WHAT?!

AN EXO FANFICTION

Pairing: HUNKAI, Sehun X Kai, HunBaek (side)

Cast: Oh Sehun, Kim Jongin aka Kai, Baekhyun, and others

Rating: T-M

Warning: BL

Am back, cerita yang sebenarnya tak terlalu yakin mau di post, mood sedang naik turun. Happy reading all

Bab Satu

Oh Sehun dan Kim Jongin adalah dua orang sahabat yang kedekatannya sudah banyak menimbulkan berbagai macam sebutan, seperti kembar tapi beda, pasangan sandal, pasangan sepatu, pasangan pembantu-majikan, dan berbagai macam julukan yang sudah tak terhitung banyaknya. Keduanya kenal sejak bayi, ya walaupun mereka tidak ingat juga sih, kan masih bayi, mereka tahu hal itu dari foto-foto yang dikoleksi oleh kedua ibu mereka.

Sehun yang cadel dan suka menangis harus berada di bawah lindungan Jongin, hal itu bertahan hingga keduanya menduduki kelas enam SD, setelah itu Sehun mulai berubah menjadi anak laki-laki yang bisa diandalkan dalam berbagai hal. Dan itu membuat Jongin kesal karena dia yang dulu selalu membela Sehun dari godaan anak-anak jahil, telah kehilangan pekerjaan. Tidak, tidak, Jongin tidak mencintai Sehun, tidak sama sekali, begitupun sebaliknya, Sehun juga tidak tertarik pada Jongin dengan porsi yang berlebihan. Singkat kata Sehun dan Jongin adalah sahabat sehidup semati, senasib sepenanggungan, tapi bukan kekasih.

.

.

.

Kesabaran Jongin sudah hampir mencapai puncaknya, dia sudah duduk di depan meja belajarnya selama hampir tiga jam dan tidak ada satu katapun yang bisa dia tulis, Jongin memang sangat payah dalam hal menulis kreatif seperti ini. "Kenapa harus puisi?!" Pekik Jongin dramatis. Jongin menarik napas dalam-dalam menghembuskannya perlahan, mencoba untuk tenang agar ide kreatif bisa masuk dengan mudah. "Baiklah, mari kita mulai." Jongin mulai menulis apapun yang ada di dalam pikirannya. "Bola panas itu berpijar….,"

"Jongin!" Teriakkan Sehun membuat Jongin panik.

"Bola panas itu berpijar, ah sial Oh Sehun! Kau menghancurkan ide brilianku!" Teriakkan dramatis Jongin tak digubris Sehun, pemuda berambut hitam itu melenggang santai memasuki kamar Jongin.

"Kenapa wajahmu kusut seperti itu?" Tunjuk Sehun tanpa dosa.

"Aku membuat puisi!" Jawab Jongin menahan jengkel.

"Lalu?"

"Lalu kau datang dan puisiku hancur."

"Sejak kapan kau pintar menulis puisi?"

"Sejak pelajaran bahasa menjadi pelajaran wajib agar aku bisa lulus dari tempat laknat bernama sekolah."

"Universitas." Ralat Sehun.

"Sama saja." Jongin mendengus dan bersiap untuk menekuni tugasnya sebelum Sehun memutuskan untuk menarik kerah belakang kemeja yang dikenakan Jongin. "Apa lagi?!" Kali ini Jongin benar-benar meledak.

"Jong, duniaku jungkir balik."

"Jungkir balik," Jongin berbisik dan mulai berpikir, merenungi kalimat Sehun, menekuni kalimat Sehun, mencerna kalimat Sehun, mengkaji kalimat Sehun.

"Jongin astaga!" Sehun memekik dramatis. "Aku jatuh cinta."

"Ah jatuh cinta," Jongin kembali berbisik. "Kenapa tidak menjelaskannya dari awal?! Kenapa memakai kata-kata kiasan seperti itu, kau kan tahu aku tidak pandai dengan hal-hal seperti itu. Tapi kalau dipikir-pikir jatuh cinta juga kiasan kan, jatuh lalu cinta, apa cinta bisa jatuh ya." Jongin mulai menggumam sambil menggaruk-garuk rambutnya.

