.

.

.

Enjoy

.

.

.


~サスケはナルトへ~

Si Naruto dobe-senpai itu jenis orang yang suka menepati perkataannya, ya?

Perlu bukti?

Tentu saja ada buktinya.

Dulu sewaktu Naruto berkata 'Kau tidak akan kulepaskan dengan mudah', dia terus mengekori Sasuke kemana pun. Lalu sekarang? Setelah mengatakan 'Aku pastikan kami menjauh dari hidup tenangmu selamanya.' Dobe sialan itu benar-benar seperti menghilang dari kehidupan Sasuke. Kalau seperti ini,

Apanya yang membuat Sasuke tenang?

Rasanya pensil pun bisa dipatahkan Sasuke dengan mudah karena merasa sangat kesal.

Ketenangan Sasuke menghilang, menguap. Itu terjadi sejak bertemu Naruto. Tapi, Sasuke sudah terbiasa dan mulai menyukai hidupnya yang ramai jika bersama Naruto.

Sudah hampir seminggu lamanya mereka tidak bertemu. Sebenarnya mereka sempat bertukar pandangan sekali saat di lingkungan sekolah.

Lebih tepatnya di gerbang sekolah. Saat itu, Sasuke meminta ijin sebentar pada sensei untuk menemui Itachi di gerbang sekolah yang datang menitipkan kunci rumah, sebab untuk sementara waktu keluarganya akan keluar kota, urusan pekerjaan. Ketika Sasuke masih mencari keberadaan Itachi, matanya menangkap keberadaan Naruto yang sedang berdiri dekat pintu gerbang.

Naruto tidak menyadari keberadaannya. Jadi, Sasuke buru-buru melangkahkan kaki untuk mendekat kearah Naruto. Tapi,

Sepertinya Naruto itu dikehidupan lampaunya adalah kelelawar, bisa mendengar langkah kaki Sasuke.

Belum sampai tiga meter jaraknya, Naruto sudah sadar terlebih dahulu. Iris biru itu membola, sebelum akhirnya berlari menaiki sebuah mobil dan meninggalkan Sasuke yang speechless dengan kelakuan pemuda itu.

Jangan tanya, Sasuke sudah mengunjungi asrama tempat tinggal Naruto dan pemiliknya mengatakan Naruto memang menyewakan tempat itu, tapi demi jashin! Naruto jarang menginap ditempat itu. Lalu buat apa disewa, coba? Tempat kerja Naruto juga sudah dikunjungi, tapi teman kerja Naruto mengatakan Naruto sedang cuti sementara.

Seandainya kaos kaki-chan bisa bicara, peliharan Naruto itu pasti sudah diinterogasi habis-habisan oleh Sasuke untuk menanyakan tentang keberadaan Naruto.

Sialan!

Tunggu saja. Kalau bertemu, satu atau dua pukulan keras akan Sasuke berikan secara gratis di kepala pirangnya itu, yang berani-beraninya menghilang begitu saja.

~サスケはナルトへ~


.

.

.

Am I Lucky?

Disclaimer :

Naruto, Masashi Kishimoto

Story :

Punya saya, semua karakter dipinjam dari punya om MK

Genre : Humor & Romance,

Rating : T (M for language)

Pairing : NaruSasu (NarutoXSasuke)

Warning : AU, Multi chapters, Mild Language, Typos as always, OOC, Boys Love, Shounen-Ai Naruto X Sasuke, Don't like don't read! Feel free to leave this page if you don't like it. I've warned you already!

Summary : Niat awalnya hanya ingin membantu, tapi siapa sangka pemuda yang ditolong adalah senior yang terkenal sebagai berandalan paling ditakuti? Hidup Sasuke mulai terganggu, si dobe benar-benar tidak melepasnya. Special dedicated for NaruSasu's day. Warning: Shounen Ai, NaruSasu (Naruto X Sasuke), Feel free to leave this page!

.

.

.

Enjoy

.

.

.


~サスケはナルトへ~

Sasuke rasa Naruto adalah orang yang harus bertanggung jawab tentang perubahan hidupnya mulai saat ini. Sebab, untuk pertama kali Sasuke berbicara dan pergi dengan orang asing. Seorang pemuda yang mungkin satu atau dua tahun lebih tua mengunjunginya di sekolah. Tidak tanggung-tanggung meminta ijin pada sensei untuk membawa ketempat yang sebenarnya Sasuke sendiri tidak tahu dimana.

Awalnya Sasuke menolak, tapi hanya bermodalkan kalimat 'Kau tidak ingin bertemu Naruto?' Sasuke langsung mengambil resiko percaya dengan cara mengiyakan dan mengikuti pemuda berambut panjang ini.

Naruto itu orang yang bisa merubah sikap Sasuke.

Dan disinilah Sasuke, disebuah pekarangan luas dengan beberapa bangunan tradisional.

"Naruto ada di taman ujung selatan bangunan ini."

Sasuke mengangguk. Sepertinya pemuda ini tahu apa yang ada di kepala Sasuke dan tanpa membuang waktu ia menuju ke arah yang ditunjuk. Senpai pirang yang dicarinya ternyata sedang duduk disalah satu gazebo taman dengan posisi membelakangi. Di depan Naruto, duduk seorang gadis berambut panjang yang tengah merajut dengan jarak wajah sangat dekat dengan rajutannya. Sasuke berdecak pelan, melihat posisi duduk Naruto dan gadis itu.

Meski terpisah meja, tapi meja itu terlalu kecil sehingga jarak wajah mereka cukup dekat.

Yang menyadari kehadiran Sasuke saat mendekat adalah si gadis dan dengan bahasa isyarat, gadis berkacamata itu meminta Sasuke untuk mendekat. Meski kesal karena bukan Naruto yang pertama menyadari, tapi Sasuke tetap mendekat untuk duduk disamping Naruto dan sepertinya pendengaran tajam Naruto yang biasanya sedang tidak berfungsi, sebab meski sekarang Sasuke duduk di sampingnya, pemuda itu tetap tidak sadar sedang gadis itu tersenyum ramah.

Kekesalan Sasuke terhadap Naruto yang tengah duduk berdua bersama dengan seorang gadis dan tidak menyadari keberadaannya, berangsur-angsur menghilang saat melihat Naruto sedang menatap ke arah sapu tangan yang sangat dikenali, saat langkah kakinya semakin mendekat.

Itu sapu tangan miliknya.

Senyum tipis Sasuke mengembang.

"Dobe... Jika kau melamun seperti itu, bisa-bisa kau dirasuki." Sasuke sedikit berbisik saat berbicara dan sukses mendapat perhatian dari Naruto. Sayangnya bukan seperti yang diharapkan,

Naruto memang berbalik untuk menatapnya, hanya sekilas lalu memilih menatap si gadis dengan tangan menopang dagu. "Hinata-chan... Sekarang bukan hanya melihat, tapi ilusi teme sudah mulai berbicara..."

