Chapter 4

Main Cast : Choi Doyoung (15 thn)

Jung Jaehyun (16 thn)

Kim/Kwon Jaeshi (OC)

Choi Kyuhyun (39 thn)

Irene Kim (41 thn)

Kim Nana (8 thn) OC

Jeon Yoojin (8 thn) OC

Choi Baekhyun (21 thn),

and others.

Genre: Frienship, Brothership, Family, Sad, Hurt, Angst.

Rating: T (?)

Disclamer: all casts belong to God, and themselves.

Warning:typo(s), dont copy without full credits and permission.

.

.

.

DON'T LIKE DON'T READ

.

.

.

Waktu memang tidak pernah berlari

Ia juga tak mampu membenci

Juga mengadu dan mencaci

Ia hanya terus berjalan

Menuju cerita yang telah Tuhan gariskan

Berjalan atas segala hal yang diperbuat manusia

Waktu adalah perantara yang hanya mampu menunjukan hasil

Hingga ia dikambinghitamkan oleh penyesalan

Dan kata 'andai bisa terulang' kan terucap

Satu bahkan seribu kali

Namun waktu tak mungkin sudi tuk kembali

Sebab waktu takkan pernah mau untuk menunggu

.

.

.

Kim jaeshi, wanita paruh baya berparas anggun itu mengembangkan senyum di bibir tipisnya. Mengingat kejadian tiga hari yang lalu. Sebagai psikolog, mengamati karakter setiap anak asuhnya bukan hal yang sulit. Meski bukan hanya lima atau sepuluh anak asuh. Ada puluhan anak yang ia asuh sejah dulu. Dan ia sangat paham dengan karakter mereka masing-masing.

Dan kali ini yang harus membuatnya teruji sebagai psikolog adalah perang dingin yang terjadi pada tiga anaknya. Kim Nana, bocah 8 tahun yang masih menganggap semua permintaannya adalah hal yang lumrah dan perlu dituruti. Bocah itu belum terlalu paham tentang bagaimana ia harus mengerti posisi orang lain dengan kondisi dan situasi yang berbeda.

Choi Doyoung, bocah hiperaktif yang justru lebih memilih diam ketika masalah itu baru muncul. Bocah yang pintar memasang poker facenya . dan yang pasti Jaeshi tau, bocah itu sangat tangguh dan sangat menyayangi saudara-saudaranya.

Dan yang terakhir adalah Jung Jaehyun, bocah yang saat ini ada di hadapannya. Bocah tangguh yang sedikit menarik diri dari pergaulan. Sifat yang muncul setelah kepergian kedua orang tuanya. Bocah dengan reflek cepat yang cenderung spontan menyampaikan sesuatu tanpa tersaring lebih dulu. Bocah yang sebenarnya penuh perhatian dan penyayang.

Mata teduh Jaeshi menatap intens bocah didepannya. "sebenarnya ada banyak hal yang sangat ingin eomma katakan padamu jae-ya" wanita itu kembali mengulas senyumnya sebaik mungkin. Tangan rentanya mengusap lembut surai hitam bocah di depannya.

Tiga puluh menit berada di taman dan membiarkan angin musim gugur di pertengahan November ini menerpa tubuh mereka. Dan Jaeshi masih terus menunggu bocah 16 tahun itu membuka mulutnya. Setidaknya ia ingin mendengarkan penjelasan dari bocah itu secara langsung. Penjelasan mengenai kejadian tiga hari yang lalu. Mungkin terdengar tak adil karena doyoung dan nana juga terlibat, dan ini bukan masalah besar.

Tapi sayangnya, kejadian itu justru membuat ketiganya, khususnya nana-doyoung dan doyoung-jaehyun menjadi berjarak. Nana yang terkesan takut dengan doyoung dan jaehyun yang terlihat tak terima dengan respon doyoung tiga hari lalu pada nana. Dan doyoung? Bocah itu hanya bingung harus bersikap bagaimana pada keduanya. Ia tau ia salah, tapi ia tak tau kalau dampaknya akan seperti ini. Pasalnya, Kim nana-adiknya memberi respon yang kurang baik padanya sejak kejadian itu. Juga Jaehyun yang kurang nyaman ketika ia ingin mengajak teman sekamarnya untuk sekedar berkomunikasi.

"apa aku terlalu kekanakan menanggapi semua ini eomma?" Jaeshi menggeleng. Tersenyum, akhirnya bocah itu menanggapi ucapannya.

"hanya saja kau terlalu cepat mengambil keputusan jae-ya"'

"gwaenchana.." lanjut jaeshi melihat respon bocah didepannya. Ia hanya takun Jaehyun kembali menjadi bocah pendiam seperti beberapa waktu yang lalu. Ketika bocah itu baru kehilangan orang tuanya.

"sore ini, kau mau temani eomma ke suatu tempat? Eomma akan ceritakan tentang satu hal padamu. Kau mau kan, temani eomma?" dan Jaehyun mengangguk kecil sembari tersenyum, sedikit canggung memang.

.

.

.

"yoojin-ah... apa yang sedang kau lakukan heum?"

"Irene eomma..." pekik bocah berkuncir kuda itu saat kepalanya terasa di usap pelan.

"hey... kau semakin chubby huh?"

"benarkah eomma?" bocah itu menangkup pipi bulatnya dengan kedua tangan mungilnya.

"gwaenchana... kau terlihat semakin cantik dengan pipi chubby seperti itu"

Bocah imut itu memamerkan deretan gigi kecilnya sebelum beranjak dari sofa dan mulai membantu irene menata kue-kue coklat di beberapa piring yang sudah tersedia.

" Jaeshi eomma eodi?"

"tadi keluar dengan Jae oppa, eomma.. mungkin mereka di taman"

"ah.. eomma belum melihat nana... apa dia sedang keluar?"Yoojin hanya menggeleng menjawab pertanyaan Irene.