"Sudahlah aku sedang jatuh cinta, dia tipeku."

"Hmm," gumam Jongin yang kali ini sudah duduk di hadapan Sehun dengan wajah penuh antusias. "Sebutkan siapa dia, jangan main teka-teki karena aku tidak pintar dalam hal-hal seperti itu."

"Namanya…," Sehun menjeda kalimatnya, Jongin membulatkan kedua matanya tak percaya apakah seorang Oh Sehun sedang merona sekarang?

"Cepat katakan!" Tuntut Jongin.

"Aku sedang jatuh cinta! Jantungku berdebar tak karuan, aku gugup, apa kau tidak pernah jatuh cinta?!" Sehun membalas teriakkan Jongin.

"Tidak." Balas Jongin singkat.

"Dasar tidak laku," cibir Sehun.

"Apa kau bilang?!" Pekik Jongin sambil berdiri dari duduknya menatap tajam Sehun.

"Ti—dak la—ku." Sehun membalas dengan suara jelas dan perlahan, membuat amarah Jongin naik ke ubun-ubun. "Jongin!" Sehun berteriak histeris karena Jongin menarik rambutnya. "Sakit Jongin! Lepaskan! Lepaskan!"

"Tarik dulu ucapanmu!"

"Sakit! Baiklah kau bukannya tidak laku hanya tidak mau pacaran!" Sehun mengucapkan kalimatnya dengan cepat dan jangan lupakan teriakkan sekuat tenaganya.

"Bagus, ingat itu jangan sampai lupa." Ucap Jongin sambil melepaskan tarikan tangannya dari rambut Sehun.

"Ah—aku bisa botak dini jika kau tidak mengubah kebiasaanmu menarik rambutku saat kesal." Sehun mengusap-ngusap puncak kepalanya yang malang. Jongin kembali duduk di atas karpet kamarnya, menatap Sehun dengan ekspresi polos tanpa dosa. "Kau tidak mendengar apa yang aku ucapkan tadi?!"

"Aku mendengarnya, kau juga harus mengubah kebiasaanmu mencibirku, mengejekku, menjelek-jelekkan aku, pokoknya hentikan semua kebiasaanmu itu, maka aku akan berhenti menarik rambutmu."

"Ah itu—kita pikirkan nanti saja, sekarang kita kembali ke topik aku yang sedang jatuh cinta."

"Teruskan, teruskan, aku memperhatikanmu sejak tadi."

"Dia, mahasiswa dari jurusan seni, dia mungil, putih, tampan dan sedikit cantik, ramah, pintar, baik….,"

"Baekhyun." Potong Jongin sebelum Sehun meracau tak karuan.

"Ah iya Baekhyun." Sehun menatap Jongin lekat-lekat kemudian tanpa permisi dia mendorong bahu Jongin dengan keras, mencengkeram kedua bahu sahabatnya itu erat. "Darimana kau tahu namanya?! Jangan katakan jika kau menyukai Baekhyun juga?!"

PLAK! Sebuah pukulan cantik mendarat di ubun-ubun Sehun, Sehun langsung menarik tubuhnya menjauhi Jongin. Sedangkan Jongin sambil menggerutu mulai memijati kedua pundaknya, Sehun itu kuat dan sekarang bahunya sedikit nyeri. "Jika memar kau harus tanggung jawab Sehun."

"Memarmu tidak akan terlihat jelas, kulitmu kan….," Sehun menelan ludah kasar melihat lirikan tajam Jongin. "Baiklah aku akan bertanggung jawab."

"Dengar baik-baik Sehun sahabatku yang paling setia di dunia ini, aku tidak mencintai Baekhyun, dan siapa yang tidak kenal dengan Baekhyun semua fakta yang membuatmu terpesona tadi sudah diketahui hampir di seluruh kampus. Kau ini tidak pernah pergi ke kampus ya?!" Hardik Jongin sambil menunjuk wajah Sehun.

"Jongin, Jongin," Sehun memanggil nama Jongin dengan nada mengejek sambil menurunkan tangan sahabatnya itu dari depan wajahnya. "Apa kau lupa jika aku sudah lulus tahun kemarin, dan sekarang aku memimpin perusahaan."

