WHAT?!

AN EXO FANFICTION

Pairing: HUNKAI, Sehun X Kai

Cast: Oh Sehun, Kim Jongin aka Kai, Baekhyun, and others

Rating: T-M

Warning: BL, Mpreg, Typo

Previous

"Hmm."

"Apa masih ada? Bukankah sudah sangat lama."

"Masih ada tapi sekarang diambil alih oleh anaknya." Sehun mengangguk pelan mendengar penjelasan Jongin.

Tteok mandu guk. Makanan khas musim dingin tapi Jongin sangat menyukainya dan dia bisa memakan makanan itu di musim apapun. Tepung beras berisi daging cincang dan dimasak dalam kuah kaldu, Jongin bisa memakan dua mangkuk untuk dirinya sendiri.

Sehun tersenyum ketika dia melihat kedai yang seriung dia kunjungi bersama Jongin semasa kecil kini telah berubah menjadi sebuah restoran sederhana bukan lapak pedagang kaki lima lagi. "Waktu berjalan dengan sangat cepat." Gumam Sehun.

"Ya." Balas Jongin.

"Suatu hari nanti kita akan membawa anak-anak kita ke tempat ini."

Jongin tertawa pelan mendengar ucapan Sehun tapi Jongon bisa mendengar keseriusan dalam suara Sehun. "Ya, kita akan membawa mereka ke tempat ini suatu hari nanti."

"Jadi kita akan menikah secepatnya?"

"Menunda juga percuma, kita akan tetap berakhir bersama."

"Pilihan bijak." Balas Sehun kemudian tersenyum lebar.

BAB DUA PULUH TIGA

Sehun tersenyum melihat Jongin yang terlihat tidak nyaman dengan jas yang dikenakannya. "Bisakah aku memakai pakaian lain?"

"Apa?" tanggap Sehun, keduanya bertemu pandang lewat cermin. Jin Ho tidur dalam gendongan Sehun.

"Aku tidak ingin memakai jas, penampilanku benar-benar buruk."

Melangkah mendekati Jongin, Sehun kini berdiri di sisi kanan tubuh Jongin. "Apa yang kau cemaskan?" Jongin tak menjawab, dia mulai kesal karena Sehun seharusnya tahu apa yang dia pikirkan tanpa perlu bertanya. "Tubuhmu lebih gemuk dan perutmu buncit."

"Sehun!" Jongin benar-benar tidak suka dengan kalimat Sehun.

"Aku mengatakan yang sebenarnya?" Sehun bertanya seolah semuanya terdengar sangat mudah dan bukan persoalan yang besar. "Maaf jika ucapanku membuatmu kesal. Aku tidak tahu apa yang kau pikirkan, tapi kurasa kau mencemaskan dua hal itu."

"Hmm." Jongin bergumam malas.

"Aku tidak peduli dengan penampilanmu." Jongin memilih bungkam tidak ingin menanggapi Sehun, suasana hatinya benar-benar buruk. "Jangan cemberut di hari pernikahan kita. Kau ingin memakai pakaian apa?"

"Selain jas ini." Pada akhirnya Jongin membalas sambil menarik ujung jasnya dengan ekspresi tak nyaman.

"Pilih saja pakaian yang membuatmu merasa nyaman akan aku ikuti." Jongin tak bergeming. "Setelah melahirkan dan kau tidak bisa kembali ke bentuk tubuhmu yang semula…,"

"Sehun!" pekik Jongin sebelum Sehun menyelesaikan ucapannya. Jin Ho menggeliat dalam gendongan Sehun, tak nyaman dengan teriakkan Jongin yang cukup kencang. Jongin melempar tatapan bersalah pada Jin Ho. "Jangan membuat suasana hatiku semakin buruk." Keluh Jongin.

"Aku belum menyelesaikan ucapanku kau sudah memotongnya." Jongin tak menunjukkan rasa ketertarikan atau simpati kepada Sehun. "Setelah melahirkan dan kau tidak bisa kembali ke bentuk tubuh awalmu, aku tidak keberatan untuk menggemukkan tubuhku, dan membuat perutku buncit."

Kedua mata Jongin membola menatap Sehun, ia membayangkan Sehun dengan berat bertambah beberapa puluh kilo, perut buncit, timbunan lemak di bawah kulit. Dagu lancip, garis wajah tegas semuanya hilang. Jongin tertawa membayangkan betapa lucunya penampilan Sehun jika hal itu benar-benar terjadi. "Bodoh." Balas Jongin.

