Main Cast : Doyoung, Jaehyun, Jaeshi (OC), Jiyong, Kyuhyun,Irene, and others.

Genre: Frienship, Brothership, Family, Sad, Hurt

Rating: T (?)

Disclamer: all casts belong to God, and themselves.

Warning:typo(s), dont copy without full credits and permission.

.

.

.

DON'T LIKE DON'T READ

.

.

.

"itu milikku yoojin, jangan sentuh!"

"aku yang melihatnya lebih dulu jun!"

"eomma.. dimana kaus kakiku"

"eomma.. yang ini bagaimana?"

Ah, bocah bermata hazel itu tersenyum mengamati beberapa bocah yang tengah sibuk dengan urusannya masing-masing.

"lihat Young, dulu kita juga seperti itu. Sering merepotkan eomma" bocah bermata hazel itu menoleh kearah suara, detik berikutnya bocah itu tersenyum. Suara itu milik hyungnya Jiyong- Kwon jiyong.

"hey.. kau saja. Aku tak pernah merepotkan eomma" bocah itu Choi doyoung, ya Choi doyoung. Menjulurkan lidahnya pada sang hyung sebelum akhirnya berlari meninggalkan jiyong yang masih mengeryit kesal.

"ya Doyoung-ah, kena kau" entah tertular setan apa. Anak laki-laki berusia 20 tahun itu mengejar adiknya yang barusaja mengejeknya? Terlihat seperti bocah di usianya yang sudah mengginjak 20 tahun. Tapi tak ada yang pernah melarangnya bukan.

"jiyong-ah, berhenti mengejar adikmu dan bantu yerin eomma menyiapkan sarapan" bocah laki laki itu menghentikan aksi konyolnya dan tersenyum kikuk, lebih tepatnya malu.

"nde eomma"

"dan kau Choi doyoung, ajari nana mengerjakan PRnya, adikmu bisa mogok sekolah kalau PRnya tidak selesai"

"sip eomma, tenang saja" bocah itu juga sama dengan jiyong, menghentikan aksi larinya dan mendekati bocah perempuan berusia 8 tahun yang tengah duduk di sofa. Matanya memerah. Bocah itu pasti terus merengek bahkan hampir menangis.

"hey saeng oppa, berhentilah menangis, mark tak akan menyukaimu kalau tau kau masih cengeng dan tak bisa mengerjakan PRmu sendiri" lihatlah, bocah bermulut pedas itu tak sungkan meledek bocah 8 tahun itu.

Mark adalah teman nana di sekolahnya, bahkan mereka satu kelas. Dan setiap hari nana selalu menceritakan semua hal tentang mark padanya. Ah, sebenarnya hal yang nana ceritakan pada doyoung adalah hal yang sama. Hanya kekaguman seorang bocah kecil pada temannya. Terdengar sangat manis bukan. Bahkan nana pernah bercerita ketika usianya 22 tahun nanti, ia akan menikahi mark. Dan doyoung tak pernah bisa tak tertawa. Tapi pada akhirnya bocah 15 tahun itu hanya mengangguk dan mengiyakan ucapan bocah 8 tahun itu. Ia tak akan tega mengatakan tidak dan membuat bocah imut itu terluka.

"aku hanya tak bisa matematika oppa" bibir bocah itu bergerak seolah akan menangis karena ancama kakaknya.

"jangan bilang ke mark ya kalau kau membantuku mengerjakan PR, jangan bilang juga kalau aku menangis" lihatlah, bocah itu sudah berkaca kaca, bahkan beberapa buliran bening itu telah melewati pipi chubbynya.

"jadi nana menangis huh?" dasar doyoung, bukannya menghibur, bocah itu terus meledek adiknya"

" Bukan bukan, nana tidak menangis oppa.. hweee, oppa jahat" bocah itu mengibas ngibaskan kedua tangan mungilnya tanda tak setuju dengan tuduhan kakaknya.