"Dasar." Desis Jongin, Sehun tertawa nista penuh kemenangan. "Perusahaan warisan." Tawa Sehun seketika menghilang dan wajahnya tertekuk kesal. "Itukan fakta." Sambung Jongin sambil tersenyum polos.

"Ya, itu fakta. Sekarang bantu aku."

"Membantu apa?"

"Atur supaya aku dan Baekhyun bisa berkencan."

"Berkencan? Itu jauh sekali bodoh! Aku tidak berbakat soal hal itu, yang sederhana saja akan aku buat kalian bertemu. Bagaimana?"

"Ide yang bagus Jongin." Keduanya berjabat tangan sambil melempar senyum lebar.

Dan kejadian satu tahun yang lalu itu adalah awal terjalinnya hubungan Sehun dan Baekhyun, kekasihnya.

Sehun mencintai Baekhyun sangat mencintai Baekhyun. Atau mungkin cinta itu hanya sebuah ilusi.

.

.

.

"Sehun."

"Ah Baekhyun, ada apa?"

"Kau bisa tidak menemaniku jalan-jalan hari ini?" Sehun mengamati wajah tampan nan cantik dari kekasihnya itu, jauh-jauh Baekhyun datang ke kantornya di hari libur kerjanya, tak tega juga menolak tapi hari ini akan ada kejadian yang menarik dan dia tak mau melewatkannya.

"Sepertinya tidak bisa, aku sedang sibuk sekarang."

"Ah benarkah? Tapi kau harus datang saat ulangtahunku tiga minggu lagi ya?"

"Tentu Sayang." Baekhyun tertawa bahagia kemudian berlari menghampiri Sehun, memeluk erat sang kekasih dan mendaratkan ciuman pada kedua pipi Sehun serta tak lupa bibir tipis Sehun.

"Aku pergi dulu Sehun."

"Biar aku suruh seseorang untuk mengantarmu kemana saja."

"Tidak usah Sehun. Baiklah jika kau memaksa, aku pergi dulu sampai jumpa lagi Sehun."

"Sampai jumpa, tunggu saja di depan gedung mobilnya sedan silver."

"Oke."

Sehun memperhatikan pintu ruangan kantornya yang tertutup, sekarang dia hanya perlu menunggu kejadian menarik yang sudah dinantinya sejak satu bulan terakhir. Lima menit kemudian, Sehun hampir menyerah dan hampir menyentuh dokumennya saat—BRAK! Pintu ruangannya terbuka kasar, seseorang dengan dasi berantakan, jas berantakan, rambut berantakan, wajah yang dibasahi peluh dan penuh amarah.

"Sehun! Kenapa kau mengirim surat kepada seluruh perusahaan besar untuk tidak menerimaku?! Dan sekarang aku harus datang ke perusahaanmu karena aku langsung diterima tanpa tes, tanpa tes Sehun?!" Sehun menatap Jongin dengan tatapan datar tapi seringai tipis terbentuk di wajahnya. "Aku magang di sini supaya kau bisa menindasku, menyuruhku, menginjak-nginjakku…,"

"Jongin." Potong Sehun. "Aku tak mungkin melakukan hal itu pada sahabatku sendiri."

"Tapi kau mengirim surat pada semua perusahaan besar." Desis Jongin sambil melempar tubuhnya pada kursi berlapis kulit di hadapan Sehun.

"Justru aku ingin menyelamatkanmu dari tindakan diskriminatif yang mungkin akan kau dapatkan jika kau magang ke perusahaan lain, di sini semua orang tahu jika kita bersahabat jadi mereka tidak akan berani menyentuhmu."

"Pembohong," bisik Jongin.

"Ah baiklah kalau tidak percaya." Ucap Sehun, diapun berdiri dari kursinya dan berjalan mendekati Jongin mengacak rambut Jongin yang terasa sedikit lembab karena keringat.

"Hentikan itu," gerutu Jongin sambil menyingkirkan tangan Sehun dari kepalanya. Tapi bukan Sehun jika dia langsung menuruti perintah Jongin.

"Selamat datang di perusahaan Oh, Kim Jongin."

"Sehun!" Pekik Jongin histeris karena Sehun mendaratkan ciuman singkat pada pipi kanannya.