"Asal kau bahagia aku tidak keberatan bersikap bodoh bahkan memalukan."

"Rayuanmu benar-benar buruk."

Kali ini giliran Sehun yang tertawa mendengar ucapan Jongin. "Ganti pakaianmu, kau tidak ingin membuat semuanya menunggu terlalu lama?" Jongin mengangguk pelan. "Aku akan kembali setelah menyerahkan Jin Ho pada Ibu, aku akan kembali dan mengganti jasku dengan apapun yang kau inginkan."

"Tentu."

"Sudah jangan memasang ekspresi menderita lagi, hari ini hari yang membahagiakan jadi kau harus lebih sering tersenyum." Jonginpun tersenyum mendengar kalimat Sehun. Kemudian, Sehun menundukkan wajahnya mengecup bibir Jongin singkat sebelum berjalan meninggalkan kamar mereka.

.

.

.

Jas putih yang dipersiapkan untuk pernikahan berganti dengan celana kain dan kaos berlengan panjang. Semua orang tentu saja menatap Sehun dan Jongin dengan bingung, namun mereka tak mengatakan apapun. Musim semi dengan kuncup-kuncup cherry dan persik yang mulai menampakan diri, Sehun dan Jongin melangsungkan pernikahan sederhana di rumah keluarga Oh. Tak lebih dari lima belas orang menghadiri pernikahan. Keluarga inti Jongin, Keluarga inti Sehun, dan beberapa teman dekat.

Pernikahan dilakukan lebih lambat dari rencana semula karena ada beberapa urusan yang harus keduanya selesaikan, terutama mengenai syarat-syarat adopsi. Pernikahan diundur nyaris lima bulan lamanya.

"Kalian membawa tren baru dalam pernikahan." Sindir Boram.

Jongin hanya melempar tatapan malas pada Boram. "Zelo patah hati karena kau." Bisik Jongin.

"Kau tidak berbakat berbohong." Jongin tersenyum lebar menanggapi kalimat Boram. "Zelo tidak mungkin patah hati, hubungan kami belum sedekat itu. Bodoh." Boram sempat memaki Jongin di akhir kalimat.

"Aku ini pintar." Gerutu Jongin.

"Akhirnya kau menikah juga padahal sebelumnya kau tampak enggan." Jongin hanya tersenyum mendengar kalimat Boram. "Apa yang membuatmu berubah?"

"Sehun." Hanya jawaban singkat itu yang keluar dari bibir Jongin. kemudian ia melangkah menuju Sehun yang berdiri di antara para undangan bersama Jin Ho dalam gendongannya.

Jin Ho mengenakan jas mungil berwarna putih dan dasi kupu-kupu hitam. Jongin mengusap-ngusap pelan punggung Jin Ho. Kecemasannya menghilang ketika Jin Ho tersenyum menatap kedatangannya. "Syukurlah dia nyaman dengan pakaiannya."

"Hmm." Gumam Sehun sambil membenarkan posisi Jin Ho dalam gendongannya. Jongin menatap Sehun penuh iri, dia ingin menggendong Jin Ho namun Sehun tak pernah mengijinkan. Padahal Jin Ho sama sekali tidak berat menurut Jongin.

Jin Ho mengulurkan kedua tangan mungilnya pada Jongin. Di usia tujuh bulan belum banyak yang bisa dilakukan Jin Ho. Di usia tujuh bulan seharusnya Jin Ho mulai merangkak, Jin Ho baru bisa duduk dan dia sering terjatuh ketika duduk. Namun, ucapan dokter anak yang terus memantau Jin Ho mengatakan jika bayi mereka dalam keadaan sehat cukup melegakan Sehun dan Jongin.

"Biarkan aku menggendong Jin Ho. Dia masih tujuh bulan Sehun, tidak akan membebaniku."

Sehun terlihat ragu bagaimanapun usia kandungan Jongin sudah memasuki sembilan bulan. Namun pada akhirnya ia setuju untuk menyerahkan Jin Ho pada Jongin. Tersenyum, perlahan Jongin mengambil alih Jin Ho dalam gendongan Sehun. Jin Ho tersenyum menatap Jongin, kulit wajahnya yang putih bersemu merah pada bagian pipi. "Hai."

Menyandarkan kepala mungilnya pada dada Jongin, Jin Ho mulai memejamkan kedua kelopak matanya. "Dia mulai tidur." Bisik Jongin.

