CAST: Kim Jongin, Oh Sehun, Jisoo (actor), Hyekyo.

GENRE: Romance, Fantasy.

Rating: M

REMAKE NOVEL BY TILLY D

SELAMAT MEMBACA ^^

.

.

.

.

.

Aku mengerjap beberapa kali untuk memperjelas penglihatanku. Tubuhku terasa begitu kaku. Aku menggeliat pelan. Samar-samar kudengar suara air shower yang menyala. Kulirik jam dinding, waktu telah menunjukan pukul 9 pagi. Aku bangkit, bersandar di kepala ranjang. Fikiranku melayang kembali mengingat-ngingat kejadian tadi malam. Saat aku kehausan kemudian rasa panas membakar tubuhku, dan Sehun...

Mataku mengerjap takut. Kesadaran mulai memenuhiku. Aku mengusap leherku, mencari-cari luka di sekitar sana. Namun, sama sekali tak kutemukan. Aku melangkah menuju cermin dengan sedikit terhuyung. Kutatap bayangan diriku di sana.

Ya Tuhan...

Apakah ini aku?

Sosok cantik dengan rambut hitam legam, mata merah yang menyala, namun tak ada gigi taring. Rasanya aku benar-benar berbeda. Rambutku bukan hitam! Rambutku berwarna cokelat!

Aku menyentuh jubah yang kukenakan. Jubah ini jelas bukan milik Sehun. Jubah berwarna emas yang begitu panjang menyentuh lantai. Aku menggeleng tak percaya.

Ini tidak mungkin!

Tidak mungkin aku berubah menjadi Dracula!

Aku tidak mau! Batinku terus menjerit.

Aku terus menggeleng seraya terisak pelan. Dengan refleks, kudorong kaca dihadapanku. Tiba-tiba Suara pecahan kaca terdengar begitu nyaring. Aku menutup kedua telingaku. Mataku membelalak ketika melihat cermin dihadapanku menjadi serpihan yang tak berbentuk. Aku menatap kedua tanganku dengan ragu. Aku hanya mendorongnya sedikit, tapi kenapa kaca itu pecah? Aku menatap kedua telapak tanganku kembali dengan pandangan tak percaya. Bibirku sedikit terbuka. Aku terus menggeleng-gelengkan kepalaku.

Tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka, tampak Sehun bertelanjang dada melangkah ke arahku. Ia semakin mendekat. Tangannya terulur menyentuh wajahku dengan pelan. Ia menyunggingkan senyuman terlebih kepada dirinya sendiri.

"Ya Tuhan ... Jongin." Bisiknya seakan tak percaya dengan apa yang ia lihat. Aku hanya menangis terisak. Apa yang ia lihat? Kenapa ia begitu senang? Tak kuhiraukan tatapannya yang menatapku seperti itu. Kutepis tangannya dengan pelan. Kenapa ia melakukannya? Aku ingin hidup normal, aku tak ingin menjadi seorang Dracula. Aku tak ingin!

"Jongin . . ." bisiknya seraya mengusap air mataku. Bibirku bergetar menahan isakkan yang semakin kencang, "Kenapa kau melakukan itu, Sehun? Kenapa?!" Aku mengusap air mataku dengan kasar.

"Jongin ... tidak! Bukan itu maksudku-"

"Kau egois!" Aku mendorong dadanya dengan pelan. Ia memundurkan langkahnya memberiku jalan. Aku melangkah menjauh darinya menuju balkon. Sehun mengekoriku.

"Apa kau marah karena aku tak membalas ucapan cintamu? Apa kau ingin memaksakan semuanya? Benarkah?!" Aku membentaknya. Sehun menatapku dengan pandangan tak percaya. Ia menggeleng dengan tegas. Dengan kasarnya ia mencekal pergelangan tanganku. Aku meringis kesakitan. "Aku menerima jika kau tak membalas perkataanku," geramnya. "Aku hanya mencoba menolongmu! Karena aku tak ingin kehilangan dirimu untuk kedua kalinya, Jongin!" Bentaknya berapi-api.

Iris mata birunya berubah menjadi warna merah yang begitu menyala. Gigi taring miliknya mencuat membuatku bergetar ketakutan. Ia yang semula hanya bertelanjang dada, kini telah berubah menjadi berpakaian lengkap. Lengkap dengan jubah yang biasa ia kenakan. Aura kegelapan mendominasi jubah hitam miliknya. Aku menelan ludahku ketika mata merahnya menatapku dengan tajam. Keningku mengernyit, aku meringis pelan merasakan cekalannya yang semakin mengerat. Ia sama sekali tak melonggarkan cekalannya.

