XXX===XXX

US

XXX===XXX

Cast : EXO Oh Sehun, Byun Baekhyun, Kim Jongin, and Park Chanyeol

Genre : Romance, Slice of Life, Drama

Rated : T

Disclaimer : EXO dan para membernya bukan punya saya. Fic ini punya saya.

Summary : Oh Sehun, ilustrator yang sedang berusaha menjadi komikus. Kim Jongin, editor komik yang baru saja kembali dari Jepang. Byun Baekhyun, novelis jenius yang punya masalah dengan 'laki-laki'. Park Chanyeol, editor novel dingin yang tak pernah peduli dengan apapun selain pekerjaannya. SehunxBaekhyun. SeBaek. HunBaek. ChanyeolxJongin. ChanKai. Ini BL lho~~

XXX===XXX

Oh Sehun menghela nafas, tangannya menarik kembali map coklat besar yang tadi dia sodorkan pada seseorang didepannya. Sementara sosok itu memasang wajah memelas, tampak seperti permohonan maaf tak ikhlas. Sudah biasa. Wajah busuk semacam itu bukan sekali dua kali dilihat Sehun.

"Mungkin kau harus memperbaiki dialognya. Itu agak- hmm, apa ya?".

"Ya, aku tahu. Andai saja mencari pembuat skenario dan editor yang baik semudah memesan pizza".

"Ayolah Sehun-ssi, kita sudah bicarakan ini" Sehun acuh, sebelah tangannya meraih ranselnya. Menggantungnya disisi kiri pundaknya dan berjalan cepat keluar dari ruangan itu. Ini kali ketiganya dia datang ke tempat itu dan mendapat penolakan dari editor utama. Sehun adalah ilustrator, sesekali juga dia menggambar komik –dia ingin sekali dikenal sebagai komikus-. Beberapa cover buku dan novel terkenal di Korea adalah buatannya. Yah, walau akhir-akhir ini tidak banyak penulis yang menggunakan jasanya jadi tentu saja dia mencoba berbelok arah menjadi komikus.

Masalah terbesarnya saat ini ada dua hal. Satu, penulis skenario. Ya, Sehun bukan tipe orang yang mudah mengungkapkan pikirannya. Dia mungkin bisa menggambarkannya tapi tidak dengan kata-katanya. Jadi dia butuh seseorang untuk membuatkan story board untuknya namun sayangnya sampai saat ini, belum ada penulis berbakat yang benar-benar mengerti dirinya.

Kedua, editor. Dua editor yang membantu mengoreksi lembaran komiknya adalah dua orang paling bangsat menurutnya. Mungkin mereka meremehkan pekerjaan Sehun -Sehun sendiri juga salah sebenarnya jika berharap banyak dari editor yang bahkan tak bekerja sesuai gajinya-. Jadi naskah yang Sehun kerjakan susah payah mereka anggap sudah layak sehingga Sehun sendiri yang berangkat ke kantor pusat, meminta komiknya diterbitkan. Dan hasilnya, beginilah. Editor di kantor pusat justru bilang masih banyak kekurangan dalam pekerjaannya.

Helaan nafas lagi.

Sehun menyesap cangkir kopinya. Dibukanya map coklat besarnya, mengeluarkan setumpuk kertas dengan berbagai macam panel dan sosok-sosok karakter fiksinya tergambar disana.

"Payah".

"Sehun?" suara seseorang membuatnya mendongak. Si hitam –tan tepatnya- sedang nyengir lebar sambil menatapnya dari atas. Kim Jongin, teman kampusnya dulu.

"Hisashiburi –lama tak jumpa-" ucapnya lagi dengan logat aneh. Alis Sehun terangkat sebelah. Ah, baru ingat dia kalau bocah ini langsung berangkat ke Jepang setelah studinya di Korea selesai.

"Hai juga" jawab Sehun.

"Boleh duduk?".

"Terserah kalau mau berdiri" si tan tertawa, diletakkannya setumpuk buku diatas meja kafe. Membuat riak kecil dalam cangkir Sehun. Sehun menatapnya cermat, mengamati perubahan kawan lamanya setelah 3 tahun belakangan meninggalkan Korea. Tidak banyak berubah sih. Senyumnya masih sebodoh dulu, besar badannya juga masih seperti dulu, mungkin cuma rambut blondenya saja yang sekarang membuat lelaki Kim itu jadi kelihatan mencolok.

"Kapan kau kembali?".

"Dua hari lalu. Aku dipindahtugaskan ke kantor disini".

"Kerjamu apa sih?".

