Title: Melted

Chapter: 1

Genre: Romance/Gender-Switch, angst, fluff

Rating: T

Main Cast:

Lee Taeyong [NCT]

Jung Yoon Oh a.k.a Jaehyun [NCT]

Chittaphon Leechaiyapornkul a.k.a Ten [NCT]

-oOo-

I've broken free from those memories

I've let it go, I've let it go

And two goodbyes led to this new life

Don't let me go, don't let me go

(Avril Lavigne ft. Chad Kroeger – Let Me Go)

-oOo-

Myunghee berlari kecil keluar kelas begitu bel tanda berbunyi. Ia tampak begitu senang hari ini. Ya, hari ini adalah hari pertamanya masuk sekolah. Awalnya Myunghee menolak untuk masuk sekolah tetapi Taeyong telah berjanji pada bocah yang sudah genap berusia tiga tahun itu apabila ia mau sekolah, ia akan membuat es krim dan cookies cokelat favoritnya. Ah, membayangkannya saja sudah mampu membuat Myunghee tersenyum.

Mungkin kalian berpikir mana ada anak berusia tiga tahun sekolah? Ya, Taeyong mendaftarkan Myunghee ke sebuah play-group. Tentu saja kegiatan di play-group itu hanya bermain dan bernyanyi bersama. Alasan Taeyong memasukkan Myunghee ke sana supaya Myunghee memiliki sedikit kegiatan yang lebih bermanfaat daripada hanya bermain di dalam rumahnya. Toh, jadwal sekolah Myunghee hanyalah tiga kali dalam seminggu.

Dan kini, senyum Myunghee bertambah lebar tatkala matanya menangkap sesosok pria yang ia kenali sebagai Jung ahjussi. Tanpa pikir panjang, ia segera berlari menuju pria itu. "Jung ahjsussi!" serunya.

Yang merasa bermarga Jung menoleh ke sumber suara. Wajahnya menampakkan bahwa ia terkejut dengan fakta Myunghee masuk ke sebuah play-group tempat ia berdiri saat ini. "Myunghee?"

"Nde, ahjussi. Masih ingat padaku?" tanya Myunghee polos sembari tersenyum lebar—menampilkan gigi putihnya yang rapi. Jaehyun tersenyum lalu menggendong Myunghee.

"Tentu saja ingat. Ahjussi tidak mungkin lupa dengan anak manis ini," jawab Jaehyun sambil mencubit hidung Myunghee. Myunghee bertepuk tangan.

"Yeay! Aku senang ahjussi ingat padaku," ucapnya ceria. "Apa yang ahjussi lakukan di sini?"

"Ahjussi tidak sengaja lewat sini. Tadinya ahjussi mau berbelanja barang kebutuhan ahjussi di sana," tunjuk Jaehyun pada sebuah minimarket yang tidak jauh dari sekolah Myunghee. "Hahaha tetapi Myunghee memanggil ahjussi. Jadi ya ahjussi berhenti sebentar di sini."

"Wah! Apa aku boleh ikut menemani ahjussi berbelanja?" tanya Myunghee dengan mata yang berbinar—membuat Jaehyun tersenyum; mata Myunghee memang benar-benar diturunkan dari Taeyong. Rasanya seperti melihat mata seorang Taeyong kecil. Ah, Jaehyun jadi merindukan Taeyong…

"Tentu saja! Ah, antarkan dulu ahjussi pada gurumu, ahjussi mau bilang kalau hari ini Myunghee dijemput oleh ahjussi," dan Jaehyun segera menemui guru Myunghee untuk melapor kalau Myunghee akan pulang bersamanya. Jaehyun tahu di play-group ini para penjemput harus lapor terlebih dulu pada guru yang bertanggung jawab untuk mengantar dan menjemput siswa dengan bus sekolah. Tentu saja untuk menghindari hal yang tidak diinginkan seperti salah paham atau penculikan.

Setelah melapor, Jaehyun dan Myunghee bergegas menuju minimarket. Myunghee bercerita banyak hal soal Taeyong dan dirinya mulai dari Taeyong yang sering membuat kue untuknya, perayaan ulang tahun ketiganya kemarin, Taeyong yang cerewet, serta janji Taeyong hari ini. Jaehyun mendengarkan penuturan bocah tiga tahun itu dengan sabar—bahkan terkadang ia tertawa melihat raut wajah Myunghee yang begitu lucu.