Rasanya Sasuke ingin sekali memukul kepala pirang yang seenaknya memanggil teme dipertemuan pertama mereka setelah sekian lama. Tapi, membatalkannya sebab ia juga memanggil Naruto dengan dobe tadi.

"Naruto-kun, coba sentuh... Siapa tahu yang di depanmu itu Sasuke-san yang asli?"

Naruto mengangguk, jari telunjuknya terangkat dan menyentuh pipi Sasuke. "Lihat, pipi ini kelihatan nyata seka-..." Beberapa detik kemudian iris biru itu membelalak. "-Sasuke! Kau nyata?!" Suara itu terdengar terkejut dan tak percaya.

Bola mata Sasuke langsung memutar jengah, "Kau pikir aku hantu?" Giliran decakan kesal yang terdengar. "Butuh berapa lama buat kamu sadar kalau aku sudah ada disini dari beberapa menit lalu, huh?!"

Hening sesaat.

"Dari mana kau tahu aku ada disini?" Ekspresi wajah Naruto terlihat bingung.

"Neji-nii yang membawanya..." Itu suara pemuda yang tadi menjemput Sasuke dan entah sejak kapan bersama mereka.

"...Oohhh..." Suara Naruto terdengar seperti berbisik.

"Seminggu ini kau terlihat kacau dan seperti tanpa nyawa lalu terus menerus menyebut Sasuke-san. Jadi, aku dan Neji-nii san memutuskan untuk membawa Sasuke-san kesini." Kali ini giliran gadis yang dipanggil Hinata menjelaskan.

"...Oohhh..." Lagi-lagi Naruto menjawab dengan berbisik.

Lalu, hening kembali terjadi.

Sampai tiba-tiba saja Naruto berdiri hendak berlari. Tapi, secepat itu pula Sasuke menahan pergelanggan tangan tan itu.

"Mau kemana kau, dobe..." Tangan tan itu dicengkram erat, "Mau kabur lagi seperti seorang pecundang?"

"Temeeee! Siapa yang kau sebut pecundang, huh?! Mau ku hajar?!-"

Sasuke tidak mempedulikan ancaman itu dan menatap Naruto dengan tatapan datar khas miliknya. "Kita perlu bicara, dobe..." Nada yang digunakan sengaja dibuat seserius mungkin dan kalau saja Naruto berpaling untuk menatap Sasuke, sudah pasti Naruto akan menyadari senyuman diwajahnya. Sebab, jika kata 'teme' terucap, Naruto yang Sasuke kenal sudah mulai kembali.

Artinya Naruto tidak menghindar lagi.

"-Oke, aku tidak akan kabur, tapi tetap duduk disini dan berbicara denganmu, ttebayo..."

Benarkan dugaan Sasuke? Naruto memilih untuk tidak menghindar. Naruto memang manly.

Pikiran Sasuke sepertinya mulai melantur. Sasuke menggigit bibir bawahnya sekilas.

"Kalau begitu, kami permisi dulu... Silahkan nikmati waktu bersama kalian..."

Ah, hampir saja Sasuke lupa kalau ada orang lain selain dirinya dan Naruto disini.

"Oke, terima kasih kejutannya Neji-nii, Hinata-chan. Sepertinya aku memang butuh berbicara berdua dengan teme ini..." Itu yang Naruto katakan, Sasuke merasa tidak perlu bicara, toh kedua orang di depannya tidak begitu dikenal. Jadi, Sasuke hanya menatap kepergian si Neji yang memapah gadis itu dengan tatapan tidak tertarik.

"Jadi kenapa kau kesini?"

"Jadi kenapa kau tidak ke sekolah?"

Awkward...

Sialan!

Kenapa mereka bisa berbicara bersamaan begini?

Berdehem pun bersamaan. Lalu hening menyelimuti.

"Errr..." Itu Naruto yang bergumam terlebih dahulu. "Apa kau baik-baik saja?" Pandangan mata Naruto lagi-lagi berubah. Seperti masih menyesali kejadian beberapa hari lalu.

"Aku tidak ke sekolah selama dua hari karena seluruh badanku rasanya hancur..." Jawab Sasuke, tidak sepenuhnya benar. Hanya ingin menggoda Naruto terlebih dahulu. Tapi ekspresi yang semakin meredup membuat Sasuke sangat sedikit merasa bersalah. "-Kau terlalu berlebihan, dobe... Pukulan seperti gigitan nyamuk seperti itu tidak akan membunuhku."

Okey! Sasuke berbohong pukulan itu benar-benar menyakitkan hampir saja ia memeriksakan diri ke dokter tulang, buat jaga-jaga kalau-kalau ada tulangnya retak atau mungkin patah. Sasuke jadi berpikir, tulang-tulang Naruto itu sebenarnya terbuat dari apa, sih? Sampai-sampai seperti selalu baik-baik saja meski dihajar habis-habisan, bahkan malah badan itu padat berisi dan sek-...

Abaikan!

Jangan sampai mengatakan seksi!

"Tetap saja aku merasa bersalah..." Ujar Naruto dengan nada pelan. Rupanya ucapan Sasuke tidak cukup untuk memperbaiki mood Naruto. Pemuda itu hanya menatap sekilas kemudian menatap sapu tangan milik Sasuke.

"Dengar, dobe..." Sasuke jadi jengah sendiri dengan rasa bersalah Naruto ini. "Kau terlalu berlebihan memikirkannya. Kamu lihat sendiri kan, aku bahkan bisa datang kesini seorang diri untuk mencarimu."

"Ralat... Kau kesini karena Neji-nii membawamu, ttebayo."

Tsk! Si dobe ini. Sudah bagus Sasuke ingin memperbaiki mood-nya, ini sekarang malah Naruto yang merusak mood Sasuke karena meralat ucapannya dengan hal tidak penting.

"Jadi, kau tidak suka aku kesini?!" Entah kenapa nada Sasuke jadi terdengar kesal.

"Bukan seperti itu... Aku justru sangat senang kau datang kesini-"

Sasuke memalingkan wajah untuk tersenyum karena ucapan Naruto barusan. Senyuman itu tidak ingin diperlihatkan pada Naruto,

"-Aku tahu ini kemungkinan kecil terjadi. Tapi, bagaimana kalau tadi kau dihadang lagi oleh preman-preman brengsek itu?"

Senyum Sasuke mengendur berganti dengan alis bertaut. "Maksudmu?" Jika diperhatikan, kepalan tangan Naruto mengerat di atas meja. Sepertinya Naruto masih merasa kesal dengan preman-preman itu.