"Kenapa? Ini kan bukan pertama kali aku menciummu." Goda Sehun.

"Menyingkirlah Sehun, aku mau pulang."

"Biar aku antar."

"Tidak."

"Sekalian aku traktir makan ayam sepuasmu."

Jongin ingin menolak, sungguh, tapi Sehun benar-benar tahu kelemahannya. "Baiklah." Bisik Jongin.

"Nah ayo!" Sehun berteriak penuh semangat kemudian menggenggam pergelangan tangan kanan Jongin dan menariknya pergi. Jongin benar-benar malu dengan tingkah kekanakan Sehun yang mengayun-ayunkan tangan mereka yang bertaut, menyita perhatian seluruh karyawan.

Namun, pada akhirnya Jongin tersenyum melihat tingkah kekanakan Sehun yang mengingatkannya pada Sehun yang cengeng dan selalu dijahili, Sehun yang tersenyum lebar hanya dengan sebungkus permen. Bukan Tuan Muda Oh. "Kenapa kau jadi pendiam? Apa kau terpesona padaku?"

"Dalam mimpimu!" Dengus Jongin yang dijawab dengan tawa keras Sehun.

Sesampainya di tempat parkir keduanya bergegas menghampiri BMW hitam milik Sehun, Jongin berjalan memutar menuju kursi penumpang. Tidak ada yang pernah Sehun ijinkan untuk duduk di sampingnya termasuk Baekhyun, dengan alasan dia tidak bisa berkonsentrasi dengan jalan jika ada orang lain di sampingnya, kecuali Jongin. Jika pergi dengan Baekhyun, Sehun memilih menggunakan sopir agar kekasihnya itu tak terus melempar protes.

"Apa kau berlari ke kantorku?"

"Ya, kau tahu?"

"Saat emosi kau sering melakukan tindakan spontan tanpa berpikir dulu."Jongin hanya melirik kesal. "AC-nya sudah dingin?"

"Ya."

"Kau kesal?" Sehun semakin gencar menggoda Jongin, ia bahkan menjulurkan tangan kanannya untuk mengacak rambut Jongin.

"Sehun!" Protes Jongin, kesal dengan tindakan sahabatnya yang selalu memperlakukan dirinya seperti anak kecil.

Sepuluh menit kemudian mereka sampai di depan sebuah restoran cepat saji ternama, tidak ada yang aneh dari restoran itu kecuali jika Sehun memesan seluruh lantai dua untuk dirinya sendiri. "Kau memesan khusus?" Jongin bertanya karena Sehun memarkir mobilnya di belakang bangunan bukan tempat parkir yang disediakan di depan gedung.

"Ya, aku tidak butuh gangguan dari para penggemar."

"Memang kau ini artis, penyanyi, atau idola? Kau kan bukan siapa-siapa." Cibir Jongin.

"Aku memang bukan siapa-siapa tapi aku ini terkenal, pengusaha muda, kaya, dan tampan. Kau harusnya bangga memiliki sahabat sepertiku." Sehun menoleh menatap Jongin dengan tatapan menggoda.

"Sayangnya aku tidak bangga."Sehun langsung mendesis menanggapi reaksi Jongin terhadap dirinya.

Keduanya melangkah menaiki anak tangga yang sebenarnya tangga itu dikhususkan untuk karyawan saja namun Sehun sudah memesan khusus agar kedatangannya tak dilihat oleh pelanggan lain. Jongin menaiki tangga di belakang Sehun, ia mencoba melihat keadaan sekitar tidak ada kerumunan, tidak ada plakat, tidak ada teriakan histeris, Sehun saja yang terlalu percaya diri padahal dirinya bukan seorang Idol.

"Kita pilih meja yang posisinya di tengah, bukan di dekat jendela aku tidak mau gambarku tersebar di berita besok pagi dan harus bertengkar dengan Baekhyun."

"Hmm." Jongin hanya menggumam, terserah saja Sehun mau apa yang ada dipikirannya sekarang adalah makan ayam sepuasnya.

"Jongin kau tidak mendengarku? Apa kau tidak suka jika aku menyebut Baekhyun?" Jongin hanya mengerutkan dahinya. "Kau cemburu?"

