'Lagi-lagi aku ditinggalkan. Entah untuk berapa kalinya yang aku sendiri sudah malas menghitung. Padahal aku anak baik. Tidak pernah sedikitpun mengecewakan mereka. Tanpa disuruhpun aku selalu mengerjakan pekerjaan rumah dengan baik. Nilai sekolah selalu sempurna bahkan sejak taman kanak-kanak. Aku juga tidak pernah meminta macam-macam. Tapi mengapa tetap saja aku ditinggal?'

000

Anak laki-laki dengan warna rambut merah cerah menatap keluar jendela kelasnya yang berada dilantai 2. Pelajaran sekolah telah usai sejak tadi. Tapi ia tetap tak bergeming dari tempat duduknya yang dekat jendela itu dan memilih diam memandang salju yang sudah turun sejak kemarin. Ia tahu dengan pasti bahwa mobil yang menjemputnya telah menunggu. Tapi buat apa pulang cepat kalau yang menantinya bukan dekapan hangat dari orangtua kandungnya melainkan orang asing yang pamannya sebut sebagai pelayan? Ia berdecak kesal begitu wajah pamannya terlintas dalam benaknya. Walau tinggal satu atap,mereka jarang bertegur sapa apalagi makan bersama. Seijuurou,nama pemberian kedua orangtua anak laki-laki itu,tidak pernah bisa akur dengan kakak dari ayahnya tersebut. Sekali bertemu dalam rapat keluarga besar,mereka selalu berargumen.

Seijuurou sangat menyadari alasan mereka selalu bertolak belakang. Sang paman merasa kesal bahwa dirinya hanya dijadikan pengganti sementara untuk mengurus perusahaan yang seharusnya diwariskan kakek kepada ayahnya yang meninggal dua tahun yang lalu karena kebakaran yang terjadi saat Ayahnya tengah menghadiri rapat direstoran. Yang Seijuurou sadari kejadian tersebut sangat tidak wajar. Kemungkinan ada orang lain dibalik kematian Ayahnya tersebut. Lalu Ibunya kemana? Ibunya sudah pergi ke surga saat umur Seijuurou 8 tahun karena sakit. Kalau kata dokter dulu Ibunya keracunan. Entah manusia mana yang tega meracuni malaikat sebaik Ibunya.

Lalu,mengapa kakek masih bersikeras memaksa dirinya mengambil alih perusahaan setelah tahu hal itu? Toh sebenarnya ia tidak terlalu ingin memimpin perusahaan. Terlebih dengan para penjilat didalamnya dan orang-orang dengan permainan kotor mereka demi segunung kertas yang dinamakan uang dan kekuasaan. Ia bisa sukses menghasilkan pundi-pundi tersebut dibidang lain seperti basket mungkin? Atau shogi? Mungkin bisa jadi keduanya. Tapi sekeras apapun ia mengelak,yang pasti perusahaan itu tidak akan pernah jatuh kepada pamannya dan sekarang kakeknya sudah tak sabar menanti Seijuurou untuk mengambil alih perusahaan tepat diumurnya yang ke-17 tanggal 20 desember nanti. Kepala Seijuurou pening. Ia paling benci mengingat kematian orang tuanya dan beban yang akan dipikulnya setelah tanggal 20 nanti. Bisakah ia menikmati hidup? Bisakah ia melembutkan hatinya dan membuka diri untuk orang lain? Bisakah ia mendapatkan kebahagiaan kembali suatu saat nanti? Bisakah….. Seijuurou segera menggelengkan kepala. Membuang segala fikiran terlebih dengan kata 'bisakah', 'percaya',dan'membuka diri' yang di sambung dengan kata 'orang lain'. Sepertinya ia jadi terlalu melankolis.

"Lagi-lagi kau melamun,Akashi?"

