Sang pangeran menatap nyalang ke arah ibunda Ratu. Membuat yeoja yang paling dihormati di Istana itu ketakutan bukan main melihat bagaimana dua mata elang itu menatapnya seolah ingin membunuh.

"Tak ada yang bisa menyentuh milikku" ia berkata, mencoba untuk menegaskan.

Beberapa dayang wanita menunduk. Tak berani menatap ke arah sang Pangeran yang tengah emosi.

"sekalipun itu ibuku sendiri"

Kai ikut menunduk. Memainkan jemari tangannya, pertanda jika ia tidak bisa melakukan banyak hal kecuali hanya menunduk dan mendengar Pangeran Sehun yang mengancam orang-orang yang menyakiti dirinya.

Kai bahkan hanya manut ketika pangeran menarik pergelangan tangannya untuk meninggalkan ruangan rekreasi. Namja itu menggenggam erat tangannya mengabaikan ringisan kecil dari bibir plum itu.

...

"Pangeran"

Kai mencoba untuk bicara. Sementara namja yang lebih muda 5 tahun darinya itu menoleh. Meski wajahnya masih kaku tanpa ekpresi, Kai yakin jika setidaknya saat ini pangeran Sehun sudah lebih baik dibandingkan beberapa waktu yang lalu.

"Aku tidak apa-apa" sang Gisaeng lagi-lagi berkata, hanya untuk meyakinkan sang Pangeran jika ia tidak apa-apa.

"Apa yang yeoja itu katakan?"

Pangeran menatapnya tajam. Seolah memaksa sang Gisaeng untuk menjawab jujur.

Tapi Kai tidak tahu harus menjawab apa. Ia hanya tak mau Pangeran semakin membenci ibunya hanya karena membela dirinya yang bukan sosok penting dalam hidup calon Raja itu.

"Katakan" Pangeran mulai memaksa. Ia angkat dagu sang Gisaeng dan menatap maniks hazelnya begitu lembut dan menghipnotis.

"A..aku"

"Apa ia melukai dirimu?"

Kai menggeleng pelan.

Dia pikir Ibunda Ratu hanya mencoba menjadi sosok ibu yang baik untuk putranya. mengkhawatirkan kedekatan pangeran Dengan dirinya yang hanya seorang Gisaeng, bagi seorang Kai tentu saja itu hal yang wajar.

Tak ada satu pun orangtua yang menginginkan putranya melenceng jauh dari apa yang mereka harapkan. Kai seorang namja, meski ia memiliki paras yang cantik. Tubuhnya masih tubuh seorang namja, dan hubungan sesama jenis itu masih sangat tabu di kalangan kerajaan.

"Kai" Namja muda itu menyebut namanya dengan nada yang berat. "Aku tak ingin Boram melukai dirimu seujung kuku pun"

Memanggil ibunya dengan nama saja itu sangat kurang ajar. Apalagi keluar dari bibir seorang Pangeran seperti dirinya. Kai sama sekali tidak habis pikir mengapa pangeran Sehun tidak bisa bersikap sopan pada ayah maupun ibunya.

Jika memang tidak bisa di hadapan keduanya. Mengapa juga tidak bisa di hadapan umun? Bukankah itu hanya akan membuat orang-orang di luar sana berpikir yang tidak-tidak mengenai calon Raja mereka? Apa pendapat kerajaan tetangga nanti, jika tahu Pangeran Sehun anak yang kurang ajar pada orangtuanya.

"Ratu hanya mengingatkan saya untuk tidak membuat anda terpesona, Pangeran" ia berkata, jujur..Karena ia yakin Pangeran tidak menyukai jika ia berbohong.

Pangeran Sehun menutup kedua matanya. Memikirkan jika seorang pangeran yang jatuh akan pesona seorang gisaeng namja seperti Kai memang kesalahan terbesar yang pernah ada.

"Terpesona dan jatuh cinta itu berbeda" ujar sang pangeran.

"Berbeda?"

"Mungkin Boram takut jika aku jatuh cinta pada seorang namja seperti dirimu"

Kai menganggukan kepala. Mengamini perkataan Pangeran.

"Tapi Aku terpesona padamu" Pangeran berkata lagi. Jemarinya yang panjang dan kurus itu mengelus pipi mulus sang Gisaeng.

"Kau cantik, kau dewiku" bak seorang pujangga pangeran memuji.

Kai merasakan pipinya hangat. Dan ia harap tak ada rona merah di wajahnya saat ini.

