Ia adalah cinta pertamaku.

Untuk pertama kalinya aku merasakan bagaimana mencintai seseorang,

Bagaimana ketika rasa rindu ketika tidak bertemu,

Bagaimana rasa bahagia memuncah hanya karena melihatnya tertawa,

Dan bagaimana hati ini terbakar cemburu saat melihatnya bersama pria lain.

Inikah rasa cinta pertama yang pernah ia rasakan?

Cinta yang begitu hebat? Rindu yang begitu besar? Rasa cemburu yang begitu menyesakan?

Kenyataan bahwa diriku bukanlah cinta pertamanya membuat adanya rasa kecewa dalam hatiku.

Rasa cinta yang kurasakan, rasa rindu yang kupendam, rasa cemburu yang membara ini—

Pernah ia rasakan pada seseorang—dan itu bukan aku.

Kenyataan ini juga yang membuatku menjadi begitu protektif. Rasa tak mau kehilangan bertumbuh semakin besar setiap detik ketika bersamanya.

Aku hanya bisa mengatakan 'aku mencintaimu' ketika aku sadar rasa protektifku muncul dan bertindak kelewatan. Aku hanya bisa mengatakan beribu 'maaf' ketika keprotektifanku membuatnya bersedih.

Aku hanya ingin ia tahu—

Bahwa aku hanya takut kehilangannya.


Warning: sinetron abis, bagi yang ga suka genre kaya gini mending pergi ya daripada muntah-muntah.

Disclaimer: BTS' members belong to BigHit Ent, family, and fans.

Don't like this pairing? Close this page, write your own story and pairing. Thanks!

Mention Lee Jihoon, Kwon Soonyoung, and Kim Mingyu from Seventeen & Kim Chungha.


Pernikahan Jungkook dan Taehyung sudah diadakan beberapa hari lalu. Kini aku dan Jimin tengah sibuk mempersiapkan pernikahan kami. Ya, kami akan menikah. Segera. Hanya dalam hitungan minggu—bahkan hari.

Aku tidak tahu kenapa tapi aku menyadari bahwa semakin hari Jimin terlihat semakin cantik. Aku jatuh cinta lagi padanya—entah untuk yang keberapa kali.

"Oppa kenapa melamun? Ayo cepat pilih model baju pernikahannya!" kalimat itu sudah cukup menyadarkanku, tetapi aku masih ingin melihat wajahnya daripada melihat catalog baju pengantin di tanganku.

Lihat pipi chubby-nya. Lihat bibir tebalnya. Lihat matanya. Lihat hidungnya. Lihat dahinya. Oh, tidak. Aku semakin mencintainya.

"Yeppeuda,"

"Memang. Baru sadar, ya?"

Aku terkekeh kecil mendengar jawabannya, "aku model apa saja asal kau yang pilihkan,"

"Geurae? Ara,"

Lalu aku kembali memangku daguku dengan tangan dan memandang bibir tebal nan merahnya yang tengah berbicara pada pegawai toko ini.


Hari pernikahan berlangsung dan di sinilah aku. Berdiri menyambur para tamu dengan gagahnya. Oh, kau memang pembual yang hebat Min Yoongi. Nyatanya aku sudah sangat lelah. Rasanya ingin kuusir semua tamu karena tanganku nyaris patah karena menyalami semua tamu yang hadir.

Taehyung dan Jungkook datang dengan seyum paling bahagia. Rasa tidak suka muncul ketika melihat Taehyung menjabat tangan Jimin. Lihat bagaimana senyum pria itu merekah memandang istriku.

Bolehkah aku cemburu? Pantaskah aku? Entahlah. Aku tengah berusaha agar tidak cemburu kepada Taehyung karena kini kami satu keluarga. Namun, mengingat fakta bahwa Taehyung adalah cinta pertama Jimin membuat hatiku tercubit ngilu—

—karena Jimin pernah mencintai Taehyung dengan sepenuh hatinya.


