C12H22O11peachpeach

[Chemical React's Side Story]

3rd : Covalen Bounding

( Kim Namjoon x Kim Seokjin)

All cast belongs to God, themselves, family and management. Story line is mine. No profit taken.

"Saat aku melamarmu, aku pernah memberitahu soal ikatan kovalen dan logam terkeras di dunia. Mungkin saat itu, kau menganggapnya sekedar rayuan manis dengan imbuhan teori Kimia memuakkan. Tapi bagiku, kedua hal tersebut menggambarkan kita. Jadi tolong, jangan pernah ragu."—Kim Namjoon.

.

.

"Terima kasih, Dokter Kim." Seokjin tersenyum lembut saat tangannya digenggam hangat oleh pasien terakhirnya hari ini di klinik tempatnya bekerja. Seokjin menepuk perlahan punggung tangan pasiennya, "Sama-sama halmoeni. Ingat untuk selalu minum obatnya sesuai aturan dan kurangi jumlah garam ya ?" Pasiennya mengangguk mengerti, sebelum berpamitan setelah Seokjin menyerahkan obatnya.

Seokjin menghela napas pelan, hari ini merupakan hari terakhir masa internship-nya di Yeoseo-do setelah empat musim ia lalui dengan sepenuh hati untuk membantu masyarakat. Masa dinasnya di Yeoseo-do tidak semudah di kota-kota besar. Akses yang lumayan jauh dari fasilitas publik, sinyal ponsel yang tidak stabil, dan tentu saja Seokjin jauh dari keluarganya menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi Seokjin. Hanya ada satu klinik kesehatan kecil dengan tenaga medis dan stok obat-obatan yang terbatas, membuat Seokjin terkadang kewalahan menangani pasien-pasien darurat. Di raihnya ponsel dalam saku jas khas dokter yang ia kenakan. Beberapa notifikasi pesan dan panggilan terjawab muncul pada panel bar ponselnya, segera setelah layarnya dalam mode aktif. Ada beberapa pesan dari pasiennya yang menanyakan tentang jadwal kunjungan ulang dengan Seokjin, pesan dari Ibunya yang bertanya kapan pulang, dan beberapa pesan beruntun dari Jungkook yang mengirim foto rangkaian bunga mana yang paling cocok untuk pernikahan Yoongi bulan depan. Seokjin tersenyum tipis, membalas setiap pesan yang masuk dan baru menyadari tidak ada pesan ataupun panggilan telepon dari Namjoon.

Ada sedikit rasa kecewa terselip di hati Seokjin. Sudah dua hari, Namjoon tidak mengiriminya pesan singkat sekedar bertanya kabarnya. Lewat helaan napas pelan, Seokjin berharap rasa kecewanya menguap. Di sentuhnya cincin platina di jari tengahnya, ada inisial namanya dan Namjoon saat Seokjin melepasnya dan mengamati dengan sendu. Seokjin menghela napas panjang sekali lagi, memakainya kembali, lalu telunjuknya menyentuh ikon galeri foto pada ponselnya. Ada banyak sekali potret bersama Namjoon, potret terakhir bersama kekasihnya itu saat Namjoon mengantar Seokjin untuk masa internship ke Yeoseo-do. Telunjuk Seokjin terus menggeser pelan potret-potret dalam galeri ponselnya dan mencoba menyelami setiap memori yang pelan-pelan membuatnya semakin rindu Seoul. Deretan potret terhenti saat layar ponsel Seokjin menampilkan gambar mereka bertujuh pada acara wisuda tingkat strata satu Namjoon. Semuanya terlihat bahagia. Jimin dengan bangga merangkul Yoongi meskipun ia hanya memakai almamater dan tanda pengenal kepanitiaan. Saat Seokjin memperbesar gambarnya, Jimin dan Yoongi mengenakan cincin yang sama pada jari tengah mereka. Senyum tipis Seokjin muncul kembali, rasanya baru kemarin ia mengobati luka lebam Jimin karena Ayah Yoongi, tapi bulan depan mereka sudah akan menikah. Taehyung dan Jungkook juga sama bahagianya, meskipun dari mereka berdua tidak ada yang mengenakan toga. Hoseok dengan plakat penghargaan penelitiannya juga tersenyum lebar dalam potret yang diambil oleh salah satu panitia wisuda tersebut.

Lengan Namjoon juga terlihat merangkul kasual pinggangnya, sedangkan satu tangan lainnya penuh dengan rangkaian bunga ucapan selamat. Semuanya masih terasa sangat dekat sekali. Seperti hanya ada satu helaan napas yang memisahkan jarak mereka. Sekarang, jarak keduanya tidak hanya masalah Seoul ke Yeoseo-do, tapi lebih jauh daripada itu. Satu tahun jarang bertemu secara langsung membuat hubungan keduanya terasa begitu canggung.

