GODDESS OF MIRACLE

SEASON 2


CHAPTER 17

"One more time!" seru Alex sambil tersenyum tanpa dosa.

Terdengar banyak erangan dari dalam lapangan basket indoor yang ada di areal penginapan daerah perbukitan tersebut.

"Oh~ Are you wanna run outside?" Alex menyeringai.

"Kalian mau lari di luar?" Himuro menerjemahkan.

"Noo!"

"Maka dari itu bergeraklah sekarang!"

Dengan muka ditekuk dan tubuh dibanjiri oleh keringat, mereka kembali mengelilingi lapangan.

"Menyuruh kita lari di hutan malam-malam begini?! Apa Alex-cchi tidak waras?!" gerutu Kise yang berlari tak jauh dari Aomine dan Midorima.

"Kau pikir latihan saat kita di Teiko dulu masuk akal?" sahut Midorima sambil mengatur napas.

"Perempuan itu menyeramkan." ujar Aomine sambil menyeka keringat yang mulai menutupi pandangannya.

Midorima dan Kise mengangguk.

Ketiganya kemudian segera menyelesaikan sesi latihan mereka dan menyingkir ke sisi lapangan. Meminum air mineral yang disediakan Momoi dan Aida.

"Hyuuga, Mitobe, Tsuchida… senang bisa mengenal kalian semua…" ujar Koganei yang mulai lunglai.

"Jangan bercanda, Koganei!" desis Hyuuga sebelum ia memapah Koganei ke tepi lapangan dan merebahkannya di lantai.

"Terima kasih atas kerja kerasnya." ujar Aida sembari membagikan botol minum dan handuk bersih kepada anggota timnya.

Setelah semuanya mendapat minuman dan handuk masing-masing, Aida kembali ke menulis status perkembangan timnya dalam sebuah buku.

"Kantoku, aku belum kebagian minuman dan handuk." sebuah suara dengan nada datar menyapa Aida yang tengah berkutat pada bukunya.

"Demi Kami-sama yang di atas sana! Kuroko!" saking kagetnya, Aida tanpa sadar merobek buku di tangannya.

"Kantoku, bukumu…" ucapan Kuroko terputus begitu Aida mem-Boston Crab Kuroko tanpa ampun.

"Kuroko teme! Bisa tidak hilangkan misdirection-mu itu sebentar?! Hampir saja aku jantungan, kau tahu!"

"Akh-ku ti-ugh!- bisa me..lakukan.. tu…" tangan Kuroko berusaha meraih rekan setimnya yang hanya bisa menggeleng pasrah.

'Rest In Peace, Kuroko.'

-Goddess Of Miracle-

"Yak, apa yang kalian lakukan?! Apa aku menyuruh kalian untuk istirahat sekarang?!" suara melengking Nijimura menggema hingga ke gudang. Dengan pelototan yang tajam ia berhasil membuat anggota tim Rakuzan yang baru berlari ketakutan ke tengah lapangan.

"Loosen up a bit, will ya?" Blake menyikut pelan lengan Nijimura yang hanya dibalas dengan delikan tajam.

"Okay! Don't give me that look." Blake mengangkat tangan tanda menyerah.

"Shuuzo, yang kutahu harusnya Mr. Blake yang memberikan arahan. Bukan kau." ujar Akashi tenang. Walau begitu Nijimura sadar betul kalimat sebenarnya dibalik ucapan adik kelasnya semasa di Teiko dulu.

"Asal kau tahu, Akashi. Aku dan Alex lah yang menyusun jadwal latihan Blake dan Taira." Nijimura menyebut nama dari anak tunggal keluarga Kagami dengan penuh penekanan dan sedikit membusungkan dada.

Akashi mendecih sebal lalu kembali ke tengah lapangan berkumpul dengan para uncrowned kings. Entah kenapa kali ini ia tidak bisa membalas sama sekali ucapan mantan kapten tim-nya di Teiko dulu. Akashi seolah kehilangan keabsolutannya di hadapan Nijimura. Dan itu hanya karena satu hal. Karena Kagami Taira selalu disebut-sebut di setiap percakapan singkat mereka. Membuat konsentrasi Akashi terpecah dan itu amat sangat bukan Akashi sekali. Dan sekali lagi, Akashi berdecak kesal.

Kelakuan Akashi yang aneh ini tak luput dari pandangan Mibuchi Reo yang mendeklarasikan dirinya sendiri sebagai seorang kakak bagi sang penerus Akashi Corp. tersebut.

"Sei-chan, kalau ada masalah kau bisa menceritakannya padaku." ujarnya sambil memberikan senyum tipis.

Akashi hanya membalas perkataan kakak kelasnya itu dengan alis terangkat yang dilanjutkan dengan dengusan pelan lalu membalikkan badan seolah tidak peduli. Membuat Mibuchi menggeram gemas karena tingkah soknya.

"Untung ganteng." gerutu Mibuchi pelan.

