MAJESTIC CREATURES

-CHAPTER 5 : The Truth of a Pendant-

Copyright By : Rosa Kim

[Hunkai Fanfiction]


Warnings!

Yaoi – Fujoshi – Shounen-ai – Rated M – Boyslove – Boy x Boy

If you hate Yaoi or you don't like a pair. Please close this page!


Genres

Romance – Fantasy – Supernatural – Mystery


Main Cast

Oh Sehun as Wu Shixun/Oh Sehun

Kim Jongin as Kai/Kim Jongin


Support Cast

Park Chanyeol as Park Chanyeol

Jung Soojung as Krystal Jung

Bae Joo Hyeon as Irene Bae

and another cast


Disclaimer

Para cast hanya milik Tuhan, Orangtua, dan Agensi masing-masing.


Summary

Sudah berbulan-bulan Kai memimpikan pria itu. Pria dengan kulit pucat yang tak pernah terlihat wajahnya. Beberapa hari yang lalu ada seorang murid baru di kelasnya. Ia mengaku lahir di cina dan bernama Wu Shixun, namun semua orang tau ia adalah Oh Sehun, keponakan Pak Tua Oh yang tak pernah lagi keluar dari rumah besarnya yang seram semenjak 20 tahun yang lalu. Sebenarnya siapa Sehun? Dan apa tujuannya pindang ke Jeongson, sebuah tempat paling tidak populer di Korea Selatan.


CHAPTER 5 : The Truth of a Pendant

Gerbang sekolah baru saja dibuka beberapa menit yang lalu. Sekumpulan siswa keluar dari gerbang itu secara menggerombol. Diantara gerombolan itu, Kai terlihat sedang menggerutu pelan, kepalanya ia tundukkan ke bawah dan kaki panjangnya berjalan dengan cepat dan buru-buru, sementara bibir plum-nya hanya bisa berkomat-kamit tanpa suara.

Setelah kurang lebih 15 menit ia berjalan tanpa arah, Kai tiba-tiba berhenti. Ia memerhatikan sekelilingnya yang terlihat berbeda dari komplek perumahan, tanpa sadar ia mendecak kesal.

"Ini semua gara-gara Park sialan Chanyeol. Kenapa ia tidak bilang dari awal kalau dia absen hari ini. Ck! Dan lihatlah, untuk apa aku berjalan ke sini!" Gerutu Kai.

BRUMM!

Seperti déjà vu, kai segera menoleh ke asal suara, ketika ia mendengar bunyi deru mesin mobil. Mobil itu sepertinya jenis Range Rover hitamkeluaran tahun lalu. Karena tak pernah melihat mobil itu sebelumnya, Kai memutuskan untuk kembali berjalan pergi tanpa menghiraukan mobil hitam yang semakin jelas terlihat.

CKITT!

Kai terlonjak kaget. "Oh ya Tuhan!" Serunya ketika mobil yang melaju dengan kecepatan tinggi itu tiba-tiba berhenti mendadak di sampingnya dengan jendela yang terbuka. Menampakkan sosok pria pucat familiar yang sudah 2 hari tidak dilihatnya disekolah.

"Oh Sehun? Apa yang kau laku—"

"Masuklah." Sehun menyela perkataan Kai dengan sebuah perintah mutlak. Ia menoleh ke arah pria tan itu ketika tidak mendapat respon.

"Ada apa? Masuklah Kim Kai." Nada itu sama datar dengan nada yang ia keluarkan pertama kali.

Kai tidak bergerak sedikitpun dari posisi berdirinya. Ia hanya bisa memandang pria pucat itu yang kini terlihat sebal dengan kening berkerut bingung. Memangnya siapa dia, sehingga berani memerintah Kim Jongin untuk masuk ke mobilnya?

Sehun mendecak sebal. Ia segera keluar dari mobil dan berjalan cepat menghampiri Kai. Dalam satu kedipan mata, ia membuka pintu penumpang di jok depan dan menarik tangan pria tan itu dan mendorongnya masuk. Setelah itu ia memutar dan ikut memasuki mobil hitam itu dan segera melajukan mobilnya entah kemana.

"Jadi? Apa?" Tanya Kai mencoba memecah keheningan di dalam mobil meskipun ia terlihat linglung.

Sehun diam untuk beberapa saat. Pandangannya fokus ke depan. "Kau baik-baik saja?" Tanya Sehun setelah sebelumnya tak menjawab pertanyaan Kai.

Kai hanya mengernyit bingung. "Aku baik-baik saja. Apa ada yang salah denganku?" Tanya Kai balik. Tak mengerti arah pembicaraan pria pucat itu.

Sehun terlihat agak resah, walau tak kentara terlihat jelas di wajah dinginnya. "Soal itu… saat di rumah pamanku. Apa kau… tidak kenapa-kenapa?"