"Rindu keluarga Dokter Kim ?" Seokjin menyimpan ponselnya dengan cepat saat satu paper cup kopi instan panas diletakkan di depannya oleh pemilik klinik.

"Ah, animida Cho-sunbae…" Cho Kyuhyun—senior sekaligus pemilik klinik tempat Seokjin bekerja tersenyum tipis, kemudian menyesap perlahan kopi di tangannya. Pria dengan dua anak itu cukup dekat dengan Seokjin, mengingat kinerja Seokjin yang terampil selama masa internship-nya dan membuatnya terkesan.

"Ini hari terakhirmu menjalani masa internship, besok kau sudah boleh pulang dan mengurus surat izin praktik setelah surat rekomendasi dari klinik kami resmi di keluarkan."

"Setelah kopimu habis, mampirlah sebentar ke rumah. Anae-ku sudah menyiapkan bingkisan untuk dibawa pulang ke Seoul."

Seokjin mengangguk canggung, "Apa tidak merepotkan anda dan keluarga, sunbae ?"

"Tidak, tidak. Bibi Song mengirimi beberapa boks abalone yang tidak kunjung habis meskipun sudah dibagi-bagi kepada tetangga. Sungmin juga membuat kimchi bomdong, teman-temanmu di Seoul pasti akan suka."

"Terima kasih, sunbaenim…" Seokjin menyesap pelan kopi dalam cup-nya, kemudian membiarkan beberapa detik berlalu hanya dengan suara ketukan teratur senior Cho pada meja kerjanya, dan detak jarum jam.

"Rencananya, kau akan pulang ke Seoul atau ke rumah orang tuamu terlebih dahulu ?"

"Mhm, mungkin saya akan ke Gyeonggi terlebih dahulu sunbae. Ibu saya sudah terlalu sering menanyakan kapan saya pulang."

"Ah, ibu-ibu memang selalu seperti itu…" keduanya tertawa bersama, kemudian kembali menyesap kopi masing-masing diselingi obrolan ringan di malam terakhir Seokjin mengabdi sebagai seorang dokter di Yeoseo-do yang damai dan sedikit melupakan kecewanya kepada Namjoon.

C12H22O11peachpeach

[Chemical React's Side Story]

Seokjin sebenarnya sudah sangat terbiasa dengan segala hal yang berhubungan dengan dapur, termasuk memasak tentu saja. Tetapi, memasak makan siang bersama Ibunya di hari Minggu dengan suasana canggung, jelas bukan kebiasaan Seokjin. Ia sudah di rumah sejak dua hari semenjak masa internship-nya berakhir, semenjak itu pula ia hanya menerima pesan singkat Namjoon, tidak dengan telepon. Sekarang, Ibunya sedang memotong lobak dalam bentuk memanjang yang tipis untuk bibimbap, sedangkan Seokjin sibuk dengan kegiatan marinasi daging cincang dalam mangkuknya.

"Eomma,"

"Hmm ?" Usaha Seokjin untuk menarik perhatian Ibunya hanya ditanggapi sambil lalu, sekarang wanita paruh baya tersebut tengah memasukkan beberapa tangkai bayam yang telah dipotong ke dalam air mendidih. Helaan napas terdengar dari bibir Seokjin, "Minggu depan aku akan menginap di rumah sewa Namjoon, pernikahan Yoongi sudah semakin dekat. Ku pikir jika aku tinggal disana minggu depan, aku akan bisa maksimal dalam membantu pernikahan Yoongi."

Ibu Seokjin meletakkan pisaunya di sebelah kulit buah pir yang baru saja di kupas dan menatap putra sulungnya dalam-dalam, "Kau baru saja pulang dua hari yang lalu Seokjin-ah, tinggallah sebentar lagi di rumah. Yoongi pasti mengerti jika kau baru selesai internship dan sibuk untuk mengurus surat izin praktikmu."

"Sebenarnya, bukan hanya hal membantu pernikahan Yoongi saja," Seokjin mengalihkan perhatiannya untuk menumis daging cincang yang telah dimarinasi pada fry pan.

"Apa ? Masalah dengan Namjoon ?"

"Mhm, i-itu…sebenarnya—" Ibu Seokjin menghela napas, mematikan kompor yang sedang digunakan Seokjin, kemudian meraih bahu adeul-nya untuk menghadap ke arahnya.

"Sebenarnya, eomma bingung dengan hubungan kalian,"

"Bingung bagaimana, eomma ?"