Sepasang mata Irene berpendar seolah tengah menjelajah seisi ruang dan menembus ruang lain untuk mencari sesuatu.

"Doyoung oppa di sana, kalau eomma mencari doyoung oppa" yoojin menunjuk salah satu sudut ruang berpintu yang menghubungkan ruang tengah dengan pelataran depan, seolah dapat membaca pikiran wanita dewasa itu.

Dan wanita yang masih anggun di usianya yang menginjak kepala 4 itu mulai berjalan dengan segelas air putih di tangan kanannya. Ia mengulas senyum mendekati bocah yang terlihat tengah asyik dengan dunianya sendiri.

"kenapa di luar heum? Kau tidak kedinginan?" Irene mengusap hangat bahu bocah itu. Senyumnya mengembang melihat respon terkejut bocah didepannya.

"eomma..."

"kau tak menjawab pertanyaan eomma huh?" doyoung terkekeh melihat eommanya pura-pura marah. Mimiknya benar-benar tidak cocok untuk wajah anggung Irene eomma menurut doyoung.

"haha.. gwaenchana eomma, aku baik-baik saja" bocah itu tersenyum begitu lebar, seolah seluruh isi bumi bisa masuk ke dalamnya jika ia terus tersenyum seperti itu.

"benar sudah baik? Dan tolong jangan pasang wajah seperti itu choi Doyoung.." dan setelah itu yang terdengar hanya kekehan dari bocah yang masih sesekali tersenyum lebar.

Jangan salahkan Irene jika ia khawatir dengan keadaan bocah nakal itu. Pasalnya, kejadian beberapa hari lalu benar-benar membuatnya takut. Menemukan bocah 15 tahun hampir tak merespon ketika ia menangkap tubuh ringkih yang limbung itu.

Irene menangsurkan segelas air dan duduk di sebelah bocah yang masih berkutat dengan laptop di pangkuannya.

"sedang mengerjakan sesuatu?" doyoung mengangguk menanggapi.

"aku harus menyelesaikannya dalam tiga hari"

"dan memforsir tubuhmu yang masih seperti ini? Apa tak bisa menunggu sampai benar-benar sembuh?" doyoung menatap Irene sekilas. Matanya yang masih sayu seolah berbicara.

"kapan?" Irene tertegun, pertanyaan yang seharusnya tak ia katakan pada bocah itu. Seharusnya ia juga tahu jawaban apa yang akan ia terima. San sekarang ia merasa bersalah.

"jika aku menunggu sampai aku benar-benar sembuh, maka aku akan merasa menjadi orang yangbenar-benar tak berguna... hanya mengandalkan orang lain dan menyusahkan. Setidaknya biarkan aku seperti ini eomma, sebelum .."

"Doyoung-ah..." Irene memotong cepat kalimat Doyoung. Ia yakin, jika tak dihentikan bocah itu akan mengucapkan kalimat- kalimat yang samasekali tak ingin didengar siapapun.

Kali ini irene menggenggam tangan kanan doyoung seolah memberi kekuatan. "bertahan sampai semua yang Tuhan gariskan. Dan eomma tak suka melihat dan mendengarmu putus asa, benar benar bukan doyoung" ia menatap intens bocah disampingnya meskipun bocah itu hanya menatap lurus ke depan.

"kau bilang ingin bertemu eommamu bukan?" lanjutnya dan masih tak menghasilkan respon apapun.

"dia bohong...mereka bohong.. dan kalian semua bohong..."

"nde?"

"eomma itu hanya karangan kalian yang justru benar-benar menyakitkan untukku. Dan itu semua tidak lucu" Irene tau, ia bisa membaca raut wajah bocah itu. Ada kecewa yang begitu dalam disana.

"bagaimana jika eommamu benar-benar ada?"

"apa eomma pernah melihat eommaku?" doyoung mengubah posisinya menjadi berhadapan dengan Irene, membuat wanita itu sedikit gugup.

"eomma tau siapa eomma ku? Apa dia temanmu? Aku rasa kau tak tau.. itu karena kalian yang mengarang semuanya" Irene menggeleng cepat.

"eommamu pasti datang.." ucapnya lagi meyakinkan bocah 15 tahun itu.

"jika dia benar-benar ada, berarti dia seorang pengecut karena meninggalkan anaknya sendirian selama 15 tahun! Dia pengecut karena merelakan anak kandungnya untuk hidupnya sendiri? Apa aku benar-benar menyusahkan sampai dia tak mau datang dan menjemputku? Setidaknya datang dan temui anaknya" senyum getir itu terlihat begitu jelas dan terlihat menyakitkan untuk siapapun yang melihatnya termasuk Irene. Ia wanita dan ia adalah seorang ibu.

"sekarang aku tak mengharapkan ia datang apalagi menjemputku" lirih doyoung, suaranya terdengar serak seperti menahan tangis.

"eomma harap kau mau menemuinya jika ia datang"

.

.

.

"maaf jika eomma hanya bisa berbicara tanpa merasakan hal yang sama denganmu. Eomma juga tidak tau, apa eomma bisa sekuat dirimu jika eomma kehilangan orang-orang yang eomma cintai dalam satu waktu yang sama" Jaeshi masih pada posisi awalnya, tatapan lurus ke depan. Seolah pemandangan di depan sana begitu menarik. Dan nyatanya, bocah lawan bicaranya pun melakukan hal yang sama.