"Hei aku editor manga loh" ujar Jongin riang. Disodorkannya satu buku tebal ke muka Sehun. Majalah manga bulanan, masih berbahasa jepang –terlihat dari huruf-huruf apalah itu yang tidak Sehun pahami-.

"Oh" respon itu dibalas anggukan antusias dari Jongin. "Kudengar kau juga jadi mangaka".

"Aku? Oh, tidak. Aku cuma membuat ilustrasi cover buku".

"Benarkah?" Jongin menatapnya sangsi, kemudian pandangannya jatuh pada tumpukan kertas dalam genggaman Sehun. Dengan satu gerakan kertas-kertas itu sudah berpindah tangan pada namja tan itu.

"Hei!".

"Tuh kan, kau membuat komik".

"Cuma iseng".

"Isengmu benar-benar penuh usaha keras" Sehun mendecih, menatap kesal pada Jongin yang tampak menikmati kegiataannya. "Jangan tertawakan karyaku, itu sudah ditolak bahkan sebelum editor pusat membacanya".

"Kenapa begitu? Hei, bahasanya kacau. Aku tak masalah dengan gambarmu. Ah, mungkin ada beberapa sih. Tapi, sungguh. Dialognya?" Sehun cuma menggendikkan bahu disela sesapannya pada cangkir kopi. Jongin menatap naskah itu iba, kemudian meletakkannya dimeja. Menatapnya tak seantusias tadi.

"Payah".

"Kau mengulang ucapanku" Sehun mencibir kesal. Setidaknya mengucapkannya sendiri tidak akan semenyebalkan ketika orang lain yang mengucapkannya.

"Ngomong-ngomong kau kerja dimana?"

"Sudah kubilang aku editor-"

"Nama perusahaan" dua kata penuh penekanan. Benar-benar deh, masih bodoh seperti dulu. Jongin meringis.

"Maaf" Jongin berdeham, "Penerbit Orange" ah, Sehun familiar betul nama perusahaan yang kedengaran tidak kreatif itu. Yup, tempatnya barusan menginjakkan kaki tadi.

"Itu tempatku menyetor komik ini" ucapnya tanpa semangat. Mulut Jongin membentuk vokal 'o'. "Kita satu tempat kerja. Secara tidak langsung sih".

"Kalau komikku diterima baru secara langsung" Jongin tertawa mendengar ucapan datar itu. "Bagaimana kalau aku jadi editormu?".

"Itu yang ingin kudengar dari tadi" Sehun menjentikkan jari. Nada dan tampangnya yang sedatar jalan raya hilang entah kemana saat mengatakannya. Jongin tertawa lagi.

"Jadi, aku tinggal cari pembuat story board saja".

"Sebenarnya aku sedang jatuh cinta pada satu penulis" Jongin mengangkat satu persatu tumpukan buku yang dia bawa tadi, membuat seisi meja penuh dengannya. Sehun menatapnya risih, "Kau cari apa sih?".

"Novelnya, bodoh. Ah- umm, sebentar. Yup, ini!" lagi, satu buku disodorkan tepat diwajah Sehun. Sehun meraihnya gusar, bocah tan itu entah kenapa jadi agak hiperaktif ketimbang dulu. Sehun membaca judul dicovernya.

CIRCLE

Tampak ilustrasi bulan dengan lubang besar ditengahnya, background gelap penuh bintang entah kenapa membuat gambar itu terlihat besar walau hanya tercetak pada hard cover novel bergenre romance itu. Sungguh cover yang kontras dengan isinya. Dari sketsa dan pewarnaannya Sehun sangat kenal gambar itu. Itu salah satu pekerjaannya sekitar satu tahun lalu.

"Ini gambarku".

"Wah, benarkah? Aku baru tahu. Tidak perduli covernya sih sebenarnya" dahi Sehun berkerut mendengar respon tidak menyenangkan dari Jongin. "Cover juga salah satu aspek dalam pemasaran sebuah buku, tahu".

"Tapi aku bukan tipe pembaca yang melihat covernya, aku langsung lihat sinopsisnya. Eh selain itu buku ini sangat bagus" antusiasme Jongin bangkit lagi. Sehun memutar matanya, diletakkan buku itu ditumpukan teratas buku-buku Jongin yang berceceran di meja. Dia punya satu di rumah sebenarnya, hadiah dari si novelis yang bahkan dia tidak tahu namanya.

"Novel cinta-cintaan begitu mana cocok buat komikku".

"Setidaknya lebih baik dari pada komik absurdmu" JLEB! Sehun merasa tekanan keras di dadanya. "Tepat sasaran kan?" seringai Jongin. Sehun merutuk, menyesal mendengarkan Jongin.