Rasa resah yang kurasa bertambah melihat bagaimana interaksi dekat antara Jimin dan Taehyung kala itu.

Jungkook bermain ke rumah kami dan menggelayuti lengan Jimin seperti lintah. Ngidam katanya. Aku pun acuh. Aku berniat mengambil minuman untuk mereka bertiga, saat kukembali kulihat Taehyung mengobrol dengan Jimin, Jungkook entah ke mana.

Hatiku terbakar cemburu. Aku membanting minuman ke meja dan segera masuk ke kamar.

Silakan katai aku. Aku memang kekanakan. Aku memang pria aneh. Terserah.

Pintu terbuka, aku setengah berharap itu adalah Jimin. Harapanku sirna saat mencium bau bayi. Ya, Jungkook yang datang. Aroma Jungkook memang penuh dengan aroma bayi. Lagi-lagi katanya ngidam. Terserah.

Bukan basa-basi yang kuterima malah tamparan kecil main-main dan tendangan di perut yang ia berikan.

Manikku membulat horror begitu mendapati perlakuannya yang bar-bar. Hell. Ternyata Jungkook memang benar-benar bar-bar.

"Oppa, wae? Kau cemburu?"

Pertanyaan telak itu entah mengapa tidak membuatku marah. Aku malah merona malu karena ketahuan oleh Jungkook.

Jungkook tertawa konyol hingga perutnya sakit. Bahkan kini ia duduk di lantai karena lemas akibat banyak tertawa.

"Aigoo, Oppa kau begitu menggelikan! Buat apa kau cemburu?! KimTae itu sekarang cinta mati kepadaku, tahu!"

Aku tercengang mendengar ucapan Jungkook. Ia dengan santai dan terang-terangan mengatakan hal manis yang membuat diriku tertegun.

"Oppa, apa kau khawatir?" aku menggeleng cepat.

"Ani. Aku sama sekali tidak khawatir,"

"Berarti benar cemburu, ya?" aku terdiam melihat seringai Jungkook. Sialan dia menjebakku.

"Kau bodoh jika cemburu kepada KimTae. Wajar, sih Oppa cemburu sampai seperti ini. Jimin-eonni kan cinta pertama Oppa. Dasar cowok kurang pengalaman,"

Perempatan siku-siku hadir karena perkataan Jungkook. Jika saja dia tidak hamil dan jika saja ia bukan keluargaku, sudah kuusir ia dari rumah ini.

"Sudahlah, jangan seperti anak kecil. Taehyung-Oppa sekarang ini hanya milikku, ingat itu,"

Dan pintu tertutup membuat otakku kembali berpikir jernih.


Setelah dipermalukan oleh Jungkook—well, setidaknya itu yang kurasakan—aku tidak lagi cemburu kepada Taehyung. Rasa sayangku beribu kali lipat sekarang karena kini Jimin tengah hamil.

Oh, kalian tahu betapa bahagianya aku?

Aku bahkan mengambil cuti karena tidak ingin Jimin merasa kesepian di tengah masa kehamilannya. Tidak ada yang berani membantah keinginkanku ini, bahkan kedua orangtuaku setuju—hm, mungkin tidak. Mereka terpaksa setuju karena kalau tidak aku akan mengamuk. Tapi, siapa yang peduli?

Aku mendapat pengalaman yang sama dengan Taehyung. Aku juga merasakan bagaimana kemanjaan Jimin berubah menjadi seratus kali lipat. Jujur, itu manis dan menyebalkan di saat yang bersamaan.

Manis tentu saja. Jimin yang manja akan semakin menempel padaku. Mengerucutkan bibir merahnya lucu. Bahkan melakukan aegyo dengan cuma-cuma.

Yah, tentu saja menyebalkan di satu sisi. Ia ingin aku memasak. Ia ingin aku bernyanyi. Ia bahkan menyuruhku untuk aegyo! Oh, yang lebih parah semua koleksi kumamonku nyaris dibakar!