Seijuurou menoleh dan mendapati mahasiswa yang sedang magang disekolahnya selama setengah tahun sebagai guru bahasa inggris itu mengambil tempat duduk disampingnya. Ah,lagi-lagi dia. Ia ingat mahasiswa laki-laki ini mulai sering menyapanya sejak ia tak sengaja tertangkap mata olehnya sedang bermain basket sendirian sepulang sekolah. Semenjak saat itu hidupnya yang tenang sendirian mendadak berubah 180 derajat. Bukan. Seijuurou bukannya tidak memiliki teman. Ia hanya tidak bisa percaya dengan orang lain. Semua pasti akan berakhir sama. Kalau kau terlalu dekat dengan yang lain,kau akan ditinggalkan karena yang lain mengambilnya,atau bisa jadi kau ditinggalkan karena mereka sudah bosan denganmu. Karena itulah kenyataan dari ketidakadilan dunia. Tapi laki-laki itu berbeda. Selama dia disini,dia yang selalu mendatanginya saat sedang sendirian atau paling banyak memberikan pertanyaan saat pelajaran berlangsung. Seakan tak ingin membiarkannya sendirian. Disekolah dan kemanapun ia pergi,sepertinya hanya dia yang berani berbicara santai tanpa rasa takut menatap Seijuurou tepat dikedua matanya.

Ia tak pernah memberikan tatapan gentar,takut,bohong,kasihan,atau apapun yang berkaitan dengan hal jelek. Hanya menunjukkan ekspresi bertanya,penasaran,excited,sedih saat dirinya sedih dan lembut,penuh akan kasih sayang,tunggu? Kasih sayang? Untuk apa? Emperor Eye atau apapun itu seperti tidak akan pernah mempan untuk membuatnya pergi sejauh mungkin dari Seijuurou. Ia mendesah dan kembali menatap salju yang turun. Sampai dimana pemikirannya tadi?

"Apa sebegitu buruknya berbicara denganku?"

'Lihatkan? Ia tidak pernah takut untuk bertanya padaku. Padahal orang lain pasti akan memilih diam atau pergi karena diacuhkan'

"Apa maumu,Taiga?"

"Woah,seperti biasa! Tidak pernah ada sopan santun darimu."Mahasiswa itu tertawa.

"Kalau kau tahu kenapa kau masih disini?"Seijuurou kini menatapnya tajam.

"Santai saja,Akashi. Aku kesini murni ingin menyapamu."Iris mata yang berwarna crimson itu menatapnya lembut.

Lagi-lagi tatapan itu. Tatapan yang sama seperti Ibu dan Ayahnya berikan ketika melihatnya dulu. Penuh kasih sayang. Tapi Seijuurou sudah mantap. Ia tidak ingin ditinggal lagi. Maka dari itu ia tidak boleh terlalu dekat dengan orang lain lagi yang pastinya akan meninggalkannya seperti yang sudah-sudah.

"Kau sudah menyapaku kan? Lalu apa maumu?"

Tanpa menjawab apapun,mahasiswa magang itu menarik tangan Seijuurou dan membawanya keluar area sekolah. Ia memaksa Seijuurou duduk disamping kursi pengemudi,memakaikan sabuk pengaman,dan menempatkan dirinya didepan kemudi.

"Kau mau membawaku kemana?"

"Lihat dan diam saja. Kau juga akan tahu."

Tanpa banyak basa basi ia memacu mobil Mazda merahnya melewati jalanan yang mulai tertutup salju. Setelah dua puluh menit melewati gedung dan perumahan padat penduduk,mereka sampai pada wilayah yang sepi dari pemukiman. Seijuurou hafal kemana arah ini akan berujung,pemakaman. Untuk apa mereka kesana? Ia melirik laki-laki yang lebih tua darinya 3 tahun itu tanpa berkata apapun. Setelah memarkirkan mobil,mereka keluar dan berjalan menuju satu pemakaman yang Seijuurou bahkan tidak mengenalnya.

Laki-laki itu berjongkok disamping makam itu seraya menangkup kedua tangannya memanjatkan doa. Setelah selesai berdoa ia menengadah menatap Seijuurou yang berdiri diam.

"Ini ibuku,Kagami Tomoko. Meninggal saat umurku 10 tahun karena kecelakaan mobil. Beri salam."