"Mereka menghajarmu karena mengincarku!" Kepalan tangannya semakin mengerat, "Bisa saja kau dihajar lagi seperti waktu itu..." Suara Naruto bahkan terdengar parau dan membuat Sasuke menarik nafas dalam.

"Jika tadi dihadang pun, aku tidak akan dihajar dengan mudah-" Ucapan ini sukses mendapat perhatian Naruto. Pemuda itu berbalik dan menatap Sasuke dengan ekspresi kebingungan.

"-Aku tidak akan dihajar, sebab aku akan menyerahkan... Siapa tadi yang membawaku kesini?"

"Maksudmu Neji-nii?"

"Ya, Neji -nii mu... Maksudku, aku akan menyerahkan Neji-nii mu pada para preman itu sebagai ganti. Jadi tentu saja yang akan dihajar itu si Neji-nii mu..."

Sungguh Sasuke tidak menganggap ucapannya sebagai lelucon, tapi Naruto sepertinya menganggap itu benar-benar lucu. Pemuda itu tertawa begitu lepas dan...

Oh, betapa Sasuke menyukai kerutan disekitar matanya saat pemuda bersurai pirang ini saat tertawa.

"Jika Neji-nii mendengarkan, sudah pasti kau sudah diberikan tatapan mautnya...-" Naruto masih saja tertawa dan Sasuke mengangkat bahunya ringan. Tidak begitu peduli dengan reaksi si Neji-nii itu nantinya. "-Lagipula mereka tidak akan berani menghajar Neji-nii..."

Sebelah alis Sasuke terangkat. Tidak mengerti kenapa preman-preman sialan itu tidak bisa menghajar pemuda yang dipanggil 'Neji-nii' oleh Naruto itu. "Kau terlalu bermain teka-teki, dobe... Kenapa kau terkesan menyembunyikan sesuatu dan membuatku bertanya-tanya?" Akhirnya Sasuke memutuskan untuk bertanya dari pada rasa penasaran mengerogoti pikirannya.

"Jadi kau mulai tertarik padaku?" Nada menggoda terdengar.

"Aku bilang, kau membuatku bertanya-tanya bukan aku mulai tertarik padamu." Sasuke mengoreksi ucapan Naruto dengan nada jengah.

"Kau tidak akan bertanya-tanya jika tidak tertarik, teme..." Tsk! Nada menggoda itu masih saja Naruto gunakan.

"Terus saja berteori seenakmu..."

Meski Sasuke masih juga mempertahankan nada jengah, tapi sekali lagi ucapannya membuat Naruto tertawa, meski kali ini hanya tawa kecil.

"Kau selalu saja tidak mau kalah jika beradu pendapat..."

Setelah perkataan itu, mereka berdua diselimuti keheningan. Tidak berapa lama sampai Naruto mengeluarkan sebungkus rokok dari dalam kantung celanannya dan mengambil sepuntung rokok yang kemudian diapitkan ke kedua bibirnya. Sasuke mengernyit karena aksi Naruto itu. Tapi, anehnya Naruto tidak membakar rokok itu, rokok itu dibiarkan begitu saja. Perlahan Sasuke merapatkan kursi duduknya ke arah Naruto lalu meraih rokok itu.

Kedua iris beda warna yang awalnya saling menghindar akhirnya bertemu.

Tangan Sasuke masih memegang rokok yang terapit oleh bibir Naruto. "Katanya kau ingin berhenti merokok karena tidak mau aku meniru hal yang buruk..." Sasuke menggelengkan kepala, tidak menyukai ide Naruto untuk kembali merokok.

Senyum tipis Naruto mengembang, tangan kanannya mengelus kepala Sasuke beberapa kali sebelum akhirnya memegang ujung rokok dan memindahkan rokok itu dari tangan Sasuke ke tangannya.

"Aku memang sudah berhenti. Aku hanya mengapitnya saja. Menghentikan suatu kebiasaan itu lebih berat dari kelihatannya, Sasuke..."

Perasaan Sasuke menghangat. Pertama karena elusan lembut Naruto di kepalanya, kedua karena Naruto menyebut namanya. Sasuke menarik nafas perlahan, berusaha menenangkan debaran jantungnya.

"Jadi, sekarang bisa kau ceritakan sekarang apa yang sebenarnya kau sembunyikan?" Sasuke perlahan menggeser kursinya semakin mendekat ke arah Naruto.

Iris biru itu berkedip beberapa kali karena pertanyaan Sasuke sebelum akhirnya mengalihkan pandangan dan memilih menyadarkan kepala disandaran kursi tempat duduknya.

"Kenapa? Kau tidak menceritakannya padaku karena dimatamu aku orang asing, kan?"

Ah... Mikoto-kaasan, maafkan Sasuke yang menunjukkan sifat merajuknya pada orang lain selain ibu dan kakaknya Itachi.

Naruto hanya memalingkan wajah sekilas untuk menatap Sasuke, sebelum akhirnya kembali menatap langit-langit gazebo, "Bodoh... Pemikiran dari mana itu? Justru karena kamu penting bagiku, aku tidak mau terjadi apa-apa padamu, ttebayo..."

Sialan!

Sasuke tahu Naruto tidak bermaksud menggombal seperti biasanya, tapi karena ucapan itu sangat serius. Satu senyuman tersipu terlepas begitu saja dari kontrol Sasuke.

Damnit! Naruto jangan terlalu lama-lama bersikap gentle dan serius seperti ini, Sasuke bisa semakin terseret oleh rasa sukanya.

Menenangkan pertempuran batinnya, Sasuke memilih berdehem. "Oke... Aku tidak akan memaksa jika kau tidak mau... Tapi, aku penasaran. Gadis berkacamata yang tadi merajut dengan jarak wajah sangat dekat dengan rajutan itu... Hinata-san, kan?-"

Naruto mengangguk.

"-Dia yang tidak ingin kau serahkan pada preman-preman itu?-"

Lagi-lagi pemuda pirang ini hanya mengangguk.

"-Apa hubungannya dia dengan preman-preman itu?"

Sungguh Sasuke sedang serius disini, tapi gagal paham karena Naruto malah terkekeh geli. Apa tadi Sasuke sedang melawak?

"Kalau bertanya seperti itu, sama saja kau ingin tahu apa yang menurutmu aku sembunyikan, teme."

Ah... Benar juga, mungkin karena Sasuke sangat penasaran, jadi pertanyaan itu keluar begitu saja tanpa disaring oleh otaknya.

"Well, kalau begitu terserah kamu mau bercerita atau tidak..." Sasuke memalingkan wajahnya lalu melipat tangan didada.

"Apa kau sedang merajuk?-" Ada tawa kecil diujung kalimat itu.

