Naruto belongs to Masashi Kishimoto
Different dipopulerkan oleh WINNER

.

.

.

.

Warning : OOC, Typo(s), Alur cepat.

No material profit gained from this fanfiction

This is not SongFict

I've warned you guys

.
.

.

.

Hinata bukan penggila pemuda tampan yang senang memantulkan bola orange, ia tak suka kebisingan lebih nyaman berteman dengan sunyi dibanding riuh tak bertepi.

Keberadaannya di sini sungguh berbalik 180 derajat dari apa yang biasa ia lakukan. Dengan mendadak Sakura memintanya mengantikan tugas gadis berambut pink itu sebagai manajer club basket.

Hinata bukan gadis yang senang beragumentasi, ia pendiam –cenderung Introvert maka ketika Sakura meminta Hinata menggantikannya, ia hanya mengangguk dengan berat hati menyetujui permintaan Sakura—sahabat kecilnya mengalami cedera kaki akibat terjatuh dari tangga. Alhasil Sakura izin dari segala aktivitas kampus selama dua minggu.

Hinata mengambil beberapa minuman dingin dari vending machine, kaki mungilnya melangkah tergesah menuju gymnasium. Riuh para penonton yang di dominasi para gadis menyambut kedatangan Hinata.

Entah kenapa Hinata tak suka dengan semua ini, saat para mahasiswi menyerukan nama para pemain basket dengan mata yang begitu berbinar. Bukan cemburu atau iri seperti yang para gadis biasanya rasakan, ia tak suka bising. Perasaan tak nyaman akan menghampiri membekap erat mulutnya.

Gadis bersurai indigo itu lebih suka bersuram ria di temani tumpukan buku tebal dibanding euforia yang diciptakan oleh para pemain basket, lebih suka aroma lembar usang yang apak dibanding wangi keringat dan suara bola basket yang memantul secara berulang.

"NARUTO..." seruan itu terdengar lantang, bahkan dari radius dua kilometer saja bisa terdengar. Jeritan yang hampir menulikan telinganya, Hinata menghela napas pasrah. Pasti sebentar lagi para fans girl Naruto akan saling bertubrukan. Mereka seperti semut yang memperbutkan gula, mengumpul pada satu titik—yaitu Naruto.

"Ini jus strawberry untuk senpai, pasti bisa menghilangkan rasa haus seketika."

"Punya ku saja Naruto-kun, ini Jus mangga yang di mix dengan air yang mengandung kadar oksigen tinggi."

Dan masih banyak lagi gadis yang dengan senang hati menyodorkan minumannya, Hinata sendiri tidak pernah mau bersusah payah memberikan minuman untuk Naruto. Karena pemuda itu bisa mendapat satu stock minuman gratis dari fansnya.

"Hinata-chan, kenapa selalu air mineral?" Kiba dengan santainya membuka segel botol air mineral, meski sedikit protes tapi akhirnya ia meneguk air yang Hinata berikan. "Tidak bisakah soda? Atau minuman yang sedikit berwarna seperti yang sering di bawa mereka."

Alis Hinata bertaut, matanya menyipit sempurna sebelum akhirnya ia menarik napas dan membuangnya pelan. Ekor matanya masih melirik Naruto yang menghadapi para gadis—memaksa agar pemuda itu mau menerima pemberian mereka.

"Minuman terbaik setelah olahraga hanya air putih, lagi pula jika terus meminum soda itu tak baik." Ucap Hinata, kalau tak salah ia pernah membaca artikel seperti itu.

"Benar apa yang diucapkan Hinata, air mineral itu yang paling sehat." Dengan santainya Sasori menepuk bahu Kiba, "Air mineral ini pun bisa terasa manis, kau mau tahu bagaimana caranya?"

"Tentu saja dengan mencampurkan gula ke dalamnya." Ujar Kiba dengan analisa terbaiknya.

"Bukan," Sasori tersenyum penuh arti, "Kau bisa meminum airnya seraya melihat Hinata-chan."

Mulut Kiba terbuka dengan sempurna, seperti ikan mas koki yang tak mampu bernapas. Sementara Hinata hanya mampu terdiam meski semburat merah muda yang teramat tipis tak luput dari pipi gembulnya.

"Gombalanmu sangat basi Sasori." Sang kapten—Uzumaki Naruto mulai bergabung dengan anggota club lainnya, Hinata melirik ke arah para fans yang sudah meninggalkan lapangan indoor ini satu-persatu.

"Kalian mau?" Naruto meletakan minuman yang ia dapat dari fansnya begitu saja, ia tak pernah menolak pemberian para fansnya dan itulah penyebab fansnya tak pernah bosan memberikan sesuatu.