Seijuurou merasa kerongkongannya mendadak kering. Tanpa berkata apa-apa ia membungkuk hormat pada makam yang baru diketahuinya itu.

"Kaa-san,kenalkan. Ini Akashi Seijuurou,murid yang kuceritakan itu."

Kagami Taiga bercerita apa kepada Ibunya?

"Iya bu. Dia anak yang bodoh."

Kening Seijuurou berkedut. Berani sekali ia menyebut dirinya bodoh? Padahal ia sendiri juga bodoh berbicara dengan makam Ibunya. Tunggu,sudah berapa lama ia tidak berkunjung kemakam kedua orang tuanya?

"Memang bodoh bu. Masa ia lupa setiap makhluk yang bernyawa akan mengalami kematian? Masa ia tidak tahu setiap ada pertemuan pasti ada perpisahan?"

Seijuurou terpaku. Kata-katanya seperti menusuk tepat di jantungnya. Tahu dari mana dia kalau kata 'kematian' dan 'perpisahan' selalu menghantuinya? Seperti dapat membaca isi hatinya, Kagami Taiga berbalik menatapnya dan melanjutkan,

"Sangat disayangkan. Padahal bukan cuma dia yang mengalaminya,tapi ia selalu menutup diri. Takut mengalami perpisahan lagi katanya dalam hati. Padahal kalau ia lebih pintar dari ini,ia akan memilih untuk menghargai waktu kebersamaan yang ada sehingga tidak ada yang datang lalu pergi tanpa apapun melainkan kenangan indah."

Seijuurou sudah tidak tahan mendengarnya. Kakinya seakan mendadak lemas dan dirinya jatuh terduduk. Air mata mulai menutupi pandangannya.

"Kaa-san,bisa tidak bantu Taiga mencairkan hatinya yang membeku?"

Seketika dunia Seijuurou mendadak gelap.


Chapter1: -Kasus Pertama,"Kehangatan?"-

© Fujimaki Tadatoshi

-Isi lembaran awal buku harian Kisedai-

Seijuurou,si Emperor Musim Dingin


Hal pertama yang Seijuurou lihat saat membuka mata adalah langit-langit kamarnya. Kepalanya sakit seakan habis terbentur benda tumpul. Memaksakan diri untuk bangkit,ia bersandar pada kepala kasur berukuran King size miliknya. Mimpi apa ia tadi? Seperti nyata. Meraih gelas yang berada dimeja samping tempat tidurnya,ia minum dengan perlahan sambil matanya melihat sekeliling kamar. Memijat pelan kepalanya,ia terpejam sebentar. Mencoba mengingat apa isi mimpinya tadi.

"Mencairkan hati yang beku,katanya?"

"Kau sudah sadar rupanya."

Sebuah suara menginterupsi pemikirannya. Ia tahu benar milik siapa suara itu.

"Apa maksudnya,Paman?"

"Kau pingsan saat sedang dikelas. Untunglah guru muda itu menemukanmu dan segera menggendong tubuhmu menuju mobil. Tanaka yang panik langsung menghubungi Pria tua itu dan voila! Aku dengan susah payah harus pulang hanya untuk melihatmu ternyata baik-baik saja. Merepotkan."Pamannya yang bernama Akashi Masaomi itu berdecak kesal.

Apa katanya tadi? Ia,seorang Akashi Seijuurou,pingsan? Jadi tadi itu bukan mimpi?

"Kalau begitu Paman bisa pergi. Aku juga tidak memaksa Paman untuk repot melihat keadaanku."

"Dasar kau bocah!"

Dengan sekali hentakan,pintu kamarnya tertutup. Ia sedang tidak ingin diganggu. Jadi baguslah kalau Pamannya segera pergi. Ada banyak hal yang harus ia lakukan saat ini.

000

"Jadi,apa maksud perkataanmu kemarin?"

Setelah tiga bulan dirinya yang disapa duluan olehnya,baru kali ini dirinya sendiri yang menghampiri guru muda bersurai merah gelap dengan gradasi hitam dibawahnya itu. Diruang guru yang untunglah sepi.

"Aku tidak menyangka akan secepat ini."Dia tertawa.