Menyenangkan sekali bisa jalan-jalan dengan anaknya setelah sekian tahun ia tidak pernah bertemu dengan anaknya dan juga eommanya.

Begitu selesai dengan acara belanja mereka, Jaehyun terlebih dahulu mengajak Myunghee berkeliling Seoul dengan mobilnya. Anak itu tampak begitu senang dan sangat bersemangat—terdeteksi dari betapa cerewetnya Myunghee. Mereka membicarakan banyak hal lagi mulai dari kesukaan Myunghee, cita-cita, bahkan sampai melontarkan hal-hal lucu—yang terkadang sebenarnya tidak lucu.

"Ahjussi, aku bahkan sudah lama tidak jalan-jalan dengan eomma. Eomma sibuk sih," Myunghee cemberut. "Katanya eomma sibuk karena harus bekerja mencari uang."

"Memangnya eomma bekerja di mana?"

"Eomma punya toko roti. Kata eomma kalau aku sudah besar nanti, toko itu akan jadi miliku," jawab Myunghee polos. Jaehyun mengangguk paham. Ia tidak kaget kalau Taeyong memiliki sebuah toko roti karena ia sangat tahu Taeyong pintar memasak dan membuat kue.

"Oh, jadi Myunghee juga ingin punya toko roti seperti eomma?" tanya Jaehyun. Myunghee mengangguk.

"Iya! Aku sering membantu eomma membuat cookies dan itu menyenangkan. Kapan-kapan ayo kita membuat cookies bersama," Myunghee tersenyum penuh semangat menampilkan deretan gigi mungilnya yang putih. Jaehyun ikut tersenyum dan mengiyakan. Di otak Jaehyun saat ini, ada sebuah imajinasi dimana ia, Taeyong, dan Myunghee berkumpul di dapur dan membuat kue ataupun es krim. Penuh canda dan tawa, ia sekali lagi mengimajinasikan betapa hangat keluarga kecilnya.

Namun, itu hanyalah imajinasi di otak Jaehyun saat ini.

-oOo-

"Eomma aku pulang!" Myunghee berseru tepat di depan rumahnya. Dengan langkah tergesa Taeyong membuka pintu dan ia kaget mendapati Myunghee tersenyum dengan Jaehyun di belakangnya.

"J-Jaehyun?"

"Maaf aku tidak izin dulu kepadamu. Aku tidak sengaja bertemu Myunghee jadi aku mengajaknya jalan-jalan terlebih dahulu sebelum… ya sebelum aku mengantarnya pulang," seolah bisa membaca pikiran Taeyong, Jaehyun memberikan alasannya. Myunghee bingung dengan raut wajah kedua orang yang ada di hadapannya itu. Ia langsung memeluk kaki Taeyong.

"Eomma, maafkan Myunghe dan Jung ahjussi, nde?" cicitnya. "Myunghee tidak minta izin pada eomma untuk main sepulang sekolah, pasti eomma marah… Maafkan Myunghee, ya? Eomma cantik…"

"A-ah? A-apa?" Taeyong gelagapan mendengar cicitan anaknya—sepertinya pikirannya melayang entah kemana. Ia segera menggendong anaknya dan tersenyum lembut. "Eomma tidak marah Myunghee sayang. Eomma malah senang Myunghee pulang dengan Jung ahjussi, setidaknya berarti Myunghee tidak diculik orang."

"Ya! Kalo ada yang mau mengambil Myunghee dari eomma cantik, Myunghee akan teriak sekencangnya dan berlari!" seru Myunghee sambil memeluk leher Taeyong lalu mencium kedua pipi ibunya dengan sayang. Taeyong melirik Jaehyun yang tertawa. Tidak ada yang berubah, tawa Jaehyun tetap menjadi favoritnya.

"Uhm, Jaehyun-ah gomawo," ucap Taeyong sembari tersenyum. "Terima kasih telah mengantar anakku pulang."

"Tidak perlu berterima kasih, nuna. Aku malah senang bisa menjemput Myunghee," balas Jaehyun dengan senyumnya yang begitu lembut. "Kalau boleh, aku bersedia untuk menjemput Myunghee sekolah setiap hari."

