Let Me Hurt You

Jaeyong ; Slight!JaeTen NCT

Married-Life!AU ; M for Mature Content

NCT © SM Entertainment


Jaehyun datang ke kamar mereka beberapa waktu lalu. Taeyong tersenyum padanya tapi suaminya itu mengabaikannya kemudian berlalu ke kamar mandi. Taeyong berfikir mungkin Jaehyun hanya sedang lelah, seperti dirinya. Jadi, ia tak bicara apapun lagi dan memilih menghabiskan waktu dengan istirahat sampai garden party di mulai. Ya, akan ada perayaan sederhana lainnya, kali ini hanya melibatkan keluarga dan kerabat dekat, nanti malam.

Tidur bersama dalam ruangan asing, satu tempat tidur, meski masing-masing berada di ujung lain, membuat Taeyong berdebar. Punggung Jaehyun terlihat dari kejauhan, membuat Taeyong tersenyum kecil.

Punggung itu akan menjadi tempatku bersandar mulai saat ini.

Sebuah cincin kini tersemat di jari manis tangan kanannya. Marga Lee di belakang namanya secara resmi telah berubah menjadi Jung hari ini. Dia bukanlah lagi anak manja kesayangan ibu dan ayahnya, kini dirinya adalah pasangan dari suaminya, anak dari ayah dan ibu mertuanya.

Dia telah menikah.

Taeyong masih belum bisa mempercayainya.


Meski dikatakan sebagai pesta sederhana yang hanya mengundang keluarga dan kerabat dekat, nyatanya garden party itu berlangsung meriah. Bagian belakang rumah keluarga baru itu dihias sangat indah dengan lampu-lampu, dan bunga mawar putih. Dengan meja-meja di tiap sudut dan orkestra di sudut lain, bersama kue pernikahan yang menjulang tinggi.

Taeyong baru turun dan diam-diam menggigit bawah bibirnya dengan gugup. Begitu ibunya menarik tangannya dan membawanya menuju suaminya yang sudah menunggu, bersama ayah dan orangtua barunya.

"Baby."

Tatapan sayang Jaehyun yang terarah padanya, juga senyuman lembutnya, membuat Taeyong memilih menundukkan kepalanya saat berjalan mendekat demi menyambut uluran tangan itu. Tangan Jaehyun besar, hangat, dan terasa sangat pas menggenggam tangannya. Dan seakan belum cukup membuat jantungnya berontak liar, Jaehyun juga memberinya kecupan kecil di pucuk kepalanya.

"Lihat mereka, sayang. Bukankah mereka mengingatkan pada kita yang dulu?"

"Beruntung sekali jika punya suami seperti Siwon-shi. Karena suamiku ini sama sekali tidak ada romantis-romantisnya bahkan sampai sekarang. Tidak seperti anaknya."

"Sayang, aku ini romantis dengan caraku sendiri."

Taeyong mendengar para orang tua membuat kalimat-kalimat godaan untuknya dan yang dilakukannya adalah menenggelamkan wajahnya lebih dalam di pelukan Jaehyun yang hanya tersenyum.

Butuh waktu beberapa saat untuknya agar bisa kembali mengangkat wajahnya. Dan Taeyong sama sekali tidak menyangka yang akan ia lihat adalah pandangan terluka yang dilayangkan sosok itu padanya dari kejauhan.

"Yongie, sayang. Kenapa kau menangis?" Ibu mertuanya bertanya panik.

Taeyong mengerjap, sepenuhnya sadar jika kini pipinya teraliri air mata. Tapi meski begitu air matanya tidak bisa ia hentikan begitu saja, terlebih saat ia kembali menatap sosok itu dari kejauhan, dengan tatapan penuh luka dan pengkhianatan yang seakan mencabik-cabik perasaannya.

Taeyong merasa sangat jahat.

Maafkan aku.

Semua orang menatapnya dengan khawatir dan Taeyong menunduk. Sebelum tangan Jaehyun menangkup pipinya dan menghapus air matanya pergi dengan ibu jari, menciumnya dengan lembut. "Jangan menangis, baby."

Taeyong merasa jahat.

Maafkan aku.