"Hari ini juga melelahkan untuk Jin Ho." Canda Sehun yang membuat Jongin tersenyum.

.

.

.

Sehun sedang menikmati waktu liburnya, bersantai menonton siaran ulang sepak bola tim kesayangannya. Sehun menarik sedikit rambut poninya yang sengaja dia warnai merah muda. Jongin menyukai warna rambutnya, jadi Sehun akan mencari waktu yang tepat untuk mewarnai ulang secepat mungkin.

Jin Ho duduk di depan Sehun memainkan boneka Rilakuma dalam pengawasan ayah dan ibu Sehun. Sedangkan Jongin berada di dalam kamar, dia sedang sibuk di depan layar komputer memerhatikan karakter baru dari komik yang akan diluncurkan lewat Webtoon. Karya terbaru Taemin, mereka masih berkomunikasi dengan baik dan Taemin sering meminta pendapat Jongin untuk karyanya.

Namun kegiatan itu berhenti saat Jongin merasa kantung kemihnya penuh. "Aku ingin ke kamar mandi," gumam Jongin, perlahan ia berdiri dari kursinya dan mulai berjalan menuju kamar mandi. "Kenapa basah?" bingung saat menyentuh bagian depan celana trainingnya. Jongin mulai mengamati kursi, lantai, dan terakhir celana training yang ia gunakan.

Training biru mudanya terlihat basah dengan noda bercak darah. "Astaga!" Jongin memekik panik. "Jangan panik Jongin, tarik napas dalam-dalam dan keluar mencari Sehun di ruang keluarga." Jongin mencoba meredam kepanikannya.

Rasa sakit untuk saat ini tidak terasa atau belum terasa, kepanikan Jongin tentu saja karena darah yang terlihat. Darah yang berwarna merah cukup mengintimidasi. Perlahan Jongin berjalan menuju pintu kamar, dan mendorong pintu yang tak sepenuhnya tertutup. Dilihatnya seluruh anggota keluarga sedang berkumpul. Jin Ho tertawa melihat kedatangan Jongin.

"Sehun." Jongin memanggil dengan tenang.

"Ah ya? Ada apa Jongin?"

"Kita harus ke rumah sakit sekarang."

"Ah!" Sehun tersentak, ia berlari menghampiri Jongin. "Sudah waktunya?" Sehun bertanya dengan penuh perhatian, Jongin mengangguk pelan. "Sakit?"

"Tidak, kurasa belum sakit sekarang. Aku akan mengganti celanaku yang basah kita ke rumah sakit sekarang."

Jin Ho menangis melihat kepanikan Sehun. Nyonya Oh bergegas menggendong Jin Ho dan meminta suaminya untuk mengantar Sehun dan Jongin ke rumah sakit.

"Ibu akan menjaga Jin Ho, Ibu ingin menemani kalian tapi Jin Ho tidak mungkin ditinggal sendirian. Berlama-lama di rumah sakit tidak baik untuk Jin Ho."

"Ibu dan Jin Ho menunggu di rumah saja."

"Aku akan kembali setelah cucu kita lahir, kita bisa menjaga Jin Ho secara bergantian." Ucap Tuan Oh.

"Bagaimana dengan keluargamu, Jongin?"

"Aku akan mengabari Kakak dan Ibu setelah bayinya lahir." Terang Jongin.

"Baiklah, kalian cepat pergi ke rumah sakit sekarang." Nyonya Oh tidak bisa menutupi kecemasannya.

Jongin tersenyum sementara Sehun bergegas memasuki kamar mengambil perlengkapan yang sudah dipersiapkan sejak jauh hari untuk dibawa ke rumah sakit.

Jongin menyusul Sehun ke dalam kamar dan melihat Sehun sedang mengangkat ransel berisi perlengkapan. "Aku bisa membantu."

"Tidak perlu. Ayo." Sehun menggenggam tangan kanan Jongin setelah sebelumnya menunggu Jongin berganti celana. Sehun menggenggam tangan kanan Jongin dengan lembut untuk meninggalkan kamar. Jongin melirik Sehun dan dia merasa takut melihat ekspresi wajah Sehun yang begitu tegang.

"Bagaimana perasaanmu Jongin?"

"Aku—gugup, tentu saja."

"Sakit?"

"Saat ini belum."

