A Vampfiction Inspired by:

Celtic Traditional Myth of 'Leanan Sidhe' and 'Dearg Due'

Unkindness Of Ravens - 'Leanen Sidhe'

And other mystical 'thingy' I'll mention later

Disclaimer: Each name mentioned in this fiction is owned by the rightful person who belongs to God, themselves, and their family. I own nothing except the unrequited-love feelings toward Kim Taehyung.

Genre: Supernatural, Romance

Starring :

Jeon Jungkook

Kim Taehyung

Jung Hoseok

Kim Namjoon

Kim Seokjin

Park Jimin

Min Yoongi

(Other casts menyusul)

Note!

Human!Taehyung x Vampire!Jungkook

Rated: M (for the sins 'they' love to commit)

WARNING!

Vampire!Jungkook, Dominant!Jungkook, Dominant!Taehyung.

Wait! Both are dominants? YES!

How come? Check it by yourself

I've warned y'all

.

.

"Leanan Sidhe"

Part I: Prologue

Jeon Jungkook tidak pernah merasa begitu menginginkan sesuatu sepanjang ratusan-kali-ulang-tahun-ke-dua-puluh hidupnya. Benar-benar tidak menginginkan apapun melebihi stuffed animal tokoh kartun kesukaan yang mulai ia tonton sejak beberapa tahun yang lalu; Pororo. Bahkan 'kakaknya', Park Jimin yang bercinta terang-terangan di depannya bersama sang kekasih, Min Yoongi, sama sekali tidak membuatnya iri. Apalagi kelakuan pasangan sehidup-semati, Kim Namjoon dan Kim Seokjin yang selalu membuat dapur berantakan setiap pagi, Jungkook sama sekali tidak berminat. Bahkan 'pengasuh' mereka, Jung Hoseok mati-matian mewanti Jungkook agar dia mulai mencari passion, hal yang disukainya, seorang kekasih, atau apapun itu.

"Kau saja sendirian, kenapa aku harus mencari seseorang?"

Jawaban final yang selalu meluncur dari mulut Jungkook disertai decihan jijik atau umpatan kasar. Kalau saja Hoseok tidak mengingat bahwa Jungkook adalah kerabat dari orang yang dicintainya berabad yang lalu, mana sudi dia 'menampung' pemuda arogan itu.

Jeon Jungkook, terlihat seperti pemuda normal pada umumnya. Kedua iris kembarnya berwarna sekelam malam, senada dengan rambutnya yang sewarna jelaga, namun akan terlihat bias maroon saat terkena sinar matahari. Kulitnya selembut susu, menguarkan aroma vanilla dan musim semi. Sebuah kesalahan paling sempurna yang pernah tercipta.

Bahkan 'sempurna' bukanlah kata yang cukup pantas untuk menggambarkan keindahannya.

"Habis berburu?" ucap sosok beriris russet membukakan pintu saat Jeon Jungkook melangkah memasuki pekarangan rumahnya. Ia menghela nafas berat sembari mengacak surai sewarna cherry red-nya saat Jungkook hanya menatapnya sekilas saat berjalan melewatinya.

"Sopanlah sedikit dengan hyung-mu." kali ini sosok berkulit tan berdiri tepat di hadapan Jungkook ketika ia memasuki ruang tengah. Kedua tangannya mencengkram kuat lengan Jungkook, membuatnya berdecih kesal.

"Menyingkir, brengsek!" umpatnya kasar. Wajahnya terlihat datar namun kilat kebencian jelas terpancar dari sepasang night black yang terpatri indah di kedua bola matanya. "Kau tidak perlu sok mengurusiku, Jimin. Kau bebas bercinta dengan Min Yoongi dan mengabaikanku. Begitu akan lebih ba -"

'bughh!'

"Jaga bicaramu, bocah." kali ini pemuda berkulit pucat, Min Yoongi yang berucap kesal. Tangannya masih mengepal setelah melayangkan pukulan keras ke rahang Jungkook yang masih memasang poker face.

Dia tidak bergeming. Bahkan pukulan Yoongi sama sekali tidak meninggalkan bekas.

"Berhenti membuat keributan, kita tidak berkumpul untuk saling bertengkar." sosok berwajah malaikat bangkit dari kursinya. Rambut garnet-nya disisir rapi ke belakang. Walau wajahnya terlihat tenang, matanya jelas berkilat menahan amarah.