"Itu pasti akan merepotkanmu Jaehyun-ah. Terima kasih atas penawaranmu, tetapi aku bisa menjemput Myunghee—bus sekolah juga bisa mengantar Myunghee pulang. Lagipula ia hanya masuk seminggu tiga kali; Senin, Rabu, dan Kamis," tolak Taeyong sopan. Ia sungguh merasa tidak enak kalau Jaehyun harus menjemput anaknya itu setiap pulang sekolah. Jaehyun mengangguk mengerti. "Tetapi aku tidak melarangmu untuk menemui Myunghee di sekolahnya—asal kau izin dulu padaku."

"Arrasseo," Jaehyun masih tersenyum. "Terima kasih kau mengizinkanku menemui Myunghee, Taeyong-ah."

"Hahaha, aku tidak mungkin sejahat itu melarangmu menemui Myunghee," Taeyong tersenyum. "Masuklah, aku membuat eskrim dan cookies kesukaan Myunghee siang ini."

"Aku ingin, tetapi…" kalimat Jaehyun menggantung. Ia melihat arlojinya. "Aku harus segera kembali ke rumah. Aku sudah berjanji pada Ten untuk pulang sebelum sore hari karena ia butuh popok bayi ini. Hahahaha."

"Popok bayi? Oh, Ten sudah melahirkan? Kapan? Laki-laki atau perempuan?"

"Sebulan yang lalu. Anak kami perempuan."

"Pasti dia sangat cantik. Aku turut senang mendengar kelahiran anakmu. Siapa namanya?"

"Jung Micha."

"Namanya bagus," puji Taeyong tulus. Jaehyun tersenyum. Ada sedikit rasa getir di dalam senyumnya. Ia menatap Taeyong lekat-lekat. Wanita itu tetap tampak cantik meski ia hanya memakai kaus merah oversized dan legging hitam serta rambut coklat yang tergelung rapi. Jaehyun benar-benar tak bosan menganggumi ciptaan Tuhan yang satu ini.

"Ahjussi, mau cookies?" suara Myunghee mampu membuyarkan pikiran Jaehyun. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali. "Cookies, ahjussi. Eomma, ahjussi boleh kan bawa pulang cookies-nya?"

"A-ah ya, tunggu sebentar ya," Taeyong menurunkan Myunghee dan bergegas menuju dapur—membungkus setengah porsi cookie s yang ia buat dan memberikannya pada Jaehyun. "Ige, semoga kau menyukainya. Aku titip salam untuk Ten."

"Terima kasih. Aku akan menyampaikannya pada Ten," Jaehyun menatap cookies coklat berhiaskan chocohip berwarna-warni itu. "Uhm, Taeyong-ah."

"Ya?"

"Kalau ada waktu, aku boleh kan berkunjung bersama Ten dan Micha?"

"Tentu saja! Aku sudah pernah bilang kalau rumahku terbuka untuk keluargamu kan?" jawab Taeyong dengan senyum yang lebar. Jaehyun tertawa kecil mendengarnya.

"Baiklah, aku pamit, terima kasih sekali lagi. Annyeong," dan Jaehyun berlalu dengan sebungkus cookies di tangannya.

-oOo-

Ten menaruh Micha yang tertidur di kotak bayi. Jemarinya mengusap kepala bayi mungil berusia satu bulan itu dengan lembut. Tepat saat itu indera pendengarnya menangkap suara mobil Jaehyun. Ia segera membuka pintu.

"Ah, mianhae Ten, aku pulang terlambat," sesal Jaehyun begitu ia bertemu dengan wanita Thailand yang sudah resmi menjadi istrinya dua tahun silam itu. Ten tersenyum.

"Gwaenchana, aku hanya sedikit panik ketika kau tidak ada di rumah tadi. Micha terus menangis, lalu aku menelepon eomma dan katanya Micha lapar," kata Ten dengan tawa kecil di bibirnya. "Ah, benar-benar aku ini…."