Ia tak tahu apapun, dan kini Jaehyun harus menerima amarah ayahnya karena sesuatu yang tak ia tahu. Semua gara-gara Lee Taeyong yang tiba-tiba menangis di perayaan pernikahan mereka beberapa waktu lalu, membuat semua orang bingung dan bertanya-tanya mengenai pernikahan mereka.

"Apa yang salah?" Nada dingin dan menusuk ayahnya membuat Jaehyun menggeram marah dalam hati. Reputasi ayahnya jauh lebih penting dari apapun, Jaehyun tahu sekali. Dan sesuatu yang terjadi barusan tentu bukanlah hal baik untuk reputasi baiknya. Tidak ketika semua orang mulai mempertanyakan sesuatu di balik pernikahan anaknya. Mencurigai apa yang sebenarnya ada di balik pernikahan ini.

"Aku tidak tahu."

Jaehyun sama sekali tak tahu apa yang salah dengan Lee Taeyong. Ia sudah melakukan segala hal manis pada pemuda itu. Menggenggam tangannya, menyebutnya dengan panggilan sayang, mengecup dahinya, bibirnya, memeluknya mesra. Semua kepura-puraan itu sudah Jaehyun lakukan sepanjang hari ini meski dalam hati ia merasa enggan, muak dan bahkan jijik. Semua ia lakukan demi menampilkan kesan pasangan bahagia di depan semua orang. Dan, dengan begitu saja Taeyong membuat usahanya sia-sia dengan menangis dan menampilkan raut sedih sepanjang perayaan.

Sialan.

Pemuda itu memang sialan.

"Aku tak mau tahu, Jaehyun. Aku membesarkan dirimu selama ini bukan untuk membuatku malu."

Jaehyun hanya mengangguk kaku. Kemarahan dalam dirinya semakin menjadi, saat sosok ayahnya pergi, Jaehyun bahkan menendang kursi di depannya dan berteriak marah. "Brengsek," gumamnya.

Jaehyun berjalan menyusul ayahnya untuk kembali ke perayaan setelah mengatur sedikit emosinya.

Ia harus bersabar. Ia hanya harus bersabar dengan semua ini sedikit lagi. Setidaknya sampai hari ini berakhir.

"Jaehyun, kau darimana saja?" Ibunya datang dan menyapanya saat sosok tinggi tegapnya kembali terlihat di halaman belakang. "Apa yang kau dan ayahmu bicarakan?" Tanyanya khawatir.

"Hanya sedikit urusan bisnis." Jaehyun mengambil tangan ibunya lembut dan memposisikannya agar menggandeng tangannya. Jaehyun tersenyum pada ibunya. "Benar-benar sesuatu yang tidak penting." Tambahnya cepat saat tahu ibunya tak puas dengan jawaban darinya.

Sebuah helaan nafasnya terdengar. "Baiklah."

Keduanya kembali pada kerumunan orang yang sudah menunggu. Jaehyun menyerahkan ibunya pada ayahnya, menyapa ibu dan ayah mertuanya dengan senyum, lalu kembali pada Taeyong.

"Baby," sapanya sambil menempatkan ciuman kecil di pipinya. Taeyong membalasnya dengan senyum kecil yang tidak sampai ke matanya.

Tangan Jaehyun kembali melingkari pinggang Taeyong, menariknya mendekat, membiarkan Taeyong menyandarkan kepalanya di bahunya sementara ia menggenggam tangan Taeyong yang bebas dengan tangan satunya. Memainkan jari-jarinya. "Apa yang salah, baby?" Ya, apa yang salah denganmu, sialan?

Taeyong menggeleng. "Aku tidak apa-apa."

Jaehyun melepaskan genggeman tangan itu dan beralih mengusap pipi Taeyong, menempatkan sebuah ciuman kecil di surai hitamnya. "Kau membuat semua orang khawatir. Kau membuatku khawatir."

Taeyong terdiam, gugup tak tahu harus berkata apa selain menggumamkan kata maaf dengan lirih. Jaehyun tak bicara lagi melainkan mencium bibir Taeyong dan memagutnya perlahan.

Muak. Semuanya memuakkan.

Jika sosok yang ada di pelukannya ini adalah Ten, maka Jaehyun akan melakukan apapun untuk membuatnya tersenyum. Tapi sosok ini bukan Ten, sosok ini bukan yang ia inginkan. Dan satu-satunya alasan Jaehyun melakukan ini adalah karena ayahnya.