Sementara itu sosok lain berdiri menghampiri pemuda yang masih setia berdiri di dekat pintu, lengan kecoklatannya luwes memeluk pinggang dan menuntunnya menuju ruang tengah, tempat Jungkook dan yang lainnya kini berkumpul.

"Aku khawatir padanya, Namjoon." gumam sosok yang tadi berdiri di pintu. Matanya terpejam beberapa saat; ia sedang berusaha menenangkan dirinya sendiri.

"Seokjin hyung…" Namjoon menjeda kalimatnya. "Kau mengkhawatirkan aroma lain di tubuh Jungkook, atau mengkhawatirkan konsekuensi yang akan dia dapatkan."

Seokjin menghela nafas, menghentikan langkahnya saat tiba di ruang tengah, tempat Jungkook masih dicengkram oleh Jimin. Di sebelah Jimin, Yoongi menatap nyalang pemuda bersurai eboni yang beberapa saat lalu dihantamnya. Sementara itu, pria berambut garnet, Jung Hoseok mencekal pergelangan Yoongi, mencegahnya agar tidak melakukan hal tak berguna.

Ingatan Jin kembali ke beberapa saat lalu dimana semua penghuni rumah ini serentak keluar dari kamarnya saat mencium bau anyir yang bercampur dengan aroma vanilla Jungkook. Biasanya, seanyir apapun aroma yang terhirup di malam 'berburu' tidak akan menjadi masalah karena semua pasti sudah terbiasa dengan aroma darah 'makanan' mereka.

Yang menjadi masalah adalah, bau anyir kali ini berasal dari Jeon Jungkook.

Bau darah Jeon Jungkook.

Aroma yang tercium bahkan dari jarak satu mil

"Dua-duanya." bisik Seokjin lirih. Walau begitu, semua yang disana bisa mendengarnya.

"Jungkook, jawab aku." Hoseok menatap tajam yang termuda. Bagaimanapun, dia adalah 'yang paling tua'. Apapun yang terjadi adalah tanggung jawabnya. "Kau dari mana?"

"Berburu." gumam Jungkook singkat.

"Berburu atau diburu."

Jungkook memutar bola matanya mendengar kalimat bernada menggantung yang diucapkan Min Yoongi. Tangan pucat Yoongi menyentak sweater abu-abu Jungkook hingga sobek, membuat tubuh bagian atas yang lebih muda terekspos.

Seokjin meremas lengan Namjoon, berusaha menahan dirinya sendiri agar tidak menghajar pemuda Jeon yang masih saja berdiri dengan segala kesombongan yang dimilikinya.

"Kau gila! Apa yang barusan kau lakukan?" Nada bicara Namjoon naik saat melihat bercak-bercak kemerahan di tubuh Jungkook. Ia menggertakkan giginya menahan geraman yang siap meluncur dari bibirnya.

"Jeon Jungkook." Jimin memperingatkan agar 'adiknya' lekas menjawab. Bagaimanapun dia juga sudah tidak tahan untuk 'hanya sekedar bertanya'.

"Oke." yang sedang 'dihakimi' melepas tangan pemuda bersurai reddish auburn yang sedari tadi mencengkramnya kuat. "Aku baru saja berburu, niatnya begitu."

Suasa tegang sangat terasa saat Jungkook menjeda ucapannya begitu lama. Hoseok bahkan hampir kembali bertanya, namun Jungkook buru-buru melanjutkan ucapannya.

"Aku bertemu seseorang dan melakukan hal menyenangkan. That's all."

Dan tanpa diduga, Jung Hoseok maju satu langkah, tangannya terkepal kemudian melayang kuat menghantam wajah Jungkook hingga ia terjungkal. Merasa belum cukup, ia menendang perut Jungkook yang tursungkur tanpa perlawanan. Bukan hanya sekali-dua kali, Hoseok melakukannya hingga pemuda Jeon mengeram kesakitan. Sudut bibirnya berdarah.