"Lagipula cerita cinta rumit dari BaekHi sangat cocok kurasa. Kau tidak perlu membuat cerita action monoton tanpa ada cerita lainnya, kan?" ada benarnya sih. Bahkan komik action paling populerpun akan punya sedikit selipan cerita romance didalamnya.

"Ngomong-ngomong, BaekHi itu siapa?".

"Nama novelisnya, Oh Sehun!" jawab Jongin gemas.

"Memangnya dia mau?".

"Kau kan bisa mencobanya. Lagipula dia satu penerbit dengan kantor penerbit tujuanmu" Jongin menunjuk satu logo kecil diujung kiri atas novel itu. Logo berbentuk potongan jeruk dengan nama 'Orange' ditengahnya.

"Akan kucoba".

"Lagipula kenapa kau seserius ini sih? Selain itu daripada komik kenapa tidak coba posting online saja?".

"Online?".

"Ya, bukannya di Korea sedang booming aplikasi komik online ya?" oh, itu. Sehun tahu tapi tidak tertarik. Dia merasa sesuatu yang lebih spesial dengan komik cetak daripada digital.

"Kalau online tidak ada istimewanya. Orang-orang tidak akan berjuang unuk mendapatkannya kalau mereka bisa dengan mudah mengaksesnya di ponsel".

"Bicaramu seperti orang tua. Terserahlah. Ganbatte –Berjuanglah-" Sehun tersenyum sekilas. Setelahnya, kedua orang itu membereskan barang masing-masing dan pergi dari sana dengan arah berlawanan.

Sehun tampak menunggu lampu menyala hijau untuk pejalan kaki. Kepalanya terangkat, mendongak menatap langit. Mendung. Dalam perjalanan pulang terus menyebut ulang satu nama yang akan dia coba hubungi nanti.

"BaekHi. Nama yang manis"

XXX===XXX

"Ya, hallo? Bisa bicara dengan BaekHi-ssi?" ujar Sehun saat sebuah suara diseberang teleponnya menjawab panggilannya. Beruntung saat Sehun membuka novel hadiah dari novelis itu tertera nomer telepon di bagian kanan bawah soft covernya.

"Y-Ya, aku B-BaekHi" suara tergagap dari ujung sana membuat Sehun memiringkan kepala, heran. Dia tidak salah sambung kan? Karena nada ragu dari si penerima telepon terasa sangat mencurigakan.

"Anda benar BaekHi-ssi?".

"Te-tentu saja. Ini si-siapa? Aku sedang kerja, jangan ganggu aku!" suara naik turun itu membuat Sehun makin tidak percaya jika sosok yang sedang bicara ini adalah novelis yang dia cari. Ah, tapi setidaknya dia harus menyampaikan keinginannya dulu.

"Ya, saya Oh Sehun. Ilustrator yang membuat cover untuk beberapa novel anda. Saya sebenarnya ingin meminta bantuan anda".

"Oh Se-Sehun-ssi? Oh, ya. Ma-maaf. Apa yang bisa kubantu?" Sehun memainkan pena ditangannya, jujur sekarang dia yang bingung bagaimana harus bicara soal permintaannya. Satu tarikan nafas, "Bisa buatkan story board untukku?".

"H-hah?!" Sehun menggigit bibirnya. Tuh kan, dia paling tidak bisa mengungkapkan sesuatu. Harusnya dia minta bantuan Jongin tadi.

"B-begini, maksudku. Bagaimana kalau kerja sama? Aku sedang berusaha menjadi seorang komikus, hanya saja aku tidak begitu bagus dalam pengungkapan kata-kata. Jadi aku meminta bantuan dari anda untuk membuat dialog komiknya, BaekHi-ssi. Bagaimana?".

"O-oh" ada jeda cukup lama setelah satu tanggapan tadi. Pena Sehun beradu pelan dengan meja dibawahnya. Sehun masih menunggu tanggapan selanjutnya. "O-okay. Tapi aku harus mengerjakan deadline-ku dulu. Mungkin u-um, ano- um, du-dua hari lagi. B-bagaimana?" Sehun nyaris bersorak. Dia tidak menyangka akan semudah ini.

"Okay. Baiklah. Terima kasih, sungguh. Aku akan ke tempatmu dua hari lagi. Terima kasih sekali lagi, BaekHi-ssi".

"N-ne, sama-sama" sambungan terputus. Masa bodoh. Yang penting tujuan utamanya sudah tercapai sekarang. Jadi sekarang tinggal memberi tahu Jongin jika pekerjaannya tinggal selangkah lagi.

"Sebentar" ucapnya disela-sela kegiatan selebrasinya, "Ngomong-ngomong alamatnya dimana?".