"Semua pria pasti akan terjatuh pada pesonamu"

Pangeran mendekatkan wajahnya ke wajah sang gisaeng. "Termasuk aku" bisiknya.

Fyuh... PANGERAN meniup wajah sang gisaeng. Membuat Gisaeng cantiknya itu menutup refleks kedua matanya. Meresapi rasa lembut dan hangat yang menjalari relung jiwanya.

.

.

.

.

"Noona"

Yeoja itu menghentikan langkahnya. Ia menoleh dan mendapati sosok jangkung seorang pemuda 19 tahun yang tengah tersenyum ke arahnya.

"Kau masih di sini?"

Pemuda itu mengangguk pelan. Rambut ikalnya tertiup semilir angin senja yang sejuk dan menenangkan.

"Aku membeli beberapa manisan untuk noona"

"Manisan?"

"Ya"

Sang yeoja terkekeh kecil mendengarnya. "Tapi aku tak punya kabar gembira untukmu hari ini"

"Oh.. Bukan.. Bukan Noona yang Akan memberiku kabar gembira"

Si pemuda jangkung merogoh kantung bajunya dan mengeluarkan kantung kecil berisi manisan yang hendak ia berikan untuk noona cantiknya itu.

"Aku yang akan memberikan kabar gembira untuk noona"

"Kau?"

'Pasti memang sangat menggembirakan' pikir sang yeoja.

Ia menerima sekantung manisan tersebut dan mengucapkan kata terimakasih. Kemudian membiarkan pemuda jangkung itu untuk menceritakan Kabar gembira yang ia dapatkan hari ini.

"Aku diterima di salah satu sekolah ternama di Kota"

Sang noona membulatkan kedua mata sempitnya dengan raut wajah tak terduga.

"Benarkah?"

Pemuda 19 tahun itu mengangguk pelan. Ia mengucapkan kata terimakasih pada noona cantiknya itu. Berkat bimbingan dan semangat dari noona-nya, Park Chanyeol tidak akan bisa seperti ini.

Chanyeol hendak berkata lagi. Namun harus teredam ketika seorang yeoja dewasa memanggil nama sang noona. Dan berkata jika Daeie noona-nya itu harus segera menemui pelanggannya di rumah-rumah bordil di pinggir pedesaan seperti ini.

"Chanyeol-ah" yeoja berusia 31 Tahun itu menyebut nama sang pemuda.

Dengan senyum yang begitu ramah dan telah menawan Chanyeol sejak usianya baru menginjak 10 tahunan.

"Belajar lebih giat lagi" sang noona mengingatkan.

"Dae, cepat!" yeoja cantik lainnya berkata. "Tuan Wu menunggumu dari tadi"

.

.

.

"Anda adalah adik yang sangat menyayangi kakaknya" Jongin berkomentar. Begitu kagum dengan lukisan pangeran Sehun mengenai sosok kakaknya.

Mulai dari masa kecil mereka. Sampai hari perjodohan Pangeran Luhan dengan seorang yeoja bernama Kim Minseok.

Pangeran Luhan sangat tampan. Dan Putri minseok begitu cantik dengan hanbok warna-warninya yang merekah seperti bunga di musim semi.

"dia satu-satunya orang di istana ini yang menganggap aku ada"

Untuk pertama kalinya sang Pangeran mengatakan apa yang ia rasakan selama ini. Dan Kai mungkin merasa tersanjung karena dialah satu-satunya orang yang tahu hal itu.

"Aku tahu itu pasti sangat berat" Kai mengusap bahu tegap sang pangeran, lalu berkata lagi, "Turut berduka cita, Pangeran"

Sang Pangeran menyentuh tangan sang Gisaeng. Mulutnya menggumamkan kata terimakasih atas kalimat bela sungkawa itu.

"Kai"

"Ya?"

Pangeran berdiri dari duduknya. Menyentuh bahu gisaeng itu dan membuatnya untuk duduk di kursi yang ia duduki beberapa saat yang lalu.

Kemudian namja itu bersimpuh di bawah sang GISAENG. Tangan kokohnya masih setia menggenggam tangan gisaeng kesayangannya itu.

"Tetaplah di sini" pinta sang Pangeran.

Namja tampan itu merebahkan kepalanya di atas pangkuan Kai. Dan itu sontak saja membuat Kai sedikit terkejut dengan tingkah manja sang pangeran.

"Pangeran"

"Aku tahu mengapa Para namja selalu betah berada di sampingmu"

Tatapan keduanya bersiborok.