"Kau tahu, Jeon. Selama ini aku sudah sangat bersabar dengan segala kelakuan barbar-mu." Jung Hoseok menatap nyalang pemuda yang meringkuk di bawah kakinya. "Berburu hampir setiap malam, padahal kau tidak begitu membutuhkannya. Bertingkah arogan kepada hyung-mu yang juga sudah berusaha keras agar tidak menghajarmu, kau pikir selamanya aku akan diam?"

Jungkook terkekeh meremehkan. Membuat raut simpati di wajah Soekjin seketika berubah. Ia mengertakkan giginya, bola matanya bergetar saat berusaha meredam amarah.

"Kau… yang kau lakukan kali ini benar-benar keterlaluan."

Jungkook terbahak.

Jimin dengan cekatan mencekal pergelangan Yoongi agar dia tidak ikut-ikutan 'menghukum' Jungkook.

Dengan susah payah, pemuda Jeon menyingkirkan kaki Hoseok dari atas perutnya. Ia berdiri terhuyung, lalu meludahkan cairan merah yang memenuhi mulutnya sejak tadi.

"I am." gumamnya tanpa penyangkalan. "I might be a disgrace, but I have no regrets. Stop babysitting me… Berhenti mengatur hidupku.. ohh! Aku bahkan ragu apakah kita masih bisa dikatakan 'hidup'."

Namjoon sudah tak tahan lagi, ia bergerak cepat mencekik leher penuh bercak menjijikkan itu. Jungkook kembali tertawa, walau begitu, matanya menyiratkan luka.

"Kau memiliki Seokjin, kau tidak akan mengerti."

Namjoon tercekat.

"Jimin memiliki Yoongi. Hoseok, kau setidaknya pernah memiliki seseorang…" kalimatnya menggantung, kepala bersurai coal yang sedari tadi mendongak sombong, kini menunduk. Bahunya bergetar menahan tawa yang akan kembali pecah.

"I am a disgrace to our kind.. I know that." Ia kembali bergumam.

"Kook…" lengan Seokjin terulur membelai kepala Jungkook. Entah sejak kapan ia berada di sana.

"Bodoh." gumam Namjoon melepaskan leher Jungkook. Ia memilih mundur beberapa langkah, menjauhkan Jungkook dari jangkauannya sendiri.

"Kau bilang aku harus pergi keluar rumah, berinteraksi dengan 'teman-teman' yang bahkan aku tak punya satu pun. Katakan…" Jungkook mendongak, menatap hyung-nya satu per satu. "Katakan padaku, berapa lama lagi aku harus melakukan ini? Katakan kenapa aku menjadi seperti ini. Kenapa harus aku?"

Semua diam menatap mata Jungkook yang berkaca-kaca dengan bibir yang tersenyum lebar. Ia terkekeh.

"Kenapa aku bertahan sementara satu-satunya orang yang kupunya saat itu hancur begitu saja di depan mataku? Kenapa aku tidak bisa membawanya bersamaku?"

Tawanya kian menjadi, bersamaan dengan air mata yang mulai turun membasahi pipinya tanpa bisa dikendalikan.

"Aku lelah hyung, sungguh. Slightly broken is what I need to remind me that I am still alive."

"Kau selalu bisa membagi bebanmu dengan kami, Kook." Jimin berucap, mengusap pipi Jungkook dengan sentuhan yang kelewat lembut, seolah pemuda di hadapannya kini adalah gelas kaca yang bisa pecah kapan saja.

"Ada beberapa hal yang tidak bisa kubagi denganmu atau yang lainnya, kau tahu itu."

"Kau melukai dirimu sendiri, Jungkook. Dan kau baru saja menjadi..."

"A stigma? Sebuah noda di keluarga kita yang 'bersih'. benar?" ia kembali terbahak usai menyambar kalimat menggantung Yoongi. Jungkook benar-benar terlihat kacau. Sungguh tidak ada satupun dari mereka yang bisa memahami jalan pikiran Jungkook.

"Aku hanya sedang menginginkan sesuatu…"

Mereka bilang kesedihan yang berlebihan adalah tawa, dan kebahagiaan yang berlebihan adalah tangisan*. Dan Jungkook sedang tertawa dalam tangisnya…

Jeon Jungkook tidak pernah merasa begitu menginginkan sesuatu sepanjang ratusan-kali-ulang-tahun-ke-dua-puluh hidupnya.. Benar-benar tidak menginginkan apapun sampai mata midnight black-nya bertatapan dengan bias kecoklatan mata pemuda itu…

.