XXX===XXX

Sehun menatap bergantian pada kertas dalam genggamannya dan sebuah plang nama yang tertempel didinding sebelah pintu apartemen didepannya. Alamatnya sama tapi namanya berbeda. Bukan nama BaekHi yang tertera disana tapi Byun Baekhyun. Ya, ada kata Baek nya juga sih, tapi Sehun jadi agak meragukan alamat yang dia dapat dari kantor Orange.

Setelah satu tarikan nafas, Oh Sehun menekan bel.

Tidak ada respon.

'Apa dia tidak ada dirumah ya?' tangan kurus Sehun terangkat, menekan lagi beberapa kali pada bel kecil itu.

Masih tidak ada respon.

Sepatu Sehun beradu dengan lantai, menunggu itu menyebalkan menurutnya. Kemudian dia membuat kesepakatan dengan dirinya sendiri. Dia akan pergi jika sekali lagi tak ada yang keluar menyambutnya. Jadi Sehun menekan belnya lagi lebih anarkis dari sebelumnya. Sepersekian detik kemudian tersengar suara gaduh dari dalam –semacam barang jatuh atau mungkin seseorang yang jatuh-.

"BERISIK!"

Sehun mundur beberapa langkah saat pintu itu terbuka dibarengi teriakan serak sosok mungil si pembuka pintu. Sehun pikir dia benar-benar salah alamat, maksudnya- lihat saja bocah didepannya. Piyama kuning dengan motif bebek mungil yang kusut itu sama kusutnya dengan rambut coklat terangnya. Matanya tertutup poni panjang berantakan dan lagi gigi gemeretakan itu membuat Sehun sudah cukup merasa takut.

"M-Maaf. Aku- sepertinya salah alamat. Kupikir ini rumah BaekHi-ssi".

"Tidak, ini memang rumahku" jawab sosok itu. "Kau siapa?".

"Oh Sehun".

"Oh Sehun? Oh, ilustrator itu ya?" nada bicaranya lebih baik daripada teriakan tadi. Tangan mungil miliknya terangkat menyingkap poni panjangnya kebagian belakang. Memperlihatkan mata mungilnya yang berkedip lucu. Sebelum sedetik kemudian wajah ketakutan tampak terlukis disana.

BLAM!

Pintu tertutup. Sehun melongo. Pertemuan macam apa ini?

"BaekHi-ssi? Kau baik-baik saja?".

"PERGI KAU! PENIPU!".

Hah?!

"Hei! Apa maksudmu?! Aku sudah bilang akan kesini dua hari lalu".

"PERGI!" Sehun tidak habis pikir kenapa tingkahnya mendadak begitu. Dan lagi bukannya dia yang merasa tertipu? Kalau dilihat dari gaya menulisnya, Sehun membayangkan yang akan dia temui adalah wanita dewasa yang punya senyum maut favorit para laki-laki. Atau mungkin sebaliknya, laki-laki dewasa dengan pesona mematikan. Bukan laki-laki bertubuh bocah smp begitu.

"Maaf, tapi jelaskan dulu alasanmu" balas Sehun akhirnya. Lama sosok dibalik pintu itu terdiam.

"K-Kau- KAU TIDAK BILANG KALAU KAU LAKI-LAKI".

Hah?!

Sehun rasanya ingin menjedotkan kepalanya ke aspal sekarang. 'Dari suaraku ditelepon kan sudah jelas aku laki-laki" batinnya gusar.

"Begini, aku tidak tahu masalahmu. Aku hanya ingin membahas permintaanku kemarin. Bisa kau bersikap lebih profesional?" beberapa menit setelahnya, suara 'klik' pelan tanda pintu itu terbuka terdengar. Sehun bernafas lega. Membujuk orang bukan sesuatu yang menjadi keahliannya. Dia menganggap keberhasilannya kali ini adalah keajaiban.

"Ta-tapi kau harus jauh-jauh dariku" ucapan lirih dari sosok dibalik pintu itu membuat Sehun terkikik pelan. Lucu juga bocah ini, "Aku turuti semua kemauanmu, jadi bantulah aku" sosok mungil itu mengangguk ragu. Setelah membukakan pintu untuk Sehun, dia berlari mendahului Sehun membuat Sehun menatapnya dengan tatapan 'Setakut itukah?' pada novelis itu.

"Jadi, nama aslimu Byun Baekhyun?".

"U-um" jawaban sekenanya. Sehun menghela nafas. Saat masuk ke ruangan utama tadi dia agak kaget melihat gumpalan selimut bermotif rilakuma berada diatas sofa. Setelahnya dia baru sadar sosok yang dia tahu bernama BaekHi itu berada dalam gumpalan itu. Menutup seluruh tubuhnya, menyisakan wajahnya saja.