Ciuman itu terlepas. Dan Jaehyun tahu jika Taeyong terdiam melihat tatapan memohonnya.

"Tersenyumlah, baby. Tersenyumlah untukku."

Setidaknya tersenyumlah sebelum aku merubah senyumanmu menjadi air mata.


Taeyong menggigit bibir bawahnya.

Jaehyun sudah melakukan banyak hal manis untuknya, dan dengan tidak berperasaannya Taeyong malah memikirkan orang lain. Padahal ia sendiri yang sudah berjanji, bahkan sebelum pernikahan ini berlangsung, bahwa ia akan mencoba melupakan sosok itu dan mulai mencintai Jaehyun. Karena Jaehyun adalah suaminya dan ia sudah seharusnya melakukan itu.

Bagaimana hanya dengan satu tatapan kecewa dan penuh pengkhianatan yang dilayangkan cinta lamanya membuat Taeyong bisa melupakan status barunya, dan bahkan membuat suaminya itu menatapnya dengan tatapan sedih semacam itu.

Lee Taeyong, kau baru saja melukai perasaan suamimu sendiri.

"Jaehyun."

"Ya, baby?"

Baby. Panggilan manis itu sudah diberikan Jaehyun padanya sepanjang malam. Dan genggaman tangan ini, Jaehyun sudah menggenggam tangannya sepanjang malam. Benar. Malam ini adalah malam perayaan di hari dimana ia menikah. Tidak seharusnya ia bersedih karena memikirkan orang lain dari masa lalu. Pemuda dan semua perlakuan manisnya ini lah masa depannya dan bagaimana bisa Taeyong menolak satu permintaan sederhana dari pemuda yang kini menjadi suaminya sendiri?

"Maafkan aku," bisik Taeyong, berjinjit untuk mengecup sekilas pipi Jaehyun yang terdiam bingung. Sebuah senyum pertamanya di malam ini tercetak di wajahnya. "Aku janji akan selalu tersenyum. Untukmu."

Dan sepanjang sisa malam itu, Taeyong menepati janjinya untuk tersenyum.


Apa yang ia inginkan adalah melihat Taeyong bahagia. Dan ia sudah bisa melihat kebahagian Taeyong dengan suaminya. Meski rasanya sakit, karena sungguh ia selalu berharap dirinya lah yang ada di samping Taeyong, menggenggam tangannya, memeluknya, menciumnya dan bisa menjadi orang yang membahagiakannya. Asalkan Taeyong bahagia, ia sungguh tak apa.

Ia tahu jika rasa sakit ini takkan bisa pergi semudah itu, tapi ia akan mencoba untuk mengobati rasa sakitnya. Demi Taeyong. Demi dirinya sendiri.

"Terimakasih dan maaf, Johnny."

Johnny tersenyum pada sosok wanita di depannya, yang memandangnya dengan tatapan penuh rasa bersalah. "Aku tidak apa-apa, bibi."

Demi Taeyong ia tak apa-apa. Sungguh.

"Aku berjanji takkan mengganggunya lagi," lirih Johnny. Meski berat, inilah keputusan Taeyong. Ia harus menghormati keputusan Taeyong untuk berpisah dengannya dan menikah dengan calon pilihan orang tuanya. Johnny memandang sosok ibu dari orang terkasihnya itu dengan sebuah senyum lemah. "Tapi bisakah bibi menyampaikan pesanku untuk Taeyong."

"Tentu, nak."

"Aku harap kau selalu bahagia." Johnny memandang Taeyong yang tersenyum malu-malu karena perlakuan suaminya di depan sana. "Tolong sampaikan itu padanya."


Sebagai seorang ibu, siapa yang tidak akan ikut bersedih saat melihat anak kesayangannya terpaksa harus menjalani pernikahan yang tak diinginkan? Saat ia mempunyai orang yang ia cintai, dipaksa berpisah dan menikah dengan sosok asing yang bahkan tak dikenal, demi orang tua, demi bisnis dan kesepakatan masa lalu.

Taeyong menangis malam ini, dan dia sebagai ibunya, yang meski mengetahui alasan dibalik tangisannya itu, tetap tak bisa melakukan apapun. Karena semuanya sudah terlanjur terjadi. Pernikahan sudah terjadi. Acaranya baru saja selesai tapi suasana yang tertinggal masih jelas terasa bagi setiap orang.