"Karena aku pun juga merasakannya"

.

.

.

.

"Jika dari awal kau tahu ini salah, mengapa kau malah melakukannya? Apa yang kau pikirkan saat itu"

Boram menatap suaminya dengan tatapan kesal. menuruti keinginan pangeran yang tidak masuk akal, sama saja akan menghancurkan masa depan sang Pangeran.

"Dia putraku" Hankyung berkata perlahan. "Aku pernah berjanji pada ibunya untuk menjaga Sehun saat ia masih bayi"

Boram mendengus kesal. Dengan memberikan seorang namja sebagai hadiah ulang tahun? Hankyung keterlaluan menurutnya. Sehun seorang namja, dan dia akan menjadi Raja 2 tahun ke depan.

"Apa kau pernah memikirkan masa depannya? Bagaimana ia menjadi seorang Raja jika ia jatuh hati pada seorang Namja? Apa kau paham maksudku?"

Ini keterlaluan bodohnya, pikir Boram. Suaminya yang biasanya bertingkah bijak terlihat seperti orang yang plin-plan. Dan tidak bisa diandalkan.

"Boram" sebut Hankyung. "Apa kau pernah memikirkannya selama ini jika aku tidak memilih Sehun sebagai putra mahkota?"

Boram terdiam, tidak bisa berkutik dengan pertanyaan sang suami. Selama ini ia mencoba menjadi ibu yang baik untuk Sehun meski nyatanya bukan dirinyalah yang telah melahirkan namja itu.

"Sehun orang cerdas, Boram" Hankyung berkata. "Dia terlahir dari yeoja yang cerdas"

"Dengan menjadikan seorang gisaeng selir nomor satunya?" yeoja itu menatapnya remeh. "Dia sama denganmu"

"Terlalu sama"

Hankyung sama sekali tidak suka jika Boram mulai merendahkan yeoja yang telah melahirkan Sehun, putranya.

"Jangan merendahkan yeoja itu, Boram!" ia berseru. "Meskipun dia seorang gisaeng, dia tidak pernah mematahkan janji setianya pada namja yang ia cintai"

Yeoja itu mengepalkan tangannya erat-erat. "Kau mencoba mencari sosok yang sama dengan Ratu Qian?"

"Mengapa bukan aku? Aku istri sah mu setelah Qian"

"Mengapa kau mencintai Ratu Qian dan Gisaeng itu? Mengapa kau tidak bisa mencintai aku?"

Hankyung membawa yeoja itu ke dalam pelukannya. Rasanya memang tidak adil jika Hankyung hanya mencintai dua ibu dari kedua anak-anaknya. Dibandingkan sosok Ratu utama yang telah bersamanya sebelum ia menikahi kedua orang itu.

Boram tidak bisa memberikannya seorang anak. Tetapi Hankyung mencoba adil dengan memberikan tahta Ratu untuk yeoja itu.

Tahta yang bahkan tidak didapatkan mendiang Ratu Qian yang telah melahirkan Pangeran Luhan untuknya.

.

.

.

"Peluk aku!" pinta sang Pangeran. Terdengar sedikit manja dan membuat Kai ingin tertawa mendengarnya.

Tak pernah terpikirkan dalam benaknya jika orang yang terkesan kalem dan dingin itu bisa bertingkah manja.

Kai memeluk tubuh tegap itu mengusap punggung sang pangeran. Seperti ia sedang meninabobokan seorang bocah kecil berusia 5 tahunan.

"Ku rasa Boram mencariku saat ini" kata Pangeran. Ia sedikit memberikan jarak diantara mereka berdua.

Suara ketukan pintu terdengar bersamaan dengan suara bibi Nayoung yang menyerukan nama Kai.

"Kita harus membukakan pintu, siapa tahu itu penting"

Pangeran menggeleng, ia malah semakin mendekap tubuh ramping itu begitu erat.

"Tidak! Aku tidak mau orang lain mengganggu waktuku bersamamu"

"Tapi ini sudah seharian penuh Pangeran bersama saya"

"Apa kau tidak suka?"

Kai menggeleng pelan. "Bukan.. Bukan begitu, Pangeran"

"Aku khawatir jika ada hal penting yang harus dibicarakan oleh ibunda Ratu"

Pangeran ingin menyahuti perkataan Kai. Namun suara ketukan pintu dan suara berat Panglima Choi terdengar di depan pintu.

'Sepertinya memang sangat penting' Kai berucap dalam hati.

Cklek..