Kai terlihat menerawang sebelum akhirnya hanya bisa menghela napas ketika mengetahui apa yang dimaksud Sehun. "Oh yang waktu itu…" Kai berbisik pelan dan terlihat menggantung perkataannya seolah masih ada yang ingin disampaikan atau ingin ditanyakan olehnya.

"Itu bukan salahmu." Sahut Sehun tiba-tiba. Sedangkan Kai hanya memandang aneh ke arah pria pucat itu.

"Dimana kita?" Tanya Kai ketika ia sampai di sebuah tempat yang tak dikenalinya.

Sehun bungkam. Tak sedikitpun mengeluarkan suara atau isyarat untuk menjawab pertanyaan Kai.

"Sehun?" Kai memanggil Sehun pelan. Berusaha memperoleh jawaban dari pertanyaanya.

"Tempat ini indahkan?" Tanpa menjawab pertanyaan pemuda tan itu, Sehun malah menjawab Kai dengan pertanyaan lainnya.

Kai mengernyit bingung. Namun, ia tetap memperhatikan sekelilingnya. Sehun benar. Tempat ini indah. Sangat indah dengan aliran sungai jernih yang membuatnya bisa melihat ikan-ikan berenang-renang antara bebatuan. Selain aliran sungai yang jernih, tempat ini juga berada di tepi hutan mati. Tepat di luar perbatasan antara rumah Sehun yang memang juga berada di sisi lain hutan mati.

"Mmm… Sehun." Suara Kai memecah keheningan yang sempat tercipta.

Sehun menoleh ke arah Kai, tak tampak satupun ekspresi di wajahnya. Membuat pria pucat itu seolah-olah berada diantara sebuah kesempurnaan yang dingin. Datar tanpa lekuk.

Kai menelan ludahnya gugup. "Kuharap ini tak terdengar aneh…" Ia menjeda sesaat. "Tapi kurasa aku telah memimpikanmu setiap malam selama berbulan-bulan" Lirihnya.

Sehun terdiam. Menunggu Kai melanjutkan perkataannya.

"Aku tahu. Kau mungkin berpikir aku ini sedikit… Tapi, aku yakin pria pucat yang selalu ku impikan itu adalah kau…"

Setelah mengatakan itu semua Kai memilih bungkam. Sedangkan Sehun hanya mampu menatap pemuda tan itu dengan tatapan penuh arti. Untuk sesaat mereka berdua saling menatap satu sama lain, saling mengirimkan debaran-debaran aneh yang terasa menyenangkan di dada masing-masing.

Sehun tiba-tiba merogoh saku celananya. Ia mengeluarkan sebuah benda yang tak asing bagi Kai. Membuat netra pria tan itu membelalak.

"Darimana kau mendapatkannya?" Tanya Kai terkejut.

Sehun memperhatikan liontin kecil di tangannya sesaat sebelum menjawab pertanyaan Kai. "Kau menjatuhkannya di rumahku kemarin." Jelas Sehun.

Kai mengulurkan tangannya hendak mengambil liontin itu ketika tiba-tiba Sehun berbicara. "Kau tahu apa yang tertulis di dalamnya?"

Kai menggumam. "Kalau tidak salah, O.L dan K.M.S 21 December 1966."

Sehun mengangguk mengiyakan. "Kau tahu? Tanggal 21 December adalah tanggal…kematianku." Lirih pria pucat itu pelan, yang tak mampu ditangkap oleh indra pendengar Kai.

Sehun menyodorkan liontin yang berada di genggamannya kepada Kai. Tampa banyak bicara Kai mengulurkan tangannya untuk meraih benda itu. Namun, kenehan terjadi ketika tangan Kai dan tangan Sehun bersentuhan dengan liontin itu secara bersamaan.

Hutan di sekeliling mereka tiba-tiba berubah menjadi gelap. Terdengar suara senapan dan suara jeritan. Kai melihat sekelilingnya dengan panik ketika terlihat orang-orang dalam bentuk proyeksi yang tak dikenalnya, begitupun dengan Sehun. Hanya saja wajahnya tetap datar seperti biasa. Orang-orang itu terlihat transparan, sebagian menggunakan hanbok dan lainnya menggunakan seragam tentara.

Seorang wanita dengan pakaian khas korea terlihat aneh ditengah-tengah baku tembak itu. Tangannya menggenggam sebuah liontin yang sama dengan yang dipegang Kai. Ia berlari menghampiri seorang pemuda yang ikut berlari kearahnya.

"Myung Soo!" Teriak wanita itu.

Pria yang dipanggil Myung Soo mendekap wanita itu dalam pelukannya. Mereka saling memagut untuk beberapa saat, sebelum Myung Soo melepaskan pagutan keduanya.

"Pergi dari sini Luna. Lari!" Seru Myung Soo. Wanita bernama Luna itu mengangguk dengan airmata yang bercucuran. Ia mengecup bibir Myung Soo sekali sebelum berlari pergi meninggalkannya.

Namun, seorang tentara membidikkan senapan ke arah Luna. Wanita itu tampak tak menyadarinya sedangkan Myung Soo melihat hal itu.