"Santai saja, sayang. Aku paham, kita ini masih baru punya anak. Wajar kalau kau panik setiap Micha menangis," Jaehyun mengelus surai wanita berusia 25 tahun itu dengan sayang. Ten tersenyum dan berinisiatif mengambil belanjaan Jaehyun dari tangannya lalu pergi ke dapur. Ten memeriksa belanjaan Jaehyun.

"Popok ya, lalu sabun bayi, shampoo bayi… dan… hah? Apa ini? Susu untuk ibu menyusui?" Ten merasa aneh dengan kotak susu berwarna ungu untuknya itu. Jaehyun memeluk pinggang ramping Ten dari belakang.

"Kau jelas butuh banyak gizi untuk menyusui Micha, sayang," jelas Jaehyun sambil mencium pipi Ten. "Kau juga butuh susu."

"Ah dan. eh? Cookies? Kau beli di mana? Ini lucu sekali," kata Ten saat menemukan seplastik cookies di dalam belanjaan Jaehyun. Jaehyun terdiam agak lama—memikirkan apakah ia harus jujur pada Ten atau tidak.

"Itu… aku…" Jaehyun menggantungkan kata-katanya—membuat Ten menoleh dan menunggu kelanjutan kalimat Jaehyun. "Aku, tadi bertemu dengan Myunghee dan mengantarnya pulang. Maaf aku tidak mengabarimu, Ten."

"Jadi, cookies ini dari Taeyong?" tanya Ten. Jaehyun mengangguk. Ten menghela nafas lalu tersenyum. Dengan lincah jemarinya membuka plastik itu dan memakan cookies-nya. "Hmm, mashitta. Ah, aku rasa aku harus berterima kasih padanya. Mungkin, aku bisa memasan cookies lagi padanya? Kkkk~"

"Dia menitipkan salam padamu."

"Eh? Jinjja? Lain waktu, ayo kita berkunjung ke rumahnya, Jae," kata Ten membuat Jaehyun membulatkan matanya. "Aku ingin berkenalan dengannya. Setiap kau menceritakan tentangnya, aku berpikir ia orang yang begitu bersahabat dan hangat. Aku penasaran."

"Ya, dia memang sangat bersahabat," dan juga manis, menyenangkan, dan lembut, lanjut Jaehyun dalam hati. "Baiklah, kapan-kapan kita bisa berkunjung ke rumahnya."

"Yeay! Aku juga ingin bertemu Myunghee. Ah, aku akan membawakan bingkisan untuknya," Ten tampak begitu senang mendengar persetujuan Jaehyun. Jaehyun mengusap rambut hitam Ten dan mengecup pelipisnya.

Jaehyun rasa, mempertemukan Ten dengan Taeyong memang keputusan yang tepat.

-oOo-

"Eomma, berapa lama lagi Jung ahjussi kemari?" tanya Myunghee. Seminggu setelah Jaehyun mengantar Myunghee pulang, ia mengatakan pada Taeyong bahwa ia akan mengunjungi Taeyong bersama Ten dan Micha sore ini. Myunghee tentu saja sangat bersemangat mendengarnya, apalagi ia mendengar bahwa Micha juga ikut.

"Sabar sayang, sini bantu eomma menaruh cookies ini di toples," jawab Taeyong sambil memotong pudding strawberry. Myunghee menurut, ia memasukkan cookies yang ada di loyang ke toples. Selesai dengan pudding strawberry, Taeyong beralih ke brownies panggangnya. Ia memang mempersiapkan beberapa makanan untuk tamu spesialnya itu; brownies, cookies, pudding strawberry, dan jus jeruk.

Ting Tong!

Myunghee hari ini sangat "peka" dengan bunyi bel. Ia langsung turun dari kursi dan berlari ke pintu rumah—diikuti Taeyong tentunya. Dengan usahanya, ia berhasil membuka pintu rumahnya itu. Senyum lebar langsung terlukis di wajahnya saat ia melihat seorang pria dan wanita dengan bayi di gendongannya itu berdiri di hadapannya. "Selamat datang! Silahkan masuk!" kata Myunghee dengan semangat yang sangat menggebu. Ten tertawa kecil melihat kelakuan Myunghee.