"Aku langsung saja. Aku hanya minta kau membuat dialog untuk gambarku" Sehun meletakkan map coklatnya diatas meja. Baekhyun meliriknya sekilas, namun mengalihkan lagi pandangannya saat sadar jika Sehun memperhatikannya. "Aku sudah menuliskan inti ceritanya. Ah, kau bisa melihatnya dulu".

"A-akan kulihat nanti" Sehun pikir berada disitu lebih lama lagi bukanlah sesuatu yang bagus. Dia lalu bangkit dari sofa, pergerakannya membuat kepala mungil Baekhyun menoleh. "Kalau begitu aku pergi dulu. Hubungi aku saat kau selesai. Terima kasih" Sehun membungkuk dihadapan Baekhyun. Laki-laki mungil itu menatapnya sungkan, kepalanya terangguk beberapa kali disertai gumaman.

Sehun segera pergi dari sana. Langkah panjangnya benar-benar membantunya pergi dengan cepat. Helaan nafas terdengar disela perjalanannya. Pertemuan yang aneh. Kenapa juga dia setakut itu?

"Sehun? Sudah selesai ya?" kepalanya mendongak, si tan calon editornya berada tepat dihadapannya. "Padahal aku berniat ke rumahnya BaekHi juga. Ternyata kau sudah duluan".

"Begitulah" Sehun menjawab malas, dilanjutkannya berjalan melewati Jongin. Jongin menoleh, menatapnya kebingungan. Lalu langkahnya putar balik, mengekor dibelakang tubuh tinggi Sehun.

"Kau kenapa? Ditolak?" gelengan dari kepala bersurai hitam itu. "Terus?".

"Kau tidak bilang kalau dia takut laki-laki".

"H-Hah?!".

"Aku serius. Wajahnya ketakutan saat tahu aku laki-laki. Dia bahkan cuma menjawab iya atau tidak saja saat kuajak bicara. Bagaimana bisa dia bekerja selama ini?" tumben Sehun cerewet begini. Tapi sungguh dia heran dengan sikap orang itu. Maksudnya, seorang novelis pasti akan punya banyak interaksi dengan banyak orang kan?

"Editornya BaekHi dan aku saling kenal. Dia bilang dia tidak pernah keluar rumahnya. Kecuali untuk belanja sih, katanya" alis Sehun terangkat, "Editornya laki-laki? Terus bagaimana dia meminta editornya mengoreksi tulisannya?".

"Editornya laki-laki kok. Biasanya saat si editor datang ke rumah, naskahnya sudah ada diatas meja ruang tamu. Jadi setelah mengambil naskahnya, si editor langsung pergi".

"Eh, terus bagaimana cara mereka bicara. Dan juga bagaimana kalau ada acara book signing?".

"Sehun, tanyalah sendiri padanya. Aku bukan ibunya" Sehun mendesah kasar, Jongin menatapnya jengah. Jarang sekali orang dingin macam Sehun begitu penasaran dengan seseorang.

"Yang penting kau berhasil membuat dia mau memperbaiki komik absurdmu kan?".

"Ya, itu saja sudah cukup sebenarnya. Dan jangan sebut hasil karyaku sebagai komik absurd".

XXX===XXX

Byun Baekhyun. Dia ingat betul jika itu adalah namanya. Dia pikir dulu dia adalah bocah paling bahagia sebab dia punya keluarga yang sangat menyenangkan. Setidaknya sampai usianya menginjak 13 tahun. Tapi tahun berikutnya dia cuma bocah sebatang kara yang ditinggal mati kedua orang tua dan kakak laki-lakinya.

Menyedihkan.

Usia 15 seseorang menjemputnya dari panti asuhan. Orang itu mengaku sebagai adik dari ibunya. Bersamaan dengan itu sosok lain mengekor di belakang sang paman. Wajah dengan senyum lembut itu berhasil membuat Baekhyun menurut saat sang paman mengajaknya ikut.

Baekhyun tidak ingat –lebih tepatnya tidak mau ingat- siapa nama sepupunya. Yang dia ingat hanya marga Kim berada didepan nama panggilannya. Dia sepupu yang baik. Dua tahun lebih tua dari Baekhyun. Baekhyun merasa mendapatkan kakaknya kembali.

"Kau cantik".

"A-apa?".

"Aku sangat menyukai Baekhyunnie" respon Baekhyun hanya rona dipipinya. Kepalanya tertunduk, antara malu dan senang. Yah, setidaknya dia begitu sampai 'sesuatu' terjadi.