"Dengar, jika memang kau menyebutku egois! Karena memang itu kenyataanya! Aku egois karena aku ingin memilikkimu sepenuhnya." Bentaknya geram,

"Berapa kali aku harus mempertegas bahwa kau milikku?!" Aku terisak, kutundukkan wajahku tak berani menatapnya. Hidupku menjadi sulit akibat bertemu dengannya. Ia benar-benar telah merebut segalanya. Bahkan aku tak tau dimana kedua orang tuaku sekarang. Mereka sudah mati dihabisi oleh para dracula-sialan-itu.

Sehun melepaskan cekalannya. Ia membawaku ke dalam pelukannya. Kedua lengan kekarnya mendekapku tubuhku dengan erat. "Maafkan aku ..." bisiknya dengan lembut. Aku terus terisak tanpa mengatakan apapun. Kehangatan kembali menjalari diriku. Inilah yang aku sukai dari pelukannya, ia selalu bisa menenangkanku. "Se-hun .. " lirihku.

"Katakan padaku," pintanya tak sabar.

"A-apa yang harus kulakukan sekarang?" Isakku. Aku membalas pelukannya dengan erat.

"Aku tak ingin melakukannya, tapi aku terpaksa." Sehun mengecup kedua mataku. Aku mendongak menatap kedua matanya yang berangsur-angsur berubah. "Aku hanya mencoba menyelamatkanmu .." ia mengusap pipiku dengan lembut.

"Apakah tak ada cara lain?"

"Tak ada, racun itu larut beberapa detik setelah kau meminumnya. Tubuhmu tak dapat menolak." Sehun menggelengkan kepalanya. Ia menghela napas, "Aku mencintaimu, Jongin..." Ia mengecup bibirku cukup lama. Aku memejamkan mataku menikmati bibirnya yang begitu lembut. "Kau banyak menyelamatkanku, benarkah?" Aku bergumam dengan serak.

Ia mengerutkan keningnya. Sehun terkekeh pelan. Ia mencondongkan wajahnya, mengecup keningku, kemudian mengusap rambutku dengan sayang. "Kau menyelamatkanku dari kebakaran itu, kau menyelamatkanku dari racun itu, kau juga menyelamatkanku, ketika aku hampir mematahkan seluruh tulangku karena terjatuh dari tangga." Jelasku seraya menatap matanya.

"Aku melakukan semuanya karena aku mencintaimu, aku tak ingin kehilanganmu. Jika kau mati, maka aku pun mati." Sekali lagi, Sehun membawaku ke dalam pelukannya.

HUNKAI SEKAI SEJONG

Aku menatap hidangan sarapan pagi yang disediakan para pelayan disini. Mataku menatap lapar sajian di atas meja makan. Tanganku mulai meraih sendok dan garpu. Seorang pelayan menyodorkan nasi dan ikan tuna ke arahku dengan sopan. Kulirik Hyekyo dan Sehun yang hanya diam menatapku. Aku kembali mengalihkan pandanganku pada makanan lezat di hadapanku. Ikan tuna yang telah dimasak dengan matang dan nasi yang telah dilumuri kari, entah kari apa. Yang jelas aku sangat lapar.

Aku mulai memotong ikan tuna dengan perlahan, menyendoknya, kemudian memasukkannya ke dalam mulutku. Semula lidahku begitu menikmati, namun ketika ikan tuna itu telah melewati kerongkonganku, aku merasakan mual yang luar biasa. Aku terbatuk-batuk menahan sakit di leherku. Rasanya terasa aneh, mungkin menjijikkan. Ikan tuna yang menggoda lidahku, namun sangat menyakitkan bagi tenggorokanku. Aku menegak air di hadapanku.

Lagi, aku kembali terbatuk-batuk. Kutatap segelas air yang berada di tanganku. Air itu tampak begitu jernih. Tak ada apapun di dalam sana, tapi kenapa aku begitu tersiksa? "Kau baik-baik saja?" tanya Sehun khawatir. Aku menggeleng pelan, "Aku baik-baik saja. Tolong jauhkan seluruh makanan itu dariku." Aku masih mengusap tenggorokanku yang mati rasa.

"Pelayan! Buang semua makanan ini!" Sehun berteriak dengan lantang. Beberapa pelayan datang menghampiri kami. Mereka membawa seluruh makanan di atas meja. Hyekyo berdeham, "Kau tak akan bisa memakan makanan itu, Jongin."

