Shit!

Umpatan sial Sehun keluarkan dari bibir tipisnya. Tidak ada hal paling menyebalkan selain Kim Jongin yang tidak mengangkat panggilannya. Lebih sialnya lagi, nomor gadis itu tidak aktif. Luhan yang di sampingnya hanya meringis pelan. Ia dapat melihat Sehun yang terlihat begitu stress. "Kau datangi saja rumah kakek dan neneknya,"

Sehun menghela nafas sedangkan Luhan di sampingnya hanya mengendikkan bahu. "Lalu, apa kau mau mengantarkan aku ke sana?" Ia mendengus saat Luhan menggelengkan kepalanya dengan malas. Ia lalu melesukkan bahunya. Tungkainya beranjak malas menuju kamar tidurnya. Ia mengambil jaket lalu kembali menghampiri Luhan yang ada di ruang tengah.

"Berikan alamatnya untukku!" Ujar Sehun sedikit berteriak. Luhan mengusap wajahnya lalu menyerobot ponselnya setelah itu ia mengetikkan sebuah alamat rumah kakek dan nenek Jongin yang ada di Daegu. "Thanks..." Luhan hanya mengangguk. Sehun segera bergegas keluar rumah untuk ke halte bus. Ia yakin sekali tidak boleh meminjam mobil sang kakak.

Fyi, dia belum mempunyai SIM.

HUNKAI SEKAI SEJONG

Sehun kini berdiri di depan sebuah rumah tua namun terlihat mewah. Ia tersenyum lebar lalu melepas jaketnya dan menaruhnya di dalam tas punggungnya. Cuaca memang sedang dingin, tapi Sehun merasa sangat gerah. Dengan gugup ia berjalan menuju pintu utama. Tangannya bergerak untuk mengetuk pintu.

TOK TOK...

Tidak ada jawaban. Sehun mengernyitkan dahinya lalu kembali mengetuk pintu.

TOK TOK..

CKLEK

Sehun dapat melihat seseorang yang sangat ia rindukan tengah menatap tidak percaya ke arahnya. Ia mengedipkan matanya berkali-kali lalu segera memasang wajah datar. "Maaf anda siapa? Jika tidak ada yang penting silahkan untuk pergi." Sehun tersenyum. Ia sangat yakin Jongin masih benar-benar marah padanya. Gadis itu berdecak karena Sehun tak mengeluarkan satu kata pun. "Jongin,"

Jongin hendak menutup pintu namun tangannya ditahan oleh Sehun. Lelaki itu dengan tiba-tiba memeluknya dari belakang. "Aku merindukanmu..." Jongin hanya terdiam kaku saat Sehun memeluk erat dirinya. Ia tidak bisa menyangkal bahwa ia juga sangat-sangat merindukan Sehun. Sehun harap harap cemas jika Jongin nanti melepaskan pelukannya dan mengatakan hal yang tidak ingin ia dengar.

"A-aku juga merindukanmu.." Sehun melotot tidak percaya. Dengan cepat ia membalikkan tubuh Jongin untuk menghadap dirinya. Ia menatap ke dalam manik Jongin. "Benarkah, Jongin?" Jongin mengangguk. Ia tidak bisa mengacuhkan Sehun walaupun niat awalnya ia tidak akan peduli dengan Sehun. Namun lagi-lagi ia gagal. Sehun kembali menubrukkan tubuh mereka berdua.

Merengkuh Jongin dalam pelukan nyamannya. Menenggelamkan kepala Jongin dalam ceruk lehernya. Dengan kaku Jongin membalas pelukan Sehun. Sehun mengusap-usap punggung Jongin. "Maafkan aku atas perkataanku terakhir kali di rumahmu. Aku tahu aku memang bodoh. Maafkan aku, ya Jong?" Jongin tanpa dipikir menganggukkan kepalanya. Sehun tersenyum lebar setelahnya.

.

.

.

"Di mana kakek dan nenekmu?" Tanya Sehun pada Jongin yang sedang sibuk mengupas kulit apel.

"Ke rumah pamanku." Sehun mengangguk lalu mengambil potongan apel dan memakannya dengan cepat. Jongin mendengus keras. Dari tadi Sehun hanya sibuk memakannya. "Berhenti memakannya, Sehun!" Sehun terkekeh. Ia pandangi wajah Jongin yang terlihat serius.