Sudah empat hari Hinata menyandang status manajer penganti, dan selama itu pula ia dibuat kesal dengan tingkah para fans Naruto. Hyuuga Hinata yang tak pernah diketahui keberadaanya, karena ia lebih suka menghabiskan waktunya diperpustakaan. Kini gadis bersurai indigo itu populer seketika karena menjadi satu-satunya perempuan diantara sekumpulan pria tampan yang mahir memantulkan bola berwarna orange.

Helaan napas terdengar untuk kesekian kalinya, dengan telaten Hinata merapihkan si bulat orange memasukannya ke dalam troller. Satu lagi bola di ujung sana maka ia bisa segera pulang merebahkan tubuhnya tenggelam dalam rangkaian kata—novel yang sering ia baca.

Tak ada lagi bising, satu persatu anggot club pun berpamitan menyisakan Hibata yang sedang membereskan tas nya, mengecheck ponselnya karena takut Neji menelponnya.

"Untukmu." Tangan tan itu mengulurkan frappuccino dingin, Hinata mendongak untuk menilik sang pemilik tangan. Uzumaki Naruto, pemuda itu masih mengenakan seragam latihan dengan tas yang menyampir di bahunya.

Hinata yakin jika tadi ia sudah sendiri di sini, karena mereka semua sudah pergi. Lalu kenapa Uzumaki Naruto bisa ada di sini dengan dua kaleng minuman dingin di tangannya, dahi Hinata melipat penuh arti.

"Aku tadi pergi ke vending machine untuk membeli minum, dan aku tahu kau menyukai Frappucinno. Karena itu aku kembali lagi kesini." Naruto masih dengan santai menyodorkan minuman dingin itu, ekor matanya melirik novel romansa yang menyembul di balik tas Hinata.

"Terimakasih." Hinata mengambil Frappucino yang disodorkan Naruto, memakai tas punggungnya sebelum akhirnya ia melangkah meninggalkan lapangan basket diikuti Naruto di sampingnya.

"Kau pulang sendiri?" Tanya Naruto, Hinata hanya mengangguk karena pikirannya masih dipenuhi ucapan Naruto antara vending machine-frappuccino-dan kembalinya pria itu kelapangan. Semua itu sama sekali tak masuk akal, hanya karena Hinata suka frappuccino bukan berarti Naruto harus kembali lagi ke lapangan 'kan?

"Kau melamun." Tangan Naruto menggenggam lengan Hinata, ia hampir saja tersungkur jika Naruto tak menahannya.

"Ah... Maaf." Hinata menunduduk malu, untuk seperkian detiknya amethystnya terpaku pada Naruto. Ini hanya perasaan Hinata atau Naruto memang bersinar, di lorong sepi kampus saat senja mulai menyapa. Kenapa harus seperti ini? Hampir mirip roman picisan yang ia baca, Hinata menggeleng lemah berusaha mengembalikan kesadarannya.

"Ku antar pulang."

Hinata menggeleng sebagai bentuk penolakan, tapi untuk kesekian kali tangan Naruto mengamit tangan Hinata menuntunnya menuju parkiran.

"Pakai ini." Naruto menyodorkan helm hitamnya, Hinata masih terlihat linglung.

"Tidak perlu, aku bisa naik bus." Hinata mencoba meyakinkan Uzumaki Naruto meski sedikit sulit, tapi ia sungguh tak pernah mau merepotkan orang lain. Hidup di lingkungan Hyuuga yang menjunjung tinggi kemandirian mengajarkan banyak hal, salah satunya adalah tak merepotkan orang lain.

"Tidak ada penolakan." Naruto memakaikan helmnya pada Hinata, menghidupkan mesin motornya.

"Jika kau tak mau melingkarkan lenganmu di pinggangku, kau bisa berpegangan pada bahuku."

Motor Naruto mulai membelah jalanan, angin berhembus menerbangkan berbagai aroma. Tapi kenapa justru wangi keringat Naruto yang bercampur dengan citrus lebih dominan di hidungnya.

Malam ini tanpa diketahui siapapun, sang kapten mengantarkan Hyuuga Hinata. Si Introvert dan Si Hyperaktif.

.
.

.

.

Naruto melirik jam di dinding yang tak lelahnya berputar mengkonversi waktu, ia hanya ingin memastikan berapa lama ia terduduk di sini. Hampir satu jam penuh Naruto membaca rangkaian kata puitis yang membentuk paragraf, lembar demi lembar terlewati hingga akhirnya ia selesai membaca novel roman yang biasanya di gilai kaum perempuan.

Matanya melirik ragu ke sosok Hyuuga Hinata yang masih sibuk membaca nyaris tak bergerak dari posisi seperti itu,
Kedua amethystnya yang penuh konsentrasi, bergerak mengkonsumsi deretan kata yang sama romantisnya mungkin dengan novel yang ia baca.