Aku menatapnya, "Kenapa?"

"Kau telah berubah, Ssayang ... kau bukan manusia lagi."

Aku menatapnya dengan terkejut. Itu berarti, aku akan memakan apapun yang dimakan oleh Sehun? Terutama darah? "Sehun akan mengajarkanmu." Hyekyo melirik ke arah Sehun. Lalu ia menghilang begitu saja. Sehun mengangkat bahu ke arahku. Aku hanya menatapnya dengan kening berkerut. "Aku rasa kau harus banyak belajar padaku, Jongin." Ia menggerling nakal ke arahku.

Aku hanya menatapnya seraya menegak salivaku. "Ayo, kita harus memulainya." Ia meraih tanganku ke dalam genggamannya. Sehun membawaku ke sebuah danau. Danau yang begitu indah. Fikiranku kembali melayang, ah ... bukankah ini danau yang waktu itu kukunjungi? Aku hampir saja lupa. "Kemana kita akan pergi?" tanyaku.

"Hutan," ucapnya seraya melangkah lebih dulu,

"Aku akan menunjukkan sesuatu padamu."

"Ayolah..." Ia meraih tanganku ke dalam genggamannya.

Tak terasa kami telah sampai di tengah hutan. Sehun membawaku ke sebuah air terjun. Air terjun yang benar-benar panjang. Aku menatapnya dengan kagum. Aku melangkah mendekat, tanganku terulur menyentuh rintikkan air yang begitu dingin. "Apa kau ingin membuka jubahmu?" Sehun tampak membuka jubah miliknya. Ia melemparnya sembarang. "Te-tentu..." Aku tergagap, kemudian melepas jubah emas milikku.

"Apa yang akan kita lakukan di sini?" tanyaku pelan. Mataku menatap ke arah air terjun.

"Aku hanya ingin menunjukkan ini, kukira kau akan menyukainya." Sehun menyandarkan kepalanya di pohon. Aku mengangguk mengerti. "Memang sangat indah, aku menyukainya." Bibirku mengulas senyum. Ia bangkit menepuk pantatnya. Aku menatap Sehun dengan kening berkerut. Ia membuka satu per-satu pakaiannya. Bibirku terbuka. "Apa yang akan kau lakukan?" cicitku.

"Aku butuh berendam. Air terjun ini suci." Ia masih melepaskan satu per-satu pakaiannya.

"Tapi, bagaimana jika ada orang lain? Maksudku, kau akan telanjang bukan?" Aku menatap sekitarku. Sehun menatapku dengan geli. Ia terkekeh lalu mengacak rambutku. "Ah ... Ya Tuhan, sepertinya kau memang harus banyak belajar dariku." Ia mengulum senyum, dengan santainya ia menunduk mensejajarkan dirinya denganku.

"Dengar, sayang, air ini ajaib. Sekalipun kau bertelanjang, kau tak akan terlihat oleh orang lain." Jelasnya menatap gemas ke arahku. Aku mengangguk-anggukkan kepalaku, "Jadi, apabila kita masuk ke dalam sana, tak akan ada yang melihat?"

"Tepat sekali!" Ia melepas boxer miliknya.

"Se-Sehun ... apa tidak ada yang melihat?" Aku melirik ke sekitarku sekali lagi. Ini gila, Sehun benar-benar tanpa selehai benangpun. Dengan santainya ia menceburkan dirinya ke dalam air. "Kemarilah, Jongin!" ajaknya. Aku menggelengkan kepalaku. Ia terkekeh.

"Ke mari, atau aku akan memaksamu." Ancamnya.

"Se-Sehun tidak, Ya Tuhan!" Aku memekik ketika ia dengan sulapnya membawaku bergabung bersamanya. Ia memeluk pinggangku dengan erat. Aku menatap tubuh polosku sedikit merona. Apa dia sudah gila? Ini memalukan. Aku memeluk tubuhku sendiri. "Bagaimana?" Sehun bergumam di dalam air. Ia menampakkan wajahnya tepat di depan wajahku.

"Apa?" ujarku masih membeku seraya terus menatap sekelilingku. Ia hanya menatapku seraya tersenyum. "Kau tidak perlu menutupinya, aku telah melihat semuanya." Kekehnya.

Aku mendengus, "Kau tau di sini sangat dingin."

"Apakah ingin kuhangatkan?" godanya.