"Kalian sudah bersama, sejak sekolah menengah atas sampai sekarang Namjoon telah bekerja di sebuah perusahaan Farmasi terkenal dengan gaji lebih dari cukup. Belum lagi, ia sedang melanjutkan pendidikannya dan mendapatkan proyek penelitian yang besar. Tapi, sampai kapan hubungan kalian hanya berjalan seperti ini saja ? Namjoon bahkan belum melamarmu," Seokjin mencelos mendengar semua keluhan Ibunya.

"Namjoon sudah melamarku saat ia mendapatkan pekerjaannya, eomma." Ibu Seokjin menatap cincin platina di jari tengah Seokjin dengan banyak arti yang tidak bisa Seokjin terjemahkan.

"Namjoon mungkin memang melamarmu, tapi dia tidak datang kepada appa-mu dengan keluarganya. Seokjin, kedatangan keluarga dari pihak Namjoon tentu merupakan hal yang sangat penting jika ia serius ingin menjadikanmu pasangan sehidup sematimu,"

"Pikirkan baik-baik tentang hubunganmu sekali lagi dengan Namjoon, Seokjin-ah. Eomma bukannya tidak setuju dengan pilihanmu, Namjoon pria yang baik, pekerjaannya juga mapan. Tapi eomma juga tidak mau melihatmu di umur yang cukup matang masih terombang-ambing dalam sebuah ikatan yang tidak jelas. Apalagi usia Namjoon yang lebih muda dari padamu. Sekali lagi, tolong jangan salah paham dengan kata-kata eomma, eomma hanya ingin yang terbaik untukmu. Kau tahu Wonshik ? Di usia yang sama dengan Namjoon, ia punya keberanian untuk menikah dengan Jaehwan," Seokjin menghirup napas dalam-dalam, perasaannya campur aduk sekarang. Yang dikatakan Ibunya benar, ia harusnya sudah tidak dalam fase sebagai kekasih Namjoon.

"Bicarakan baik-baik dengan Namjoon, eomma yakin kalian bisa menyelesaikan masalah kalian berdua," Seokjin tersenyum tipis saat pipinya ditepuk pelan dengan penuh kasih sayang. Seokjin sudah membulatkan tekad untuk membicarakan semuanya dengan Namjoon.

"Terima kasih, eomma…"

"Ingat Seokjin-ah, Tuhan tidak akan memisahkan kedua orang yang telah berjodoh…"

C12H22O11peachpeach

[Chemical React's Side Story]

"Hyung !" Pelukan erat Jungkook yang kelewat semangat menyambut Seokjin saat ia baru saja melangkah memasuki ruang tamu sore hari ini. Dari balik punggung Jungkook, Seokjin dapat melihat Taehyung yang masih mengenakan kemeja kerjanya dan tertawa pelan saat melihat bagaimana antusiasnya Jungkook dengan kedatangan Seokjin hari ini. Sepulang Taehyung bekerja, Jungkook sudah ribut tentang Seokjin yang tidak mau dijemput.

"Ow, kau berat Kookie !" Seokjin pura-pura mengeluh dan dibalas dengan wajah cemberut Jungkook yang luar biasa imut.

"Aku sudah diet, hyung…" protes Jungkook yang tidak terima, ia kembali ke posisi awalnya untuk membantu Taehyung menghitung jumlah undangan dengan daftar yang telah dipasrahkan Jimin dan Yoongi.

"Bercanda, Kookie…" Seokjin tersenyum lembut, mengacak helaian raven Jungkook dengan gemas, "Semuanya sudah siap, Taehyung-ah ?" Ia duduk di sebelah Jungkook, mengamati sejauh mana persiapan pernikahan Jimin dan Yoongi. Seokjin menyempatkan membuka satu kotak donat manis yang dibawanya dari rumah untuk dinikmati bersama Jungkook dan Taehyung.

"Hmm, hampir tujuh puluh persen siap hyung. Jungkook juga sudah memesan bunga di Yangjae untuk dekorasi, bouquet, dan flower crown-nya. Tempat resepsi, persewaan tenda, Pastor dan transportasi sudah siap. Hoseok-hyung dan Namjoon-hyung hanya perlu mengecek ulang saja menjelang hari jadi. Untuk katering dan snack-nya bagaimana ?"

"Sudah ku urus semua, Taehyung-ah. Termasuk permintaan Yoongi soal macarons warna mint—pelan-pelan Jungkook-ah," Seokjin menepuk lembut punggung Jungkook yang kesulitan menelan potongan besar donatnya, "Oh ya, dimana Hoseok ?" Seokjin menyapukan pandangannya ke seluruh ruangan yang bisa ia jangkau dalam jarak pandangnya, mencari Hoseok—atau sebenarnya, Namjoon yang Seokjin cari keberadaannya.

"Hoseok-hyung dapat shift malam, baru saja berangkat. Lima belas menit sebelum hyung datang, Namjoon-hyung belum pulang."