"hey, jangan menangis. Oppa hanya bercanda oke?"

"hiks... oppa jahat" bocah itu bahkan menyilakan kedua tangannya didepan dadanya, bibirnya ia manyunkan tanda sebal.

"mian.. mian nde.. mianhae nana-ya"

"anyo.."

"baiklah, oppa akan bersiap untuk berangkat sekolah, kau bisa mengerjakannya sendiri?" mendengar ucapan doyoung, bocah 8 tahun itu membelalakan mata bulatnya lucu.

"andwe... oppa belum mengajariku membuat PR" ah, mata kecil itu mulai berkaca kaca lagi. Tak ingin terus membuat keramaian. Bocah itu meringis sebelum akhirnya mendekati nana dan tersenyum. Senyum tulus bocah 15 tahun.

"baiklah, lain kali nana bisa minta ajari PR pada oppa, tapi bukan pagi pagi seperti sekarang. Lihat, yoojin sudah menyelesaikan PRnya, bukankah dia sekelas denganmu? Itu karena yoojin mengerjakannya sepulang sekolah. Dan nana juga harus seperti itu nde? Tak masalah oppa akan mengajarimu, bukan hanya matematika, tapi semuanya. Kalau nana kesulitan, nana boleh minta bantuan oppa. Tapi ingat? Nana harus belajar setelah makan siang bukan saat sarapan seperti ini, arra?"

"kenapa nana tak boleh mengerjakannya saat sarapan? Bukankah itu sama saja oppa?" doyoung, bocah itu tersenyu mendengar pemikiran sederhana bocah 8 tahun dihadapannya. Ingat, ia hanya sedang berbicara dengan bocah 8 tahun yang masih polos.

"karena nana akan panik seperti sekarang. Lihat yoojin, oppa tak ingin membandingkan kalian. Tapi kalau nana belajarnya sepulang sekolah, nana juga masih bisa tidur siang dan main kan? dan nana bisa sarapan dengan tengan bersama yoojin. Janji tak akan mengulanginya lagi?" bocah 8 tahun itu mengangguk, bahkan meringis menunjukkan deretan gigi kecilnya. "nah.. saeng oppa memang hebat"

Dan beberapa orang dewasa disana tersenyum mendengar percakapan bocah bocah yang masih dalam masa pertumbuhan itu.

Ya, mereka tak akan marah jika setiap hari rumah yang cukup besar itu penuh dengan teriakan teriakan bocah bocah itu.

Itu karena mereka tumbuh dan tinggal bersama. Mereka tinggal di rumah dengan 2 lantai dan beberapa fasilitas yang mereka gunakan bersama. Ya, mereka tumbuh dan tinggal bersama di panti asuhan yang mereka beri nama rumah harapan Azalea. Azalea karena bangunan panti mereka berada di tengah tengah kebun azalea. Dan kebun azalea itu merupakan bagian dari panti itu sendiri. Kebun tempat bermain anak anak rumah harapan.

Kebun dengan kumpulan bunga azalea berbagai warna, meski hanya akan berkembang saat musim semi, tapi anak anak sangat menyukainya. Bunga azalea sangat cantik dan manis, mereka juga tumbuh diseluruh penjuru panti.

Shin Jaeshi, adalah wanita paruh baya pemilik panti asuhan. Ia juga tinggal di panti dengan beberapa pengasuh lainnya. Meninggalkan hingar bingar kehidupan kota dan memilih tinggal di pinggiran kota. Di panti asuhan yang ia rintis sendiri. Suaminya Kwon jinsu berada di luar negeri untuk mengurus beberapa aset perusahaannya disana. Dan Jaeshi, wanita yang tak hanya ingin tinggal diam di rumah megahnya dan mengawasi pengasuh-pengasuhnya di panti. Ia tinggal di rumah harapan sejak 18 tahun yang lalu. Ya, ia telah mendirikan pantinya sejak 20 yang lalu, tepat dihari kelahiran putra sulungnya. Kwon Jiyong. Jiyong bukan anak panti yang ia urus. Jiyong adalah putra kandungnya yang ikut tinggal di rumah harapan yang ia dirikan. Mengajari anaknya kesederhanaan dan tanggung jawab sejak dini. Itu yang jaeshi terapkan pada putra sematawayangnya.