Sebagai suami yang baik dan penuh cobaan ini aku melalui masa ngidam Jimin dengan selamat. Kini usia kehamilan Jimin sudah memasuki bulan ke delapan. Lihat perut besarnya. Ia seperti beruang putih!


November tanggal 22, Jimin melahirkan.

Bayiku perempuan dengan pipi chubby dan manik kelam.

Hei, ia begitu mirip Jimin! Aku berharap ia tidak sama manjanya dengan Sang Ibu. Bisa-bisa aku kurus mendadak meladeni sikap manja mereka berdua.

"Kau sudah memikirkan nama?" pertanyaan Jimin menyadarkanku. Aku tersenyum sembari mengecupi puncak kepalanya.

"Hm, belum sebenarnya. Tapi aku ingin nama depannya juga 'Ji' agar sama denganmu," akuku jujur.

Kami terdiam cukup lama sebelum suara Jimin mengudara.

"Jihoon. Bagaimana?"

Aku tersenyum hingga gusiku terlihat, "yeppeuda. Seperti Ibunya,"

Dan melihat rona kemerahan Jimin melengkapi hariku.

Min Jihoon. Selamat datang di dunia.


Sejak Jihoon lahir yang kulakukan hanya memanjakannya. Tidak, Jihoon tidak manja, tetapi aku sendiri yang ingin memanjakannya.

Jihoon tumbuh sebagai anak yang pintar—sepertiku dan aktif—seperti Jimin.

Di usianya yang baru ke dua tahun ia sudah bisa mencoret buku catatan kerjaku dengan spidol. Konyol kedengarannya tapi melihat coretan asal Jihoon entah kenapa membuatku yakin bahwa kelak jiwa seninya begitu hebat.

Jihoon tidak bawel seperti Mingyu—anak Jungkook dan Taehyung. Ketika mereka main berdua yang sering menangis—entah karena apa, bocah itu terlalu cengeng untuk ukuran lelaki. Yah mungkin karena darah Jungkook yang mengalir?— adalah Mingyu. Sedangkan Jihoon akan diam sambil menatap Mingyu yang menangis dengan wajah datar.

Setelah ulang tahun Jihoon yang ke empat yang kurayakan dengan menyewa taman bermain seharian, Jimin berubah.

Tidak besar memang perubahaannya, tetapi aku dapat merasakannya.

Jimin jadi sedikit pendiam. Ia yang biasanya akan mengomentari ketika tidak setuju kini akan mengangguk mensetujui apa yang kukatakan. Kalian tahu yang lebih parahnya lagi? Kami jadi jarang bercinta.

Aku yang sudah sangat penasaraan memilih untuk mengusap surai hitam Jihoon. Saat ini kami tengah bermain berdua. Jimin di kamar karena lelah sehabis membersihkan rumah—aku tahu itu bohong.

"Ji, Daddy ke Mommy dulu, ya? Bisa kan main sendiri?"

Jihoon mendongak lalu mengedip lucu sebelum mengangguk. Tangan mungilnya menggenggam lego dengan erat dan kemudian menaruh di atas membentuk sebuah menara tinggi.

Aku tersenyum dan meninggalkan Jihoon untuk segera menemui Jimin.

Kamar kami berada di lantai dua. Setelah kuketuk pelan pintu kamar aku membuka tanpa menunggu jawaban Jimin.

"Jim?"

Butuh sekian detik sebelum akhirnya Istriku menjawab dengan nada sendu, "wae?"

Aku duduk di ranjang sembari mengusap surai pink-nya. Ia tidur menghadap balkon sehingga ia membelakangiku, "kau yang kenapa. Ada apa, hm?"

"Gwaenchanha," jawabnya lirih. Aku menciumi surainya, "jangan bohong, Sayang. Katakan,"

Aku mendengarnya menghela napas sebelum akhirnya ia duduk di ranjang. Kini kami berhadapan.