"Sayang."

Taeyong yang hendak naik menuju kamarnya langsung berbalik arah. "Ya, ibu?"

Ia tak langsung berbicara. Melainkan mengusap pipi Taeyong dan mengagumi jika anaknya sudah tumbuh menjadi setampan ini, dan kini sudah menikah. Anak kecilnya yang manja baru saja memulai kehidupan barunya.

"Aku harap kau selalu bahagia."

Ia tak sanggup mengatakan jika itu adalah pesan dari Johnny, karena ia tak mau merusak suasana bahagia malam itu. Tidak setelah ia bisa kembali melihat senyuman manis di wajah Taeyong yang sedari tadi dirundung kesedihan. Ia tahu Taeyong kuat, dan Jaehyun adalah suami yang baik untuk anaknya. Ia tahu Jaehyun bisa membuat Taeyong bahagia, melihat semua perlakuan manis menantunya itu pada Taeyong selama ini, ia tahu Jaehyun adalah sosok yang bisa ia percaya.

Sekali lagi dielusnya helai rambut anaknya dengan sayang. Ini adalah yang selalu ia lakukan saat Taeyong masih kecil dulu, dan sampai sekarang ia takkan pernah berhenti melakukannya. Karena Taeyong baginya tetaplah anak kecilnya yang manja. "Istirahatlah, sayang. Persiapkan dirimu untuk besok."

"Besok? Ada apa dengan besok?"

Ia tak bisa menahan diri mencubit pipi Taeyong. "Apa yang dilakukan pasangan yang baru menikah selain pergi honeymoon, sayang?" gelinya.

"H-honeymoon?"

Bisa jelas terlihat wajah anaknya itu merona. Dan itu lucu. "Tenang saja. Kami sudah mempersiapkan semuanya. Kau dan Jaehyun akan pergi besok pagi. Ini adalah hadiah pernikahan dari kami."

"Tapi, pekerjaanku―"

"Sssh! Jangan membantah. Pasangan baru harus menikmati waktu mereka setelah menikah. Dan untuk pekerjaanmu, tentu saja kau harus meninggalkannya beberapa waktu. Jangan khawatir, ibu akan mengurusnya."

Taeyong yang masih kaget hanya mengangguk kaku dan kembali pamit menuju kamarnya untuk istirahat setelah memberi ciuman di pipi dan ucapan selamat malam.

"Semoga kau cepat melupakannya dan mulai mencintai Jaehyun, sayang," lirihnya.


Lelah. Semuanya terasa melelahkan bagi Jaehyun. Hari ini, tak pernah sekalipun ia akan membayangkan melewati hari yang seharusnya menjadi hari paling bahagia dalam hidupnya, dengan segala bentuk kepura-puraan.

Seandainya itu Ten, yang berada bersamanya. Seandainya itu Ten yang tangannya ia genggam dan ia perkenalkan sebagai pasangan hidupnya pada semua orang.

"Brengsek."

Jaehyun tak pernah merasa sesakit ini. Tak pernah semuak ini dengan hidupnya.

Tangannya menggenggam erat cincin yang ia beli untuknya dan Ten. Matanya menatap marah cincin lain. yang kini menghiasi jari tangannya. Ingin sekali ia melepas cincin itu dan melemparnya ke sudut lain ruangan itu. Mengatakan bahwa ia tak menginginkan semua ini terjadi, bahwa ia tak pernah menginginkan pernikahan ini, tak pernah menginginkan Taeyong. Ia ingin Ten, hatinya benar-benar berteriak memanggil nama kekasihnya itu agar tetap bersamanya dan bukannya pergi meninggalkannya terluka di sini dan terikat dengan orang yang tak ia inginkan.

"Semuanya memuakkan. Semuanya benar-benar membuatku muak!" Jaehyun menutup kedua wajahnya dengan tangan. Menikmati waktu demi waktu penuh kekosongan. Hatinya terasa kosong, tanpa Ten, Jaehyun tahu jika ia takkan pernah merasa bahagia lagi.

Saat itulah suara pintu terbuka terdengar.

Jaehyun mengangkat wajahnya dan mendapati Taeyong di sana. Diam sambil menggigit bibirnya setelah menutup pintu. Tak yakin untuk melakukan apa.