.

.

.

"jadi, kau diberi tahu setelah semuanya mereka urus?"

"nde eomma,mereka bilang lusa aku sudah bisa sekolah disana"

"benarkah? Kenapa secepat itu"

"molla eomma, tadi aku seperti bukan siswa di sekolah sendiri, mereka langsung memanggilku dan bemberi tahuku semuanya. Dan setelah semuanya selesai, mereka langsung memintaku pulang tanpa memberiku kesempatan untuk berpamitan pada teman-teman, itu menyebalkan bukan?" coba lihat, bocah bermata hazel itu bercerita dengan menggebu. Jangan lupakan bibir tipisnya yang sesekali mengerucut.

Ya, pihak sekolahnya Topyeong High School tiba-tiba saja memberi surat beasiswa padanya. Bukan hal aneh memang, mengingat doyoung adalah siswa cerdas yang berprestasi sejak tahun pertamanya di sekolah itu. Dan mereka bilang, mereka telah mengurusnya sebulan yang lalu tanpa pemberitahuan pada doyoung sendiri. Ada rasa senang karena ia mendapat beasiswa penuh dan akan sekolah di sekolah favorit di seoul. Ya, Seoul International High School, sekolah elit dengan fasilitas lengkap dan kecerdasan seluruh siswanya. Ada rasa kecewa dan terkejut karena ia tak bisa berpamitan secara langsung dengan sahabat-sahabatnya.

"itu bagus bukan? Artinya kau akan satu sekolah dengan Jaehyun kan?" kali ini Jiyong, bocah yang ntah sejak kapan berdiri di sana, tepat dibelakang doyoung. Ia mengambil posisi duduk diantara doyoung dan eommanya. Wanita yang sedari tadi tengah berbicara dengan doyoung.

Sementara doyoung, bocah itu melirik kesalah satu sudut di ruangan berbeda, namun masih terjangkau oleh penglihatannya. Bocah yang 1 tahun lebih tua darinya itu terlihat acuh meski dapat doyoung pastikan bocah berambut ikal itu pasti mendengar pembicaraan mereka sedari tadi. Ya! Jung Jaehyun, bocah itu memang irit bicara. Itu yang selalu doyoung keluhkan pada Jaeshi 'eomma, aku kesulitan mengajaknya bicara. Dia terlihat kaku dan dingin seperti balok es'. Itu yang sering ia katakan pada Jaeshi. Dan Jaeshi tahu apa maksud doyoung melakukan hal itu. Untuk bocah hiperaktif seperti doyoung, ia sangat menyukai susasana rumah harapan yang ramai bahkan cenderung berisik. Doyoungnya memang anak yang ceria dan hiperaktif. Dan Jaeshi tak mempermasalahkan hal itu.

Tapi mungkin beradaptasi masih menjadi hal yang sulit bagi jaehyun. Bocah itu baru menjadi bagian dari mereka sekitar 4 bulan yang lalu. Berbeda dengan kebanyakan anak di rumah harapan yang bergabung dengan mereka ketika mereka basih kecil, bahkan basih bayi merah seperti Doyoung.