"Sepertinya aku ingin istirahat dahulu, perjalanan Gyeonggi ke Seoul membuatku mengantuk," Seokjin tertawa pelan, "Panggil saja aku jika kalian butuh bantuan, atau sudah lapar ya ?" Anggukan kompak dari Taehyung dan Jungkook membuat Seokjin mengulum senyum sekali lagi sebelum meninggalkan keduanya yang kembali sibuk.

Kamar Namjoon sama berantakannya seperti saat Seokjin masih sering berkunjung. Pendingin ruangan masih menyala meskipun ditinggal oleh pemiliknya, tumpukan berkas juga tergeletak begitu saja di samping rak buku. Biasanya Seokjin akan membereskan semua kekacauan dalam kamar Namjoon, tapi nyatanya ia terlalu lelah sekarang. Jadi, Seokjin hanya meletakkan ranselnya di dekat macbook milik Namjoon dan bergelung nyaman di atas ranjang Namjoon. Dihirupnya dalam-dalam aroma samar Namjoon yang tertinggal pada hoodie-nya di atas ranjang. Seokjin benar-benar rindu, sampai dadanya terlalu sesak menahan semua rindunya sendiri. Satu tetes air mata membasahi pipi Seokjin sebelum kesadarannya di tarik dalam mimpi, "Aku rindu, Namjoon-ah…"

Namjoon pulang saat matahari benar-benar sudah kembali ke peraduannya, kemudian mengulum senyum saat mendapati Seokjin tertidur di atas ranjangnya dengan posisi bergelung yang manis. Kemeja kerjanya sudah digulung sampai siku, begitu juga dengan kancing teratas kemejanya yang sudah terlepas. Namjoon dengan hati-hati mengambil posisi di samping Seokjin, membelai lembut helaian bruenette Seokjin dan membubuhkan kecupan seringan kepakan sayap kupu-kupu pada pelipis Seokjin. Ibu jarinya mengusap pelan bekas air mata yang mengering pada pipi Seokjin, "Aku…menyakitimu ya ?" bisik Namjoon pada dirinya sendiri.

Seokjin menggeliat pelan saat mendengar bunyi pintu tertutup, maniknya mengerjap beberapa saat sampai akhirnya fokus dan menemukan Namjoon dalam balutan pakaian santai baru saja keluar dari kamar mandi dengan rambut basah. Ia mengubah posisinya menjadi duduk, bersandar pada bed rest dengan hoodie Namjoon yang masih dalam dekapannya.

"Sudah bangun ?" Kecupan Namjoon yang awalnya hendak berlabuh pada bilah plum Seokjin harus meleset beberapa sentimeter dan berakhir pada pipi putih Seokjin karena gerakan Seokjin yang menghindari Namjoon. Namjoon tersenyum, mencoba maklum dengan sikap Seokjin yang terang-terangan menolaknya. Ia meraih segelas air di atas nakas dan memberikannya kepada Seokjin, "Minum dulu…"

"Ada apa ?" Namjoon meraih lembut wajah Seokjin dengan satu tangan saat gelasnya kosong dan sudah kembali diletakkan di atas nakas. Sedangkan Seokjin menatapnya dengan banyak emosi yang tidak bisa Namjoon uraikan satu persatu.

"Ada sesuatu yang ingin ku bicarakan, Namjoon-ah."

"Katakan saja," Seokjin menghela napas berat, tangan Namjoon sudah berpindah menggenggam erat tangannya.

"Ini—tentang kita, sebenarnya hubungan kita seperti apa sekarang ?"

"Maksudmu ? Kau ragu setelah sekian lama ?" Seokjin menggeleng pelan, sedangkan bibirnya mengulas senyum tipis.

"Wajar kan jika aku takut ? Kau sukses di usiamu yang terbilang lebih muda daripada aku. Lihat aku, Namjoon-ah…" Namjoon mengernyitkan dahi, merasa belum paham tentang apa yang hendak disampaikan Seokjin kepadanya.

"Di usiaku yang sekarang, aku bahkan belum bekerja tetap. Masa internship-ku baru saja selesai, dan tidak semudah itu untuk mendapatkan pekerjaan untuk seorang dokter umum sepertiku. Sedangkan kau, kau sudah punya pekerjaan yang mapan. Kau juga terlibat dalam riset besar soal HIV," jeda sejenak, Seokjin menghela napas panjang lewat celah bibirnya dan Namjoon menunggu kelanjutan kalimat Seokjin.

"Aku takut jika kau semakin berjalan cepat, jauh di depanku. Dan suatu saat mungkin aku tidak akan bisa menyusul langkahmu, menyerah, lalu kehilangan dirimu. Aku takut, Namjoon-ah…apalagi—"

"Apa ?"