"Semoga tidak terlalu sakit nanti." Harap Sehun sementara Jongin hanya tersenyum simpul. "Ayo kita keluar sekarang, Ayah sudah menunggu." Jongin mengangguk pelan. Sehun menyandang kedua tali ransel agar dirinya lebih leluasa membantu Jongin berjalan. Sehun melingkarkan tangan kanannya pada pinggang Jongin.

Sehun hanya mengenakan piama bergaris, ia tidak sempat berganti pakaian, dan Sehun tidak peduli dengan penampilannya sekarang, sama sekali tidak peduli. Sehun membantu Jongin memasuki mobil, mereka duduk di kursi penumpang belakang.

"Aku pikir ada hal yang mengkhawatirkan yang kau pikirkan sekarang."

"Aku mencemaskan kau dan bayi kita."

"Semuanya akan baik-baik saja, aku yakin." Balas Jongin. "Asal aku tidak melihat darahnya." Jongin mengucapkan kalimat kedua dengan nada bercanda.

"Aku benar-benar gugup Jongin," ucap Sehun dengan nada bergetar. "Sebelumnya aku merasa sangat lama menunggu kelahiran, sekarang ketika kita hanya tinggal menunggu jam untuk bertemu dengan anak kita, aku merasa sedikit takut."

"Aku juga merasakan hal yang sama." Balas Jongin sambil menggenggam tangan kiri Sehun. "Kita tidak bisa mundur lagi." Sehun tertawa mendengar kalimat terakhir Jongin. "Sebentar lagi kita akan memiliki dua anak."

"Kau tidak ingin menambah anak?"

"Kita lihat saja nanti."

"Aku tidak keberatan jika kau merasa cukup dengan Jin Ho dan satu anggota keluarga baru, aku mengerti jika mengandung dan melahirkan bukanlah hal yang mudah."

"Haaahh…," Jongin menghembuskan napas perlahan, perutnya terasa nyeri sekarang. Ia merasakan genggaman tangan Sehun pada tangan kanannya semakin erat. "Aku tidak pernah berpikir hidup bersamamu, karena kau terasa begitu jauh dari jangkauanku."

"Tapi kita berakhir bersama. Mungkin jika kita tidak berakhir bersama, kita hanya akan terus saling menyakiti." Jongin mengangguk pelan. Sehun tersenyum tipis. "Aku juga tidak pernah berpikir akan menikahimu, kau hanya teman yang sangat baik padaku di awal perjumpaan, lalu perasaan ingin memilikimu itu muncul."

"Kau tidak bisa mengendalikan kehidupan." Balas Jongin sebelum pandangannya kembali lurus ke depan, mengamati jalanan yang mereka lalui menikmati kesunyian. Di siang hari yang cerah seluruh keramaian terlihat sangat jelas.

Mobil berhenti di depan rumah sakit, Sehun bergegas keluar dan membantu Jongin sementara Tuan Oh membantu membawakan ransel berisi perlengkapan. Mereka langsung diantar menuju kamar yang sudah dipesan sejak dua bulan sebelumnya, oleh seorang perawat.

"Kenapa Jongin tidak ingin melahirkan dengan cara operasi?"

"Ini gara-gara Taemin."

"Ada apa?!" Sehun terkejut karena Jongin tidak mengatakan apa-apa mengenai pilihannya.

"Dulu untuk tugas sekolahnya Taemin memaksaku untuk melihat video, melahirkan dengan operasi."

"Lalu? Video itu terlihat sangat buruk?"

"Ya. Ada banyak darah aku tidak suka."

Jongin pergi ke kamar mandi untuk berganti pakaian, kemudian dia kembali dan Sehun membantunya menaiki ranjang tempat tidur. Setelah meletakkan ransel perlengkapan ke atas sofa. Tuan Oh memilih untuk menunggu di luar. Memberi privasi untuk Jongin dan Sehun menikmati waktu istimewa mereka.

"Jongin!" Sehun memekik panik melihat Jongin menuruni ranjang tempat tidur. "Apa yang kau lakukan?!"

"Berjalan akan membantu bayi turun ke jalan lahir lebih cepat." Terang Jongin, Sehun hanya mengangguk pelan menanggapi penjelasan Jongin meski dia tak begitu paham.

"Jongin kau sanggup berjalan?"

"Ya."

Seorang dokter yang selama ini menangani Jongin memasuki kamar dan melakukan pemeriksaan singkat. "Kau butuh epidural Jongin?"

"Tidak."