Kening Seijuurou berkerut. Ia rela membuang gengsinya hanya untuk ditertawakan? Sepertinya dia tak sadar siapa yang dihadapinya ini.

"Cepat jelaskan. Aku tidak punya banyak waktu untuk candaanmu itu."

"Siapa bilang aku bercanda,bocah pendek?"

Seijuurou melempar gunting dengan pegangan warna merah kesayangannya. Dengan refleks yang bagus Kagami Taiga menangkapnya hanya dengan dua jari.

"Siapa yang kau sebut bocah,bodoh? Hanya karena tinggimu 190cm dan tinggiku baru 170cm,bukan berarti aku tidak akan bisa membalap tinggimu!"Seijuurou berteriak.

"Nah,begitu kan lebih baik."Dia tersenyum.

"Eh?"Ia baru sadar. Tadi,dirinya berteriak?

"Iya,bodoh. Kau tadi berteriak cukup kencang."

"Kau jangan membaca fikiranku!"

"Kau aslinya sangat lucu ya."Kagami tertawa terbahak-bahak.

"Tertawa saja terus. Ku doakan kau tersedak."Seijuurou membuang muka. Kesal. Kenapa ia jadi Out Of Character begini?

"Kalau kau menunjukkan sifat aslimu,mungkin akan ada beberapa orang yang akan menerimamu. Atau bahkan tidak akan meninggalkanmu."Seijuurou menatapnya lekat.

"Kau,…aneh."Kagami hanya tersenyum.

"Katakan itu pada orang yang selalu membawa gunting dapur. Kenapa tidak bawa sekalian gunting taman,Akashi?"

"Tch."

"Jadi,es musim dingin sudah mulai mencair?"

"Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan."

"Oh ayolah! Masa ketua OSIS tidak paham maksud perkataanku?"

"Apa maumu?"

"Mau berkunjung kerumahku sebentar?"

000

"Aku tidak ingat mengapa aku mengiyakan ajakanmu."

"Mungkin karena kau bodoh?"

"Jangan pernah menyandingkan namaku dengan kata bodoh."

Seijuurou duduk pada salah satu sofa empuk berwarna merah maroon diruang keluarga milik Kagami. Ia tidak menyangka guru magangnya adalah anak orang kaya,sama seperti dirinya. Kalau dia memang anak seorang pengusaha,mengapa tidak mengambil jurusan bisnis dan meneruskan mengambil alih perusahaan saja?

"Kalau kau bertanya mengapa aku tidak bekerja diperusahaan milik ayahku,jawabanku simpel. Aku memang sudah mengurusnya sejak lulus SMA. Mengambil jurusan bahasa inggris hanya untuk sekedar menambah wawasan."

Kagami datang dengan dua gelas berisi teh hijau dan duduk bersandar pada sofa seberang Seijuurou.

"Bisakah kau tidak membaca fikiranku?"Seijuurou mendelik.

"Karena aku yakin semua itu tidak akan pernah keluar dari mulutmu dengan cara yang biasa."Kagami mengangkat kedua bahunya. Dan mengambil gelas yang ia letakkan sebelumnya dimeja.

"Jadi,kau sudah mengurus perusahaan setelah lulus sekolah?"Seijuurou menyeruput tehnya.

"Begitulah. Karena aku anak mereka satu-satunya."

"Lalu dimana ia sekarang?"

"Mengurus perusahaan yang berada di Amerika."

"Memangnya Ayahmu tidak memiliki saudara?"

"Tidak."

Keduanya lama kemudian Kagami memecah keheningan tersebut.

"Ah,aku tahu!"

"Tahu apa?"

"Aku sekarang mengerti mengapa kakekmu tidak percaya pada pamanmu."

"Tahu darimana kau soalnya mereka?"Seijuurou menatap tidak percaya pada Kagami.

"Jangan lupakan fakta bahwa aku juga seorang pebisnis,Akashi. Nama dan konflik yang terjadi pada keluargamu itu menjadi santapan lezat para wartawan dan jurnalis. Sekalinya kakekmu salah langkah,perusahaan yang ia bangun susah payah untuk anak cucunya akan berakhir begitu saja."Kagami menatap maklum pada Seijuurou.