Ddrrtttt!

Getar penuh paksa membuat sosok 26 tahun itu terjaga. Keringat membasahi seluruh tubuhnya. Dia terengah. Disela nafasnya yang putus-putus terselip rasa syukur sebab dia tersadar dari mimpi buruknya.

Ya, masa lalu adalah mimpi buruk baginya.

Baekhyun mengusap wajahnya, menoleh dia pada ponselnya yang masih bergetar diatas meja penuh naskah cerpennya. Dia ingat deadline cerpen untuk sebuah majalah baru saja dia selesaikan beberapa jam lalu dan dia lupa membereskannya. Saat ponsel itu sudah berpindah ketangannya, hangul bertuliskan 'Oh Sehun' tertera disana. Ah, orang itu.

"H-hallo?" respon tergagap seperti biasanya. Baekhyun tidak terlalu baik dalam berbicara dengan orang lain. Beruntung orang-orang disekitarnya memahami hal itu.

"Halo, BaekHi-ssi. Apa aku mengganggu? Aku ingin berterima kasih padamu".

"U-Untuk?".

"Dialogmu. Sungguh, terima kasih. Responnya bagus sekali. Ah, kau tidak tahu ya kalau komikku sudah rilis kemarin?" Baekhyun menggeleng, respon bodoh. Bertingkah seolah sosok yang bicara ditelepon itu sedang memperhatikannya sekarang. "T-Tidak, maaf" suara tawa terdengar dari seberang sana, membuat sudut bibir mungil Baekhyun entah kenapa ikut tertarik keatas.

"Yah, bukan masalah. Aku ingin merayakannya. Bagaimana kalau dirumahmu?".

"A-Ah? A-Apa?! Tapi r-rumahku-"

"Berantakan? Aku akan membantumu membereskannya, okay? Baiklah, jam 7 nanti aku akan kesana. Sampai nanti" kemudian sambungannya terputus. Baekhyun menatap ponselnya gusar. Astaga. Lagi-lagi seseorang akan masuk kedalam teritorinya, istananya. Terlebih laki-laki.

Baekhyun benci laki-laki.

Walau pada kenyataannya dia juga laki-laki. Salahkan masa lalu yang membuatnya jadi begitu. Baekhyun akan gemetar saat berhadapan langsung dengan mereka. Bahkan saat tahu editornya adalah laki-laki dia sempat mengamuk pada kantor pusat.

"APA TIDAK ADA PEREMPUAN?" pertanyaan yang agak ambigu. Karena pertanyaan penuh emosi itu juga beberapa orang menganggapnya sebagai laki-laki mesum. Persetan. Rasa takut mengalahkan rasa malunya. Tapi tetap saja editornya tak bisa diganti. Jadi saat tiba waktu menyetor naskah, dia akan meletakkan naskahnya diatas meja ruang tamu. Dan si editor akan menuliskan beberapa kekurangannya, meninggalkannya diatas meja sama seperti yang Baekhyun lakukan. Hebatnya cara ini berhasil. Terbukti sudah ada 8 novel sejauh ini yang sudah Baekhyun buat.

"Parah! Parah! Parah!" namja mungil itu uring-uringan sendiri masih dengan piyama bebeknya dan selimut rilakuma yang bertengger setia mengerubungi bagian atas tubuhnya. Tangan dan kakinya bergerak, berusaha secepat mungkin menyahut benda apapun yang menurutnya menghalangi jalan. Berjalan dia keluar kamar, memandangi penuh tatapan menyelidik ketika berada diruang tamu. Memperhatikan kalau-kalau ada barang-barang pribadinya yang tertinggal disana mengingat si komikus itu tadi bilang akan menuju rumahnya.

Beres, tidak ada apapun kok.

"BaekHi-ssi?" Baekhyun berbalik kearah pintu utama, sosok jangkung berdiri disana dengan tangan memeluk penuh kantong kertas berisi banyak bahan makanan. "Hallo" sapanya sopan.

"K-ka-kau bilang jam 7. Dan bagaimana ka-kau bisa –masuk?!" Baekhyun menatap bergantian pada jam dinding dan Sehun, setelahnya tatapan curiga penuh ditujukan padanya. Si komikus tertawa pelan, "Editormu meminjamkan kunci apartemenmu. Dan kau tahu? Butuh lebih dari satu menit untuk membereskan apartemenmu" Sehun berjalan masuk ke ruang tamu lalu meletakkan belanjaan diatas meja. Diperhatikannya seisi ruang tamu itu dan bersiul pelan, "Ah, tapi sepertinya sudah tidak ada yang perlu dibereskan ya. Aku tidak tahu kalau kau seantusias itu" nada bicara setengah menggoda itu membuat sosok mungil berpiyama itu merona tipis.