"Sehun sudahlah, aku terlalu lapar untuk menanggapi godaanmu jika aku cemburu sudah kulakukan sejak satu setengah tahun yang lalu."

"Saat lapar kau memang tidak bisa diajak bercanda," gerutu Sehun.

"Memang seperti itu, kita sudah bersahabat lama seharusnya kau ingat semua hal tentangku." Cibir Jongin.

"Aku ingat setiap hal kecil tentangmu."

"Ya, ya terserahlah." Balas Jongin semakin malas mengobrol dengan Sehun, ia tarik salah satu kursi kemudian menyamankan dirinya di sana. "Di sini sepi sekali, kurasa akan lebih menyenangkan jika ada satu atau dua orang lain di sini."

"Ada dua orang di sini. Aku dan kau."

"Bukan itu maksudku," desis Jongin semakin jengkel.

"Sudahlah, kau mau pesan apa? Pesan saja sesukamu." Ucap Sehun sambil mendorong buku menu ke hadapan Jongin.

"Semua yang ada ayamnya." Jongin menjawab asal tanpa melirik buku menu.

"Baiklah." Balas Sehun, sementara itu Jongin sudah sibuk dengan ponselnya. "Menghubungi siapa?"

"Hmm, bukan apa-apa hanya melihat sesuatu yang mungkin menarik di sosial media."

"Ahhh." Balas Sehun singkat kemudian ia kembali menampakkan sikap acuh, meski kedua matanya terus mengawasi Jongin. Melihat bagaimana sahabat manisnya itu tersenyum, menampakkan deretan gigi rapinya, terkikik pelan, mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya ke depan bibir, semua itu tak luput dari perhatian Sehun.

"Tuan." Seorang pelayan memanggil Sehun dengan takut-takut, tentu saja dia tidak ingin dibentak yang pasti akan berakibat buruk pada dirinya.

"Aku pesan semua menu yang ada ayamnya." Sehun menjawab tanpa menoleh pada si pelayan.

"Baik Tuan."

Sehun masih memperhatikan Jongin, ingin sekali dia berteriak pada sahabatnya itu untuk berhenti memandangi ponselnya. Sungguh, Sehun paling benci jika diacuhkan. "Sehun!" Jongin memekik ceria, sedikit mengagetkan Sehun. "Lihat ini." Ucap Jongin sambil menghadapkan layar ponselnya kepada Sehun. "Lucu sekali kan?" Sehun memerhatikan layar ponsel Jongin yang sedang menampakkan boneka Rilakuma cokelat berukuran satu setengah meter. "Bagaimana menurutmu?"

"Hmmm, biasa saja."

"Ah, boneka kesukaanmu kan yang kecil, mungil, dan berwarna merah muda." Kemudian Jongin menyimpan ponselnya kembali, kedua mata bulatnya mulai memerhatikan keadaan sekeliling. "Belum siap ya makanannya?"

"Mereka butuh waktu Jongin." Balas Sehun berpura-pura acuh sambil memeriksa ponselnya.

"Sehun."

"Hmmm."

"Sehun jangan acuhkan aku!" Bentak Jongn sambil menarik tangan kiri Sehun membuat ponsel yang berada di tangannya hampir saja terjatuh ke atas meja kayu di hadapan mereka. "Jangan acuhkan aku." Ulang Jongin, lupa bahwa dia seharusnya meminta maaf.

"Tadi kau juga mengacuhkan aku." Balas Sehun, sebenarnya ia bersorak bahagia di dalam hati, Jongin memang tidak suka diacuhkan padahal dirinya tanpa sadar sudah mengacuhkan orang lain. Tapi Sehun suka sekali menggoda Jongin, Sehun rasa itu kebiasaan yang tak akan bisa dihilangkan dalam waktu dekat.

"Aku sedang melihat Rilakuma yang mirip seperti punya Baekhyun hyung dengan ukuran yang berbeda, jika aku memiliki Rilakuma itu aku yakin Kyungsoo hyung akan mengeluarkan teriakan dasyatnya dan dia akan iri denganku." Ucap Jongin kemudian menyeringai.