Tanpa disuruh dua kali, Ten dan Jaehyun masuk lalu duduk di sofa bercorak floral itu. Myunghee langsung duduk di samping Ten. Tak tampak sedikit pun rasa tidak nyaman saat ia duduk di dekat Ten. Ten sendiri memperhatikan seisi rumah Taeyong. Cat dinding berwarna coklat muda, ruang tamu yang rapi, beberapa pajangan di dalam lemari kaca… bagi Ten rumah kecil Taeyong itu sangatlah menyenangkan. "Hallo, Myunghee," sapa Ten.

"Hallo Jung ahjumma," balas Myunghee lalu memperhatikan bayi yang ada di gendongan Ten. "Ahjumma, adik ini namanya siapa?"

"Namanya Micha," jawab Ten sambil tersenyum. Ia agak merendahkan posisi gendongannya agar Myunghee bisa melihat wajah Micha. Benar saja, mata Myunghee langsung berbinar.

"Wah, dia cantik sekali! Seperti ahjumma!"

"Myunghee, kecilkan suaramu!" kata Taeyong yang langsung muncul dengan hidangan buatannya dan minuman, tentu saja. Ia duduk berhadapan dengan Ten dan Jaehyun. "Maaf kalau Myunghee ini—"

"Tidak apa-apa Taeyong-ssi. Aku suka anak kecil kok seperti Myunghee kok. Dia sangat menggemaskan," kata Ten sambil mencubit pipi Myunghee yang asik dengan Micha. Taeyong agak terkejut.

"E-eh? Tidak perlu seformal itu, panggil saja aku Taeyong," kata Taeyong agak kikuk. Tentu saja, bertemu dengan istri mantan kekasih pastilah berbeda dengan bertemu tamu biasa. Ten memperhatikan Taeyong, senyum mengembang dari wajahnya.

"Benar kata Jaehyun," kata Ten sambil melirik Jaehyun yang sekarang malah asyik mendengar celotehan Myunghee. "Taeyong eonni memang sangat manis dan cantik."

"U-uhm… biasa saja. Kau lebih cantik, Ten," balas Taeyong agak malu-malu mendengar pujian Ten. Ten tertawa kecil melihat reaksi Taeyong yang menggemaskan.

"Hahaha tidak perlu kikuk begitu, anggap saja kita ini sudah berteman sejak lama," Ten menggeser posisi duduknya agar lebih dekat dengan Taeyong. "Kau hanya tinggal berdua dengan Myunghee? Ah kudengar eonni juga punya toko roti ya?"

"A-ah, iya," Taeyong tersenyum dengan canggungnya dan jantung yang berdetak dengan sangat kuat. Ini adalah kali kedua ia bertemu dengan Ten—sebelumnya ia bertemu di toko perlengkapan bayi saat ia mengandung Myunghee delapan bulan. Kini Taeyong bisa melihat sosok Ten dengan sangat jelas. Wajahnya begitu jelita dan lembut dengan hidungnya yang mancung, bibirnya pinknya yang tipis, dan rambut ikalnyanya yang hitam. Bahkan sekalipun Ten saat ini hanya mengenakan dalaman dress selutut berwarna hitam dan outer lengan panjang berwarna merah tua, kesan glamour dari dirinya tidak hilang. Sejenak Taeyong merasa kecil di hadapannya. Ten benar-benar tampak berkelas.

"Aigo eonni," kali ini Ten tertawa agak keras. "Jangan canggung begitu," Ten menyentuh punggung tangan Taeyong. Taeyong agak kaget, ia menatap Ten. Ten tersenyum tulus pada Taeyong—membuat Taeyong secara refleks membalas senyuman Ten. "Jadi, eonni punya toko roti? Yang mana?"

"Iya, di daerah Myeongdong, Fiore Bakery," kata Taeyong.

"Fiore… Fiore… Ah! Astaga, jadi itu milik eonni? Itu adalah toko langgananku!" Ten tertawa. "Aku sangat suka brownies dan cake di sana. Lain kali aku akan kesana kalau eonni sedang di sana. Mungkin aku bisa dapat cake gratis."

"Gratis? Hahahaha, kau bisa dapat sekarang," Taeyong memberi isyarat agar Ten memakan brownies-nya. Ten mengambil satu potong dan memakannya. "Omong-omong, kau tidak pegal menggendong Micha?"