"Tetap tenang, bernapas dengan teratur kau bisa makan dan minum juga, proses ini bisa berlangsung cukup panjang mengingat ini pengalaman pertamamu." Jongin hanya mengangguk pelan.

Sehun menggenggam tangan kanan Jongin, Jongin dalam posisi duduk bersandar pada kepala ranjang dengan banyak bantal menyangga punggungnya. "Aku ingin melihat bagaimana wajah bayi kita."

"Aku juga." Balas Jongin kemudian tersenyum. "Aku ingin dia mirip denganku."

"Kenapa?!" Sehun melempar protes.

"Siapa yang mau memiliki anak sepertimu, wajahmu datar seperti itu!" Jongin tidak mau kalah.

"Wajahku tidak datar wajahku ini tampan, sangat tampan." Sehun mulai narsis.

"Hahhhh…," desah Jongin.

"Sakit?" Sehun bertanya dengan cemas.

"Sakit, tapi aku memikirkan Jin Ho di rumah."

"Kuharap Jin Ho tak begitu merepotkan Ibu. Bagaimana rasanya?"

"Hmmm…, yang jelas lebih sakit dibanding jatuh dari sepeda." Sehun tidak menjawab. "Kenapa tiba-tiba diam?"

"Aku berpikir keras Jongin." Jongin tertawa pelan. Sehun tersenyum.

"Jongin."

"Ya?"

"Aku tidak pernah berpikir akan memiliki keluargaku sendiri, aku selalu egois aku menginginkan banyak hal. Bahkan ketika aku memiliki kekasih aku tidak pernah berpikir untuk menikah dan memiliki anak. Lalu bertemu denganmu membuatku berpikir dengan cara yang berbeda. Aku ingin bersamamu dan memiliki anak dan cucu. Pikiranku terlalu bertele-tele." Jongin memperhatikan Sehun dengan seksama, mengabaikan rasa sakit yang kini menderanya.

"Dulu aku pernah mendengar jika ayah dan ibumu nyaris bercerai."

"Ayah menjalin hubungan dengan perempuan lain. Ibu sangat marah tapi Ibu tidak ingin bersikap egois dengan sebuah perceraian, Ibu tidak ingin membesarkan aku dalam sebuah keluarga yang tidak lengkap."

"Sekarang semuanya terlihat baik-baik saja."

Sehun mengangguk pelan. "Ayah menyadari kesalahannya. Tapi sebelum itu Ibu memberi sedikit hukuman."

"Hukuman?"

"Ibu membawaku pergi dari Negara ini. Banyak Negara, aku berusia tujuh tahun, seingatku kami pernah tinggal di Jepang, Thailand, Irlandia, Australia. Ibu mengancam Ayah bahwa kami tidak akan pernah pulang jika Ayah mengulangi perbuatannya. Ayah tidak akan pernah bisa bertemu denganku lagi. "

"Begitu rupanya, ayahku sangat keras, tidak boleh ada kesalahan sekecil apapun, aku sering menerima pukulan, aku dan Boram juga sering dihukum dikunci di dalam kamar dan tidak diberi makan. Ayah juga memukul Ibu, dan puncaknya ayah pergi begitu saja meninggalkan kami dalam situasi sulit. Tapi aku yakin Ibu lebih bahagia tanpa ada seorang suami kasar di sampingnya."

"Aku ingin memiliki keluarga yang sempurna meski sempurna itu terlihat tidak mungkin. Aku tidak ingin mendidik anak-anakku dengan keras, mereka tidak akan melihat pertengkaran orangtua mereka, dan mereka tahu jika orangtua mereka menikah." Jongin hanya menatap Sehun. "Itulah alasan kenapa aku bersikeras menikahimu Jongin, supaya kita memiliki keluarga yang berbeda dari cara kita dibesarkan."

Sehun menatap wajah Jongin yang terlihat kesakitan. Sehun sedikit mengangkat tubuhnya dari kursi yang ia duduki untuk mengecup dahi Jongin yang lembab karena keringat.

.

.

.

"Halo Jongin." Dokter mereka masuk bersama dua orang perawat setelah menunggu satu jam. "Bagaimana keadaanmu Jongin?"

"Baik."

"Sakit?"

"Ya." Jongin menjawab singkat.

"Kau melaluinya dengan baik dan tenang." Jongin hanya tersenyum mendengar ucapan sang dokter. "Sehun kau tidak ingin menghubungi keluarga kalian?"

"Sudah. Mereka akan datang setelah bayi kami lahir."