Lee Taeyong.

Jaehyun benar-benar membenci sosok itu sepenuh hatinya. Ia ingin berteriak pada sosok itu untuk keluar dan enyah dari hadapannya saat itu juga, tapi tentu ia masih waras untuk tak melakukannya. Orang tua mereka masih ada di rumah ini. Ia tak mau merusak semua apa yang telah ia lakukan dari awal. Ia sudah menahan dirinya sejauh ini. Ia sudah berusaha keras untuk berpura-pura hingga saat ini. Dan ia hanya harus menunggu sebentar lagi.

"Aku mau mandi."

Jaehyun tahu Taeyong heran dengan nada dingin dan juga bantingan pintu yang ia buat saat masuk ke kamar mandi.

Tapi Jaehyun tidak peduli.

Ia sudah muak berlaku manis pada sosok yang paling ia benci itu. Dan mendinginkan kepalanya dengan air dinginlah yang ia lakukan selanjutnya. Mulai kembali menyalahkan orang tuanya yang membuatnya harus menjalani kehidupan seperti ini.

Taeyong keluar dari kamar mandi setelah selesai membersihkan dirinya. Ia bisa melihat Jaehyun memunggunginya lagi dengan posisi yang sama saat terakhir kali mereka ada di ruangan itu.

Jujur, Taeyong cukup terkejut saat mendengar nada dingin dari Jaehyun saat suaminya itu bilang ingin mandi, juga bantingan di pintunya tadi. Karena perlakuan Jaehyun padanya selama ini selalu lembut dan manis.

Tapi Taeyong lagi-lagi hanya bisa maklum. Jaehyun pasti lelah. Hari ini berjalan sangat panjang baginya, dan tentu Jaehyun merasakannya juga. Apalagi dengan kelakuannya tadi yang malah mengacaukan suasana. Mengingat itu Taeyong kembali menggigit bibirnya.

Apa jangan-jangan Jaehyun marah karena kelakuannya tadi?

Taeyong membawa langkahnya untuk lebih dekat ke tempat tidur dan naik. Memasukkan tubuhnya dalam balutan selimut yang sama dengan yang dipakai Jaehyun.

"Jaehyun..." ia memanggil pelan. Hanya ingin memastikan jika Jaehyun sudah tidur atau belum.

"Mm?"

Gumaman dari balik punggung itu membuat Taeyong lega sekaligus gugup. Jaehyun belum sepenuhnya tidur.

"A-aku tidak tahu jika kita akan pergi besok pagi," gumam Taeyong pelan. Ia benar-benar tidak tahu apapun sampai tadi ibunya sendiri yang menyuruhnya bersiap. Dan ia berfikir membicarakan hal ini dengan Jaehyun bukan sesuatu yang salah, karena mereka akan pergi bersama. Satu-satunya yang membuat Taeyong tak enak adalah ia takut mengganggu istirahat Jaehyun yang sepertinya sudah sangat lelah dan ingin tidur.

"Kita akan ke Eropa, besok. Tidurlah."

Eropa?

Jadi Jaehyun tahu dengan perjalanan itu.

Mengingat maksud tujuan perjalanan itu yang tadi disebutkan ibunya membuat Taeyong menutup wajahnya dengan selimut. Astaga, kenapa ia malah memikirkan hal yang tidak-tidak di saat begini. Ia sudah menikah. Jaehyun suaminya. Sudah seharusnya mereka melakukannya bukan?

Taeyong tidak tahu tapi entah kenapa ia mulai merindukan sosok itu berada di dekatnya, menggenggam tangannya, memeluknya. Taeyong merasa aneh, karena Jaehyun bahkan ada tak jauh darinya saat ini. Ia berada diujung lain dari tempat tidur yang sama dengannya. Dan yang ia lakukan saat ini adalah memandangi punggungnya.

"Baiklah. S-selamat tidur, Jaehyun."

Taeyong mengharapkan sebuah balasan, tapi Jaehyun tak membalasnya. Hanya punggung dinginnya yang Taeyong lihat sebelum memejamkan mata.


Taeyong merasakan sesuatu yang hangat menyelimuti tubuhnya saat ia membuka mata, dan yang pertama kali ia lihat adalah wajah Jaehyun yang berada begitu dekat dengan wajahnya. Ia sama sekali tak tahu bagaimana ia bisa berakhir dengan posisi seperti ini, berada dalam pelukan Jaehyun. Ini seperti mimpi.