"A-aku…."Suaranya seperti tak mau keluar. Ia baru sadar. Mengapa ia bisa sebodoh itu berfikir kakeknya hanya memikirkan materi?!

"Oh iya,kau mau makan apa?"

Kagami seperti menyadari suasana hatinya dan memilih mengganti topik pembicaraan.

"Kalau kau tahu tempat menjual sup tahu yang enak,mungkin akan aku pertimbangkan…."

Tunggu,apa yang ia akan pertimbangkan?

"Buat apa membeli kalau aku bisa memasakkannya untukmu?"

Seijuurou menatap tak percaya sosok yang sekarang melangkah menuju dapur. Karena rasa penasarannya yang tinggi,ia mengikuti arah pergi si pemilik rumah dan berdiri disamping pintu dapur. Tanpa berkata apapun,ia memperhatikan setiap gerakan yang Kagami buat selama memasak. Sepertinya dia pintar memasak. Satu hal yang menjadi nilai plus lagi untuknya kalau benar-benar hasil masakannya memuaskan. Tunggu,sejak kapan pula dirinya mulai menilai Kagami?

Satu jam kemudian sudah tersaji berbagai masakan di meja makan panjang itu. Seijuurou yang biasanya duduk diujung meja,tiba-tiba dipaksa duduk disamping Kagami. Ia tak pernah makan bersama orang lain sebelumnya.

"Buat apa duduk berjauhan begitu kalau ada bangku yang saling berdekatan?"Kagami menggeleng pelan kepalanya dan mulai memasukkan makanan kemulutnya.

Dengan perlahan dirinya mencoba hasil masakan Kagami dan membeku.

"I-ini…e-enak."Ujarnya terbata.

"Benarkah? Terima kasih."Kagami memberikan senyum tulus padanya.

"D-darimana kau belajar memasak?"Akashi memakan makanan dihadapannya tenang. Menikmati tiap gigitannya.

"Ibuku. Saat masih kecil aku sangat senang melihatnya membuat sesuatu yang enak hanya dengan kedua tangannya. Karena penasaran,aku memintanya untuk mengajariku memegang pisau dan lainnya."

"Kau tahu? Sudah sejak lama aku tidak merasakan rasanya bercakap-cakap saat sedang makan."

"Apa yang ku bilang tentang menghargai waktu kebersamaan yang ada sehingga tidak ada yang datang lalu pergi tanpa apapun melainkan kenangan indah?"

Keduanya makan dalam diam. Seijuurou sudah selesai makan daritadi karena porsinya tidak sebanyak Kagami yang bisa menghabiskan 5 piring berisi nasi serta lauknya. Seijuurou hanya bisa menatap antara kagum dan khawatir kemanakah gerangan makanan itu pergi? Luar angkasa kah?

"Baiklah,sudah kuputuskan."Seijuurou mengangguk mantap seraya berdiri.

"Apa yang akan kau lakukan memang,Akashi?"Kagami membersihkan mulutnya dengan serbet.

"Aku akan mengurus perusahaan Kakekku…"Seijuurou menatap kearah jendela.

"Baguslah kalau kau sudah menyadarinya."Kagami hendak berdiri dan membereskan meja.

"Tapi dengan syarat kau harus tinggal denganku atau harus aku yang tinggal denganmu,Taiga-nii…"

"Apa?!"Kagami menatap horror Seijuurou.

"Ini perintah,Taiga-nii. Lagipula,bukankah kau sendiri yang bilang untuk menghargai setiap kebersamaan yang ada?"


Omake:

"Sebentar… Taiga-nii? Panggilan macam apa itu?"

"Masalah?"

"Aneh saja. Sejak kapan kau jadi sopan padaku?"

"Oke,mungkin sebaiknya ku panggil saja Baka nii-san."

"Hey! Aku ini tidak bodoh ya!"

"Memang tidak bodoh,cuma kurang cepat tanggap."

"Apa bedanya kalau begitu?!"