"jadilah Jaehyun yang kuat. Bukankah jae pernah berjanji pada eomma jae untuk melindungi eomma? Jangan pernah merasa gagal dalam melindungi siapapun. Jika jae belum sempat melindungi eomma, jadilah pelindung untuk orang yang pernah melindungimu. Jadilah pelindung untuk orang yang pernah membuatmu menjadi lebih baik. Jangan larut dengan perasaanmu yang lain dan mengabaikan orang lain yang membutuhkanmu"

Wanita paruh baya itu tersenyum, ia tengah duduk diantara rerumputan yang terhampar bersisian dengan luasnya danau yang begitu megah.

Ia menepati janjinya untuk mengajak bocah 16 tahun itu untuk pergi dan mengatakan beberapa hal yang sebenarnya sempat menjadi unek-uneknya beberapa waktu terakhir.

Terutama tentang masalah bocah itu dengan doyoung dan nana. Yang berkepanjangan dan justru membuat Jaeshi merasa bahwa bocah itu kembali pada kepribadiannya yang tertutup. Hingga ia berpikir untuk membawa bocah itu ke danau.

Tempat pertama kalinya ia bertemu dengan bocah malang itu, yang merupakan tempat terakhir kalinya bocah itu bertemu appa dan eommanya di hari yang sama.

Ia mengajak jaehyun ke tempat itu bukan tanpa alasan. Bukan juga untuk membuat bocah itu lebih terpuruk. Justru ini caranya agar bocah itu paham untuk menghargai dirinya sendiri dan hidupnya yang tak mudah. Jae bocah cerdas, dan jaeshi tak mau hidup bocah itu sia-sia.

"jaga kepercayaan eommamu dengan janjimu untuk menjaganya" Jaeshi mengusap pelan punggung tegap Jaehyun dengan sayang.

"dia sudah pergi.. aku tak bisa menepati janjiku..aku gagal.. aku payah" bergetar, nada itu terdengar begitu pahit untuk jaeshi.

Jaeshi menggeleng, "belum... kau masih punya kesempatan untuk menepati janji eommamu. Bukankah sudah eomma katakan? Janji itu masih terjaga.." Jaeshi menggantung kalimatnya.

"di sini" lanjutnya dengan telunjuk kirinya yang menempel tepat di dada bocah itu. Membuat bocah itu menempatkan fokus tepat pada mata legam Jaeshi.

"kau masih menyimpan baik janji itu, kau bisa menepati janji itu untuk seseorang yang berharga untukmu.. eomma sudah mengatakan itu berulang kali dan eomma yakin kau tau maksud eomma kan?"

Sekali lagi, bocah itu membuang pandangnnya. Pikirannya melayang entah kemana. Dan diam-diam jaeshi tersenyum. Tangan perkasa itu mengusuk sayang helaian kelam bocah di sampingnya, sebelum beranjak pergi meninggalkan Jaehyun dari tempatnya.

"pikirkan sesuatu yang bisa membuatmu tenang, eomma akan segera kembali"

.

.

.

Irene tersenyum mendapati bocah 15 tahun itu tertidur dengan posisi duduk dan tubuh setengah tertelungkup pada meja, dan menjadikan kedua lengannya sebagai bantalan kepalanya. Tangannya ia gunakan untuk mengusap wajah letih yang sejak awal berposisi miring hingga membuat Irene dengan mudah melihat ekspresi di wajah bocah nakal itu.

Ia membuka jaketnya dan menjadikan selimut untuk menutupi punggung bocah itu. Ini musim gugur dan sialnya, bocah nakal itu bisa tertidur dimanapun jika ia sudah benar-benar lelah.

"Jaljayo..." lirihnya sebelum kaki jenjangnya ia birkan melangkah menjauhi bocah yang masih tertidur dengan pulas.

.

.

.

*flashback on*

"setelah ini jagoan appa ingin ke mana huh?" tuan Jung bertanya pada putra semata wayangnya. Bulan ini adalah agendanya berlibur dengan keluarga kecilnya.

"aku ingin ke Gyeonggi-do, appa..." dan bocah itu menjawab dengan penuh semangat. Membuat Han Neulyoung, satu-satunya wanita di dalam mobil itu tersenyum, bahkan tertawa pelan, membuat wanita itu terlihat begitu anggun.

"padahal eomma ingin berkunjung ke rumah Haelmeoni di Busan.." Neulyoung mengubah mimiknya menjadi sedih, Tuan jung tau istrinya sangat pintar mengusili putranya.

"tapi kan minggu lalu kita sudah ke busan eomma... Ya Tuhan, rumah Haelmeoni juga tak akan pindah jika kita tak mengunjunginya selama satu bulan" bocah itu memajukan bibir tipisnya, membuat nyonya jung terkekeh pelan.

"Ommo.. lihat yeobo.. putramu merajuk..."

"hey.. ayolah.. kenapa jagoan appa jadi seperti ini huh? Appa tak yakin jika bocah yang suka merajuk ini putra appa" kali ini tuan jung ikut meledek Jaehyun. Membuat Jae memasang ekspresi sebal yang justru terlihat menggemaskan dimata tuan Jung.

"lihat... kau bilang, kau ingin melindungi eomma dan menjaga eomma untuk appa kan? kalau seperti ini.. mana mungkin appa percaya dan membiarkanmu menjaga eomma sendirian huh?"

"aku akan menjaga eomma..!" tegas bocah itu dengan percaya diri

"sungguh?" kali ini nyonya jung ikut menyela

"heum.. aku akan menjaga eomma kapan pun dan dimana pun.."

"apa eomma harus percaya pada jagoan eomma yang tampan ini?" Neulyoung menggoda putranya yang duduk di jok belakang.

"pasti.. jae janji akan menjaga eomma dan jae yakin eomma akan bangga pada jae"

"promise?" Nyonya jung mengulurkan kelingkingnya pada bocah dibelakangnya, dan hampir kelingking itu bersentuhan dengan kelingking putranya jika saja tuan jung, suaminya tak berteriak dan menarik tubuhnya lebih dekat pada tubuh istrinya. Dan ia mendengar teriakkan putranya sepersekian detik setelah ia merasa tubuhnya terguncang saat mobil yang dikendarai suaminya tiba-tiba tergelincir dan terbalik beberapa kali hingga berakhir pada lubang air yang cukup dalam dan begitu luas.