Itu karena kejadian 4 bulan yang lalu. Tepatnya di danau depan rumah harapan mereka. Jalan yang sedikit berbukit dan badai salju membuat penglihatan Jung Baekhwan, ayah jaehyun terganggu. Juga jalanan yang begitu licin membuat kendaraan yang ia kendarai tergelincir, bahkan sempat menabrak pohoan oak besar yang berada di tepi danau sebelum akhirnya mobil yang ia kendarai tidak bisa dikendalikan lagi dan tercebur ke danau yang bahkan airnya sama dingin dengan salju disekitarnya. Dengan posisi yang kurang baik saat terjadi kecelakaan. Baekhwan dan istrinya tak bisa keluar dan menyelamatkan diri. Sedangkan jaehyun yang duduk di belakang dengan pintu mobil yang terbuka saat mereka tercebur, memudahkannya untuk keluar meski bocah itu sempat mencoba menolong orang tuanya yang kesulitan untuk keluar dari balik kemudi.

Bocah itu juga hampir mati membeku karena terus berusah menolong orang tuanya. Untung saja jalan di pinggiran danau itu merupakan jalan utama yang banyak dilewati pengendara dan pejalan kaki. Melihat posisi mobil yang mengambang terbalik melihatkan 4 roda besar terlihat terapung dengan bocah 16 tahun yang sesekali menyembul ke permukaan seolah tengah mengampil napas. Tentu membuat mereka tahu sesuatu tengah terjadi ,belum lagi sebelumnya beberapa dari pejalan kaki atau pengguna jalan lainnya telah menyaksikan kejadian tragis itu dari kejauhan hingga dengan cepat beberapa dari mereka bahkan tergesa menghampiri dan sege menolong. Dan orang-orang dewasa itu masih punya hati untuk tidak membiarkan bocah itu mati membeku.

Beberapa hari setelah kejadian itu, psikis bocah itu terguncang. Beruntung warga membawanya ke panti sesaat setelah kejadian. Jaeshi yang juga Psikolog tentu dengan senang hati mencoba membantu menyembuhkan psikis bocah itu sembari menunggu konfirmasi dari kerabat terdekat Jaehyun meski pada akhirnya tak ada respon yang baik mengenai peristiwa itu. Membuat Jaeshi sedikit sanksi mengembalikan Jaehyun pada keluarganya. Dan untungnya Jaehyunpun tak menolak. Bocah itu bahkan terlihat enggan ketika Jaeshi sempat berniat mengantar Jaehyun pada keluarganya. Hingga Jaeshi menyimpulkan jika keluarga kecil Jaehyun tak begitu memiliki hubungan baik dengan keluarga lainnya.

Dengan mengantongi surat izin dari polisi dan kejaksaan serta dinas perlindungan anak. Jaeshi dengan senang hati mengurus jaehyun bersama anak asuhnya yang lain. Dan ia juga senang ketika tahu bocah itu masih tercatat sebagai salah sasatu siswa kelas 2 di seoul Internasional High school. Bahkan biaya sekolahnya telah terlunasi hingga akhir. Bukan... bukan jaeshi tak mau membiayai. Setidaknya ia tau betapa orang tua jaehyun begitu memperhatikan pendidikan putranya.

Dan yang masih menjadi Pertanyaan sekarang adalah jaehyun yang belum mau berbaur dengan penghuni rumah harapan yang lain.

"ya eomma, aku pikir juga begitu. Aku harap kita juga bisa jadi lebih dekat" bocah itu tersenyum dibalas acakan rambut oleh jiyong. Tapi detik berikutnya senyum bocah 15 tahun itu pudar saat sudut matanya menangkap bocah-jaehyun itu meninggalkan posisi awalnya. Meninggalkan ruang tengah setelah mendengar ucapan doyoung tadi.

.

.

.

"Young, kau bisa berangkat dengan jiyong juga jaehyun ke sekolah, arra?"

"ah, benar. Bocah! Kau berangkat dengan hyung nde?" jiyong, mahasiswa kedokteran tahun kedua itu memilih kampus seoul university sebagai tempatnya menimba ilmu. Karena dekat dengan SIHS, ia juga selalu mengantar dan terkadang menjemput jaehyun selama 4 bulan terakhir karena mereka satu arah. Dan karena sekarang Doyoung juga sekolah di sekolah yang sama dengan Jaehyun, tentu penumpangnya bertambah satu dan jiyong juga harus mengantar adiknya itu ke tempat tujuannya.