-Goddess of Miracle-

Taira bersenandung kecil sambil menatap sekeliling. Di sebelahnya Shina mencoba meniru senandung yang dilantunkan Taira dengan caranya yang lucu. Yang tak ayal membuat Taira terkekeh geli mendengarnya.

"Bagaimana? Sekolah baruku tidak kalah keren dengan sekolah kakakmu bukan?" tanya Taira.

"Hm…memang benar sih. Tapi kenapa Nee-chan tidak masuk ke Shutoku saja sih? Biar Shintaro-nii bisa kenalan sama Nee-chan." gerutu Shina.

Taira meringis.

"Karena di Seirin banyak temanku, Shina-chan. Sudah lama pula aku tidak menemui mereka karena sibuk di Amerika. Jadi wajar saja ketika aku pulang ke Jepang, aku lebih memilih menghabiskan waktu bersama mereka." jawab Taira beralasan.

"Oh! Jadi di Seirin banyak teman Nee-chan? Nanti Shina boleh kenalan sama mereka, kan?" tanyanya penuh harap.

"Tentu saja. Temanku, teman Shina-chan juga." Taira tersenyum hangat.

"Yay! Teman Shina bertambah banyak! Tapi…Shintaro-nii bilang Seirin hanya punya klub basket laki-laki. Lalu bagaimana Nee-chan bermain basket? Kan Taira-nee suka sekali basket." senyum Taira luntur seketika.

"Hem…sepertinya aku akan berhenti bermain basket kurang lebih selama tiga tahun, Shina-chan."

Walau Shina masih kecil, tapi ia mengerti senyum kecut yang terpatri di bibir nee-chan nya itu menyimpan banyak arti yang tidak menyenangkan. Maka dari itu Shina memilih diam dan menggenggam erat tangan Taira. Mencoba menyalurkan kekuatan untuk nee-chan nya yang ramah meski mereka belum lama kenal.

"Ah! Di dekat sini ada Majiba. Shina mau milkshake?" tanya Taira mengalihkan pembicaraan.

Shina mengangguk cepat.

"Kalau begitu kita kesana sekalian makan siang. Kau belum makan siang kan?" Taira menarik pelan tangan kecil yang berada di genggamannya.

"Uh-uh! Shina mau kentang goreng dan puding juga!" sahutnya antusias.

"Yosh! Kalau begitu kita harus bergegas sebelum kita kehabisan puding di sana!"

"Tidak! Shina mau puding! Ayo Nee-chan! Kita harus lari biar tidak kehabisan!" seketika tangan mungil itu berganti menarik tangan yang lebih besar dengan wajah penuh ambisi demi sebuah puding. Taira terkikik geli sembari membiarkan dirinya ditarik adik dari Midorima Shintarou itu.

Hah, untunglah ia bisa mengalihkan percakapan yang tidak ingin dia bahas sementara waktu. Bukan tanpa alasan ia berhenti bermain basket. Ada banyak alasan yang membuatnya harus berhenti selama di Jepang.

Pertama, ia tengah bersembunyi dari media baik dari Amerika maupun Jepang. Skandalnya dengan salah satu anggota tim WNBA hampir tercium oleh media. Memang karena hal sepele. Tapi semua orang tahu betapa media selalu melebih-lebihkan sebuah perkara apalagi kalau menyangkut dua orang terkenal.

Taira mengakui dirinya cukup terkenal. Berkali-kali diwawancara membuatnya paham bahwa hidupnya sebentar lagi tidak akan sedamai dulu. Dan masalah sekecil apapun bisa merusak image-nya. Haters-nya akan semakin senang, dan karirnya akan jatuh begitu saja.

Sungguh dunia yang kejam.

Kedua, ia masih menghindari lima orang anggota Kiseki no Sedai. Bukan karena ia takut. Heck! Bahkan ia sudah bersiap akan menampar kelima orang bodoh yang tega menuduhnya dengan hal yang tidak-tidak itu. Tapi Shuuzo bilang itu tindakan yang sia-sia dan membuang tenaga. Dengan menampar, bahkan melempar mereka dengan bola basket pun tidak akan merubah sikap mereka dalam sekejap.

Entah kenapa Shuuzo bisa mengatakan demikian meski tahu kelimanya dulu bisa berubah hanya dengan satu kali bertanding. Tapi melihat seringai yang seringkali menghias wajahnya, Taira tahu ada hal yang Shuuzo sembunyikan. Dan Taira tidak berniat untuk bertanya lagi.

Dan yang terakhir, karena orang tua Taira memintanya untuk fokus dengan pendidikan formalnya. Walau tiket menuju UCLA sudah dipegangnya, tapi sebagai pewaris satu-satunya perusahaan keluarga mengharuskannya menempuh pendidikan hingga ke jenjang lebih tinggi. Dan permintaan kedua orang tuanya tidak pernah bisa ia tolak.

TBC


Note:

Maafkan aku! Aku lupa untuk update di *berojigi*

Padahal di wattpad sudah update.

Gomennasai.