Dan detik berikutnya ia baru sadar dengan apa yang terjadi. Dengan pipi yang mengembung mempertahankan oksigen yang tersisa, ia tolehkan kepalanya ke belakang mencari sosok bocah yang sebelumnya membuat janji dengannya sebelum kejadian naas itu terjadi.

Sayangnya sebelum kepala itu menoleh 90o, yang ia lihat justru suaminya yang dalam keadaan tidak baik-baik saja. Ia yakin suaminya tak sadarkan diri dengan darah yang mengalir dari pelipis juga kedua lubang hidung itu meski tersamarkan air yang mulai menggenangi mobil karena beberapa kaca di sebelahnya telah hancur.

Dan seketika ia edarkan matanya mencari putra semata wayangnya. Dengan sekejap ia terbelalak mendapati pintu samping tempat duduk putranya terbuka begitu lebar. Hal itu pula yang membuat air memenuhi ruang dan membuat mobil itu timbul dan tenggelam.

Ia mencoba menepuk pipi suaminya berkali-kali, meski tenaganya telah terkuras begitu banyak. Hingga ia melihat seseorang yang berenang mendekati kaca mobil bagian pintu miliknya. Dia Jaehyun, putranya terlihat panik mencoba membuka pintu mobil di samping eommanya. Berkali-kali ia mencoba dan berkali-kali pula ia gagal. Hingga bocah itu berpikir untuk berpindah dan mencoba membuka pintu milik appanya, dan kejadian yang sama kembali terulang.

Bocah itu meninggalkan dasar menuju permukaan, mengambil nafas barang sejenak sebelum kembali. Ia ingat janjinya pada sang eomma, ia harus menolong keduanya.

Bocah itu memutuskan masuk melalui pintu jok belakang yang terbuka dan mulai menarik bahu sang appa terlebih dahulu. Ia benar-benar panik melihat appanya dalam keadaan mata terpejam. Namun hasil yang ia dapatkan tetap nihil karena tubuh kekar tuan Jung yang terhimpit kemudi. Tak mau membuang waktu, bocah 16 tahun itu beralih pada eommanya yang ia yakin telah setengah sadar. Menahan nafas untuk waktu yang lama bukan hal yang mudah apa lagi di dalam air.

Tangan itu mulai meraih bahu sang eomma ketika wanita paruh baya itu justru menggelengkan kepalanya dan meminta jae untuk kembali dengan isyarat bibirnya. Dan jaehyun tentu membalasnya dengan gelengan.

Ia kembali mencoba menolong sang eomma yang juga terjepit di balik kemudi. Tapi yang ia dapatkan justru Neulyoung menggenggam tangannya dan meraih kelingking Jaehyun. Mengaitkan kelingkingnya dengan kelingking jaehyun, dan bibir yang mulai membiru itu mulai bergerak mengucapkan satu kalimat 'Saranghae' yang membuat perasaan bocah itu justru terasa begitu sakit.

*flashback off*

Jaehyun terisak, bocah itu sesekali mengusap wajahnya kasar. "eomma mianhae... jeongmal mianhae eomma..." lirihnya disela isak tangisnya.

Bahu bocah itu masih terlihat bergetar dan berakhir dengan kembali menelungkupkan kepalanya sela lipatan lututnya. "mianhae eomma..." lirihnya lagi masih dengan terisak. Hingga seseorang datang mengusap punggungnya dengan nyaman.

"kau sendirian...?" Jaehyun menegakkan tubuhnya dan menoleh ke arah asal suara. Wanita paruh baya yang masih begitu anggun itu tersenyum hangat. Ia mengambil posisi duduk di sebelah Jaehyun. Kedua tangannya terangkat menghapus butiran kristal bening yang tersisa di kedua pipi chubby bocah itu.

"gwaenchana... eommamu sudah bahagia disana" wanita itu menengadahkan kepalanya, menatap permadani biru yang terhampar luas di atas sana.

"kau merindukan eommamu heum?" tanpa menunggu jawaban, Irene menarik bahu Jaehyun mendekat dan merengkuh tubuh itu dalam dekapannya, dan air mata bocah itu kembali mengalir tanpa isakan dalam dekapan Irene.

Membiarkan posisi itu untuk waktu yang cukup lama hingga Irene menegakkan tubuh bocah itu untuk menatap dirinya. "lihat siapa bocah tampan yang cengeng ini huh?", Jaehyun tersenyum malu sebelum akhirnya terkekeh mendengar godaan Irene eomma.

"kalian terlihat sama tampannya ketika kalian tersenyum seperti itu" puji Irene dengan senyum yang terkembang di bibirnya.

Namun membuat Jaehyun memasang mimik lain ketika Irene menyebut kata 'kalian'. Dan Irene yang mengerti maksud mimik itu langsuk mengacak rambut Jaehyun dengan gemas. "Kau dan Doyoung.. kalian benar-benar memiliki satu sifat yang sama. Begitu polos untuk beberapa hal, kalian benar-benar cocok bersama, ya Tuhan... kenapa kau menatap eomma seperti itu?" nada suara irene berubah menjadi sedikit sebal ketika bocah Chubby itu menatapnya dengan tatapan kurang setuju.

"jangan samakan aku dengan bocah itu eomma"

"cih.. lihat.. kalian sama keras kepalanya dan benar-benar menyebalkan! Sudah berapa lama kalian saling diam seperti ini huh?" hardik Irene dengan wajahnya yang ia buat sekeruh mungkin untuk meyakinkan bocah di sampingnya bahwa ia tengah marah.