"Baiklah, kalau begitu kita lihat sampai dimana sekarang." Jongin memilih posisi yang paling nyaman, setengah duduk. "Kurasa kau beruntung Jongin, ada yang melalui tahap ini sangat panjang."

"Apa maksudnya?" Sehun bingung.

"Pada persalinan pertama bahkan ada yang merasakan sakit seminggu sebelum bayi benar-benar siap untuk dilahirkan." Keterangan sang dokter hanya ditanggapi dengan tatapan tak percaya, dari Jongin dan Sehun.

Dokter mereka berbicara agar Jongin tak terlalu tegang melewati tahap pemeriksaan dan persalinan. "Bayi kalian sudah siap untuk bertemu dengan kedua orangtuanya sekarang."

"Benarkah?!" Sehun memekik tak percaya sementara Jongin hanya menatap dengan kedua mata bulatnya. "Jongin, saat kau merasakan kontraksi bernapaslah, lalu mengejan, aku beri aba-aba."

Jongin mengangguk pelan. Sehun menggenggam tangan kanan Jongin, Jongin terlihat tenang namun keringat membasahi dahi dan menuruni kedua pelipisnya. "Baiklah kita mulai Jongin, perlahan-lahan dorong." Instruksi diberikan, perawat menghitung selama sepuluh detik. "Bagus, cukup, bernapas Jongin."

Semuanya terasa sangat sakit bahkan Jongin merasa hampir mati rasa. Tapi dia mengalihkan semua rasa sakit itu dengan memikirkan bayinya dan melihat wajah Sehun yang terlihat cemas sekaligus antusias. "Jongin mulai, sepuluh detik." Jongin melakukan instruksi. "Cukup, bernapas Jongin."

Jongin merasakan kepala bayinya turun dengan cepat, tulang panggulnya seolah remuk sekarang dan jalan lahir sangat panas dan perih. "Sehun." Pada akhirnya Jongin mengeluh, Sehun memijat pelan telapak tangan Jongin yang berada di dalam genggamannya.

"Jongin bernapas, jangan mendorong sekarang, bernapas, tenang Jongin. Kepalanya mulai terlihat Jongin, sekarang dorong pelan-pelan."

Rasa sakit seperti ini belum pernah Jongin rasakan, tulang punggungnya kebas . Ia kembali mendorong, rasa panas dan nyeri pada jalan lahir semakin terasa. "Dorong lagi Jongin." Jongin memejamkan kedua matanya rapat-rapat, tanpa terasa air mata mengalir keluar karena rasa sakit.

Tekanan pada jalan lahir tak tertahankan, Jongin hampir berteriak saat tekanan itu semakin terasa namun hal itu tak terjadi karena tekanan itu menghilang tiba-tiba. "Bagus Jongin, kepala bayinya sudah keluar." Sang dokter terus memberikan semangat.

Jongin menyandarkan punggungnya pada kepala ranjang, mengambil napas dalam-dalam untuk menenangkan diri. Jongin menoleh saat Sehun menghapus keringat dan air matanya dengan tisu lembut. Raut wajah kesakitan terlihat saat Jongin merasakan bayinya berputar. "Jongin kita mulai lagi, mengeluarkan kedua bahu dan seluruh tubuh bayi akan keluar dengan cepat."

Jongin mengangguk pelan. Ia lakukan semua perintah dokter, menunggu hingga kontraksi yang paling kuat. Jongin menarik tangannya dari genggaman Sehun dia tidak ingin melukai Sehun, namun Sehun justru menggenggam dan menahan tangannya untuk tetap berada di tempat. Sehun tidak peduli jika kulitnya lebam atau bahkan berdarah akibat cengkraman Jongin.

"Ahhhhh!" pada akhirnya Jongin berteriak karena rasa sakit yang tal tertahankan lagi.

Saat tangis keras terdengar, Jongin merasa seolah semua ini hanya mimpi. Semua yang ia alami selama sembilan bulan terakhir terlintas dengan cepat di dalam kepalanya. Jongin merebahkan tubuhnya. Dia menoleh menatap Sehun yang tersenyum padanya. "Jongin aku tahu kau lelah tapi ini belum berakhir Sayang." Ucapan sang dokter membuat Jongin membuka kedua matanya kembali. "Plasentanya belum keluar."