Sasuke memilih tidak menjawab. Bukan karena kehabisan kata-kata. Lebih kepada tidak mengerti kenapa sampai menunjukkan kesan merajuk seperti ini.

"-Baiklah aku akan menceritakannya...-"

Kalimat itu membuat seluruh perhatian Sasuke beralih pada Naruto.

"-Aku hanya takut kau menjauh dan tidak ingin berteman denganku..."

Senyum sinis Sasuke keluar begitu saja? Teman? Sepertinya Naruto salah paham dengan hubungan mereka. Rasa suka Sasuke bukan seperti kepada seorang teman lagi.

"Aku tidak akan menjauh..." Dalam nada suaranya, Sasuke kedengarannya meyakinkan. Berusaha agar tidak terlalu berpikir dengan kata 'teman'.

"Secara singkat ini berawal dari kehidupanku yang tidak begitu mulus..." Naruto menjeda dengan tarikan nafas dalam. "Orang tuaku meninggal saat aku masih sekolah dasar dan keluarga Hinata-chan mengadopsiku. Jadi sebagai balas budi aku belajar bela diri untuk melindungi Hinata-chan..."

"Kenapa harus melindungi Hinata?" Saking penasaran Sasuke melupakan suffix panggilan untuk Hinata.

"Kau lihat saat Neji-nii memapah Hinata-chan saat berjalan tadi?-"

Sasuke mengangguk membenarkan.

"-Lalu apa kau lihat juga saat Hinata-chan merajut, wajahnya terlampau dekat dengan rajutannya?-"

Lagi-lagi Sasuke mengangguk.

"Hinata-chan itu penderita stargardt..."

"Stargardt? Maksudmu Hinata terkena penyakit yang menyebakan penurunan penglihatan lalu menjadi buta permanen?"

Kali ini giliran Naruto yang mengangguk, membenarkan. "Yup! Turunan genetik makanya Hinata-chan menggunakan kacamata khusus dan melihat sesuatu harus dengan jarak dekat."

"Tapi, Hinata menyadari kedatanganku..." Alis Sasuke bertaut tidak mengerti.

"Kata orang, jika salah satu indera tidak berfungsi, maka indera lain akan lebih tajam dan itu juga terjadi pada Hinata-chan. Dia bisa mendengar langkah orang dari jarak jauh bahkan menghafal langkah-langkah orang terdekatnya."

Benar juga.

"Lalu apa hubungannya kau harus melindungi dari preman-preman itu." Rasanya Sasuke semakin tidak mengerti.

"Biasalah... Ada anak manja dan keras kepala yang menyukai Hinata-chan lalu menggunakan kekerasan dan kekuasaan ayahnya untuk mendapatkan Hinata-chan. Tentu saja sudah kewajibanku untuk melindunginya. Tsk! Aku benci bocah kaya manja seperti itu. Benar-benar brengsek."

"Kau belajar bela diri untuk melindungi Hinata?"

"Kira-kira seperti itu, sebenarnya awal aku belajar bela diri hanya karena hobi. Alasan lainnya karena stargardt itu jadi kami menjaganya dengan spesial." Naruto menjawab dengan nada lebih santai dari sebelumnya.

"Dan itu artinya kau tidak mau melepaskan Hinata begitu saja?" Sebenarnya Sasuke mulai membenci arah pembicaraan ini.

"Tentu saja, ttebayo! Kau pikir orang seperti Hinata-chan pantas dengan pecundang seperti itu? Hinata-chan itu pantas bersama dengan orang yang melindunginya dengan tulus. Orang seperti bajingan itu belum tentu selamanya akan menyayangi Hinata-chan."

"Dan kau melindungi Hinata dengan tulus.-" Meski itu bukan pertanyaan, tapi Naruto menjawab dengan anggukan pasti.

"-Apa kau menyukai Hinata?" Ucapan ini serasa pahit dilidah Sasuke.

"Kalau tidak menyukainya, tidak mungkin aku berbuat sampai sejauh ini. Tapi-..."

"Ternyata kau memang menyukainya, ya?" Suara Sasuke lebih seperti bergumam.

"Astaga!-" Pekik Naruto tiba-tiba memaksa Sasuke yang telah mengalihkan pandangannya berbalik untuk menatap Naruto lagi.

"-Jangan bilang kau cemburu..." Naruto terkekeh, "Jika yang kau kira rasa suka ku untuk memiliki, tentu saja tidak. Hinata-chan itu tunangannya Neji-nii.-"

Sasuke berkedip bingung.

"-Iya, Neji-nii bertunangan dengan Hinata-chan semenjak kecil. Perjodohan keluarga dan mereka memang saling menyukai dari dulu."

"Aku semakin tidak mengerti..." Kini alis Sasuke yang bertaut kebingungan.

Naruto tersenyum tipis, "Jadi. Neji-nii selama hampir enam bulan pergi mengurus cabang perusahaannya di luar kota. Selama itu Hinata-chan dititipkan padaku. Waktu itu kebetulan saat aku bekerja di swalayan, saat Hinata-chan datang mengunjungi dan bocah sialan itu melihat lalu menyukai Hinata-chan kemudian berusaha mengancam dengan kekerasan... Bocah sialan itu tidak mengenal Neji-nii bahkan berpikir aku kekasihnya Hinata-chan."

"Neji-nii mu tidak tahu?"

Naruto menggeleng. "Tidak... Aku tidak ingin memberitahukannya. Neji-nii sangat menyayangi Hinata-chan, bisa-bisa dia meninggalkan bisnis penting itu dan berakibat fatal pada perusahaan. Aku tidak ingin keluarga yang mengadopsiku hidup susah seperti aku waktu dulu."

Hati Sasuke menghangat mendengar penjelasan Naruto. "Hinata tahu kalau kau dipukuli?"

"Hinata-chan juga tidak tahu. Hanya saja kejadian pemukulan saat pertama kali kau menolongku dan yang beberapa hari lalu itu lumayan membuatku sekarat dan diketahui teman-teman disini. Mereka melapor pada Hinata-chan lalu akhirnya Hinata-chan memberitahu orang tuanya dan Neji-nii.-"

Sasuke tersenyum samar. Naruto itu benar-benar baik, terlepas dari pandangan orang-orang yang menganggapnya berandalan.

"-Kau masih ingat losmen tempat tinggalku?"

Sasuke mengangguk.

"-Jika badanku penuh luka atau wajahku lebam, aku biasanya bersembunyi disitu sampai rasa sakitnya hilang baru aku ke rumah ini. Aku tidak mau ketahuan orang disini lalu berakhir merepotkan keluarga ini lagi."

"Pantas saja aku tidak menemukanmu disana!" Sasuke berdecak. Berbuat seolah kesal.