"Kau belum juga menemui Ayahku dan melamarku secara resmi di depan keluarga besar kita. Kau bahkan—ah, entahlah. Aku merasa kau membuat jarak diantara kita selama aku menjalani masa internship di Yeoseo-do."

Namjoon tersenyum, dalam hatinya ia lega mendengar semua hal yang selama ini Seokjin pendam. Namun, satu sisi hatinya menyesal membuat Seokjin menunggu tanpa kepastian darinya. Seokjin yang takut dengan sebuah hubungan tanpa kepastian adalah hal yang sangat wajar menurut Namjoon. Jadi, tidak ada yang bisa Namjoon lakukan selain meraih lembut bahu Seokjin dan membuatnya bersandar nyaman pada dadanya.

"Jinseok, kau ingat soal ikatan kovalen yang pernah ku katakan saat melamarmu ?"

"Ya, aku ingat. Ikatan kovalen, atau yang sering disebut juga dengan ikatan molekular. Dimana, ikatan tersebut melibatkan pembagian pasangan elektron di antara atom dan membuat ikatan yang stabil." Namjoon tersenyum sekali lagi, di kecupnya pelipis Seokjin saat penjelasan singkatnya berakhir.

"Lalu soal logam terkeras ?"

"Ya, aku juga ingat. Zirkonium bukan ?"

"Kau ingat segalanya dengan baik. Saat aku melamarmu, aku pernah memberitahu soal ikatan kovalen dan logam terkeras di dunia. Mungkin saat itu, kau menganggapnya sekedar rayuan manis dengan imbuhan teori Kimia memuakkan. Tapi bagiku, kedua hal tersebut menggambarkan kita. Jadi tolong, jangan pernah ragu. Aku mengerti semua rasa takutmu, tapi beri aku waktu sebentar lagi untuk memenuhi janjiku untuk selalu membahagiakanmu…" Seokjin terdiam, ia menikmati bagaimana lengan Namjoon melingkari pundaknya, juga tepukan halus secara berkala pada lengan atasnya. Tapi, Seokjin masih dilema. Dilema tentang ketidakpastian dari Namjoon dan hatinya yang masih menyuruhnya untuk bertahan sebentar lagi.

C12H22O11peachpeach

[Chemical React's Side Story]

Persiapan pernikahan Jimin dan Yoongi nyatanya mampu mengalihkan semua atensi Seokjin dari ketidakpastian jawaban Namjoon. Seokjin menjadi dua kali lipat lebih sibuk, ditambah dengan masalah pengurusan izin praktik kedokterannya. Komunikasi dengan Namjoon memang kembali seperti semula—atau mungkin seperti itu yang dilihat orang-orang di sekitarnya. Padahal nyatanya, terkadang keduanya hanya sesekali mengobrol ringan dengan intensitas yang jarang. Seokjin memilih menempati dan berbagi sebuah kamar kosong bersama Jungkook di rumah mereka, ketimbang harus tidur di kamar Namjoon seperti biasanya. Ibunya juga sudah tidak mengungkit masalah lamaran Namjoon, namun Seokjin tetap merasa tidak nyaman setiap Ibunya menelepon, meskipun hanya bertanya soal kabarnya.

Pernikahan Yoongi hanya menunggu beberapa menit lagi. Semuanya sudah siap. Dekorasi pernikahan outdoor dengan bunga-bunga cantik di sepanjang batas antara tamu undangan dengan karpet panjang yang terbentang dari pondok kecil yang di fungsikan sebagai ruang tunggu pengantin hingga altar yang ditutupi kanopi, meja jamuan, hingga macarons tower berwarna mint di samping kanopi sudah siap dengan baik.

Seokjin membuka pintu ganda dengan cepat pada hari pernikahan Yoongi, dan mendapati Yoongi tengah duduk di depan sebuah cermin besar dengan setelan resmi berwarna putih gading. Yoongi tersenyum lewat pantulan bayangannya saat mendapati Seokjin mendekat ke arahnya.

"Kau gugup ?" Yoongi tersenyum lagi, diraihnya pergelangan tangan Seokjin supaya duduk di sampingnya.

"Mana ada orang yang tidak gugup di hari pernikahannya ?" Keduanya tertawa pelan, kemudian Seokjin merengkuh lembut tubuh kecil Yoongi dalam sebuah pelukan.

"Selamat ya Yoongi, akhirnya perjuangan kalian menemukan bahagia."

"Terima kasih, hyung…"

Seokjin menghapus setitik air mata di ujung garis cantik mata Yoongi, "Jangan menangis, ini hari bahagiamu. Nanti riasan hasil karyaku rusak," Yoongi tertawa kecil sekali lagi, dalam hatinya tidak terhitung berapa kali ia bersyukur memiliki sahabat sebaik Seokjin dan lainnya.