"Kai-ssi"

Ucapan panglima tampan itu terpotong ketika melihat sosok lain yang membuka pintu.

"Ada perlu apa, paman?"

Siwon berdehem pelan. Ia mencoba mencari-cari alasan lain agar keponakannya itu tidak berpikir macam-macam mengenai dirinya.

"Anda tidak mengikuti pelatihan tadi siang"

"Ya"

Hanya Ya? Namun Siwon tidak keberatan. Karena memang niatnya bukan membicarakan ini. Melainkan menemui sang gisaeng untuk menikmati indahnya sinar rembulan malam ini.

Lelaki itu hendak berkata lagi. Namun pintu sudah tertutup dan meninggalkan sang Panglima yang masih mematung di sana.

Persaingan dua namja tampan baru saja dimulai...

.

.

.

"Jongdae-ya"

"Hm?"

"Terimakasih"

Yeoja bertubuh mungil itu merasakan bahu telanjangnya di kecup oleh Tuan Wu. Seorang saudagar Kaya yang selalu membeli waktunya dengan harga yang cukup tinggi.

Jongdae berbalik badan. Menatap namja tampan itu dengan mata kucingnya yang mampu menawan siapa saja yang melihatnya.

"Untuk apa?"

"Kau selalu bersedia untuk menemani malamku tak peduli sesibuk apapun dirimu"

Ia terkekeh mendengarnya. Tak ada prioritas. Yang terpenting adalah ia dibayar, dan tentu saja itu cukup baginya.

"Jongdae-ya"

"Ada apa lagi, Tuan Wu?"

"Maukah kau ikut denganku? Ke Negeri Asalku kita Menikah di sana"

Ini pertanyaan yang tidak relevan menurut Jongdae. Hal yang tidak perlu ditanyakan pada seorang pekerja seks seperti dirinya. Karena Diusia 31 tahun saja, Jongdae sama sekali tidak merasa jika ia perlu memikirkan jadi apa dirinya di masa depan nanti.

Harapan untuk berkeluarga benar-benar sudah ia kubur sejak ia menginjakan kaki di rumah bordil ini.

"Tuan Wu Yifan" yeoja itu menyebut nama sang Tuan.

"Kita sudah membicarakan hal ini"

Jawabannya pasti tidak. Lekaki dua istri itu sangat tahu apa jawabannya.

"Junmyeon dan Yixing pasti akan senang melihat kedatanganmu"

'Bukan itu yang ku pikirkan, Tuan' batinnya berkata.

"Apa kau akan menunggu adikmu?" tanya Tuan Wu. Wajahnya mengeras meski nada bicaranya masih terkesan tenang.

Jongdae menggigit bibir bawahnya.

"Lalu sampai kapan? Bagaimana jika ternyata adikmu tidak pernah selamat?"

"Apa maksud, Tuan?"

Yifan tahu jika ucapannya telah menyinggung yeoja itu. Tapi kenyataan yang sebenarnya memang pasti sangat buruk. Seorang anak kecil berusia 9 tahun pasti mustahil selamat dari kekejaman dunia.

"Jongdae"

Yeoja itu beranjak dari futon dan segera mengenakan yukata tipis miliknya. "Cukup! Aku tidak mau dengar apa-apa lagi" ia berkata, dan menegaskan.

.

.

.

.

"Hanya beberapa" Kai menjawab pertanyaan sang pangeran, seraya memasukan benih bunga ke lubang yang ia gali.

"Ku rasa bukan begitu" Sang Pangeran mengambil sekop kecil dan mulai menggali tanah untuk membuat lubang.

"Pangeran, tidak perlu melakukan ini"

Namja 20 tahunan itu mendongak. "Apa kau mencoba untuk mengatakan jika seorang pangeran tak pantas menggali lubang di atas tanah?"

"Bu.. Bukan begitu"

"Lalu?"

"Oh.. Kau takut bajuku kotor ya?"

Kai mengangguk malu-malu. Sang pangeran tertawa pelan. "Seharusnya aku yang mengkhawatirkan dirimu"

"Apa?"

"Tangan halusmu bisa kotor, Kai"

Keduanya pun tertawa geli. Pangeran Sehun yang iseng pun mencolek pipi berisi sang gisaeng hingga noda tanah menempel di sana.

"Yak, Pangeran"

"Hahahaha.."

Kai mengepalkan satu bulatan tanah dan melemparnya ke arah sang pangeran.

"Ck.. Rasakan ini" sang pangeran kembali mencolek pipi sang gisaeng dengan tanah.

.

.