"Terima kasih karena telah menerimaku." Jongin tercenung dengan pernyataan Sehun.

"Menerima apa?" Tanya Jongin bingung. Sehun menggaruk rambutnya yang tidak gatal. Manik matanya bergerak random. Tiba-tiba ia beranjak dari duduknya dan menghampiri Jongin. Ia menarik pisau yang digenggam Jongin lalu menaruhnya di meja. Sedetik kemudian ia menubrukkan bibir tipisnya di atas bibir tebal Jongin.

Mata Jongin membulat lucu. Janga ditanya bagaimana perasaan dia saat ini. Ia sendiri bahkan tidak bisa mendeskripsikannya. Jujur, ini ciuman Sehun yang menurut Jongin paling memabukkan. Dengan gugup ia membalas ciuman lelaki itu. Tangannya dilingkarkan di pinggang Sehun dengan canggung. Sehun semakin bersemangat. Ia tersenyum disela-sela cumbuannya pada Jongin.

Mereka terus berciuman. Namun saat dirasa Jongin kehabisan nafas, Sehun buru-buru melepas ciuman itu dengan tidak rela. Jongin terlihat terengah-engah dan membuat Sehun tersenyum geli. Sejurus kemudian Jongin melempar senyuman manis untuknya. "Nuna, ayo berkencan," Sehun menggenggam tangan Jongin dengan lembut. Jongin yang mendengar pernyataan Sehun tertawa.

Lelaki itu bingung dengan Jongin, kenapa gadis itu tertawa? "Kau tidak romantis." Sehun berkedip beberapa kali. Ia menatap Jongin dengan polos dan membuahkan tawa dari gadis di depannya. "Kenapa tertawa?" Tanya Sehun sebal. Kedua alis Jongin terangkat.

"Kenapa? Tidak boleh?" Mata Sehun menatap Jongin memicing.

"Aku sedang serius!" Sehun berseru.

"Aku ingin kau menjadikanku kekasih bukan sekedar berkencan." Balas Jongin santai. Sehun hanya bisa menelan ludah.

"Ah maksudku, mari kita pacaran," Jongin kembali tertawa membuat Sehun mendengus keras.

"Ini tidak adil! Kau selalu membuatku sakit hati tetapi kau dengan gampangnya mendapatkanku tanpa berjuang!" Sehun mengangkat kedua alisnya. Matanya fokus menatap Jongin yang sedang memanyunkan bibirnya cemberut. "Lalu apa yang akan kau lakukan?" Tanya Sehun dengan kernyitan di dahinya. Jongin mendengus.

"Aku menolakmu!" Sehun mendelik tidak suka dengan jawaban Jongin. Ia berdecak.

"Yak Kim Jongin! Kau mencintaiku begitupan aku, jadi jangan seperti ini ya?" Pinta Sehun dengan nada memelas. Jongin menghela nafas panjang lalu anggukkan darinya membuat Sehun memekik senang.

HUNKAI SEKAI SEJONG

Taeyong bergerak gusar di atas ranjangnya. Benda persegi panjang yang ia taruh di atas meja nakas terus berbunyi. Ia dapat melihat nama Jongin terpampang di layar ponselnya. Kenapa gadis itu menelponnya? Ia akhirnya mengangkat panggilan dari Jongin tersebut.

"Ha-"

"Taeyong~ aku harus menerima Sehun atau menolaknya?" Taeyong mengerutkan dahinya bingung. Apa jangan-jangan Sehun-

"Dia menyatakan perasaannya padamu?!"

"Ya, tapi tidak romantis dan aku tidak suka yang data-datar."

"Kalau begitu kau harus menolaknya!"

"Tapi aku sudah menganggukkan kepalaku!"

"Dasar si bodoh ini!"

"Lalu bagaimana?"

"Ya sudah terima saja."

"Tapi aku tidak ingin menerimanya."

"TERSERAH KAU SAJA! AKU PUSING!" Taeyong memutuskan sambungan teleponnya dengan Jongin. Ia menggaruk rambutnya yang tidak gatal. Berbicara dengan Jongin hanya akan menyulut emosinya saja.

.

.

.