"..janji jangan marah?"

Aku menangguk.

"Jangan tertawa?"

Aku kembali mengangguk.

Ia kembali menghela napas dan semburat merah muda mewarnai pipinya, "entahlah. Aku merasa ini begitu kekanakan,"

Aku mengernyitkan dahi. Hal kekanakan terakhir dari Jimin yang kuingat adalah ia ingin pernikahan kami berubah tema menjadi Cinderella—yang tentu saja tidak kukabulkan. Mau taruh mana mukaku nanti?

"Katakan saja, Sayang. Aku janji akan menjadi pendengar yang baik," ucapku jujur sembari mengaitkan jemari kami.

"Kau begitu dekat dengan Jihoon. Aku jadi.. kesepian,"

Aku terdiam begitu mendengar ucapannya. Wajah Jimin saat ini sudah merah. Aku mencoba sekuat tenaga untuk menunjukkan wajah datar agar ia kembali melanjutkan ceritanya.

"Dulu, setiap pulang kerja kau selalu menghabiskan waktu bersamaku. Setidaknya satu ciuman. Tapi semenjak Jihoon lahir setelah pulang kerja kau selalu menggendongnya. Terkadang mengajaknya bicara padahal ia masih bayi. Aku kau abaikan,"

Aku tersenyum geli dan Jimin mendelik galak, "kau janji tidak akan tertawa!"

"Hei, siapa yang tertawa? Aku hanya tersenyum. Baiklah, maafkan aku. Lanjutkan,"

"Sekarang ketika kau meneleponku kau akan bertanya tentang Jihoon terlebih dahulu. Kau bahkan tidak menanyai aku seperti dulu apakah aku sudah makan atau belum,"

Ia menghela napas sebelum berucap kembali, "apa aku berlebihan? Apa menurutmu aku kekanakanan?"

Aku menggeleng. Merasa tersentuh karena Jimin mau menceritakan hal ini. Aku memeluknya dan mengusap punggungnya, "tidak. Maafkan aku. Kau kesepian karena aku,"

Aku melepas pelukan kami agar dapat menatap matanya, "aku janji tidak akan mengabaikanmu lagi, Jim. Aku mencintaimu dan Jihoon,"

"Aku senang akhirnya bisa jujur denganmu. Maafkan aku juga, Oppa,"

Baru aku ingin mencium bibir merah Jimin suara langkah kaki terdengar dan kemudian pintu terbuka.

"Daddy, Mommy," suara cempreng milik Jihoon menghentikan aktivitasku untuk melumat bibir Jimin. aku menoleh dan melihat putriku sedang setengah berlari menghampiri ranjang kami sambil membawa ponsel di tangannya.

Aku yang berada di ujung kasur segera menggendong putriku agar kami bertiga berada di atas ranjang, "hm? Ada apa, Sayang?" tanya Jimin sembari mengelus surai hitam putri kami.

"Lihat!" jemarinya yang teramat mungil begitu kesusahan memegang ponsel milikku. Ia menyuguhkan foto menara lego yang kami buat di ruang bermain lantai bawah tadi.

"Ji buat ini tadi," ucapnya malu-malu. Aku tertegun melihat foto yang diambil Jihoon. Memang masih blur dan bahkan menaranya tidak terpotret secara keseluruhan, tetapi menyadari bahwa ia menggunakan ponsel untuk memfoto dan menunjukkannya pada kami, bukannya berteriak memanggilku dan Jimin untuk menemuinya di lantai bawah agar melihat menara legonya membuatku yakin bahwa bakat Jihoon memang seputar dengan seni.

"Jagi, kau keberatan jika aku memasukan Jihoon ke tempat les musik? Bermain piano mungkin?" tanyaku. Jimin terkejut mendapati pertanyaanku.

"Tidakkah ia masih terlalu kecil?"