"Hyungdeul !" Pintu kembali terbuka, dan menampilkan Jungkook yang kerepotan membawa setidaknya tiga bouquet bunga dan flower crown pada kedua tangannya, "Maaf membuat kalian menunggu lama, Tae-hyung butuh bantuan dengan dasi kupu-kupunya."

Jungkook tersenyum begitu semua barang bawaannya diletakkan di meja dan lengannya memeluk Yoongi.

"Selamat ya Yoongi-hyung…"

"Terima kasih, Kookie."

"Nah, ini bouquet bunga untuk Yoongi-hyung ! Aku memilih peony, mawar dan beberapa baby's breath seperti rekomendasi Seokjin-hyung. Maaf, aku tidak menyertakan si mungil snowdrop untuk rangkaian bunganya. Sulit sekali mencari snowdrop di Yangjae, padahal itu bunga faforit hyung…" Jungkook cemberut beberapa saat, lalu kembali ceria beberapa detik kemudian.

"Ah ! Aku juga punya flower crown yang manis untukmu…" Jungkook meletakkan dengan hati-hati rangkaian flower crown pada helaian halus milik Yoongi yang sewarna langit malam. Sedangkan Seokjin, membuat Yoongi menggenggam bouquet bunganya.

"Jungkook, kenapa bouquet bunga yang besar dan flower crown-nya ada dua ? Apakah pendamping pengantinnya juga harus membawa ini ? Bukankah akan kurang satu lagi ?" Jungkook tersenyum canggung, kemudian melempar tatapan minta tolong kepada Yoongi. Yoongi mengedikkan bahunya, kemudian tersenyum jahil ke arah Jungkook yang semakin gugup.

"E-eh, i-itu milik Seokjin-hyung. Sebenarnya—"

"Pemberkatannya sebentar lagi !" Kali ini Hoseok yang muncul sebelum pertanyaan Seokjin terjawab, kemudian masuk ke dalam ruangan dengan terburu-buru.

"Loh, kenapa belum dipakai Seokjin-hyung ?" Hoseok dengan cepat meraih flower crown berwarna merah muda yang lembut di tangan Jungkook dan memakaikannya diatas kepala Seokjin dengan hati-hati. Bouquet dan flower crown milik Seokjin didominasi warna merah muda yang lembut. Hoseok juga dengan cepat membuat Seokjin menggenggam bouquet bunganya sendiri.

"Eh ?! Kenapa aku—"

"Sudah, tidak ada waktu untuk menjelaskannya sekarang. Jodoh kalian sudah menunggu dengan tidak sabar di altar. Jungkook, pegang bouquet bunga milikmu !" Kening Seokjin semakin mengerut dalam ketika mendengar perkataan Hoseok. Kalian ? Kalian siapa yang dimaksud disini ? pikir Seokjin.

Yoongi tersenyum mendapati Seokjin yang masih kebingungan, "Jalan saja hyung…" Yoongi mengamit salah satu lengan Seokjin, dan membawa figur yang lebih tua darinya untuk berjalan di sampingnya. Sedangkan Jungkook menyusul di belakang mereka dengan senyum mengembang dan tangannya yang juga menggenggam bouquet dengan ukuran yang lebih kecil.

"Sudah siap ?" Hoseok membuka dua pintu ganda dengan bonus senyum menawan, dan Seokjin nyaris pingsan karena kebingungan mendapati Ayahnya sedang berdiri bersisian dengan Ayah Yoongi.

"Yoongi, bukan kita berdua kan yang akan dinikahkan kan ?" Seokjin berbisik pelan di samping telinga Yoongi, dan Yoongi hanya tertawa geli mendengar ucapan Seokjin.

"Sudah, ikuti saja hyung…"

Seokjin memilih menuruti kata-kata Yoongi, meskipun berjuta tanya tersimpan di benaknya. Ia mengamit lengan Ayahnya saat wedding march diputar, setiap langkahnya terasa berat saat menginjak karpet merah yang dipasang sepanjang jalan menuju altar, dan perut Seokjin terasa melilit karena bukan hanya Jimin yang menanti Yoongi di depan altar, tetapi juga Namjoon. Ya, Namjoon-nya. Kim Namjoon berdiri di sana dengan jas hitam yang menawan dan senyum favorit Seokjin. Perut Seokjin terasa semakin melilit saat langkahnya semakin dekat menuju altar. Ia bahkan sempat menemukan Ibu dan saudaranya tersenyum bahagia. Dokter Cho dan anae-nya juga duduk di kursi paling depan.