"dan malam ini kau tak lagi boleh tidur di luar kamar dan membiarkan adikmu tidur sendirian" kali ini raut wajah irene sedikit berubah. Namun detik berikutnya, wanita tangguh itu kembali tersenyum.

"adik?" Irene mengangguk menjawab pertanyaan Jaehyun yang menurutnya tak memerlukan jawaban karena bocah itu pasti tau siapa bocah yang irene maksud sebagai adik Jaehyun.

"eomma dengar, kau memiliki janji pada eommamu sebelum beliau pergi. Kau akan menjaganya seumur hidupmu kan?" mendengar eommanya kembali disebut, bocah itu langsung memalingkan wajahnya ke arah lain hingga membuat Irene merasa bersalah. Tapi wanita itu kembali melanjutkan ceritanya.

"jika eomma meminta bantuanmu, apa boleh?"

"eomma ingin janji itu kau berikan padaku, pada eomma..." Lanjut Irene dan membuat jaehyun dengan cepat menatap wanita anggun itu dengan tatapan yang sulit diartikan. Pasalnya, ia melihat setitik air mata yang meluncur bebas di pipi tirus eommanya itu.

"dia bocah yang begitu bodoh mencoba untuk bertahan sendirian" Jaehyun mengeryitkan dahinya mendengarkan kalimat yang keluar dari bibir Irene, tapi ia tetap diam menunggu wanita itu melanjutkan kalimatnya.

"dia sangat keras kepala, sampai kadang membuatku ingin mengikatnya dan menyuruhnya untuk berbaring dan istirahat" Irene mulai menghapus air matanya yang mengalir lebih banyak dan membuatnya sedikit sulit untuk meneruskan kalimatnya.

"dia begitu tangguh melakukan semuanya sendiri, dan dia begitu bodoh..." Jaehyun terdiam, mendengarkan wanita di sampingnya yang mulai terisak.

"membiarkan orang-orang disekitarnya hanya diam dan tidak bisa berbuat apa-apa melihatnya kesakitan setiap saat" Jaehyun menundukkan kepalanya, matanya berkaca-kaca. Ia ingin menyangkal satu nama yang ia yakin sebagai 'dia' yang berulang kali disebut irene eommanya.

"Doyoung?" satu kata dan merupakan pertanyaan dari Jaehyun dijawab Irene dengan anggukkan samar.

"ia terlahir ketika usia kandungan eommanya baru menginjak enam bulan. Terlahir dalam usia kandungan muda, membuat doyoung harus memiliki beberapa organ dalam yang kurang sempurna" tutur irene dengan sedikit tak yakin, tak semua ia katakan dengan baik pada bocah disampingnya.

"wae...? kenapa kalian baru memberi tahuku sekarang? Kenapa eomma memberi tahuku ketika kami sedang renggang"

"karena eomma ingin kau sedikit lebih peka dan menjaga bocah keras kepala itu, ia tak suka orang lain melihatnya lemah"

"dia benar-benar sakit?" sungguh, Jaehyun masih belum sepenuhnya percaya dengan apa yang Irene katakan . dan Irene lagi-lagi hanya bisa mengangguk.

"jadi.. kau maukan memberikan janji itu untuk eomma?" jaehyun sedikit mengeryitkan dahinya, tapi ia tau janji apa yang tengah mereka bicarakan.

Wanita paruh baya itu menggenggam kedua tangan jaehyun dan menatap kedua onyx kelam itu dengan penuh harap. "eomma hanya ingin kau berjanji pada eomma untuk bisa menjaganya semampumu" suara itu tercekat, seolah begitu sulit untuk mengucapkan kalimat berikutnya.

"kau adalah sahabat juga kakak untuknya. Karena sekarang kau sudah tau, eomma ingin kau menjaga janji itu dengan baik" wanita itu menyunggingkan senyum teduhnya, dan sekali lagi ia mengusap cairan kristal bening yang masih mengalir di pipi bocah chubby itu.

Dan dalam hitungan detik, bocah itu justru menghambur dalam dekapan Irene dan menyembunyikan wajahnya pada bahu wanita itu.

"kenapa mereka begitu menyebalkan... " Jaehyun terisak dalam dekapan irene, irene pun membiarkan air matanya mengalir. Ia tau 'mereka' yang dimaksud Jaehyun adalah Doyoung dan mendiang orang tuanya.

Irene mengusap rambut bocah itu perlahan, menyalurkan rasa nyaman pada bocah itu. "janji itu... aku akan menjaganya untuk irene eomma..hiks.."irene semakin mengeratkan rengkuhannya saat bocah itu menerima janjinya.

Dan di sudut ruang terbuka itu, Jaeshi tersenyum melihat irene yang begitu kuat menyampaikan sesuatu yang ia sendiri belum yakin bisa jika ia yang harus menyampaikannya pada Jaehyun. Bocah itu memang perlu tahu tentang keadaan doyoung yang akhir-akhir ini naik turun dengan labil.

.

.

.

Suasana ruang tengah memang sedikit berbeda di malam hari. Ruang ini akan berubah menjadi ruang makan untuk beberapa orang termasuk Jaeshi, Irene, Jiyong, Yoojin, nana, sunha, beberapa balita dan Jaehyun, juga tentu saja Doyoung. Karena ruang makan dan beberapa ruang lain pun akan berubah fungsi menjadi ruang makan di jam jam tertentu mengingat jumlah mereka yang tak sedikit.

Suasana makan malam kali ini memang sedikit hening mengingat bocah-bocah pembuat onar itu tengah dalam hubungan yang kurang baik. Jaeshi memulai dengan mengambil nasi dan beberapa lauk juga sayur ke dalam mangkuknya. Hal yang sama juga dilakukan irene, jiyong, dan yang lain.