Sempat melihat tatapan tak nyaman dari jaehyun, sedikit membuat doyoung meringis. "ah, eomma doyoung ingin mencoba pergi ke halte dan naik bus. Selama sekolah di topyeong, aku belum pernah pergi ke halte untuk menunggu bus yang datang. Sepertinya menyenangkan?"

"hey... alasan macam apa itu? Bukankah menunggu bus bisa membuatmu terlambat?"

"anyo jiyong hyung, ini masih jam 6 pagi. Aku takkan terlambat" bocah itu menunjukkan lengan kirinya dengan jam tangan hitan melingkar disana.

"ah.. aku harus berangkat eomma. Aku bisa benar-benar terlambat kalau terus meladeni jiyong hyung" dengan cepat bocah itu mengambil alih roti isi ditangan jiyong juga sekotak susu coklat didepannya.

Cup

Dan satu kecupan kecil untuk jaeshi eomma "anyeong...kita bertemu disekolah Jae-ah" detik berikutnya bocah hiperaktif itu meringis. Sepertinya ia salah menyapa jaehyun. Buktinya bocah itu tak menanggapi sapaannya.

"hati-hati chagi... segera pulang setelah jam sekolah berakhir" teriak Jaeshi eomma yang terlihat khawatir dengan keputusannya membiarkan bocah itu berangkat dengan bus.

'ye eomma' Jaeshi tersenyum saat wejangannya dibalas teriakan bocah itu, meski suaranya sudah terdengar cukup jauh tapi ia tetap tersenyum. Bocah hiperaktif itu selalu menghargai ucapannya.

.

.

.

Doyoung, bocah yang dua minggu lalu baru berusia 15 tahun itu mengedarkan pandangannya pada bangunan berlantai 5 itu. Ia sendiri tengah berada di lantai 3. Baru saja ia pergi ke ruang tata usaha dan menanyakan soal kepindahannya di sekolah ini. Mendapat jawaban yang diinginkan bahkan ia diberitahu dimana ia harus pergi sekarang. Dan disini Choi Doyoung, bocah itu tengah kebingungan mencari kelas 2 A. Kepala tata usaha tadi bilang ia hanya harus pergi ke lantai 3 dan temukan kelasnya. Ia pikir tak akan sesulit ini.

15 menit menghabiskan waktu untuk mencari kelasnya hampir membuat bocah itu putus asa. Bodohnya ia tak sempat bertanya ada di gedung apa kelasnya. Ya, sekolah barunya memiliki 4 gedung yang terletak bersebelahan dan berhadapan dengan 3 gedung yang masing masing memiliki 5 lantai dan satu gedung sisanya memiliki 3 lanatai. Dan kelasnya berada di gedung B 315. Bukan ditempat sebelumnya ia pergi, gedung A lantai 3, gedung paling utara di sekolahnya.

Bocah itu terlihat berlari setelah melihat jam di lengan kirinya. Kurang 15 menit lagi pelajaran pertama akan dimulai. "finally i got you!" bocah itu terkekeh geli, seolah menertawakan kebodohannya. Ia masih sesekali mengatur nafasnya yang terdengar tak teratur, sesekali bocah itu menghela nafas kasar ketika matanya tertuju pada pintu kokoh dihadapannya. Ada rasa takut disana mengingat perbincangannya semalam dengan jiyong. Biasanya sekolah elite seperti SIHS memiliki Iljin-istilah pembuli untuk siswa di korea. Dan mereka mengagungkan kekuasaan dan kekayaan orang tuanya. Jujur itu sedikit membuat doyoung ragu untuk membuka pintu yang bahkan sudah ia genggam.

"hey haksaeng, apa yang sedang kau lakukan disana?"

.

.

.

TBC

.

.

.