"Kuserahkan adeul-ku untuk kau bahagiakan, Namjoon-ah." Seokjin masih blank, bahkan saat berdiri berdampingan dengan Namjoon di depan altar. Kesadaran Seokjin kembali saat Jimin dan Yoongi mulai mengucapkan janji sehidup semati mereka.

"Namjoon, apa-apaan ini ?!" Seokjin mendesis penuh penekanan kepada Namjoon, dan dibalas oleh pemuda yang lebih tinggi darinya itu dengan tawa kecil.

"Sst, tenanglah. Mereka berdua sedang mengucapkan janji pernikahan, dan kau harus menyimaknya. Aku hanya menerima kata 'saya bersedia' untuk ditukar dengan penjelasanku dan hidup selamanya denganku. Bagaimana ?"

"Tapi, kenapa begini caranya ? Kau kan—"

"Kenapa ? Keberatan menikah denganku ?"

"Bukan begi—"

Pertengkaran kecil tak berguna mereka dipotong cepat oleh Sang Pastor, "Saudara Kim Namjoon dan Kim Seokjin, apakah sudah siap untuk pengucapan janji ?" Namjoon mengangguk mantap, meraih tangan Seokjin untuk digenggam erat saat janji pernikahannya mulai terucap tegas dari bilah bibirnya.

"Kim Seokjin—"

Namjoon menarik napasnya sejenak sebelum melanjutkan pengucapan janji pernikahannya, "I take you to be my other half. To have and to hold, from this day forward. I give to you my unending love and devotion. I promise to be true to you, to cherish you, to share my thoughts, hopes, and dreams with you. I look forward to spending the rest of my life with you, my other half. I will love you, forever."

Seokjin menahan mati-matian supaya air mata penuh harunya tidak menetes membasahi pipi. Seokjin sungguh masih belum mengerti kenapa tiba-tiba ia sudah berdiri di depan altar dan menjalani prosesi sakral pernikahan. Bukan, bukan berarti Seokjin tidak bahagia ataupun tidak mau. Ia hanya terlalu bingung dengan semua kejadian yang sangat cepat.

"Saudara Kim Seokjin ?" suara penuh wibawa Sang Pastor menarik kesadaran Seokjin, ia bahkan dapat mendengar bisik-bisik cemas dari para undangan. Seokjin menghirup napas panjang, membuat dirinya tenang, kemudian berdeham sebentar untuk membersihkan tenggorokannya yang kering.

"I do," Seokjin menjawab dengan lugas meskipun suaranya serak karena menahan tangis, kemudian mengikuti instruksi Sang Pastor untuk mengucapkan janjinya. Seokjin menghirup napas panjang sekali lagi, rasanya gugup saat ia sadar belum mempersiapkan wedding vow seperti Yoongi.

"Kim Namjoon, I take you to be my other half from this onward, to join with you and to share all that is to come, to be your faithful soulmates, to give and to receive, to speak and to listen, to inspire and to respond, a commitment made in love, keep in faith and eternally love you." Seokjin memejamkan matanya, takut jika wedding vow dadakannya gagal. Tapi, sepertinya wedding vow dadakan Seokjin nyatanya mampu membuat semua yang hadir menghela napas lega.

"I do," Namjoon tersenyum bahagia, salah satu impian terbesarnya telah terwujud hari ini.

"Semoga Tuhan selalu memberikan kasih-Nya pada setiap umat. Silahkan, pakaikan cincin pada pasangan anda. Sebagai bukti suci ikatan kalian di hadapan Tuhan." Seokjin sempat kaget saat Taehyung berjalan mendekat dengan dua cincin kokoh dalam sebuah kotak. Namjoon meraih salah satunya, kemudian memakaikan pada jari manis Seokjin. Seokjin juga melakukan hal yang sama, meskipun dengan tangan gemetar.

"Anda boleh mencium pasangan Anda—" tepuk tangan riuh tamu undangan dan sanak keluarga, menjadi latar saat Namjoon menarik Seokjin dalam dekapannya, mengklaim bibir Seokjin yang dipoles lipbalm dengan lembut.

"You are mine, Kim Seokjin." Satu bisikan lembut dari Namjoon membuat Seokjin merinding sampai ujung kaki saat kecupan keduanya terlepas. Menyisakan semua tanya Seokjin yang tiba-tiba melebur hilang seiring pelukan kerabatnya yang mendekati mereka.

C12H22O11peachpeach

[Chemical React's Side Story]

Kepala Seokjin masih berdenyut nyeri setelah selesai prosesi pemberkatan dan menerima selamat dari para tamu undangan. Sekarang, Seokjin duduk dengan lengan terlipat di depan dada dan dengan wajah cemberut. Maniknya mengamati tamu undangan yang sedang menikmati jamuan makan, Yoongi yang tengah berdansa dengan Jimin, begitu pula Jungkook dan Taehyung. Sedangkan Hoseok—yang berhasil menangkap bouquet bunga miliknya beberapa menit yang lalu—tampak sedang mengobrol dengan seseorang yang memiliki paras cukup manis menurut Seokjin.