"Aku merasakan perubahannya" Hankyung berkata pelan.

Di sampingnya, Panglima Choi hanya terus memperhatikan interaksi dua orang itu.

"putraku jauh lebih berwarna saat bersama Gisaeng itu"

Hankyung menoleh ke arah adik iparnya.

"Apa kau kecewa dengan pilihanku?"

"Untuk apa merasa kecewa?"

Sang Raja mengulum senyum tipis. "Aku melihat ketertarikan di matamu pada gisaeng itu"

"Dia cantik"

"Sangat"

Tapi Hankyung tahu jika Kai seorang namja. Dan namja tidak akan pernah bisa memberikan keturunan.

"Aku telah menghancurkan masa depan anak dan adik iparku sendiri"

"Maksud hyung?"

"Karena aku memberikan Dirimu hadiah satu malam Dengan namja itu kau jadi seperti ini" kata sang Raja. "Lalu ku berikan dia pada putraku seolah dirinya adalah barang. Dan putraku pun juga terpesona padanya. Ku pikir inilah karma untuk diriku"

Siwon tampak berpikir sejenak. "Karma?"

"Kau ingat Gisaeng itu?"

Gisaeng cantik yang pernah dinikahi oleh kakak iparnya. Ibu dari Pangeran Sehun.

"Ya, aku ingat"

"Bagaimana dia sekarang?"

"Dia baik-baik saja. Dia cantik, masih sangat cantik"

Siwon terkekeh melihat ekpresi sang kakak ipar. "Aku tahu alasan mengapa kau tidak memberikannya padaku,"

Hankyung memukul pelan bahu sang adik. "Dia ibu dari anakku"

"Bukan" Siwon menyahut. "Kau masih mencintainya lebih dari apapun. Jujur saja, Hyung" candanya.

Benar... Jauh di lubuk hatinya yang terdalam. Hankyung masih sangat mencintai yeoja itu. Dan rasa cintanya sama sekali belum pudar meski 20 tahun telah berlalu.

.

.

.

.

Tbc

.

.

.

.

omake...

"Kau menolak ajakannya?"

Jongdae yang tengah menimba air di sumur menoleh.

Sosok cantik Nana menatapnya seolah memgatakan jika Jongdae terlalu bodoh umtuk menolak ajakan Wu Yifan untuk hidup bersama.

"Dia kaya, dia tampan, dan dia paling diinginkan untuk hidup bersama di masa depan"

Ya, Nana benar. YIFAN punya segala macam hal yang ia butuhkan untuk masa depannya nanti. Ia akan hidup bergelimang harta, menjadi istri ketiganya, dan memiliki anak yang lucu seperti harapannya saat masih kecil.

Nana bertanya apa kekurangan Tuan Wu yang membuat Jongdae menolaknya. Namun yeoja itu menggeleng dan berkata, "Sama sekali tidak ada yang kurang darinya"

Hal yang ada dipikiran Nana adalah Jongdae yang terlalu bodoh. Namun ia tidak mau menyalahkan teman baiknya itu. Mungkin jongdae punya alasan tersendiri dan tak ada yang bisa mengganggu gugat lagi.

"Kau ingin menunggu adikmu?"

"Ku pikir-"

"Jongdae kita pernah mencarinya untuk waktu yang lama"

Nana jadi kasihan dengannya. Jongdae adalah sosok kakak perempuan yang terlalu menyayangi adik laki-lakinya yang entah berada dimana saat ini.

"Harus sampai kapan? Usiamu sudah cukup untuk membina rumah tangga"

Jongdae melangkah mendekati Nana. Menyentuh bahu teman baiknya itu dan berkata. "Kau terlalu mengkhawatirkan aku, Nana"

Yeoja yang akan dinikahi oleh seorang wirausaha itu mengulum senyum."Aku juga ingin melihatmu menikah dan hidup berumah tangga, Daeie"

.

.

.

.

Tbc

.

.

.

A/n

hallo..hahahay...siapa yang masih setia membaca ff abal ini? Lagi semangat buat lanjut ff ini. jadi update nya bisa kilat dong ya.. Jadi ya aku harap sih kalian gak keberatan ya kalo FF ini di update kilat. btw jadi ada Kubu Hunkai sama Wonkai masa*peace..

sampe ada yg nge Line 'Kak ff yg TSOG dijadiin Wonkai aja' atau malah ada yg minta Hunkai Version-nya.

Kalo emang minta HK ver nya boleh aja sih. tapi siapa yg jadi Pangerannya-. -