Dokter hanya menyuruh Jongin mendorong sebanyak dua kali, tidak terasa apa-apa. Tidak ada rasa sakit dan plasenta sudah keluar, mungkin karena tahap pembukaan dan melahirkan sangat sakit sehingga pada tahap pengeluaran plasenta tubuh Jongin sudah beradaptasi dengan rasa sakit. "Kau boleh beristirahat sekarang Jongin." Ranjang diturunkan, Jongin menyamankan posisinya kemudian mulai terlelap dengan perasaan lega.

"Bayinya?!" rasa kantuk Jongin terlupakan ketika dia menyadari hal penting yang seharusnya dia ketahui sesaat setelah bayinya lahir ke dunia.

"Dia sehat, bayi laki-laki." Jawab sang dokter.

"Laki-laki." Jongin menggumam pelan.

"Aku tau kau sebenarnya menginginkan bayi perempuan, kita bisa mencobanya lagi." Goda Sehun dengan alis kanan terangkat.

"Aku akan meracunimu!" dengus Jongin.

"Jahat sekali…," keluh Sehun dramatis dan menjijikan.

"Hubungi saja seluruh anggota keluarga."

"Tentu."

.

.

.

"Bon Hwa!"

"Chin Hae!"

"Chul Moo!"

"Dong Yul!"

"Hak Kun!"

"Kami sudah menyiapkan nama." Ucapan Sehun membungkam seluruh suara yang tadinya memenuhi ruangan. Suara yang memberi usul nama anggota terbaru keluarga Oh dan Kim.

"Siapa?!" tentu saja keheningan tak berlangsung lama.

"Man Young, Oh Man Young." Ucap Sehun.

Jongin tersenyum mengamati wajah bayinya yang benar-benar tenang di tengah keributan semua orang. "Jin Ho." Panggil Jongin. Nyonya Oh langsung berjalan mendekat dan mendudukan Jin Ho di atas pangkuan Jongin.

Jin Ho mengamati wajah sang adik dengan seksama. Jin Ho kemudian tersenyum dan mengulurkan tangan kanannya. Man Young menggenggam tangan Jin Ho sebelum memejamkan kedua kelopak matanya untuk terlelap.

END

EPILOG

Dengan usia yang terpaut tak sampai satu tahun Jin Ho dan Man Young berada di kelas yang sama. Waktu berjalan begitu cepat bagi Sehun dan Jongin. Kedua putra mereka kini telah berusia sembilan tahun. Jongin mendirikan perusahaannya sendiri yang bergerak di bidang periklanan, bidang yang tidak pernah ia pikirkan sebelumnya. Sehun tentu saja fokus dengan perusahaan keluarganya.

Ibu dan Kakak Jongin masih berada di tempat tinggal yang sama. Di flat lama mereka. Boram melanjutkan kuliah dan kini bekerja di sebuah sekolah swasta terbaik di Seoul. Toko Nyonya Kim dipugar dan diperbesar. Sehun dan Jongin menginginkan anggota baru dalam keluarga mereka, namun dengan tiga kali keguguran. Mereka akhirnya memutuskan cukup dengan Jin Ho dan Man Young.

Sambil menyiapkan makan siang untuk kedua putranya, menata meja makan, Jongin tanpa sadar mengamati foto keluarga yang tertempel pada pintu kulkas. Jin Ho tumbuh menjadi anak laki-laki pintar yang pendiam, bertubuh mungil untuk anak-anak seusianya. Rambut tebal Jin Ho berwarna kecoklatan, kedua mata bulat yang akan berubah menjadi bulan sabit ketika tersenyum, dan kulit yang sangat putih. Sehun bahkan sering bercanda jika Jin Ho seharusnya menjadi putri mereka yang cantik.

Man Young adalah siswa laki-laki tertinggi di kelasnya. Gabungan dari gen Sehun dan gen Jongin tak bisa diremehkan. Termasuk sifat keras kepala dan tidak sabarannya juga diwariskan pada Man Young. Memiliki wajah yang begitu mirip dengan Sehun, kecuali untuk kulit yang berwarna kecoklatan menurun dari Jongin. Rambut hitam legam, tatapan tajam, garis wajah tegas. Itulah gambaran dari seorang Oh Man Young.

"Butuh bantuan?"

Jongin menoleh ke belakang mendapati Sehun yang baru saja selesai mandi dan mengenakan pakaian santai. "Sudah selesai, kecuali susu untuk Man Young."