"Tidak baik cemberut seperti itu di hari pernikahanmu," Namjoon menarik sebuah kursi untuk bisa duduk dekat di samping Seokjin.

"Kau berhutang penjelasan padaku, Kim Namjoon."

Namjoon tertawa geli, "Baiklah, baiklah. Kau mau aku mulai dari mana ?"

"Dari awal, dan jangan ada satu hal pun yang terlewatkan !" Seokjin mengancam dengan raut wajah menggemaskan dan membuat Namjoon tidak kuasa menahan diri untuk mencubit pelan pipi gembil Seokjin. Namjoon tersenyum tipis, kemudian meraih tangan Seokjin dalam genggamannya dan mengecup pelan punggung tangan figur yang sudah resmi menjadi pendamping hidupnya.

"Sebenarnya, saat kau baru saja berangkat ke Yeoseo-do untuk masa internship-mu, aku sengaja menjaga jarak darimu. Itu, kulakukan supaya kau berkonsentrasi penuh mengabdi untuk menyelamatkan banyak nyawa orang lewat tanganmu," Namjoon mengusap cincin pernikahan yang melingkar posesif di jari manis Seokjin, berdampingan dengan cincin yang ia berikan saat melamar Seokjin dulu.

"Selama itu pula, aku bekerja dengan giat supaya bisa menikahimu saat kau pulang dari Yeoseo-do. Kau ingat obsesiku tentang mengenakan cincin pernikahan dari zirkonium ?" Seokjin mengangguk, tetapi tidak ada sedikitpun keinginan untuk menyela penjelasan Namjoon.

"Aku dan Jimin sempat pergi ke Jerman dan Swiss untuk mencari logam zirkonium, Jimin juga mencari titanium untuk cincin pernikahannya. Kami menghabiskan banyak waktu, tenaga, dan biaya untuk obsesi kami. Aku bahkan sempat berpikir tabunganku habis hanya untuk sepasang cincin. Awalnya aku ingin segera pergi menemui keluargamu setelah mendengar kau pulang, tetapi lagi-lagi proyek penelitianku menghambat niatku,"

"Aku baru menemui keluargamu sehari setelah kau mengatakan ingin kepastian, dan aku memang meminta mereka agar merahasiakan hal ini darimu. Mereka setuju, dan persiapan pernikahan ini terjadi dengan cepat, tanpa rencana. Awalnya aku ingin seminggu setelah pernikahan Jimin kita menikah. Tapi, dimana letak kejutannya ? Karena, ku pikir kau pantas mendapatkan kejutan yang manis, maka aku dan yang lainnya sepakat untuk menyusun rencana double wedding seperti ini." Pipi Seokjin bersemu, rencana Namjoon memang selalu diluar prediksi yang bisa dibuat oleh otaknya.

"Maaf ya, aku mungkin sempat menyakitimu karena sikapku yang menjauhimu selama masa internship dan tidak kunjung memberimu kepastian…" Seokjin menggeleng, kemudian mengulas senyum lembut yang meringankan hati Namjoon dari rasa bersalah.

"Kau—benar-benar tidak terprediksi," Dengan cepat Seokjin menarik dasi Namjoon dan memberikan satu kecupan dalam yang intim dalam beberapa detik.

"Terima kasih sudah memilihku untuk melengkapi muatan elektronmu, Namjoon-ah."

*FIN*

a/n : Huhuhuhu, drama picisan side stories dari Chemical React sudah selesai yeay ! /elapin ingus/ Ini malahan semacem melenceng, soalnya malah nyeritain pas mereka semua udah lulus kuliah. Ngga jadi asdos TT

udah bahagia ever after kan ? .-. kalo kurang manis, bisa kok baca ini sambil minum es teh, hehehe. Mau ku publish dua hari yang lalu, tapi sayang koneksi internet bener-bener ngga stabil TT

makasih buat semua yang sudah dukung ! ngga nyangka feedback-nya positif /terharu/

Ini sudah beneran end ya, jangan minta sekuel lagi TaeKook nikah atau Hoseok ga jomblo lagi. Apalagi sequel NamJin sama MinYoon punya anak, ku ga sanggup TT

Kalau ada yang ga ngerti sama istilah-istilah bukan bahasa manusia di fic ini, boleh banget PM aku atau DM akun instagram.

Spesial for : wulancho95

Sudah tamaat ini ya Ami, jangan nodong-nodong lagi macem begal.

Huhuhu, aku sayang kamu mwah~

Review lagi ?