Sehun menaruh sepeda tua kakek Jongin di belakang rumah. Ia habis jalan-jalan di sekitar rumah kakek Jongin. Kini ia dapat melihat Jongin yang sedang termenung di ayunan belakang rumah. Ia menumpukkan dagunya dengan menggunakan kedua tangannya. Gadis itu melamun sampai tidak menyadari kehadiran Sehun. "Jongin..." Jongin tersentak lalu mengalihkan fokusnya pada Sehun.

Ia tersenyum kaku ke arah pemuda tersebut. Ia menarik nafas dan menghembuskannya perlahan. "Kenapa melamun?"

"Aku hanya sedang menikmati pemandangan di hadapanku." Balasnya nyaris berbisik.

"Ayo masuk." Jongin menggeleng pelan. Ia memajukkan bibirnya beberapa centi ke depan. Sehun menatap heran ke arahnya. "Kau kenapa?" Tanya Sehun. Gadis tan itu lalu menatap Sehun dengan datar membuat pemuda itu menaikkan satu alisnya. "Kita hanya punya waktu dua bulan untuk bersama. Setelah itu kau akan pergi ke Perancis." Sehun jongkok di hadapan Jongin.

Meraih tangan itu lalu mengecupnya. Jongin hanya terdiam kaku dengan perlakuan Sehun. "Mari buat dua bulan itu menjadi dua abad." Sehun mengatakannya dengan sedikit tertawa. Jongin tidak bisa menahan untuk tidak menarik sudut bibirnya. Pemuda itu berdiri dan menarik tangan Jongin membuat gadis itu kebingungan.

"Sehun! Kita mau kemana?" Tanya Jongin saat Sehun menaiki sepeda tua sang kakek.

"Naiklah di belakangku." Jongin hanya menurut. Ia membonceng lalu dengan gugup melingkarkan tangannya di pinggang Sehun. Lelaki itu mulai mengayuh sepedanya perlahan. "Sudah lama aku tidak membonceng sepeda. Terkahir kali aku membonceng Taeyong." Jongin tersentak saat Sehun menambah laju kayuannya. Ia semakin mengeratkan tangannya di pinggang Sehun.

Dia tidak takut jatuh hanya saja hatinya mengatakan untuk mengeratkan tangannya pada pinggang Sehun. "Aku mencintaimu, Kim Jongin." Pipi Jongin merona. Ia menyenderkan kepalanya di punggung Sehun dengan manja. Sehun mengelus telapak tangan Jongin yang bertengger manis di perutnya. Ia tidak ingin momen seperti ini cepat berakhir. Ia ingin selalu seperti ini dengan Jongin. "Saranghae..."

HUNKAI SEKAI SEJONG

Sehun dan Jongin masuk ke dalam rumah kakek dan nenek Jongin. Jongin membuka pintu lalu masuk dan diikuti Sehun. Pintu ditutup lalu dua orang itu berjalan bersama menuju ruang makan. Baik Sehun maupun Jongin dapat mencium aroma menggiurkan dari arah dapur. Sesampainya di sana Sehun dan Jongin dapat melihat Siwon yang sedang duduk di salah satu kursi di ruang makan.

Sedangkan Sooyeon sedang memasak sesuatu. "Hai kakek," sapa Jongin sedikit kaku. Di sampingnya Sehun sedang sibuk membungkukkan tubuhnya ke arah Siwon. "Annyeong haseo, Oh Sehun imnida." Ujar Sehun begitu sopan. Jongin yang di sampingnya hanya trersenyum.

"Apa kau kekasih Jongin?" Sehun sedikit tersentak saat Siwon bertanya tentang itu. Dengan senyum kikuk ia mengangguk.

"Duduklah." Perintah Siwon pada Sehun dan Jongin. Namun hanya Sehun lah yang duduk, Jongin masih setia berdiri. "Pantas saja belakangan ini gadis itu selalu cemberut. Kekasihnya tidak mengunjunginya heh?" Jongin mencebik kesal sedangkan Sehun hanya terkekeh tampan. Jongin menoleh ke arah Sooyeon lalu menghampiri wanita paruh baya itu.

"Bagaimana bisa kau jatuh cinta pada gadis nakal itu?" Sehun sedikit melirik ke arah Jongin yang sedang mengacau di dapur. Ia lalu tersenyum geli.