"Tidak perlu!" Aku menjawab dengan cepat. Sehun menyeringai. Ia menarik pinggangku. Ia mendekatkan bibirnya hendak menciumku, namun tiba-tiba ia menjauh dan menatap sekelilingnya dengan waspada. Ia menatap lurus tepat di mana jubah milik kami tersimpan. Aku mengikuti arah pandangannya. Keningku berkerut. Tampak seorang pria dengan jubah panjang dan tudung menatap jubah kami. Aku merasa takut pria itu melihat kami.

"Apakah ingin kuhangatkan?" godanya.

"Tidak perlu!" Aku menjawab dengan cepat. Sehun menyeringai. Ia menarik pinggangku. Ia mendekatkan bibirnya hendak menciumku, namun tiba-tiba ia menjauh dan menatap sekelilingnya dengan waspada. Ia menatap lurus tepat di mana jubah milik kami tersimpan. Aku mengikuti arah pandangannya. Keningku berkerut. Tampak seorang pria dengan jubah panjang dan tudung menatap jubah kami. Aku merasa takut pria itu melihat kami.

Kuperhatikan pria itu dengan seksama. Tiba-tiba dada kiriku berdenyut. Aku memejamkan mataku perlahan. Sebuah bayangan mulai muncul dalam indra penglihatanku. Seorang gadis dengan rantai di kedua kakinya meronta-ronta meminta pertolongan. Gadis itu ... gadis itu lagi, gadis berambut legam itu. Gadis itu tampak polos tanpa sehelai benang pun.

Aku meremas bahu Sehun ketika melihat gadis itu dilecehkan dengan brutal oleh seorang pria. Aku tak dapat melihat jelas wajah pria itu. Yang jelas pria itu memaksa gadis itu melayaninya. Gadis itu tampak kesakitan. Pria itu terus memaksanya. Mencambuknya jika ia meronta sedikit saja. Kemudian, aku melihat Sehun...

Sehun? tampak mematung di depan sebuah kristal berwarna biru cerah. Sehun tampak begitu sedih dan muram. Semua bayangan itu pun hilang. "Apa yang kau lihat?"

Aku menggelengkan kepalaku, "Aku melihat seorang gadis di perk*sa dengan brutal. Juga-" Sehun segera memejamkan matanya ketika pria tadi hendak menyentuh jubah emas milikku. Seketika jubah milik kami menghilang. Pria itu tampak melirik ke kanan dan ke kiri sejenak. Kemudian, ia pun menghilang begitu saja. "Tadi, ada apa?" Sehun kembali menatapku.

Aku menggeleng, "Lupakan." Bisikku gugup.

"Aku dingin, aku ingin beranjak."

"Sebentar." Sehun menutup matanya. Ia meraih jemariku ke dalam genggamannya. Beberapa detik kemudian, kami telah berada di daratan dengan pakaian lengkap.

"Di mana jubahku?" tanyaku.

"Kau tak membutuhkannya lagi. Ayo!" Aku menerima uluran tangannya. Aku menerima uluran tangannya. Dan kami kembali melangkah menyusuri rindangnya pepohonan. Sehun kembali membawaku ke tengah hutan. Ia membawaku ke sebuah gubuk. Mataku menatap gubuk tersebut dengan pandangan meneliti. "Apa ini?" ucapku seraya menunjuk sebuah peti mati yang begitu besar ketika kami telah berada di dalam.

"Ini tempat tidurku." Bisiknya mengusap peti tersebut dengan pelan.

"Kau tidur? Kukira vampire tidak tidur?" Aku mengangkat bahu.

"Aku bukan Vampire." Sehun menggeram tak senang.

"Sama saja, kau satu spesies dengan mereka."

"Dan kau juga." Ia membalikan fakta membuatku memutar bola mataku dengan kesal.

"Ya, Tuan, aku tau!" Aku mendesah. Tanganku bergerak menyentuh sebuah peti berwarna emas.

"Kai..." Bibirku bergerak membaca nama yang tertulis di peti itu.

"Jangan membuka peti itu!" Sehun berseru kaget. Ia tampak begitu khawatir, terlihat jelas dari pandangan matanya. Aku hanya terdiam. "Aku hanya membaca namanya saja. Memangnya Kai siapa?"