.

Next Part: Stigma

.

.

(*) kesedihan yang berlebihan adalah tawa, dan kebahagiaan yang berlebihan adalah tangisan - terjemahan dari quote dari William Blake, "Excessive sorrow laughs. Excessive joy weeps."

Author's Note:

Leanan Sidhe: secara literal berarti Very Sweetheart, bagi Aos Si atau people of the Barrows adalah sosok wanita yang sangat cantik dan memukau. Biasanya kecantikannya membuat para pelukis terobsesi untuk menciptakan lukisan yang seindah leanan sidhe, namun hal itu tidak mungkin sehingga para pelukis (atau siapapun yang terperangkap dalam pesonanya) akan mulai terobsesi dan menjadi tergila-gila sebelum akhirnya mati dalam delusi dan obsesi mereka. Leanan Sidhe, pada mitologi aslinya digambarkan sebagai sosok yang bergonta-ganti pasangan dan suka menggoda pria.

Dearg Due: adalah bahasa Gaelic yang artinya Red Blood Sucker. Seperti namanya, makhluk ini konon dulunya adalah gadis cantik yang begitu dipuja oleh banyak pemuda di daerahnya, dan seperti gadis muda pada umumnya, dia mulai jatuh cinta. Namun ayahnya menikahkan gadis itu dengan seorang pria kaya raya yang jauh lebih tua darinya. Setelah menikah, dia dikurung di dalam sebuah ruangan, diisolasi dari dunia luar. Karena tidak tahan dengan kondisinya yang diperlakukan seperti tahanan, dia akhirnya bunuh diri. Malam setelah pemakamannya, dia bangkit dari kubur dan berubah menjadi makhluk penghisap darah demi membalaskan dendam atas rasa sakit yang dirasakannya. Ayah dan suaminya adalah yang pertama menjadi korban Dearg Due. Setelahnya, konon Dearg Due mengincar anak-anak dan mereka yang masih polos, termasuk para pemuda sebagai korban. Dia akan memancing mereka dengan tangisan ataupun nyanyiannya agar mereka mendatangi makamnya, dan disanalah Dearg Due akan menghisap darah mangsanya hingga tewas.

.

Note lagi.

Vampire AU di sini bukanlah vampir dengan tubuh dingin dan membeku, tanpa darah seperti pada kebanyakan universe yang pernah Tiger temukan di kebanyakan fanfiction (probably ff tersebut banyak dipengaruhi oleh Twilight Saga).

Tiger 'menciptakan' vampire di sini sebagai sosok berdarah yang memiliki 'kelebihan' tertentu, membutuhkan darah untuk bertahan hidup dan lain sebagainya. Ini terinspirasi dari sosok Vrykokolas, vampire dari Yunani yang sangat mirip dengan manusia, bisa berjalan dengan bebas di bawah sinar matahari, namun tidak sampai tengah hari. Mereka butuh darah untuk bertahan hidup, namun bisa memakan makanan manusia. Ada juga Strigoii, makhluk abadi dari Romania (penghisap darah) yang fisiknya tidak bisa dibedakan dengan manusa normal pada umumnya. Keudanya tidak memiliki bayangan.

Tiger nemu juga teori tentang vampir yang mengatakan mereka mulanya adalah bayangan yang menarik manusia ke dalamnya dan menghisap darahnya. Dengan begitu, mereka berubah menjadi gumpalan darah. Semakin banyak mengkonsumsi darah, wujud mereka akan semakin menyerupai manusia (atau makhluk apapun yang mereka ingin tiru bentuknya). Bahkan disini vampir disebut 'sekantong darah tanpa wujud', nah, yang ini Tiger lupa sumbernya, nanti kalau ketemu Tiger cantumkan ya.

Nantinya, readers akan tahu kenapa Tiger memberi judul Leanan Sidhe dan membawa-bawa Dearg Due.

Jadi… jangan lupa baca Sweet Lie, The Boy who Wears White Briefs dan The Role-player dan tinggalkan reviews dan saran.

#digetok

Maksud Tiger,

.

.

Jadi… lanjut atau delete?

Review please….

.

.

Ohh iya, kalau lanjut, ff ini ga bisa update secepat Sweet Lie.