"Pkiranmu benar-benar kekanakan." Cibir Sehun sedangkan Jongin hanya mendengus saja menanggapi cibiran itu.

"Makanannya datang." Ucap Jongin antusias sambil menoleh ke arah pintu pelayan. "Satu, dua, tiga, empat, ah Sehun kenapa banyak sekali makanan yang diantar."

"Kau bilang semua yang ada ayamnya."

"Tapi kan tidak sebanyak ini…," Jongin tak sanggup melanjutkan kalimatnya melihat enam pelayan datang mengantarkan pesanan makanan, bahkan pelayan-pelayan itu harus menyatukan tiga meja menjadi satu untuk meletakkan semua pesanan. Ayam goreng, sup ayam, ayam cacah dengan sayuran, burger ayam, dan menu ayam-ayam lainnya yang membuat Jongin melongo. "Ini hebat," Jongin berkomentar dengan polosnya membuat Sehun tak bisa menahan tawa.

"Nikmati semuanya Jongin, selamat makan."

"Kurasa kita tak akan sanggup menghabiskan semuanya."

"Aku tidak menuntutmu untuk memakan semuanya."

"Pemborosan."

"Kau yang minta."

"Jadi ini salahku?!" Jongin memekik tak terima dengan kalimat Sehun yang terkesan memojokkan dirinya.

"Sudah makan saja perutmu sudah minta diisi, lain kali kita tidak akan memesan sebanyak ini. Aku janji." Sehun memutuskan untuk mengalah daripada memperpanjang durasi pertengkarannya dengan Jongin.

"Baiklah." Jongin membalas singkat kemudian berdiri dari duduknya menuju wastafel untuk mencuci tangan, diikuti Sehun di belakangnya.

"Jongin." Panggil Sehun sambil melirik Jongin yang sedang mencuci tangan di sampingnya.

"Ya?"

"Apa kau marah?"

"Tidak, kenapa aku harus marah?"

"Syukurlah kau tidak marah padaku." Jongin hanya melempar tatapan bingung mendengar kalimat yang Sehun ucapkan, namun beberapa detik kemudian ia memilih untuk mengabaikannya dan bergegas menuju meja mereka.

Pandangan Jongin langsung tertuju pada ayam goreng tepung, tampak menggoda untuk segera dinikmati, begitu pikir Jongin. Tanpa menunggu lagi Jongin langsung menuang saos dan mencelupkan paha ayam goreng yang menjadi pilihan korban pertamanya. Sehun sendiri memilih ayam yang dicincang dan dimasak dengan sayuran, ia makan dengan perlahan menggunakan sumpit. Sungguh, berbeda sekali dengan Jongin yang makan dengan beringas seperti orang kelaparan.

"Jongin…," gerutu Sehun sambil menarik beberapa lembar tisu kemudian membersihkan sudut kanan bibir Jongin yang kotor oleh saos. "Makan yang rapi Jongin."

Setelah menelan ayam di dalam mulutnya Jongin menyingkirkan tangan Sehun yang masih sibuk membersihkan sudut bibirnya. "Biarkan saja, nanti kotor lagi aku masih belum puas makan ayam goreng." Sehun hanya bisa melempar tatapan jengkel kemudian memilih diam dan mengabaikan Jongin daripada semakin kesal.

Jongin meminum soda di dalam gelasnya, cairan cokelat keruh itu tersisa setengah di dalam gelas. Jongin memerhatikan Sehun yang makan dengan rapi, bukannya terpesona, tapi Jongin sedang memikirkan sesuatu. "Sehun."

"Hmm." Sehun hanya menggumam menanggapi panggilan Jongin.

"Aku mau boneka Rilakuma yang besar."

"Minta saja pada kekasihmu."

"Aku kan tidak punya kekasih."

"Ibumu."

"Aku sudah terlalu tua untuk minta-minta."

"Tabung uang gajianmu lalu beli Rilakuma itu."

"Dasar!" Dengus Jongin kemudian kembali mengangkat gelas soda dan meminumnya kembali.

"Baiklah, kau mau berapa?"