"Kau mencariku?" Ada nada kaget disana dan Sasuke menyukai ekspresi terkejut Naruto. "Aku lebih sering tinggal disini..."

"Aku bahkan sampai mencarimu di swalayan tempatmu bekerja..." Oke Sasuke mulai menikmati akting kesalnya.

"Benarkah? Aku memang meminta ijin beberapa hari..."

"Kau tahu kau membuatku repot... Aku pikir kamu sudah diculik dan ditendang oleh berandalan brengsek itu."

Sukses!

Sasuke sukses membuat Naruto tertawa karena ucapannya.

"Mereka tidak akan mengganggu lagi. Ayah anak itu sebagian besar sahamnya berasal dari perusahaan Neji-nii. Jadi, Neji-nii menggunakan ancaman menarik kembali sahamnya jika anaknya terus mengejar Hinata-chan dan memukuliku, lagi pula mereka tidak akan bisa menculikku, ttebayo!" Kali tawa Naruto terdengar sombong. Tapi Sasuke tidak peduli, baginya asalkan Naruto tidak dihajar habis-habisan seperti kemarin-kemarin lagi.

"Jadi kau bekerja sebagai bodyguard disini?" Pertanyaan dari Sasuke setelah hening meliputi.

"Bisa dibilang begitu... Sebenarnya paman-"

"Paman?" Sasuke menyela ucapan Naruto.

"Loh, aku belum bilang kalau aku, Neji-nii dan Hinata-chan bersaudara, ya?"

Sasuke menggeleng semakin bingung.

"-Kami bertiga ada hubungan darah... Makanya paman dan bibi mengadopsiku sebagai anak mereka. Sebagai balas budi aku menjadi bodyguard keluarga ini." Kali ini Naruto memamerkan barisan gigi putihnya.

"Lalu untuk apa kau bekerja di swalayan? Hidupmu cukup berlimpah kan disini?"

"Tapi tidak selamanya aku bergantung di keluarga ini, Sasuke. Aku bekerja sampingan agar bisa menabung dan mandiri ke depannya."

Sialan!

Penjelasan Naruto membuat Sasuke semakin menyukai pemuda ini.

"Itu juga alasannya kau jarang ke sekolah?"

Pertanyaan Sasuke dijawab oleh Naruto dengan cara menaikkan bahunya. "Yang penting aku tidak sampai melewati batas absen dan dikeluarkan saja. Setelah ini aku akan mulai serius. Sudah kelas akhir..." Lanjut Naruto lagi.

Sasuke menarik nafasnya dalam. "Aku jadi heran kenapa siswa dan para sensei di sekolah kita mencapmu berandalan?"

"Aku tidak peduli. Mereka pada dasarnya percaya dengan apa yang ingin mereka percayai bahkan tanpa mencari tahu terlebih dahulu." Naruto kembali mengapit rokok disela bibirnya. "Toh, sewaktu sekolah menengah pertama aku memang suka berkelahi sampai akhirnya berhenti karena nasehat paman, jadi rumor itu tidak sepenuhnya salah."

"Dan kau memperburuk kabar itu dengan banyaknya tindikan ditelingamu, dobe." Sasuke memutar bola matanya jengah.

"Kan sudah kubilang mereka terlanjur percaya dengan sikap premanku, jadi aku biarkan saja, ttebayo! Lagipula tindikan ini biar aku terlihat keren! Kenapa kau malah jadi menyebalkan lagi?"

"Maaf saja, ya... Sikap menyebalkanku sudah dibawa dari lahir dan apa kau pikir tindikan itu keren? Tidak sama sekali, dobe..."

Sasuke dan Naruto beradu glare sampai akhirnya melepaskan tawa masing-masing.

Rasanya Sasuke merindukan pertengkaran mereka juga.

Dan seperti sebelumnya Naruto yang pertama kali berdehem lalu memalingkan wajahnya. "Teme, hati-hati dengan tawa dan senyumanmu yang seperti itu..." Nada bicara itu jelas sekali seperti ancaman.

"Ada yang salah dengan tawa dan senyumanku?-" Oh tentu saja Sasuke berpura-pura tidak mengerti.

Naruto tidak langsung menjawab dan itu membutuhkan beberapa menit lamanya. Hanya kedua matanya yang berkedip-kedip seolah kehilangan kata-kata.

"-Jadi, kau akan menghindariku lagi seperti waktu di gerbang sekolah?" Tanya Sasuke, memecah keheningan.

Sasuke memang menyukai keheningan. Beda jika bersama Naruto, Sasuke ingin terus berbicara dalam waktu yang lama.

"Memang preman-preman itu tidak akan mengganggumu lagi. Sebenarnya alasan aku terus bersamamu waktu itu agar mereka tidak mendapat cela untuk memukulimu karena mengacaukan rencana mereka. Sialnya aku yang teledor!-" Naruto menarik nafas panjang dan Sasuke tersentuh mengetahui alasan Naruto terus bersamanya di sekolah bahkan sampai mengantar dan menjemputnya pulang. Tentu saja agar Sasuke tetap aman.

"-Tapi, jika aku tidak menghindarimu di sekolah. Reputasimu akan sama buruknya denganku. Lagi pula hampir seluruh penghuni sekolah terkesan tidak menyukaiku." Lanjut Naruto. Nada bicara pemuda ini kembali bersalah.

Apa Naruto diam-diam terpengaruh akan ucapan Sakura sebelumnya?

Sasuke mendesah perlahan. "Tenang saja, aku selalu hidup tanpa terpengaruhi omongan orang. Aku bahkan terbiasa dengan tidak mempedulikan mereka." Sasuke mencoba menghibur Naruto. "Berhentilah menghindar, dobe...Tidak semua orang membencimu... Kalau aku pada awalnya memang menganggapmu menyebalkan dan sedikit membencimu karena sikap menyebalkanmu. Tapi, aku adalah orang yang menerimamu apa adanya dan tidak bisa benar-benar membencimu."

Bibir Naruto mengerucut. "Aku kok kesal ya, mendengarkan kata menyebalkan darimu?" Sedetik kemudian bibir yang mengerucut itu berganti dengan senyuman lebar. "Tapi, terima kasih, teme... Omong-omong sebenarnya dari tadi aku ingin bilang aku merindukanmu, teme-chan~" Dan ucapan itu diakhiri dengan cenggiran bodoh khasnya.

Hampir saja Sasuke tersedak ludah sendiri karena perkataan barusan. Kalau dulu saja Sasuke pasti sudah membalas dengan sindiran atau bersikap tidak peduli. Tapi, semenjak sadar ia jatuh cinta pada Naruto. Omongan cheesy nan murahan seperti ini pun seperti sanggup membuat jantungnya berdetak di luar batas normal.