"Tidak ada alasan untukku jatuh cinta kepadanya. Dia memiliki daya tarik tersendiri. Dia berbeda dan aku menyukainya." Siwon mengangguk mengerti. Demi apa pun, ia bahkan mengakui bahwa Sehun benar-benar tampan. Ia yakin para wanita yang melihat Sehun pasti sudah jatuh hati kepadanya. "Apa pekerjaanmu?" Mata Sehun membulat. Ia sedikit membuka mulutnya.

Hei! Ia bahkan masih duduk di bangku SMA. "A-aku masih SMA."

"APA?!" Sehun meringis. Apakah wajahnya terlihat terlalu tua?

"Ya, saya masih 18 tahun." Siwon menatap Sehun tidak percaya dan Sehun hanya memakluminya. Bahkan ia pernah dikira bahwa dirinya adalah kakak Luhan. "Aku tidak tahu bahwa kau masih begitu muda." Sehun hanya tersenyum canggung menanggapinya.

.

.

.

Suasana hati Jongin sedang sangat baik sekarang. Ia dan Sehun kini berada di balkon kamar tidur Jongin. Dengan Sehun yang memeluknya dari belakang. "Mari kita berakhir." Sehun tercengang lalu segera membalikkan tubuh Jongin.

"Jangan bercanda!" Tuntut Sehun. Jongin tertawa.

"Berpacaran dengan anak SMA itu merepotkan! Mereka masih labil. Aku juga tidak tahu kita bisa bertahan berapa lama. Dan aku sangat yakin di antara kita yang akan meminta putus adalah kau!" Jongin menunjuk wajah Sehun. Sehun menatap tajam ke arahnya.

"Jangan membuat kesimpulan sendiri!" Balas Sehun dengan nada tidak suka. Hei, Jongin hanya bercanda dan Sehun menganggapnya serius. Ia takut melihat aura yang keluar dari wajah sehun. "Apa aku terlihat tidak serius menjalin hubungan denganmu?!" Tanya Sehun sambil mengguncang pundak Jongin. Jongin meringis.

"Sehun.. aku bercanda!" Sehun melepas tangannya dari pundak Jongin dan menghela nafas kasar. Kemudian ia memeluk Jongin dengan posesif. "Jangan tinggalkan aku..." ujarnya penuh dengan keputus asaan. Tangan Jongin merambat mengelus punggung Sehun.

"Ya." Balasnya singkat.

"I love you, Kim Jongin."

"I love you too, Oh Sehun." Lalu mereka berdua berciuman..

.

.

.

END

Epilog

"Sayang bangun..." Baekhyun menggeliatkan tubuhnya saat seseorang mengusik tidur siangnya. Ia dapat melihat Chanyeol yang sedang tersenyum ke arahnya. "Selamat ulang tahun..." Baekhyun mendelik lucu saat Chayeol menyematkan cincin ke jari manisnya. Ia juga bingung saat Chanyeol keluar dari kamar yang selama ini ditempatinya dengan pria itu.

Selang beberapa menit Chanyeol memasuki kamar dengan seorang bayi mungil di gendongannya. "Chanyeol a-"

"Hadiah untukmu." Chanyeol menyerahkan bayi mungil tersebut ke pangkuan Baekhyun. Air mata turun dari mata bening Baekhyun. "Sekarang mari kita rawat Jisung." Baekhyun menoleh ke arah Chanyeol. Ia tersenyum ke arah suami tampannya. Chanyeol membalas senyuman Baekhyun lalu memagut bibir itu kilat.

"Aku sering ke panti asuhan untuk melihat bagaimana perkembangan Jisung. Kedua orang tuanya meninggal dunia karena kecelakaan. Dia sekarang berumur sepuluh bulan. Baekhyun-ah... sekarang Jisung memiliki orang tua, yaitu kita."

"Chanyeol... Terima kasih." Chanyeol mengangguk.

"Hei bocah, ayo sapa ibumu!" Lalu mereka berdua terkekeh.

.

.

.

COMPLETED

Halooo~! Terima kasih buat semuanya yang udah review, follow, favorite. Terima kasih karena udah mengikuti cerita ini sampai akhir. Maaf kalo endingnya sangat-sangat mengecewakan. Btw, minggu kemarin engga post ya, aku sakit huhu TT

Okay, thankyou! Bertemu kembali di ff selanjutnya!

With love

Jongtaemyung

Pemalang, 19-03-2017