"A-apartemenku memang sudah bersih, Se-Sehun bodoh" laki-laki bermarga Oh itu menoleh dengan tatapan tak percaya pada Baekhyun yang masih merona sambil mengalihkan pandangan dari tatapan Sehun.

"W-wow, aku tidak percaya akhirnya kau memanggil namaku, BaekHi-ssi"

"Me-memang kenapa?!" sahutnya garang, Sehun tertawa lagi. Dia pikir laki-laki ini manis juga saat malu-malu begini. "K-karena kau yang ingin merayakan sesuatu jadi urus saja sendiri" Baekhyun dengan langkah terburu meninggalkan Sehun menuju kamarnya. Jujur saja dia merasa aneh jika berada dekat dengan laki-laki itu. Seperti merasa 'nyaman'. Dan dia entah kenapa tidak bisa menerima keadaan itu.

Langkah Baekhyun terhenti tepat didepan kamarnya. Dia menoleh pada Sehun, laki-laki itu kini sibuk memeriksa belanjaan diatas meja. "Sehun-" si pemilik nama menoleh.

"Ya?".

"Jangan panggil aku B-BaekHi. Cukup Baekhyun!" kalimat terakhir Baekhyun sebelum masuk dan mengunci pintunya dari dalam. Sehun masih setengah sadar.

"Dia memang manis sekali"

XXX===XXX

Baekhyun keluar setengah jam kemudian, disambut dengan kegaduhan satu suara dan dua suara lain yang kadang menimpal satu sama lain. Tunggu. Seingatnya tadi hanya Sehun saja yang menetap di apartemennya. Dan Sehun juga tidak bilang dia akan mengundang orang lain lagi. Harusnya mereka hanya berdua.

Baekhyun menggeleng gusar. Ini bukan berarti dia berharap cuma mereka berdua yang merayakan keberhasilan komik Sehun.

"Chanyeol-ssi~~ kau tidak pernah berubah. Kau tahu? Aku sangat suka menggoda orang sepertimu".

"Hobimu memang menggoda orang kan, Jongin. Berhentilah. Kau memberi kesan buruk sebagai editorku. Maafkan kelancangan editorku, Chanyeol-ssi".

"Hm, tidak masalah. Aku juga tidak terlalu menggubrisnya dari tadi".

"Jahat~".

Rengekan, suara berat, dan obrolan ringan semacam itu. Sudah lama sekali Baekhyun tidak mendengarnya dari jarak sedekat itu. Ini buruk. Baekhyun bahkan tidak pernah membayangkan akan bicara secara langsung dengan banyak orang lagi setelah sekian lama. Sebenarnya hanya 2 orang baru itu sih yang membuatnya takut. Dia tidak terlalu mempermasalahkan Sehun saat ini.

"Ah, Baekhyun" panggilan Sehun menyadarkannya. Baekhyun menoleh. Sosok bersurai hitam itu tersenyum kearahnya. Disebelahnya namja tan blonde sedang melambai antusias padanya. Satu lagi sosok bersurai brunette sedang menyesap kaleng birnya.

"S-Sehun-".

"Maaf tidak bilang padamu. Tapi aku mengundang editorku juga. Dan editormu" Sehun menyahut cepat sebelum tahu pertanyaan Baekhyun. "Ini editorku Kim Jongin".

"Hallo, BaekHi-ssi. Aku penggemar berat tulisanmu" senyum merekah khas itu ditujukan pada Baekhyun. Baekhyun balas dengan canggung. Dia laki-laki ceria dan terlihat sangat baik, mungkin warna rambut dan kulitnya yang mencolok saja yang membuatnya sedikit terlihat berbeda. Tapi Baekhyun belum bisa percaya kan?

"Dan-".

"Aku editormu" sosok berkacamata tebal itu menatapnya datar. "Park Chanyeol. Sudah berapa tahun sejak kita kenal tanpa tahu wajah masing-masing?" Baekhyun meringis. Kata-kata yang tepat dan menusuk.

"M-maaf-".

"Tidak masalah".

"Oh, ayolah. Kau terlalu kaku, Chanyeol-ssi. Kau harus lebih bisa berinteraksi sekarang. Orang-orang akan kabur saat mulai bicara denganmu" Jongin berucap sambil menunjuk –nunjuk wajah Chanyeol berulang kali. Dia sudah setengah mabuk rupanya.

"Masa bodoh. Itu bukan urusanmu".