Yang membuat Sasuke lega adalah jika Naruto mulai menggombal seperti ini, artinya seratus persen Naruto yang Sasuke kenal sudah kembali.

"Kau bicara apa sih, dobe..." Terpaksa kan Sasuke harus memalingkan wajah. Yakinlah kalau tetap menatap Naruto, sudah pasti akan terlihat semburat merah diwajahnya. "Aku tahu kau merindukanku. Lihat saja caramu memandangi sapu tanganku sampai-sampai rasanya ada sinar dari matamu yang bisa membakar sapu tangan itu."

Terkutuklah mulutnya yang terbiasa menyindir!

Buktinya, meski tidak bermaksud menyindir, nada yang barusan digunakan terdengar seperti sindiran. Dengan ekor matanya Sasuke melirik ke arah Naruto. Pemuda itu berdecak karena jawaban Sasuke sebelum akhirnya mengerucutkan bibirnya kesal.

"Jadi kau merindukanku, tidak?" Kali ini Naruto bertanya dengan nada kesal main-main.

Sasuke berdehem, membersihkan tenggorakannya yang tiba-tiba terasa gatal. "Ibuku yang merindukanmu..." Jashin! Sasuke malu berbicara terus terang.

"Hmmmm? Jadi, Mikoto baa-san yang merindukanku?"

Sialan! Apa-apaan ini, kenapa nada suara Naruto seperti meledeknya?

"Te-Tentu saja ibu merindukanmu... Kau kan memakan bento buatannya sampai habis tanpa tersisa. Jangan salah paham, ibu hanya ingin menghabiskan sisa bahan makan di rumah saja.-"

Senyum tipis Naruto mengembang. Sasuke menggigit pipi bagian dalam. Berusaha agar tidak kelihatan menghindari pertanyaan soal merindukan Naruto atau tidak.

"Kaos kaki-chan juga merindukanmu..." Lanjut Sasuke dengan nada mengecil diujung kalimat. Sasuke kuatir. Apa Naruto menyadari ada getaran gugup dinada suaranya?

"Astaga, teme! Aku tidak menyangka kau ternyata mengerti bahasa kucing!"

Mendengar kata-kata itu, Sasuke langsung melempar glare tajam andalannya.

Tapi itu malah membuat Naruto benar-benar tertawa cukup keras. Mata itu membentuk bulan sabit. Belum lagi kerutan di wajah itu semakin terlihat jelas.

Sasuke akan betah memandangi Naruto seperti ini seumur hidupnya.

Tsk! Sekarang malah Sasuke yang terdengar cheesy.

"Ya terserah kalau kau memang tidak merindukanku tapi, aku berterima kasih karena kau ingin berteman denganku."

Berteman?

Lagi-lagi kata teman muncul. Tsk! Berteman darimana? Sasuke bukan ingin berteman dengan Naruto. Si dobe ini seharusnya sadar kalau Sasuke sampai berusaha mencarinya bahkan meninggalkan sikap tidak peduli pada orang lain dan hanya peduli pada Naruto karena,

...Sasuke menyukai Naruto.

Artinya Naruto itu spesial bagi Sasuke.

Kenapa malah Naruto tidak peka, sih?!

Sasuke ingin sekali memukul kepala pemuda yang kini ini menampakan tawa bodoh miliknya.

"Dari awal aku tidak pernah menganggapmu sebagai teman.-" Sasuke menjeda ucapannya untuk menatap Naruto. Ekspresi terkejut tidak bisa disembunyikan, bola mata biru itu melebar. -Tapi, semakin aku mengenalmu, aku merasa aku menyukaimu."

Iris itu membola, tapi kemudian Naruto hanya tersenyum tipis. "Kau menyukaiku, tapi tidak mau mengakui kalau merindukanku. Padahal aku tahu kau bukan tipe orang yang suka mencampuri urusan lain dan jika sampai kau mau terlibat artinya orang itu lumayan penting bagimu, kan?-"

Oh hoo... Sadar juga ternyata si dobe ini.

"-Aku tadinya hanya menggodamu saja. Tapi, karena kau berkata tidak merindukanku, aku mengambil kesimpulan kalau kau hanya sebatas peduli padaku sebab dalam pandanganmu kita sebatas berteman, kan?"

Jadi ceritanya Naruto sedang menguji rasa suka Sasuke yang hanya sebagai teman atau memang menyukai dalam artian ingin memiliki?

Menarik...

"Aku malah berpikir kau selalu bercanda soal aku yang calon kekasihmu itu..." Oke, mari lihat seberapa serius ucapan Naruto selama ini. Hitung-hitung agar Sasuke juga tahu jika dia tidak bertepuk sebelah tangan.

Naruto melirik Sasuke sekilas, "Aku selalu serius soal itu... Tapi karena tidak merespon aku membuatnya seperti lelucon saja.-"

Awwww... Benarkah?

Kamisama, Sasuke ingin menampar diri sendiri sebab merasa lemas karena kata-kata yang dulu sempat dikiranya sebagai lelucon.

"-Kalau saja aku mengatakan jika aku jatuh cinta padamu sejak awal, apa yang akan kau lakukan, teme?" Naruto tersenyum main-main.

"Hmmmmm... Biarkan aku berpikir" Sasuke menjeda, memasang pose berpikir hingga beberapa menit kemudian menyeringgai, "Bagaimana aku kalau bilang aku juga merasakan itu sekarang..."

"Tu-tunggu!" Demi apa Naruto terdengar gugup sendiri? Dan itu membuat Naruto terlihat menggemaskan, "Kau juga merasakannya?"

"Maksudku seandainya..." Sasuke pura-pura meralat, tapi tidak bisa menahan tawanya karena tingkah Naruto ini.

"Oh... Okey..." Ada nada suara kecewa disana, "Lalu bagaimana jika aku bilang, aku jadi ingin menciummu saat melihatmu tertawa seperti ini? Bukankah aku sudah memperingatkanmu sebelumnya, hm?" Nada kecewa berganti nada mengancam.

Sejujurnya kaki Sasuke sedikit bergetar ketakutan sebab dari pancaran matanya, Naruto terkesan tidak main-main. Tapi, demi ubur-ubur! Sasuke itu laki-laki, jadi Sasuke akan meladeni ancaman Naruto.

"Aku pikir..." Sasuke mendekatkan wajah mereka, memperhatikan keseluruhan wajah Naruto yang sangat tampan itu. "Untuk sementara jika kau ingin seperti ini... Aku tidak keberatan." Tangan kanan pucat itu terangkat dan menangkup pipi kiri Naruto, "Aku tidak keberatan sampai kau membuktikan ucapanmu..."

Naruto tertawa tanpa suara, hanya tawa dengan nafasnya yang terdengar. Sasuke menggigit bibir bawahnya cukup keras.

