol mengangkat sebelah alisnya saat Jongin tak kunjung melanjutkan kalimatnya yang menggantung.

"Kau yakin mau mendengar alasanku yang ketiga?" Pertanyaan Jongin yang agak ragu-ragu membuat Chanyeol makin penasaran dengan apa yang akan pria itu beritahu padanya. "Err.. sebenarnya aku tak mau memberitahumu, Yeol. Tapi karena kau terlihat memaksa, eum, bagaimana ya?"Jongin menggaruk kulit kepalanya yang tidak gatal sama sekali. Kenapa dia jadi gugup begini?

"C–calonku itu," Ia meneguk ludahnya dengan kasar. "Pria, Yeol." Melihat ekspresi tak terbaca milik sahabatnya, Jongin buru-buru meralat. "Tak apa sih jika kau mau menjauhiku. Aku tahu kau homophobic, jadi jika kau ingin mengusirku dar–"

"Jongin," Jongin mengangkat sedikit kepalanya yang tadi ia tundukkan, hingga matanya dapat bertemu tatap dengan mata bulat Chanyeol. "Untuk apa aku menjauhimu? Ya, aku memang homophobic. Tapi tak apalah. Sebagai best buddy mu, aku menghargai pilihanmu itu, dude." Dengan wajah sok bijak, Chanyeol menepuk-nepuk pundaknya dengan pelan.

Sumpah, ekspresi itu benar-benar tidak matching dengan kepribadian Chanyeol.

"Pilihanku kepalamu. Ini pilihan ibuku, Park. Jadi jangan berkata seakan-akan aku yang memilihnya. Aku masih terlalu menyukai wanita, camkan itu."


Momma: Pulang jongin! Kalau tidak monggumu akan ku goreng!


Chanyeol tadi mengajaknya untuk minum sedikit. Niatnya sih Jongin akan tidur di flat Chanyeol, tapi sang ibu memarahinya via pesan.

Sial, Monggu menjadi taruhannya!

Semiskin dan seputus asa itukah ibunya hingga dengan tega menggoreng Monggu untuk di jadikan makanan? Lagipula itu menjijikan sekali. Masa keluarganya mengkonsumsi daging anjing? Anjing kesayangan Jongin pula.


Me: Ya ampun ibu. Jangan ancam aku menggunakan Monggu. Ibu tahu kan kalau aku sangat mencintainya melebihi aku mencintai ibuku sendiri? Ha ha

Momma: Dasar anak tidak tahu di untung


Jongin tertawa dengan puas karena ibunya tak lagi membalas pesannya. Dia ingin melanjutkan menonton acara We Bare Bears jika saja ponselnya tak mengeluarkan bunyi notifikasi. Tangannya menggenggam popcorn kemudian memasukkannya dengan sembarangan ke dalam mulut hingga berjatuhan.

Biar saja, Chanyeol yang akan membereskannya.


Momma: Momma sent a picture

Momma: PULANG SEKARANG! TIDAK ADA OCEH-OCEHAN LAGI! KALAU KAU TIDAK DATANG AKU BENAR-BENAR AKAN MENGGORENGNYA!


Mata Jongin melotot horror ketika melihat foto Monggu di sebelah kompor yang di kirim ibunya tadi. Balasan sang ibu juga membuatnya merinding.

Jongin kelabakan. Ketika ibunya sudah menggunakan capslock, berarti wanita itu akan bersungguh-sungguh dengan ucapannya.

Ini bahaya, Jongin! Keselamatan Monggu terancam!

"Bro, aku pulang. Ada urusan mendadak!" Jongin mengambil jaket kulit dan helm nya yang tergeletak di atas sofa single. "Iya, pulang saja. Hati-hati." Karena Chanyeol tak kunjung menjawab–Jongin juga tidak tahu dimana pria itu–akhirnya dia menyahuti perkataannya sendiri.

Hah.. ternyata kelakuanmu lebih idiot dari Chanyeol, Jongin.