Senyum lebar langsung mengembang di wajah Jongin, Sehun akan selalu menuruti permintaannya bahkan bisa dikatakan jika seluruh barang-barang milik Jongin adalah pemberian Sehun. Tidak, Jongin tidak selalu meminta, terkadang Sehun yang membelikannya sesuatu tanpa bertanya terlebih dahulu. "Dua."

"Hmmm."

"Salah, tiga, aku mau tiga Sehun. Satu Rilakuma besar yang dua adalah boneka beruang besar yang berpasangan dengan baju pernikahan." Kening Sehun berkerut mendengar kalimat Jongin. "Boneka beruang dengan baju pengantin itu akan aku letakkan di depan kamarku untuk menggoda kakakku."

Sehun hanya memutar kedua bola matanya, dia sudah cukup tahu dengan sifat jahil Jongin. "Kena karma baru tahu rasa kau Kim Jongin."

"Karma seperti apa?" Tantang Jongin.

"Kau yang menikah dulu atau parahnya kau hamil duluan."

"Itu tidak akan terjadi." Balas Jongin penuh percaya diri. "Kau yang akan menikah lebih dulu dariku Tuan Oh, dan kau yang akan memiliki anak lebih dulu."

"Jadi kau tidak mau menikah?"

"Aku masih terlalu muda untuk memikirkan hal itu." Jongin menjawab santai kemudian memainkan sedotan di dalam gelas sodanya.

"Jongin."

"Apa?"

"Bagaimana tipe pria idamanmu?"

"Kau mau mendaftar ya?" Jongin bertanya kepada Sehun dengan nada menggoda, tentu saja.

"Dalam mimpimu." Dengus Sehun. "Sudah jawab saja." Tuntut Sehun.

"Dasar!" Jongin kembali mencibir Sehun. "Aku tidak punya tipe ideal, kau kan tahu aku bukan orang yang pintar dalam hal standar atau tujuan tertentu. Aku tipe orang yang mari mengikuti alur hidup dan nikmati saja."

"Yah, karena kau pemalas, manusia itu harus memiliki tujuan agar mereka sukses." Jongin hanya menjulurkan lidahnya menanggapi nasihat dari Sehun. "Kau ini." Dan pada akhirnya seorang Oh Sehun hanya bisa menggerutu menanggapi Jongin.

Ponsel dalam saku celana depan Sehun bergetar dia langsung berdiri dan berjalan menjauhi Jongin, Jongin sendiri tidak peduli dia meneruskan acara makannya karena dia memang bukan tipe orang yang ingin tahu urusan orang lain.

"Aku sedang makan siang Baekhyun."

"Sekretarismu bilang kau tidak ada di kantor."

"Aku makan siang di luar dengan Jongin."

"Ah dengan Jongin, baiklah kalau begitu nikmati makan siangmu sampai jumpa Sehun."

"Ya, sampai jumpa." Sehun berbalik ia berjalan menghampiri meja Jongin sambil memasukkan ponselnya kembali ke dalam celana.

"Baekhyun?" Jongin langsung bertanya, memang dirinya sering tidak peduli dengan urusan orang lain tapi jika itu menyangkut Baekhyun dia jadi peduli. Bukan sekali dua kali Baekhyun melempar tatapan cemburunya ketika mereka bertemu.

"Mungkin—kita harus mengurangi durasi bertemu aku tidak mau melihat Baekhyun cemburu rasanya tidak enak, kau kan kekasih Baekhyun bukan kekasihku jadi kau seharusnya menghabiskan lebih banyak waktu dengannya."

"Kita bersahabat, mungkin suatu saat Baekhyun dan aku akan putus tapi persahabatan kita tidak akan pernah berakhir, bahkan jika aku menikah dan memiliki anak, kita akan tetap bersahabat, anak-anakku akan bersahabat dengan anak-anakmu seperti yang kedua ibu kita lakukan."

Jongin hanya bisa menghembuskan napas kasar, berbicara dengan Sehun yang keras kepala tidak akan pernah memberinya kemenangan. "Sudahlah, aku hanya tidak mau Baekhyun cemburu atau sakit hati." Tegas Jongin.

"Dia akan terbiasa dengan hal itu." Sehun menjawab santai kemudian meriah gelas jus melonnya.