Tangan kurus doyoung meraih mangkuk medium milik yoojin, membantu bocah yang terlihat kesulitan mengambil nasi yang cukup jauh dari jangkauannya. Mengambil sejumput sayur juga daging dan memasukkannya ke dalam mangkuk itu, kemudian mengangsurkannya pada bocah yang menatapnya dengan kagum. "gomawo oppa..." girang yoojin saat mangkuk penuh lauk itu tersaji di depannya. Dan bocah 15 tahun itu tersenyum seraya mengangguk kecil menanggapi yoojin yang mulai memakan makan malamnya.

Doyoung mengedarkan pandangannya pada bocah lain di sebelahnya. Ia tersenyum melihat bocah berkuncir kuda itu terlihat kesulitan menjangkau tempat nasi yang jaraknya cukup jauh. Tangannya menggapai mangkuk milik nana bermaksud untuk mengambilkan makanannya,sama seperti yang ia lakukan pada yoojin. Tapi sebelum tangan kurus itu mengambil alih mangkuk milik nana, tangan kecil itu lebih dulu menangkis tangan doyoung dan menjauhkan mangkuk miliknya dari jangkauan kakaknya. Senyum getir terlihat begitu jelas di wajah tirus itu. Dan jiyong yang melihat itu justru dengan cepat mengambil mangkuk milik doyoung dan mengisinya dengan beberapa makanan yang tersedia, dan mengangsurkannya pada adiknya. "gomawo hyung" lirihnya dengan nada sedikit kecewa.

Sementara nana dibantu jaehyun mengambil beberapa makanan yang didiktekan bocah berkuncir kuda itu. "gomawo jae oppa" ucap bocah itu terdengar begitu manis. Jaehyun menoleh ke arah doyoung yang terlihat kecewa. Doyoung sendiri tau, bocah itu masih menjauhinya dan masih takut padanya karena kejadian beberapa hari lalu.

Ia sendiri sudah berkali-kali meminta maaf, apa lagi ia juga meninggalkan lebam merah pada pipi bocah manis itu. Dan ia yakin, sekarang bocah itu benar-benar takut dengannya.

Doyoung menata sumpitnya sebelum menjumput beberapa daging dari mangkuknya dan memasukkannya ke dalam mulutnya. Ia tersenyum saat yoojin memasukan beberapa potong sosis pada manguknya.

Beberapa wanita dewasa juga jiyong tampak khidmat menikmati makanannya masing-masing, hingga suara kursi yang bergesekan keras dengan lantai itu terdengar, disusul seseorang yang berlari menjauh dari tempat makan dengan menutup mulutnya menggunakan kedua tangannya.

Bocah itu terlihat terburu-buru meninggalkan ruang itu menuju dapur yang berada tepat di balik ruang itu. Paham dengan sesuatu yang tengah terjadi, Jiyoung yang sudah terlalu paham dengan situasi seperti itu langsung menyudahi makan malamnya dan ikut berlari menyusul bocah itu.

Jaeshi mengamati beberapa wajah didepannya, ia menangkap jelas wajah khawatir sekaligus bingung dari beberapa orang yang rata-rata menghentikan aktifitas makan mereka.

"na-ya.. yoojin-ah.. teruskan makannya.. nde.." lirih jaeshi mencoba mengalihkan fokus anak-anak itu dan kembali fokus pada makan malamnya.

"doyoung oppa pasti muntah lagi.." lirih yoojin yang membuat nana menoleh cepat ke arah bocah chubby berambut ikal di depannya.

"padahal kan tadi pagi doyoung oppa juga sudah muntah saat sarapan, dia juga tidak makan siang karena lidahnya pahit... perutnya pasti sangat sakit sekarang.." lanjut yoojin, bocah itu terlihat sedih saat menceritakan kondisi kakaknya.

"gwaenchana... jiyong oppa akan memeriksanya dan membantu doyoung oppa untuk makan supaya perutnya tidak sakit..eomma juga akan membantu.." sambung irene ikut menenangkan bocah menggemaskan itu.

Tatapan teduh irene bertemu dengan tatapan khawatir jaehyun, hingga bibir wanita itu bergumam tanpa suara 'gwaenchana'.

.

.

.

"ini berkasnya dan jangan sampai salah memberi penjelasan untuk program terbaru kita, arra?" pria berkemeja soft brown itu memberika beberapa berkas juga flashdisk pada seseorang yang terlihat lebih muda darinya.

"kau benar-benar memaksa hyung, menyebalkan!"

Pria yang lebih tua itu hanya terkekeh menanggapi adiknya yang tampak tak terima.

"aku harus mengurus beberapa pasien dan tidak ada apapun yang boleh menggangguku untuk urusan itu termasuk program-program baru kita"

"kau CEO-nya.. seharusnya kau tanggung jawab hyung.." keluh adiknya semakin kesal. Sebenarnya Baekhyun tau, kyuhyun kakaknya akan lebih memilih pasien dari apapun yang menjadi pilihan saat ini.

"dan pasien adalah hidupku... jadi, diam dan lakukan tugasmu Choi baekhyun" telak! Keputusan kyuhyun adalah mutlak. Biarkan baekhyun berpikir sendiri bagaimana ia akan mempresentasikan program barunya dengan beberapa client.

"arraseo ..." jawabnya dengan setengah hati. Membuat kyuhyun tersenyum menang.

.

.

.