Sial!

Sial!

Sasuke akui dia kalah.

Jantung Sasuke berdetak liar, rasanya seluruh anggota tubuhnya seketika melemas.

Baru saja tangan pucatnya hampir terjatuh, Naruto terlebih dahulu menahan dengan cara menangkup tangan itu dengan tangan kekar miliknya.

"Kau ingin aku membuktikan apa? Kalau soal aku ingin menjadikanmu kekasihku, tentu saja akan kubuktikan.-" Naruto menjeda ucapannya dan semakin mendekatkan wajah mereka, hidung mereka hampir bersentuhan dan itu membuat Sasuke refleks menjauhkan kepalanya.

Sasuke benar-benar gugup. Bahkan matanya berkedip-kedip beberapa kali.

"-Kau terlihat sangat imut jika berkedip seperti ini.-" Kali ini Naruto tertawa dengan mengeluarkan suara. Rasa hangat dari tangan Naruto menghilang, sebab Naruto telah melepas genggamannya dan menjauhkan wajahnya lalu duduk sambil menopang dagunya.

"Mungkin awalnya hanya ingin menggodamu. Karena kau orang pertama yang tidak mempedulikan sikap dan reputasiku sebagai berandalan-"

"Waktu itu aku tidak tahu kalau kau berandalan terkenal satu sekolahan..."

Naruto berdecih mendengar perkataan Sasuke, "Tsk! Tidak perlu meralat ucapanku, teme... Kau ini mau mendengarkan penjelasanku atau tidak?"

Sasuke terkekeh pelan saat Naruto memutar bola matanya, jengah. Namun, siapa sangka Naruto ikut tersenyum lalu menusuk pipi Sasuke denga jari telunjuknya, Sasuke mendelik.

"-Tapi, saat kau tahu aku seorang berandalan dan tekadang menyebalkan..." Sasuke mendelik untuk kedua kalinya, rasanya Sasuke jadi tahu alasan Naruto merasa kesal saat dia menyebutkan Naruto menyebalkan. Sebab sekarang Sasuke sendiri yang merasa kesal saat ia disebut dengan kata itu. "...Aku jadi menyukaimu, sebab kamu manis..." Naruto menyelesaikan ucapannya dengan kekehan geli.

"Dengar, dobe. Apa kau buta? Aku pria, dilihat dari sudut manapun aku tidak manis..." Kali ini giliran Sasuke yang menjawab dengan nada jengah. "Seharusnya kau segera memeriksakan matamu ke dokter spesialis."

"Yeah... Terserahmu lah, teme... Tapi jika kau tanyakan sekarang, aku memang benar-benar jatuh cinta padamu."

Sasuke menutup kedua bibirnya rapat-rapat dan mengigit pipi bagian dalamnya agar senyumannya jangan sampai telihat begitu saja. Ini salah satu alasan yang membuat Sasuke menjadi suka pada Naruto.

Naruto itu...

Jika berbicara, Naruto tidak terlihat ragu dan tidak terkesan tarik ulur. Bukankah itu terlihat manly?

Naruto memang seorang seme-

Sasuke berdecak tanpa sadar.

"Ada apa?" Tanya Naruto dengan nada bingung.

"Tidak ada...-" Tidak mungkin kan Sasuke bilang kalau ia baru saja memikirkan posisi mereka?

"-...Kau bilang kau menyukaiku... Tapi sejujurnya aku ragu kau akan bertahan denganku.-" Lanjut Sasuke mengalihkan pembicaraan.

"Maksudmu?"

"-Kau tahu, mungkin karena aku ini anak bungsu, jadi sebenarnya aku anak manja, keras kepala dan benar-benar tidak bisa bicara tanpa nada ketus." Sasuke menatap Naruto heran saat pemuda itu tertawa karena ucapannya.

"Aku tahu itu dari awal, tapi aku rasa aku bisa maklumi itu. Bisa saja kau yang tidak bisa tahan dengan sikap berandalanku ini." Balas Naruto ringan.

"Kalau dipikir-pikir itu kekurangan kita masing-masing." Sasuke mengangguk membenarkan.

"Tidak ada yang sempurna..."

"Benar. Kekurangan kita untuk dilengkapi orang lain." Sasuke melanjutkan ucapan Naruto.

Hening meliputi.

Sasuke tersadar.

Bukankah ini sama seperti Sasuke mengakui kalau mereka saling melengkapi?

Mana Naruto tersenyum usil pula.

Apa Naruto baru saja menjebaknya?

Sialan!

Ah. Sudahlah berpura-pura pun tidak ada gunanya. Toh dia memang menyukai Naruto.

"Hey, Sasuke..." Panggil Naruto dengan suara rendah miliknya

"Hm?"

"Kau membuatku lemah..."

"Maksudmu?" Sasuke bingung dengan perkataan Naruto

"Apa aku boleh menjadikanmu kekasihku?"

Rasa bingung Sasuke berganti senyum sangat tipis. Ia sangat suka cara Naruto mengatakan cintanya, bukan 'Kau mau menjadi kekasihku?' tapi Naruto lebih memilih berkata 'Apa aku boleh menjadikanmu kekasihku?'. Itu artinya Naruto menghargainya dengan cara meminta ijin.

Sasuke pikir dia benar-benar beruntung disukai oleh Naruto.

"Bagaimana, Sasuke?" Nada kuatir terdengar dari suara Naruto saat pemuda itu sekali lagi bertanya pada Sasuke yang sedikit lama menjawab pertanyaannya. Bahkan pemuda itu beberapa kali membasahi bibirnya sendiri.

"Apa aku terlihat akan menolakmu, Naruto?" Senyuman tulus Sasuke terlepas begitu saja. Sasuke ikut menopang dagunya di atas meja dan mendekatkan wajah mereka. "Tentu saja aku mau, Naruto..."

"Jadi kita sepasang kekasih sekarang?"

"Jika kau ingin jawaban ya. Maka tentu saja ya." Sasuke mendekatkan kepala mereka.

Ada hening sejenak, sebelum akhirnya Naruto tertawa, "Kau membuatku ketakutan sesaat, ttebayo." Naruto ikut mendekatkan kepala mereka.

Entah bagaimana awalnya, yang Sasuke tahu, wajah mereka semakin mendekat. Sangat dekat. Naruto tidak lagi menopang dagunya, tangannya terletak di meja dan tanpa sadar, Sasuke juga ikut tidak menopang dagu. Matanya terpejam begitu saja saat wajah Naruto semakin mendekat. Hembusan nafas Naruto mengenai hidungnya, dengan ragu Sasuke membuka sebelah matanya. Tapi, melihat tatapan tenang Naruto yang rasanya bisa membuat Sasuke meleleh, memaksanya untuk kembali menutup mata.