"Ah," Ten mengerjapkan matanya dan memberikan isyarat agar Taeyong menggendong Micha. Taeyong membawa Micha ke gendongannya dan ia bisa melihat dengan jelas betapa cantiknya bayi satu bulan itu. "Kau tahu, eonni? Awalnya aku benar-benar tidak bisa membedakan mana tangisan lapar, mengantuk, atau ingin buang air."

"Itu wajar, Ten. Aku dulu juga begitu. Aku sempat sangat panik saat bayi Myunghee menangis," kenang Taeyong sambil mengusap kepala Micha. "Aku bahkan ikut menangis saking paniknya. Ternyata Myunghee saat itu hanya mengantuk, kkk~"

Tak butuh waktu lama, Taeyong dan Ten segera akrab begitu saja. Ten mampu membuat Taeyong nyaman begitu saja, sementara Taeyong sendiri adalah orang yang menyenangkan bagi Ten. Mereka membicarakan banyak hal—dan juga memakan apa yang ada di meja mulai dari cookies sampai brownies. Sepertinya mereka berdua tidak sadar bahwa Jaehyun sudah berpindah ke ruang tengah untuk menemani Myunghee menggambar.

Benar-benar keluarga yang bahagia, bukan?

-oOo-

Taeyong membuka bingkisan pemberian Ten—setelah keluarga Jung itu pulang tentunya. Taeyong terkejut melihat isi bingkisan itu; sebuah hobo bag kulit keluaran LV berwarna coklat tua. Yang ada di pikirannya hanyalah Ten-benar-benar-kaya-sampai-mampu-membelikannya-LV. Mungkin Taeyong lupa akan fakta Ten dan Jaehyun merupakan anak dari pebisnis sukses di negaranya masing-masing—Jaehyun tentu saja sudah menjadi presiden dari perusahaan yang kini telah bergabung menjadi satu itu.

"Eomma lihat ini!" Myunghee berlari ke arah Taeyong sambil memamerkan baju barunya. Ya, Jaehyun dan Ten membawa dua bingkisan untuk Taeyong dan Myunghee. Untuk Myunghee, Ten membelikan beberapa potong baju.

"Hahahaha bagus sayang," kata Taeyong lalu menarik Myunghee ke dalam pelukannya. Myunghee mengerjapkan matanya. "Eomma, itu apa?"

"Eh?" Taeyong melihat ke arah yang ditunjuk Myunghee. Ada sebuah amplop kecil berwarna pink di atas kotak bingkisannya. Taeyong mengambilnya dan membuka isinya.

Halo Taeyong eonni! Mari berteman denganku, kalau kau butuh bantuan, hubungi aku ya! Oh ya, apabila ada waktu aku ingin berkunjung lagi ke rumahmu, atau kita bisa shopping bersama ^^ - Ten

Taeyong tersenyum kecil. Lalu ia teringat saat membuat makan malam tadi, di mana Ten benar-benar ketahuan tidak bisa memasak—yang memasak selama ini adalah pembantu Ten atau Jaehyun. Akhirnya dengan sabar Taeyong mengajari Ten untuk memasak. Dan usaha Taeyong sepertinya tidak sia-sia karena Ten berhasil membuat makanan yang "bisa dimakan"—cheese beef fusilli, garlic bread, dan chicken wings. Ten sangat bangga akan hasil masakannya itu.

"Eomma," cicitan Myunghee berhasil membuyarkan pikiran Taeyong. Taeyong menatap Myunghee. "Ten ahjumma cantik. Dia juga baik. Myunghee suka."

Ya, dan sepertinya Lee Myunghee bisa menerima kehadiran keluarga Jung di dalam hidupnya. Seandainya Myunghee tahu kalau Jung ahjussinya itu ayahnya.

-oOo-

Ten mengganti pakaiannya dengan piyama birunya sebelum akhirnya ia menyamankan diri di atas kasur kingsize-nya. Tangannya meraih remot tv dan matanya menatap layar persegi itu. Namun, pikirannya melayang.

Lee Taeyong. Nama itu memenuhi isi kepala Ten. Seorang wanita yang menurut Ten adalah wanita yang sangat cantik, menyenangkan, dan sangat tegar tentu saja. Seumur hidupnya, Ten baru kali ini mengenal seseorang yang memiliki hati begitu kuat seperti Taeyong.