"Aku tidak akan memaksa. Besok jika Jihoon merengek mau pulang aku akan membawanya pulang dan tidak akan menyuruhnya masuk les lagi. Bolehkah?"

Jimin menghela napas dan akhirnya mengangguk setuju. Aku tersenyum kemudian mencium pipi chubby istriku gemas.


Besoknya aku membawa Jimin dan Jihoon ke kantorku. Rencananya aku akan mencari tempat les musik yang bagus sepulang kerja. Kebetulan hari ini Namjoon juga membawa anaknya, Kim Chungha sehingga Jihoon ada teman bermain.

"Uncle Nam!" seru Jihoon saat sudah sampai lantai kerjaku. Kaki mungilnya yang terbalut sneakers putih bercorak bunga berlari sambil merentangkan tangan menuju Namjoon.

Namjoon adalah orang kedua setelah Jungkook yang begitu akrab dengan Jihoon. Bahkan Taehyung kalah dan berada dalam peringkat ketiga.

Namjoon segera menggendong anakku dan mengusak hidungnya ke pipi gembil Jihoon, "Hai, Ji,"

Jimin tersenyum sebelum bertanya, "mana Chungha, Namjoon-Oppa?"

"Dia sedang memakan apel di ruanganku,"

"Apel? Boleh aku minta, uncle Nam?"

"Sure, sweetheart,"

Dan Jihoon segera loncat dari pelukan Namjoon dan segera membuka pintu ruangan kerja milik Namjoon.

Kami bertiga serentek geleng kepala. Aku yang teringat akan sesuatu langsung menepukkan tanganku.

"Namjoon-ah, apa kau tahu tempat les musik yang bagus di sekitar sini?"

"Wae? Apa Uji mau les?"

Ya, Uji adalah panggilan dari Chungha. Kim Chungha adalah gadis yang pintar—mungkin setara dengan Jihoon?—Uji singkatan dari Uri Jihoonie. Terkadang Namjoon ikut-ikutan memanggil anakku dengan sebutan itu.

"Ya, mungkin bermain piano,"

Butuh berapa saat untuk Namjoon berpikir sebelum berbicara, "ah! Tak jauh dari tempat les Chungha ada tempat les musik. Kau bisa mendaftarkannya di sana, Hyung,"

Jimin mengernyitkan dahinya, "Chungha juga les?"

Namjoon tertawa, "ya, Chungha belakangan ini suka menari saat Jin menyalakan lagu apa pun. Kata Jin mungkin ini adalah passion Chungha jadi kucoba saja masukan ia. Well, ternyata lumayan ada perkembangan,"

Aku dan Jimin sontak mengangguk. Pada akhirnya aku menyetujui memasukan Jihoon ke tempat les tersebut.


Ini adalah pesta ulang tahun kantor keluarga Min. Kami mengadakan acara besar-besaran dan mengundang begitu banyak orang. Aku bahkan tidak mengenal setengah dari orang yang ada di ruangan ini—karena setengahnya adalah teman bisnis keluarga Jungkook.

Aku tengah mengobrol dengan rekan bisnisku yang baru saja kembali dari Jepang. Kabarnya sang istri ingin melahirkan di Negara kelahirannya sendiri jadilah rekan bisnisku ini sempat tinggal di Jepang.

"Bagaimana kabarmu, Yoongi-ssi ?"

"Aku baik, Youngwoon-ssi. Bagaimana kabar keluargamu?"

"Baik. Ah, berapa umur anakmu? Anakku berumur lima tahun,"

"Seumuran kalau begitu. Anakku juga berumur lima tahun," ucapku sambil tersenyum.

"Benarkah? Wah, mungkin anak kita bisa bermain bersama. Anakku terlalu lengket dengan Ibunya sehingga lebih sering menggunakan bahasa Jepang daripada Korea. Itu cukup menyulitkan," ia tertawa.

Aku tersenyum menanggapinya. Kwon Youngwoon memang orang yang enak diajak bicara.