"LUNA!" Teriak Myung Soo. Ia segera berlari menggapai Luna, tepat ketika peluru dari senapan tentara itu meluncur.

"MYUNGSOO!" Jerit Luna histeris.

DUAR!

Liontin perak itu terjatuh dari tangan Kai. Ia terjaga di atas tempat tidurnya. Kai bangkit dari posisi tidurnya dengan cepat, ia mengerjap beberapa kali ketika mendapati dirinya sedang berada di kamarnya. Berusaha mngingat apa yang terjadi, netra coklat Kai membola, ia segera memungut liontin perak itu dan segera berlari keluar kamar.

"AYAH! AYAH!" Kai kalap. Ia berteriak memanggil ayahnya berulang kali. Ia menuruni tangga dengan cepat, ia tersentak mundur ketika sampai di ruang tamu, Yoora menatap aneh ke arahnya.

"Noona! Kau mengagetkanku!" Seru Kai. "Sedang apa kau disini?"

Yoora menghela napas. "Aku mencari buku yang dipinjam ibumu." Jawab wanita itu dan kembali sibuk dengan kegiatannnya. Membongkar rak buku. "Aku harus mengembalikannya ke perpustakaan."

Kai menggusak rambutnya gusar, hal itu tak luput dari penglihatan Yoora, ia menghentikan aktifitasnya dan beralih menatap Kai. "Kau baik-baik saja?"

"Bagaimana caranya aku pulang?" Tanya Kai cepat.

Dahi Yoora berkerut bingung. "Apa? Apa maksudmu? Saat aku tiba kau sedang tidur." Jelas Yoora. "Syukurlah, kau bisa tidur."

"NOONA! BAGAIMANA AKU BISA DI SINI?" Jerit Kai kalap. Kebingungan membayangi wajahnya.

Yoora terdiam. "Mengapa kau berteriak?" Tanyanya.

Kai bungkam sesaat, menyadari kesalahannya ia hanya bisa menunduk. "Mian. Mianhae, Noona!" Lirihnya, sarat akan ketakutan dan kebingungan.

Kai menjatuhkan dirinya di atas sofa tua yang ada di ruangan itu. Yoora akhirnya meninggalkan kegiatannya dan ikut menjatuhkan diri disebelah Kai. "Kudengar kau ada masalah di sekolah? Temanku bilang selalu saja ada masalah yang mengikuti keluarga Oh. Sebaiknya kau menjauhi pria itu." Saran Yoora dengan sorot serius.

Kai mendecak, gerak-geriknya seperti orang linglung. "Berhenti mencampuri kehidupanku." Kata Kai pelan.

Yoora menatap sebal kea rah Kai dan bangkit dari posisi duduknya. "Aku menasihatimu Kai!" Suara Yoora mulai naik satu oktaf.

Kai mengeram sebal, ia menggigit liontin di tangannya. Yoora yang melihat benda itu, sejenak bungkam. Lalu wajahnya berubah datar. "Dari mana kau mendapatkannya?" Tanya Yoora.

Kai melirik liontin di tangannya, lalu beralih menatap kea rah Yoora dengan heran. "Entahlah." Jawab Kai.

"JANGAN BERBOHONG, KAI!" Bentak Yoora, kesabaran sudah pergi meninggalkannya sepertinya.

Kai makin menenggelamkan dirinya di sandaran sofa. "Ada apa?" Tanyanya. Ada apa dengan benda ini."

Yoora menelan ludah dan berusaha mengatur tekanan nafasnya. "Dengarkan aku." Ujar Yoora dengan nada rendah. "Pergilah ke Morundae dan kubur kembali benda itu disana, lupakan kau pernah menemukannya disana."

Kai menatap nyalang ke arah Yoora. Bingung yang diliputi rasa penasaran. Kombinasi yang tak meyenangkan. "Aku tidak bilang aku menemukannya di Morundae." Ujar Kai akhirnya, memilih untuk membohongi satu-satunya keluarga yang ia miliki selain sang ayah.


To Be Continue


Halo. Saya mau minta maaf sebelumnya, karena keterlambatan update. Jujur, saya udah pindah shipper. Sekalian pindah fandom. Saya udah cukup banyak di bully di kehidupan nyata saya. Terserah kalau kalian mau bilang saya penghianat, fans musiman, atau apa, yang jelas saya udah muak sama fandom lama saya. Saya punya alasan sendiri dan saya berani bilang kalau saya tidak benci sama Grupband itu, hanya saja ada alasan eksternal tentang kenapa saya memutuskan untuk berhenti, dan mulai membuka hati untuk yang lain.

Sekian, mungkin jika banyak yang masi berminat sama ff ini saya akan usahakan lanjut. Tapi tetap saja ff ini bukan lagi prioritas saya. Tapi jika banyak caci maki yang saya dapatkan saya malah senang, setidaknya hutang saya berkurang satu. Sekian.