Bahkan di mata wanita Thailand itu, Taeyong adalah orang yang sangat beruntung karena begitu dicintai oleh suaminya—Jung Jaehyun. Ten mendesah pelan. Ia tak heran apabila suaminya itu begitu mencintai Taeyong. Wajah cantik, terampil mengurus rumah dan anak, baik, menyenangkan, dan perhatian. Ten tahu diri. Ia bahkan tidak pernah memasak untuk suaminya—kecuali hanya sekedar ramyun.

Ia ingat bagaimana dulu Jaehyunnya itu sempat frustasi karena pernikahan mereka. Yang Ten tahu, Jaehyun hanya tidak ingin mengecewakan keluarga mereka, tentu saja. Jaehyun yang ia kenal sejak kecil merupakan orang yang ceria, dan lima bulan di awal pernikahan mereka menjadi orang pendiam. Sangat pendiam.

Namun seiring berjalannya waktu, Ten yakin perasaan Jaehyun juga akan berubah. Apalagi kini Micha hadir di antara mereka. Ten berharap bahwa perasaan Jaehyun seutuhnya ada padanya.

Diam-diam Ten tahu bahwa selama hampir tiga tahun ini hati Jaehyun tetaplah milik Taeyong. Suaminya memang selalu memperlakukan ia dengan romantis seperti suami pada umumnya. Kecupan, kata cinta, perhatian, hadiah… tetapi Ten tahu semua itu Jaehyun lakukan karena Ten adalah istri sah dari seorang Jung Jaehyun dan sepertinya tidak pantas kalau Jaehyun menelantarkannya begitu saja.

Wanita berambut ikal itu menggigit bibir bawahnya. Jika ditanya apakah ia mencintai Jaehyun, tentu saja dengan yakin ia pasti menjawab iya. Jaehyun? Yang ia tahu Jaehyun juga menjawab iya, tapi hati Ten tidak yakin.

Apakah Ten membenci Taeyong?

Tidak, justru Ten sangat mengagumi sosok Taeyong. Sosok wanita kurus yang berjuang sendirian membesarkan Myunghee. Ten bahkan tidak pernah membayangkan bagaimana kalau ia ada di posisi Taeyong. Mungkin ia akan menelan pil tidur atau memotong nadinya. Bahkan Ten benar-benar mengagumi Taeyong yang bisa mengikhlaskan seseorang yang sangat dicintai—dan tentu saja mencintai Taeyong—untuk dirinya. Dan setelah sekian tahun pun, Taeyong bahkan tidak pernah berusaha merebut Jaehyunnya dari dirinya.

Apakah ia juga bisa mengikhlaskan Jaehyun suatu hari nanti seperti Taeyong merelakan Jaehyun bersamanya?

Ia tidak tahu. Ia hanya ingin rumah tangganya baik-baik saja. Dan tentu saja diam-diam ia juga berdoa untuk kebahagiaan Taeyong. Berdoa agar wanita itu selalu dilindungi Tuhan dan mendapat berkat dari Tuhan.

"Melamun apa, hmm?" suara Jaehyun memecahkan lamunan Ten. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali lalu tersenyum pada Jaehyun.

"Tidak melamun apa-apa," ujarnya lalu memindah saluran tv dengan agak bosan. Ia melirik Jaehyun yang kini menyamankan diri di dekatnya dan memeluk pinggangnya—sebuah kebiasaan, memang.

"Kau seperti memikirkan sesuatu, Ten. Apa ada yang mengganggu pikiranmu? Katakan padaku."

"Uhm," Ten menghela nafas sebelum melanjutkan kata-katanya. "Apa… Apa kau masih mencintai Taeyong?"

-TBC-

UWAH!

Akhirnya aku bikin juga sequelnya xD

Mungkin aku cma bikin 2-3 chapter aja. Mager panjang" .g

Anw banyak kata selain kata asing yang saya italic ya? ehehehehe itu untuk penekanan saja sih. Biar greget .g

RnR please… saran maupun komenan kalian itu sangat menghibur saya :'D

Terima kasih manteman! .

P.S. kalau ada komenan, aku usahakan balas di chapter selanjutnya ya ^^