"Ke mana Nyonya Min, Yoongi-ssi?"

Aku mengedarkan pandanganku dan menemukan Jimin tengah mengambil pudding stoberi kesukaan Jihoon di seberang sana.

"Tengah mengambil pudding untuk anak kami. Yang bersurai pink,"

"Ah, cantik. Kau beruntung," guraunya dan aku tertawa pelan.

"Nyonya Kwon sendiri?" tanyaku.

Ia mengarahkan dagunya ke kanan, "tengah berbicara dengan kawan lamanya," manikku membulat kala melihat Jungkook tengah berbicara dengan Nyonya Kwon. Ah. Jadi mereka kawan lama? Dunia begitu sempit.

Manikku tanpa sadar mencari sosok mungil dengan rambut hitam. Ya, Jihoon. Aku tersenyum begitu melihat Jihoon tengah memakan buah dengan tenang. Anakku pintar. Ia tidak akan mengikuti orang asing dan ia tidak akan menangis karena tidak adanya aku atau Jimin di sekitarnya. Maka itu aku sedikit lega membawanya ke pesta.

Dahiku mengernyit kala melihat sesosok anak lelaki mendekati Jihoon-ku. Jihoon menoleh dan menghentikan aktivitasnya memakan buah. Ia berkedip bingung karena tiba-tiba ada seseorang yang menghampirinya.

Bola mataku hampir jatuh saat melihat bagaimana sang anak lelaki asing itu menempelkan bibirnya pada anakku. Anak itu mencium Jihoon!

"Hoshi-kun!" suara itu berbarengan dengan langkah kakiku yang segera menuju Jihoon. Aku bahkan menabrak beberapa orang agar cepat sampai ke tempat anakku.

Jimin langsung menggendong Jihoon. Maniknya membulat kaget. Ternyata bukan aku saja yang terkejut. Aku memandang cukup sengit bocah asing itu. Matanya begitu sipit dan pipinya sangat gembil. Tanpa sadar seorang wanita menghampiri kami.

"Maafkan anakku! Hoshi-kun! Nani wo shita (Kamu sedang apa)?!" aku dan Jimin saling memandang.

Bocah itu hanya memamerkan deretan giginya yang putih, "gomen, Mama. Kawaii dakara, watashi wa.. (Maaf, Mama. Karena dia lucu aku..)," aku dan Jimin sama-sama mengernyitkan dahi karena tidak mengerti apa yang dikatakan bocah itu.

Youngwoon-ssi menghampiri kami. Aku membungkuk karena sadar aku sudah berlaku tak sopan karena sudah meninggalkannya tadi, "ah, maafkan saya, Youngwoon-ssi ,"

"Ah, tidak! Saya yang harusnya minta maaf! Ini adalah istri dan anak saya," ucap Tuang Kwon membuat mulutku menganga.

"Perkenalkan. Saya Kwon Momo dan ini Kwon Soonyoung atau Hoshi,"

"Ini istri dan anakku, ini Min Jimin dan Min Jihoon," jelasku. Jimin menundukkan kepalanya sambil tersenyum. Namun, ia masih merengkuh Jihoon protektif. Mungkin masih syok karena melihat putri kami dicium orang asing.

"Soonyoung-ah, ayo minta maaf," ucap Tuan Kwon dan anak itu langsung menarik kecil sepatu Jihoon.

"Maaf, ya. Kamu lucu sekali seperti kue mochi," ucap polos bocah itu dengan senyumannya.

Aku menghela napas maklum. Jimin juga sepertinya sudah mendapat kembali kesadarannya. Jihoon? Ia menatapku dan Jimin bingung karena tiba-tiba bersikap protektif.

Oh, kau saja yang tidak paham Min Jihoon. Bibirmu sudah tidak perawan karena sudah dicium bocah asing!

Jimin menurunkan Jihoon dan bocah yang bernama Soonyoung itu langsung menganggeng tangan anakku. Aku terkejut melihatnya. Lancang sekali anak itu!