Setelah berusia tiga tahun Jin Ho benar-benar membenci susu, dia tidak akan menyentuh makanan apapun yang di dalamnya terdapat campuran susu. Jadi hanya Man Young yang bersedia meminum susu hingga hari ini.

"Aku akan membuatkannya." Ucap Sehun mengecup pelipis kanan Jongin singkat sebelum berjalan menuju dapur.

"Man Young maafkan Hyung!" Tak lama suara Jin Ho terdengar diikuti derap langkah menuju ruang makan.

"Tidak!"

BRAKK!

"Oh Man Young!" tegur Jongin melihat putranya melempar tas sekolah ke atas kursi makan. "Kalian bertengkar?"

Man Young melipat kedua tangannya di depan dada, menatap Jongin tajam. "Jin Ho hyung memilih bermain dengan Namjoon hari ini!"

"Jin Ho." Jongin beralih menatap putra pertamanya.

"Aku ingin bergabung dengan klub basket, Appa."

"Tidak!" pekik Man Young. "Jin Ho hyung bisa terluka, anak-anak basket bertubuh tinggi dan besar, Jin Ho hyung pasti terluka nanti."

"Aku ingin bergabung." Jin Ho bersikeras.

"Tidak boleh! Dengarkan aku Hyung!"

Teriakkan Man Young membuat Jongin pening, pertengkaran ini tidak akan pernah berakhir. Jongin menoleh ke belakang menatap Sehun meminta pertolongan. Sehun tersenyum menghampiri Man Young setelah menyerahkan gelas susu di tangannya pada Jongin.

"Hei jagoan!" pekik Sehun sambil mengangkat tubuh Man Young dan menciumi kedua pipi putranya.

"Hentikan Ayah! Aku bukan anak kecil lagi!" protes Man Young sambil memberontak dari gendongan Sehun kemudian melompat turun dari gendongan sang ayah.

"Jin Ho hyung ingin bergabung di klub basket!" lapor Man Young.

"Bukankah itu bagus?"

"Jin Ho hyung bisa terluka!" protes Man Young dengan dahi berkerut marah.

"Bagaimana jika Man Young masuk ke klub basket juga untuk melindungi Jin Ho hyung?"

Man Young bungkam. Menatap lekat wajah sang Ayah sebelum akhirnya tersenyum lebar. "Ayah pintar!" pekiknya kemudian memeluk pinggang Sehun. "Aku akan bergabung dengan klub basket bersama Jin Ho hyung!"

Jin Ho menatap Sehun tanpa antusias, Sehun hanya tersenyum sambil menggumamkan permintaan maaf pada Jin Ho karena sekali lagi dia tidak bisa mengabulkan keinginan Jin Ho untuk sedikit menjauhkan Man Young dari dirinya. Jangan salah, Jin Ho sangat menyayangi adiknya hanya saja Man Young terkadang berlebihan terhadap dirinya, Jin Ho hanya ingin memiliki lebih banyak teman.

"Man Young gantai pakaian, cuci tangan dan kakimu lalu makan siang."

"Baik Appa!" dengan bersemangat Man Young menuruti perintah Jongin dan berlari menuju lantai dua, menuju kamarnya dan Jin Ho.

"Maafkan Ayah." Ucap Sehun mengacak pelan rambut cokelat Jin Ho.

"Tidak apa-apa Ayah." Balas Jin Ho sebelum melangkahkan kedua kakinya menyusul sang adik.

Jongin melangkah mendekati Sehun. "Bagaimana jika di masa depan Man Young memiliki perasaan lebih terhadap Jin Ho?"

"Apapun asalkan mereka bahagia." Balas Sehun menoleh menatap Jongin. "Kau bagaimana?"

"Apapun asal mereka bahagia." Jawab Jongin.

COMPLETE

Halo semua terimakasih untuk review, foll, fav, terimakasih untuk semua perhatiannya dan terimakasih masih mengikuti cerita ini sampai akhir. Terimakasih review kalian saya sayya, kyungie45, Kaisyaa, Kyungxe, Sheehun, cute, Rachellia park, yoonvi123, micopark, Nikmah444, BabyWolf Jonginnie Kim, Kim Jongin Kai, Park RinHyun Uchiha, teukiangle, Wiwitdyas1, jeyjong, novisaputri09, Kiki2231, vivikim406, oohninibear, dyla28, VampireDPS, hkhs9488, blackfire0611, KaiNieris, bksekaii, jongiebottom, ohkim9488, GaemGyu92. Bye Bye…