Satu tarikan dari sosok jangkung yang entah sejak kapan berada disampingnya membuat Baekhyun mengikuti langkahnya. "Duduklah" Sehun membuat sosok itu menurut padanya. Dan dengan setengah hati, Baekhyun bergabung dalam obrolan kecil mereka.

XXX===XXX

"Aku pulang" dua kata singkat dari Chanyeol. Lelaki jangkung itu menyahut ranselnya dan memasukkan ponselnya kesana. "Eh, sekarang?" Chanyeol mengangguk.

"Aku bawa bocah ini" ujarnya sambil melirik kearah Jongin yang terkapar di lantai sambil sesekali bergumam tidak jelas. Sehun menatapnya malas. Dia benar-benar perusak reputasi, baik bagi Sehun maupun dirinya sendiri.

"Tidak usah, biar aku saja yang mengantarnya pulang" Sehun merasa tidak enak pada Chanyeol setelah apa yang dilakukan Jongin padanya. Sehun tahu Jongin memang jahil dan bermulut tajam sejak dulu, tapi entah kenapa rasanya hari ini dia keterlaluan sekali saat menggoda Chanyeol.

"Tidak apa. Lagipula rumah kami searah. Aku juga bawa mobil" Chanyeol sudah beranjak, diangkatnya perlahan tubuh Jongin dan menggendongnya santai. Sehun menatap mereka aneh. Maksudnya, kenapa Chanyeol biasa-biasa saja walaupun Jongin sudah sangat menyebalkan hari ini?

"Kami pergi ya. Kuserahkan novelisku padamu" dua kalimat terakhir sebelum Chanyeol pergi. Sehun melambai padanya kemudian menutup pintu apartemen Baekhyun. Tatapannya kini lurus pada sosok yang tertidur bersandar pada sofa dibelakangnya. Cukup sulit meyakinkan Baekhyun soal Jongin dan Chanyeol. Sehun melihat sorot tidak nyaman darinya berulang kali sejak mereka duduk bersebelahan saat perayaan kecil tadi.

"Baekhyun" Sehun mengguncang pelan bahu mungil itu, hanya nafas teratur respon yang dia dapat. Sehun menghela nafas, ini pertama kalinya dia melihat Baekhyun tanpa pertahanan begini. Yang Sehun tahu darinya selama ini selalu saja hanya tatapan curiga dan jarak yang sangat terjaga saat mereka berada disatu ruangan yang sama.

"Baekhyun".

"Hngg~~" Baekhyun menggeliat sebelum kembali lelap. Sehun menelan ludah. Sekarang dia dilema sendiri melihat sosok manis itu tampak sangat menggoda. Bibir mungil yang lebih merah dari biasanya. Mata indah yang tertutup sempurna. Pipi merona karena dinginnya udara.

"Tidak" Sehun sudah menempatkan bibirnya beberapa milimeter tepat pada bibir mungil itu tadinya. Entah dia dengar darimana suara penuh larangan itu sehingga dengan cepat dia menjauh dari wajah manis itu.

"Sialan" batinnya mengumpat.

"Sehun?" suara mungil itu membuatnya menoleh. Baekhyun mengusap matanya bergantian sambil menguap dan entah kenapa pemandangan itu membuat Sehun semakin salah tingkah. "Kemana Jongin-ssi dan Chanyeol-ssi?".

"A-AH! Mereka pulang. A-Aku juga-" Sehun bergerak cepat menyambar ransel dan jaket coklatnya. Terburu-buru dia memakai jaket dan sepatunya kemudian keluar tanpa sepatah kata pun.

Baekhyun menatap kebingungan kearah pintu. Belum pernah dia melihat Sehun bertingkah seaneh itu. Belum lagi wajahnya yang merah sempat terlihat Baekhyun tadi.

Sementara Sehun diluar sana bergerak cepat menuju halte subway terdekat. Wajahnya sudah lebih baik daripada tadi. Setidaknya tidak semerah tadi. Antara malu dan entah perasaan apa itu dia rasa yang membuatnya bertingkah begitu.

"Parah" ucapnya sambil mengusap wajah. Berusaha menenangkan detak jantung –dia beranggapan itu karena dia baru saja berjalan secepat lari-, Sehun menepuk-nepuk dada kirinya pelan. Wajah Baekhyun yang sepolos bayi kelelahan entah sejak kapan terus menempel di ingatannya. Terlontar darinya satu pertanyaan bodoh kemudian.

"Aku kenapa?".

XXX===XXX

TBC

XXX===XXX

CHAPTER SATU SELESAI (* 'w' *)

Tolong review, favorit dan follownya ya yeorobuuuunnn~~~ (/ '0' )/

Sampai ketemu di chap selanjutnya~~