"Namamu Jihoon? Manis sekali. Aku Soonyoung, panggil Hoshi juga boleh,"

"Oci?"

"Bukan! Namaku Hoshi!"

"Oji?"

"Ish. Ya sudah panggil Soonyoung saja,"

"Unyong?"

"Bukan! Soon-Young!"

"Namamu susah sekali!"

Kami berempat tergelak mendengar percakapan lucu ini. Seketika rasa kesalku pada bocah sipit ini lenyap.

"Ya sudah tidak apa-apa, deh. Mau makan pudding?"

Dan anakku mengangguk semangat.

Baru beberapa langkah empat pasang mata kembali membulat karena aksi cium bibir itu kembali berlangsung. Kali ini Jihoon yang mencium Soonyoung!

"..well. Sepertinya kita akan jadi keluarga?"

Aku dan Jimin hanya bisa tertawa.


Aku mungkin bukan cinta pertamamu, tetapi aku cinta terakhirmu.

Mari mulai kehidupan kita. Mari rombak kesedihan yang pernah kita alami dulu. Mari bahagia bersama.

Cerita ini, hanya ada aku, kau, dan anak kita.

Min Jimin. Aku sangat mencintaimu.


THE END


A/N (cukup panjang karena aku curhat wkwk jadi yang ga kuat skip aja): ..hum, hai?

Udah berapa lama ff ini terlantar? Wkwk maaf ya aku sibuk bikin fakechat sih yang suka memanjakan diri lewat imejin silakan mampir ke wattpadku rilakkumamon! Bisa ditengok ff fakechat-ku mwehehe.

Sebetulnya awal ff ini mau dengan sudut pandang Jimin. Tapi, Jimin udah banyak porsinya di chap lalu jadi kupikir pake sudut pandang Yoongi aja biar yahut. Lagian dia kedapetan POV di chap lalu dikit banget wkwk emang sih Yoongi OOC banget di sini tapi siapa yang tau? Cowo keras dan tsundere juga kalo udah berkeluarga pasti beda #sotoy #pembelaan

Maaf ya sekali lagi kalo chap spesial YoonMin-nya lama #nangispilu dengan adanya chap ini, FF genre drama ini selesai! #tebarkonfeti

Aku baru buka review dan kaget ChiminsCake neror(?) aku wkwk maapin aku ya :( ini YunMin buat kamu! #cipok

Buat next ff projek aku udah gembar gembor mau post genre sci-fi kan? Sepertinya ga jadi hehe. Sepertinya genre fantasy duluan kwkw hanya twoshoot kok. Ga OS ga LS. Kapok euy bikin LS nanti terlantar kaya ini wkwk

Dan oh, bagi kalian yang suka banget sama Mz Yungih aka Suga silakan add OA SUGA BASE ( vmk4501d)! Di situ aku suka post fakechat dan imejin/ff sih mwehehe tapi sayang yah bukan YoonMin tapi Yoongi x Y/N :3

Btw, aku bikin projek ff sendiri tapi aku juga yang mau ngelanggar. Bikin projek ff sebenernya nantang diriku sendiri sih supaya bisa bikin ff di berbagai genre. Out of box-lah. Tapi nyatanya susah. Jari sama otak udah nyaman di humor

Panjang ya? Kan udah dibilang sembari curhat wkwk

Oke, last.

ADA YANG MAU NONTON KONSER BTS?! ASDFGHJKL! AYOK KITA NONTON BARENG

Aku lagi ghalaw mau beli light stick apa engga wkwk terus katanya harga tiket paling murah 1,5jt. Hm. Aku kuat kok.

Baiklah, cukup. Kasian kalian—yang masih scroll—buat baca curhatanku wkwk

Babay! Salam korban jidat syucih Mz Yungih di konser WINGS Seoul kemaren + korban rambut pink Jimin di Not Today.