Jongin membersihkan tangan dan mulutnya menggunakan tisu, memikirkan bagaimana kecemburuan Baekhyun terhadap dirinya, membuat napsu makannya tiba-tiba menghilang. Cemburu bukan hal yang menyenangkan dan Jongin tahu jelas karena ibu dan kakaknya sudah sering mengatakan hal itu.

"Kau sudah kenyang?"

"Ya."

"Ada rencana setelah ini?"

"Tidak ada, langsung tidur saja setelah sampai di rumah."

"Ayo kuantar pulang sekarang."

"Tidak, aku bisa naik bus, kurasa Baekhyun hyung ingin bertemu denganmu."

"Akan kuantar." Baiklah, Jongin tidak bisa melawan jika seorang Oh Sehun sudah bersikeras seperti sekarang ini.

Keduanya berjalan bersama perlahan menuju tempat parkir. Sehun bahkan membukakan pintu mobilnya untuk Jongin. Setelah di dalam mobil Sehun mengingatkan Jongin untuk memakai sabuk pengamannya. Mesin dinyalakan, dan mobilpun mulai melaju meninggalkan bangunan restoran. Bergabung dengan padatnya jalan raya.

"Meski kita bersahabat dan kau memiliki hak istimewa di perusahaan, kau harus berangkat pukul tujuh pagi, mengenakan celana kain hitam dan kemeja polos, tidak harus putih yang penting polos tanpa motif ingat itu Jongin, dan kenakan tanda pengenalmu."

"Aku tahu." Balas Jongin.

"Jongin."

"Ya?"

"Kau tak berniat untuk pindah, aku bisa meminjamkan apartemenku untukmu, dan keluargamu."

"Tidak, aku suka tinggal di sana."

"Jika kau punya rencana untuk pindah katakan padaku. Dan kapan kau punya waktu untuk main ke rumahku, sejak kau mengerjakan skripsimu itu kau sudah tidak pernah muncul lagi ke rumahku."

"Aku kan sibuk mencari pekerjaan."

"Sekarang kau sudah mendapat pekerjaan, ayah dan ibuku bertanya terus tentangmu, mereka juga belum sempat memberikan hadiah kelulusan untukmu."

"Hmmm, kapan-kapan saja Sehun jika ada waktu."

"Bagaimana jika hari Minggu ini?"

"Akan aku pikirkan."

"Kau ini sok penting sekali Jongin." Cibir Sehun sambil meninju pelan lengan kiri Jongin.

"Yang ingin aku datang keluargamu bukan aku."

"Jadi kau tidak ingin bertemu dengan keluargaku?"

"Nanti Baekhyun hyung salah paham denganku?" Jongin bertanya balik.

"Kenapa mencemaskan hal itu, kau dan Baekhyun itu berbeda jadi jangan memikirkan lagi tentang Baekhyun." Sehun membelokkan mobilnya memasuki halaman flat sederhana berlantai enam.

"Sampaikan salamku pada Baekhyun hyung, katakan jangan cemburu padaku karena aku tidak akan pernah mencintaimu. "Sehun menjulurkan lidahnya menanggapi kalimat Jongin, Jongin mendengus ia lepas sabuk pengamannya dan keluar dari mobil Sehun, berlari menuju apartemen sederhana yang ia tempati bersama dengan ibu dan satu kakak perempuannya. Sehun langsung menjalankan mobilnya meninggalkan halaman gedung apartemen tempat tinggal Jongin setelah memastikan sahabatnya pulang dengan selamat.

"Jongin, hubunganmu dengan Sehun masih langgeng sampai hari ini."

"Paman, Sehun sahabatku dan dia sudah memiliki kekasih berapa kali aku harus menjelaskannya padamu Paman." Satpam apartemen yang bernama Joonghun itu selalu membuat Jongin kesal jika beliau mulai menggoda dirinya dengan Sehun.

"Paman lihat Sehun sangat mencintaimu."

"Sudahlah Paman. Cepat masuk sana udara mulai dingin sekarang." Jongin mengibas-ngibaskan tangan kanannya, memberi isyarat menyuruh paman Joonghun untuk memasuki posnya, iapun bergegas berlari memasuki gedung.

Bagaimana? Layak Lanjut? Atau End?