Doyoung telah siap dengan baju olah raganya dan tengah mendudukan tubuhnya pada kursi panjang yang tersedia di ruang ganti pria setelah mengambil sepatu olah raganya di dalam loker miliknya. Ia melepas sepatu birunya dan menggantinya dengan sepatu hitam dengan corak putih di beberapa bagian juga out solnya. Ia kembali menegakkan posisi duduknya saat dirasa dadanya cukup nyeri mengambil posisi menunduk. Ia hampir kembali menunduk untuk mengikat tali sepatunya kalau saja tak melihat jaehyun lebih dulu mengambil posisi berjongkok dan siap mengikat tali sepatu itu dengan rapi. Doyoung hampir menarik kakinya kalau saja Jaehyun tak lebih dulu menahan kaki itu dan mulai mengaitkan tali sepatu itu dengan baik.

"cha... selesai" pekik Jaehyun dengan senyum yang mengembang dari bibirnya. Tangannya terulur untuk membantu bocah itu berdiri.

"gomawo..." lirih doyoung dan mulai berjalan mensejajari langkah Jaehyun yang cukup cepat. Jaehyun tersenyum dan merangkul bahu doyoung dengan senang hati.

"hey... kalian berdua melupakanku huh? Sejak kapan kalian jadi akur lagi.. aigoo" Yuta terkekeh menghampiri dua sahabatnya dan ikut merangkul doyoung, membuat bocah itu berada di tengah keduanya.

.

.

.

Doyoung beberapa kali tertangkap mengerucutkan bibirnya setelah Jeon Seonsaengnim memberitahu mereka bahwa olahraga kali ini adalah lari. Ia memang pandai dalam bidang olah raga, tapi kali ini ia benar-benar tak berselera untuk melakukannya.

"aku akan bertanding melawanmu kali ini, dan aku akan memastikan kau kalah dariku!" doyoung menoleh dan mendapati Bobby yang tadi sempat menyenggol lengannya dengan kasar.

"arraseo.. aku tau kau akan berusaha keras untuk mengalahkanku" remeh doyoung dengan senyum yang terkesan mengejek.

"cih.. lihat saja nanti, kau akan kalah dan menangis bocah"

Jaehyun menghampiri doyoung, kejadian beberapa hari lalu seolah luntur begitu saja. "kita akan berlari bersama kali ini.. dan aku tak mau kalah darimu... aku dengar larimu sangat cepat" ujar doyoung yang membuat Jaehyun sedikit tertantang.

"memang kau bisa lari cepat?"

"kau meremehkanku?" Jaehyun menggeleng dan terkekeh. "tentu tidak bodoh!"

"jangan panggil aku bodoh Jung jaehyun, sekarang rata-rataku paling tinggi di kelas asal kau tau" sungut doyoung yang terlihat kesal

"arraso.. arraso.."

"kau mau bertaruh?"

"nde?" Jaehyun mengerutkan keningnya mendengar ajakan aneh doyoung.

"jika aku sampai finish lebih dulu, aku boleh minta apapun darimu. Jika kau yang menang.. kau boleh meminta apapun dariku"

"Jinjaeyo?"

"nde..."

.

.

.

Jaehyun meregangkan otot-ototnya menunggu gilirannya untuk berlari melawan bocah yang terlihat begitu santai, bahkan ia melihat doyoung sesekali menjahili yuta dengan sedikit bringas.

Sampai pelari-pelari sebelumnya sampai di garis finish dan tiba pada gilirannya juga doyoung, yuta, bobby dan dua pelari lainnya.

"aku akan menang darimu Jung jaehyun" lirih doyoung seraya menjulurkan lidahnya pada Jaehyun. membuat bocah 16 tahun itu mendesis sebal. " hanya di mimpimu Choi Doyoung" balasnya dengan nada yang dibuat-buat dan terkesan begitu menyebalkan.

PRIIIITTTTTT

Hingga bunyi peluit terdengar dan mereka berenam berlari memperebutkan finish pertama. Sesekali doyoung yang berada di urutan kedua setelah bobby dan jaehyun yang berada di urutan ke empat setelah yuta saling melirik satu sama lain. Doyoung memastikan jaraknya dengan jaehyun masih jauh dan jaehyun yang terlihat sebal dengan yuta yang berlari begitu cepat.

Hingga jaehyun melihat doyoung yang sejajar dengan bobby hampir terjerembab saat lengan kanan bobby hampir mendorong lengan doyoung jika bocah itu tak mempercepat larinya dan merebut posisi pertama. Dan itu membuat jaehyun yang sedikit panik berhasil merebut posisi yuta dan menyalip bobby yang sedikit oleng saat hampir mendorong doyoung.

Ia tersenyum saat pandangannya bertemu dengan tatapan elang milik doyoung. Namun detik berikutnya, justru tatapan mengejek yang jaehyun dapatkan saat doyoung berteriak 'finish' .dan bodohnya ia tak menyadari garis finish yang sudah terlihat di depan matanya.

Doyoung terkekeh melihat kebodohan jaehyun. ia merebahkan tubuhnya ditepian lapangan, tubuhnya begitu lemas seperti jelly.

"kau kalah Jung!" ledek doyoung saat jaehyun ikut merebahkan tubuhnya menyusul yuta yang sebelumnya telah membaringkan tubuh lelahnya di sebelah tubuh doyoung.

"arraseo.. aku akan menuruti semua keinginanmu"

"promise?"

"nde.." jaehyun mengangguk dan mengatur nafasnya yang terengah. Jika ia saja merasa begitu lelah, bagaimana dengan doyoung. Memutari lapangan sebanyak 7 kali pasti bukan hal yang mudah.

.

.

.

Piggyback adalah salah satu permintaan pertama doyoung untuk 7 permintaan yang dijanjikan jaehyun padanya. Dan berakhir jaehyun yang harus menggendong bocah itu ala piggyback saat bocah itu merengek meminta digendong menuju halte. Bocah itu bilang kakinya lelah dan jae harus menjalankan permintaan pertamanya. Dan doyoung sama sekali tak peduli dengan beberapa orang yang melihat mereka dengan tatapan aneh. Biarkan saja seperti ini, tubuhnya benar-benar lelah dan ia tak boleh tumbang sebelum mereka sampai di panti nanti.