"Bu-bukan siapa-siapa. Ayo! Kita harus kembali!" Sehun menyeret tanganku. Ia membawaku keluar dari gubuk. Langkahnya terhenti ketika seekor serigala mendekat ke arah kami. Sehun menatap serigala itu dengan tajam. Ia melepaskan cekalan tangannya di pergelangan tanganku. "Sehun, hati-hati!" ucapku kaget ketika ia mendekati serigala itu. Dengan santainya Sehun mendekat, serigala itu tampak begitu jinak. Kemanapun Sehun melangkah, serigala itu mengikutinya. Aku tertegun menatapnya tak percaya.

Sehun meraih serigala itu ke atas pangkuannya. Ia mengusapnya dengan pelan. Serigala itu tampak begitu nyaman di atas pangkuan Sehun. "Kemarilah, Jongin! Tidak perlu takut!" Sehun menepuk ruang kosong di sampingnya. Aku melangkah mendekat.

"Dia jinak, bukan?" Sehun terkekeh ketika Serigala itu menjilati tangannya. Serigala itu bertingkah seperti anjing yang bermanja-manja di atas pangkuan majikannya. "Ya, bagaimana bisa? Serigala itu berbahaya."

"Mudah..." Sehun mengalihkan pandangannya. Mata birunya mulai berubah menjadi merah, gigi taringnya mulai mencuat, ia tersenyum mengerikan ke arahku. "Apa yang akan kau lakukan, Sehun?" cicitku takut. Ia mengangkat kepala serigala itu dengan kasar. Dengan satu sentakan, gigi taringnya menancap tepat di leher srigala itu. Aku memejamkan mataku. "Buka matamu, Jongin ..."

"Tidak, Sehun, aku takut."

"Buka, sayang ..." bisiknya. Dengan terpaksa aku membuka mataku, menatap Sehun dengan takut. Ia tampak menjilat bibirnya yang penuh darah. Aku menggeleng pelan. Kepalaku mulai pusing melihat adegan tadi. Ia bangkit seraya membawa serigala di tangannya. Sehun mendekat ke arahku yang tengah mematung. "Kau harus mencobanya." Tawarnya.

Aku meringis, "Tidak perlu repot-repot."

"Rasanya tak jauh berbeda dengan rasa air biasa. Bahkan lebih nikmat." Ia terkekeh dengan sisa darah di sudut bibirnya. Aku menggeleng. Sehun mendesah panjang. Ia kembali menggigit leher serigala itu. Menyesap darah di dalamnya tepat dihadapanku. Tiba-tiba ia menarik pinggangku mendekat, membungkam bibirku dengan bibirnya yang penuh dengan darah. Aku memekik ketika cairan merah itu membasahi tenggorokanku. Tanganku meronta meminta Sehun agar segera menghentikannya.

Ya Tuhan ... ini menjijikkan! Setelah selesai, Sehun menjauh lalu tersenyum puas. Ia tampak begitu puas melihatku dengan bibir yang berlumuran darah serigala tadi. Aku menatapnya dengan geram. "Jilat ..." perintahnya.

"Tidak!" Tolakku.

"Kau ingin aku yang melakukannya?" Sehun mengancamku dengan tatapan nakalnya.

"Ba-baiklah." Dengan mata terpejam kujilat sisa darah yang menempel di bibirku. Aku mendesah merasakan rasa cairan merah itu terasa menggoda lidahku. Aku mengulum bibirku sendiri. Rasanya ... ini begitu nikmat. Aku kembali menjilat sisa darah di bibirku dengan lapar. "Bagaimana?" Sehun mengangkat sebelah alisnya.

"Lagi ..." bisikku tanpa tahu malu.

"Kalau begitu kita harus segera kembali ke rumah."

"Kenapa?" Aku mendesah kecewa.

"Ikuti saja aku."

HUNKAI SEKAI SEJONG

Sehun menuangkan cairan merah itu seraya menatapku. Aku mendesah tak sabar. Darah itu begitu nikmat, aku merasa terlahir kembali ketika cairan merah itu membasahi tenggorokanku. Dan sekarang, indra penciumanku mulai peka terhadap bau darah itu. Aku benar-benar ingin merebut gelas di tangan Sehun dan menegak habis seluruh darah itu. Sial, Sehun! Dia mempermainkanku.

Sehun menegak habis darah yang ia tuangkan. Aku menelan salivaku ketika ia menjilat bibirnya yang penuh darah. "Sehun, please ..." rengekku tak sabar. Ia terkekeh. Senyuman jahil terulas di bibir merahnya. Ia kembali menuangkan cairan merah itu lalu menyerahkannya ke arahku. Aku menerimanya dengan senang hati dan menegaknya. Aku memejamkan mataku. Rasanya berkali-kali lipat lebih nikmat dari makanan biasa, bahkan makanan kesukaanku. Aku mengusap sisa darah di bibirku kemudian menjilatnya. Sehun menatapku seraya tersenyum miring.