Dengan cepat, ujung jemarinya yang lentik mengganti setiap lembaran novel, poninya sedikit berantakan yang sesekali tersapu angin dan menutupi pelupuk matanya, bibir kemerahan yang terantup, dan sorot mata tenang yang— tunggu, sorot mata tenang?

Naruto hampir saja terjungkal dari kursinya ketika menyadari Hinata tengah mengangkat wajahnya dan memandangi dirinya dengan tatapan bingung, gadis itu berdehem kecil.

"Apa ada sesuatu di wajahku?" Hinata menatap ragu, tangannya meraba wajahnya.

Naruto terkekeh melihat aksi Hinata yang terlihat lucu, ia menggeleng pelan. "Tidak ada, aku hanya suka memandangi wajahmu yang serius, kau cantik."

Semburat merah menghiasi wajah gadis bersurai indigo, selalu saja seperti ini. Naruto selalu mampu membuat Hinata tersipu dalam waktu seperkian detik.

"Ayo pulang." Naruto mengamit jemari Hinata, "Aku tak mau dimarahi Neji karena terlambat mengantarmu pulang."

"Aku masih marah pada Naruto-kun." Cicitan itu terdengar mengisi kekosongan perpustakaan.

"Ini sudah sore, bahkan penghuni kampus sudah hampir tak tersisa. Kau bisa melanjutkan marahmu besok."

Sebelum kakinya melangkah keluar perpustakaan justru langkah kasar Naruto lah yang mendahuluinya membuat Hinata menggernyit, bukankah tadi Naruto mengatakan ingin pulang.

"Aku merindukanmu." Satu pelukan hangat dari sang kekasih, Hinata terpaku begitu Naruto melingkarkan lengannya di pinggang Hinata.

"Hampir lima hari kau mengabaikanku, menjadikanku orang asing." Suara Naruto memberat, nafas hangatnya menerpa leher Hinata. "Berhenti mengabaikan seperti ini, kau bisa membuatku gila."

Tak ada yang tahu jika Hinata dan Naruto adalah sepasang kekasih. Mereka tak berniat menyembunyikan hubungannya, justru Naruto selalu berusaha menunjukan secara kontrast kepemilikannya pada Hinata.

Hanya saja Hinata terlalu sering bersembunyi di tengah tumpukan buku dan berakhir dengan segala usaha sia-sia, lalu dua minggu terakhir saat Kekasihnya menjadi manajer pengganti rasa senang dan takut menghampirinya.

Benar saja dugaannya, Naruto harus menahan diri ketika teman setimnya menggoda Hinata. Dan sialnya Hinata terlihat cantik ketika rambutnya terikat, bagaimana bisa ia melewat yang satu itu.

"Jangan memgikat rambutmu di depan orang lain, siapapun itu termasuk Neji."

"Kau menyebalkan." Hinata memukul pelan bahu Naruto, "Entah mengapa aku bias mencintaimu, padahal kita jelas berbeda seratus delapan puluh derajat, kau terlalu bersinar dipenuhi cahaya sementara aku terlalu suram. Kau tak menyukai deretan kata, kau lebih menyukai menggerakan badanmu sementara aku lebih suka tenggelam dalam pikiranku. Kau su—"

Mulut Hinata terkatup rapat saat Naruto tiba-tiba saja menciumnya, memberikan sentuhan lembut tepat di atas bibir tipisnya. "Aku sangat menyukainya, semua perbedaan yang kita milik. Aku menikmatinya, aku suka saat kau membaca buku, aku suka saat kau tengah serius dengan tugasmu, aku segala hal tentangmu. Jadi berhenti mengatakan omong kosong yang membuang waktu. Karena aku begitu mencintaimu."

End

Authors's Note :

Hanya fiksi iseng yang entah kenapa bisa diketik dengan lancarnya, arti lagu sama ini kisah sungguh jauh berbeda, percaya dehh wkwkkwk gue terkesan maksa pengen buat ini judul hahhah.

Adakah yang sudi melihat bio saya? Barangkali mau turut berpartisipasi dengan event yang diadakan di Fandom Bleach Indonesia. Kebetulan saya menjadi salah satu panitia event itu. Yang mau ikut event itu ada hadiah menarik loh, sama dapet satu kecup manja dari saya (Gue mulai Narsis).

Ohh iyah maaf kalo fiksi ini terkesan rush, namanya juga lagi ngetik tiba-tiba muncul ide nista ini hahahha gara-gara kebayang senior nista di kantor baru gue kwkwkkwk

Tadinya pengen buat Naruto POV buat jelasin hubungannya Hinata sama Naruto disini, ah tapi sudah lah tak perlu diekspose nanti jadi membosankan lagi wkwkwkkw

Kecup kangen lah buat kalian semua

Selingkuhannya Seunghoon XD XD