Onyx hazelnya menatap seseorang yang tengah berdiri disebelah mobil BMW klasiknya yang terlihak mogok itu. Pria itu, doyoung pernah melihatnya tapi ia lupa sampai, "ah.. ajusshi!" teriak doyoung sembari turun dari punggung jaehyun.

"young" teriak jaehyun saat doyoung berhasil turun dari punggungnya dan berlari menuju seorang ajussi yang terlihat kebingungan dengan kondisi mobilnya sendiri.

"ajusshi.." ulang doyoung saat ia persis berada disamping Kyuhyun- ajusshi itu. Disusul jaehyun yang terlihat mengatur nafasnya.

"kau?... "

"ajusshi mengingatku?"

Kyuhyun mengangguk, tapi ia lupa dimana bertemu bocah ajaib seperti bocah di depannya itu. "tapi aku lupa kita bertemu dimana.."

"ah... aku yakin itu.. umur pasti mempengaruhi ingatanmu.."

"MWO..."

.

.

.

Kyuhyun terkekeh, ketiganya berada dalam satu mobil yang sama. Setelah membantu kyuhyun memperbaiki mobilnya- sebenarnya hanya jaehyun yang membantu, karena bocah nakal itu justru asik duduk di pinggir jalan dan terus bercerita ketika kyuhyun meminta maaf saat lelaki paruhbaya itu mengingat pertemuan mereka adalah ketika ia tak sengaja mengotori baju bocah itu dengan segelas coklat.

Ia tengah mengantar kedua bocah itu yang juga membuat kyuhyun sedikit terkejut saat tau Doyoung dan Jaehyun tinggal di panti yang sama.

Hingga mobil hitam itu memasuki pelataran panti dan berhenti di pekarangan." Sampai disini saja ajusshi.. kau harus masuk" doyoung hampir menarik lengan kyuhyun kalau saja pria paruhbaya itu tak ingat janjinya untuk menyusul adiknya di kantor.

"lain kali...bagaimana?"

"kami tunggu ajusshi berkunjung.. secepatnya" ujar jaehyun dengan mantap. Kyuhyun mengangguk

"tentu saja... ajusshi harus pergi.. gomawo untuk bantuannya..."

Seletah berpamitan, kyuhyun melambaikan tangan kearah dua bocah yang sesekali menoleh ke arahnya, setelah memastikan keduanya memasuki area panti lebih dalam. Ia bersiap memasuki mobil kalau saja sesuatu tak mencuri perhatiannya.

.

.

.

Jaehyun merapikan buku miliknya dan menyimpannya di almari. Kemudian mengambil posisi tidur dan siap menarik selimutnya ketika suara lenguhan terdengar dari seberang tempat tidurnya. Ia menurunkan selimutnya yang hampir menutup wajahnya dan mengarahkan pandangannya mengarah pada doyoung yang memang satu jam yang lalu telah tertidur karena kelelahan.

Dahi bocah itu berkerut dengan peluh di sekitar kening dan leher putihnya. Jae masih mengamati bocah itu ketika tiba-tiba tubuh bocah diseberangnya tersentak sekali dan kedua tangan doyoung terlihat mengepal begitu kuat. Dan disusul hentakan kedua, dan kali ini jaehyun dapat melihat bibir bocah itu sedikit terbuka dengan suara nafas yang menderu dan lambat laun terdengar seperti siulan peluit. Dan itu membuat tubuh kaku jaehyun melompat bigitu saja dari ranjang dan dengan cepat beranjak menghampiri bocah yang terlihat semakin kesulitan bernafas.

Bocah 16 tahun itu berkali-kali menepuk pelan pipi tirus doyoung, nafasnya terdengar semakin sulit juga airmata yang terlihat terus mengalir di balik mata yang masih terbejam begitu erat. "ugh.." dan ringisan itu berkali-kali terdengar diantara helaan nafas yang semakin lemah.

"eomma..." panik jaehyun, yang harus ia lakukan sekarang adalah memberitahu siapapun tentang kondisi doyoung.

Sesekali ia melirik ke arah doyoung dan mendapati nafas bocah itu yang terdengar tertahan, bahkan sudah lagi tak terdengar seperti siulan peluit. Melainkan dengkuran kasar yang disusul dengan hentakan dari tubuh lemah itu berkali-kali. Dan jaehyun tau tubuh itu mulai tak sanggup meraup oksigen hingga membuat tubuh ringkih itu mengejang dan semakin membuat jaehyun panik karena bocah itu sama sekali tak merespon.

"doyoung-ah... yak! Irona...irona doyoung-ah.. jangan membuatku takut"

"eomma..." teriak Jaehyun dengan sekuat tenaga.

"eomma..." ulangnya, kali ini diiringi dengan isakan yang keluar dari mulutnya

"eottokhae.. doyoung-ah.. irona..." lirih jaehyun saat ia rasa teriakkannya tak membuahkan hasil

"DOWAJUSSEYO...JEBAL..." jaehyun merengkuh tubuh kejang itu yang mulai kehilangan tenaganya. Sampai ia mendengar derap langkah kaki yang mendekat.

"doyoung-ah.. Jeongshin charyeo..."

.

.

.

TBC

.

.

.

Chapt 4 done... semoga makin banyak yang suka...

Terimakasih untuk yang sempat berkunjung... terimakasih review dan yang lainnya... terus tunggu ya..

Dan ini udah dilanjut...

Tunggu terus chapter selanjutnya..

Insyaallah bakal selesai sebelum Diya fokus buat UN...

Maaf typo benar-benar bertebaran dimana-mana... Diya belum sempet baca ulang dan edit...

Ditunggu R&R nya..

#BOW...

Udiya C.M