"Lagi?"

Aku menggeleng pelan. "Aku sudah kenyang."

"Bagus. Aku senang kau menyukainya." Sehun mendekat ke arahku. Ia mengecup bibirku dengan pelan.

"Kau harus belajar mendapatkan darahmu sendiri," bisiknya tepat di depan bibirku.

"Aku takut."

"Aku akan mengajarkanmu bagaimana caranya berburu." Ia menjalankan jemarinya di wajahku.

"Apakah aku akan selamanya seperti ini?" Sehun mengerutkan keningnya.

"Maksudmu?"

"Ya, hidup di sini. Dan, orang tuaku..."

Ia menghela napas pelan. "Apakah kau ingin tau siapa yang membunuh kedua orang tuamu?"

Aku menatapnya dengan terkejut, "Siapa?" tanyaku tak sabar.

"Jisoo." Ia menjeda ucapannya sejenak, "dia adalah pria tadi, pria yang hampir saja merebut jubah kita."

Jisoo. . ..

Nama yang terdengar tak asing bagiku, tapi ... di mana? apa aku mengenal sosok itu?

HUNKAI SEKAI SEJONG

"Dia begitu mirip dengan Nyonya Kai."

"Iya, dia begitu mirip. Dan Tuan sangat memuja gadis itu."

"Gadis itu sama dengan kita, dia kaum Dracula." Aku membeku ketika indra pendengaranku dengan tak sengaja menangkap pembicaraan pelayan di rumah Sehun. Aku menghela napas kemudian melanjutkan langkahku menaikki anak tangga. Sebenarnya siapa Kai? Seenaknya saja mereka membandingkanku dengan orang lain!

Aku kembali melanjutkan langkahku. Namun, langkahku terhenti ketika aku mendengar suara Sehun yang tengah bercakap-cakap dengan Hyekyo. Aku melangkah mendekat menuju pintu besar yang sebelumnya pernah kudatangi. "Sekarang kau harus menjaganya."

"Aku berjanji akan menjaganya dari Jisoo, takkan kubiarkan pria itu menyentuhnya."

"Bagus, kau tau dia adalah milikmu. Apa yang menjadi milikmu adalah tanggung jawabmu."

"Dia masih sama seperti Kai-ku yang dulu." Aku semakin mendekat. Kai? Siapa Kai? Sehun melirik ke arah pintu. Mataku terbelalak.

"Apa kau sedang mencoba untuk mengintip, Sayang?" Ia melangkah mendekat ke arahku.

"Aku mencium harummu sejak tadi."

"Le-paskan aku, Sehun!" Aku menepis tangannya. Mataku menatapnya dengan geram.

"Diskusi yang bagus. Kalian membandingkanku dengan orang lain." Ejekku sinis.

"Kami sedang tida-" Aku memotong ucapan Hyekyo dengan cepat,

"Berhenti membandingkanku dengan sosok Kai! Kai dan Kai!" Air mataku tumpah seketika. Entah mengapa mendengar Sehun begitu memuja nama Kai membuatku begitu muak. "Jongin-"

"Aku ingin pergi dari sini, Sehun ... biarkan aku pergi." Aku terisak pelan,

"Siapa Kai sebenarnya? Apa dia kekasihmu?" Sehun menatapku dengan datar. Ia mengusap wajahnya.

"Ya, dia kekasihku."

Aku menatapnya dengan terkejut. Jadi selama ini ia hanya memanfaatkanku? Apa maksudnya mengurungku di sini? Memperbudakku? "Dan dia adalah kau." Tegasnya.

Kau ...?

Dia pasti bercanda?!

Kai? Aku bukan Kai!

.

.

.

.

.

TBC

Yeeay akhirnya lanjut wkwkwk. Duh Nini jadi dracula. Saya hanya mengambil dari novelnya tanpa tambahan, jadi murni hanya saja castnya yang dirubah. Capek juga sebenernya bikin dua versi, gs dan yaoi. Ada yang nanya ini Jisoo siapa kk, ini Jisoo aktor yang tampan ituloh, yang gregeeeet abiss auranya wkwk, yang belum tau bisa searching. Maaf karena lama update TT.

Thanks guys ...