Cup.

Satu kecupan kilat mendarat sukses dihidung Sasuke.

Beberapa detik setelahnya Sasuke membuka sebelah mata kemudian sebelah matanya lagi. Naruto tersenyum canggung.

Kan, Sasuke jadi ikut canggung. Akhirnya Sasuke memilih memalingkan wajahnya saja.

"Untuk sementara seperti itu dulu..." Kali ini Naruto terkekeh canggung, "Aku tidak ingin membuatmu kabur karena menganggapku tidak sopan."

"Bukankah kau sudah tidak sopan dari awal?" Sasuke menjawab dengan nada sangat ringan.

"Dengar teme..." Nada suara Naruto langsung terdengar jengah, "Kau juga tidak pernah sopan padaku dari awal... Apa begitu cara berbicara pada orang yang baru saja menjadi kekasihmu?"

"Kau juga baru saja memanggilku teme, dobe..." Sasuke melempar tatapan tajam kearah Naruto sedangkan Naruto hanya mencibir.

"Sasuke..." Panggil Naruto setelah selesai mencibir, "Apa kau ingat saat pertama kali bertemu?" Tanya Naruto lagi.

Sasuke mengangguk, "Ya, aku ingat... Itu saat kau dihajar habis-habisan, kan dobe?"

Kali ini giliran Naruto yang melemparkan tatapan tajam. Sasuke terkekeh kecil.

"Bukan itu yang ingin kau ingat, dobe... Aku ingin kau ingat soal aku yang bertanya namamu disapu tangan ini?" Naruto menunjuk sapu tangan pemberian Sasuke saat pertama kali mereka bertemu.

"Ah... Saat kau menanyakan inisal U.S disapu tangan itu?" Kali ini giliran Sasuke yang bertanya.

"Benar!" Naruto menjawab dengan bersemangat. "Setelah itu aku juga bertanya margamu, kan?-" Kali ini pertanyaan Naruto berkesan membutuhkan jawaban berupa persetujuan. Jadi, Sasuke mengangguk kecil.

"-Sekarang margamu bukan lagi Uchiha, tapi Uzumaki Sasuke..." Kalimat itu diakhiri dengan nada yang terlampau bangga.

Sungguh gombolan yang sangat receh.

Sasuke menatap datar.

Naruto berdecih lagi, "Seharusnya kau menunjukan reaksi lain selain menatapku dengan tatapan sedatar penggorengan Hinata-chan, ttebayo!"

Jawaban itu tetap mendapat tatapan datar Sasuke, sebelum akhirnya ia terkekeh pelan dan Naruto pun tersenyum lebar menunjukan kerutan disekitar matanya.

"Setelah pertemuan itu, aku pernah berpikir... Apakah aku beruntung bertemu denganmu? Dan sekarang aku tahu, aku sangat beruntung." Sasuke membuka percakapan terlebih dahulu lagi.

"Aku berpikir aku juga beruntung bertemu dan menjadi kekasihmu." Naruto tertawa kecil setelah menyelesaikan kalimatnya.

Sasuke ikut tersenyum, menyentuh ujung telunjuk Naruto lalu bermain-main dengan telunjuk itu.

"Aku kira kita berdua sangat beruntung."

Jika ada yang bertanya apakah dirinya beruntung bertemu dan bersama Naruto.

Ya, dia akan menjawab.

Aku sangat beruntung.

.

.

.

THE END

.

.

.


Note

Ahaha... Ini apa? Endingnya kurang menggigit ya? Saya kehabisan ide untuk menyelesaikan ending dengan indah... *ikutan recehnya Naru*

Sepertinya ch sebelumnya banyak diprotes karena Sasuke dihajar preman. Ufufu sengaja memang biar kelihatan keren gitu...

Maaf juga kalau fic ini tidak diapdet lama *lirik WMT yang lebih lama tidak diapdet*. Dengan demikian fic ini menyentuh garis finis. Lega rasanya ada saru fic lagi yang tamat. Utamg fic saya jadi berkurang~

Jika ada kesalahan kata dalam cerita dan kekurangan lainnya di fic ini. Mohon dimaklumi..

.

.

.

Q & A

Q : Nikeisha Farras

A : Aww jangan sampai begitu, Naruto ehhh ini NS kan? Jadi Sasuke itu miliknya Naruto~

Q : haha

A : Udah di up lagi plus udah tamat~ Senang rasanya ada yang terpesona karena penggambaran Naruto. Nah, sekarang udah terjawabkan semua tentang Naruto. Entahlah, saya pengen aja Sasuke juga ikut dalam dunia pukul memukul (?).

Q : dianrichszem

A : Sudah dilanjut lagi tapi maap agak lama.

Q : askasufa

A : Nah, akhirnya sudah jadiankan~

Q : Oranyellow-chan

A : Semua mesterinya sudah terjawab di ch ini ^^

Q : no name

A : Ah sankyuu review-nya. Happy new year too *Telat banget ya?* Udah dilanjutan dan tamat di ch ini.

Q : allison bryane

A : Makasih buat kata 'marvelous'-nya pakai di capslock pula... Saya senang sekali~

Q : KJHwang

A : Naru-nya jangan diikat TTATT kan kasihan Sasu-nya makin galau. Sip! Udah lanjut dan tamat ya~

Q : Jluna Yoolie99

A : Yosh! Sankyuu~ Sudah di apdet tapi maap lama ya?

Q : Reina Putri

A : Terima kassiiiiihhhh~ sudah sukaa.. Suke manis-manis tsundere gitu~

Q : sweet dark onyx

A : Di ch ini kelihatan gak kalau Suke yang berusaha mendekati Naru?

Q : shin

A : Terima kassiiiiihhhh~ sudah lanjut dan tamat ^^

Q : kid-4y

A : Nggak sad ending, yua lagi mood buat happy ending~

.

.

.


Special Thanks For Reviewers:

Justaz, Shflyine, Nikeisha Farras, Sapphire Hatsuki Blue, haha, Ido Nakemi, dianrichszem, askasufa, biybuy, guest (1), Oranyellow-chan, eL Donghae, Guest (2), no name, allison bryane, D, KJHwang, Jluna Yoolie99, kiyoo, bellaclaw, narusuuu, Reina Putri, sweet dark onyx, Rini, und, Jia731, shin dan kid-4y.

Ada yang terlewat?

Terima Kasih sekali lagi buat yang sudah me-review, follow dan favorite. Sampai chapter ini tamat~

BANZAI!

Selanjutnya silahkan meninggalkan review ya...

And the least not the last...

Our Ship Doesn't Need A Canon For It To Sail!

See ya...

~09/07/2017~

.

.

Best Regards.

-Yua-