"Sayang, kalian harus bersiap untuk segera pergi ke bandara."

Taeyong mengerjap saat mendapati ibu mertuanya berada di sisi lain ranjang. Sebuah senyum geli terpasang di wajahnya.

Taeyong segera bangkit dan gerakan tiba-tibanya itu membuat Jaehyun terbangun dari tidurnya dan menguap. "Selamat pagi, baby," sapanya sambil menarik tubuh Taeyong kembali dalam pelukannya.

Sebuah tawa lolos dari nyonya Jung yang menyaksikan itu. "Kalian bisa melanjutkannya nanti di sana. Ayo bangun, kalian berdua harus bersiap untuk berangkat."

Taeyong tersenyum meski bingung masih menguasai dirinya. Berusaha bangkit tapi Jaehyun memeluk perutnya dan tak membiarkannya pergi. "Jaehyun..."

"Kau boleh pergi setelah memberikanku ciuman selamat pagi, baby."

Taeyong merona. Dengan panik ia menatap ibu mertuanya yang hanya mengangkat kedua alisnya, terhibur dengan pemandangan di depannya.

Taeyong menundukkan wajahnya, dengan ragu membuat sebuah kecupan kecil di pucuk kepala Jaehyun dan berlari secepat kilat menuju kamar mandi. Tak memperdulikan Jaehyun yang meminta ciuman ditempat lain dan suara tawa kecil ibu mertuanya.

Astaga. Kenapa memalukan sekali?

Tapi mengingat hal tadi, Taeyong jadi tersenyum. Berfikiran jika perilaku Jaehyun yang berubah semalam pasti hanya perasaannya saja. Karena Jaehyun masih sama seperti Jaehyun yang sebelumnya. Manis, hangat dan senang menggodanya.

Taeyong hanya tak tahu jika Jaehyun sudah terbangun sebelumnya dan sengaja memeluk dirinya saat tidur sebelum ibunya datang, agar tak ada yang curiga. Dan kini sedang terdiam dengan ekspresi datar, memandang sosoknya sendiri di cermin. Sebelum menyeringai.

Karena hari ini akhirnya datang. Hari dimana ia bisa secara leluasa mengungkapkan kebenciannya pada Taeyong dan membuat hidupnya menderita.

"Persiapkan dirimu, baby."


"Nikmati perjalananmu, sayang."

"Bersenang-senanglah."

"Aku pergi."

Taeyong bergantian memeluk orang tuanya, juga ayah dan ibu mertuanya sebelum kembali pada Jaehyun yang langsung merangkulnya.

Setelah melambai untuk yang terakhir kali. Keduanya pergi dari sana dan menuju gerbang penerbangan yang akan membawa mereka ke tempat tujuan.

Dan saat sosok para orang tua tak terlihat, seketika juga Jaehyun melepaskan genggaman tangannya. Membuat Taeyong kebingungan dengan apa yang salah.

"Jaehyun―"

"Diam," potongnya dingin.

Jaehyun tak berbicara apapun padanya selama sisa perjalanan.


TBC


Balasan Review yang tidak login

lovejaeyong1401: Maaf ya Taeyongnya dibuat menderita untuk keperluan cerita :(

nmk0511: Ditunggu lanjutan ceitanya ya. Sama kok gatahan Taeyong disakitin kelamaan :(

tiwai: Sudah dilanjut maaf lama ya

seolhanna97: Makasih udah suka ya. Sudah dilanjut ;)

Amune: Jaehyun benci Taeyong karena ngerasa Taeyong yang membuat hidupnya menderita. Sudah dilanjut maaf updatenya gabisa kilat ya :(

Tamu: Ini sudah dilanjut, dibaca dong. Ehe. Taeyong belum disiksa kok di chapter ini :')

Shim Yeonhae: Yup, Johnny. Mari doakan Jaehyunnya cepet sadar :')

Guest : Taeyong memang ga tau apa-apa, tapi Jaheyun malah benci dia. Taeyongnya disakitin tapi kuat kok :')

Makasih yang sudah menyempatkan waktu untuk review. Ditunggu review untuk chapter ini