Staf de Reus selain Armijn adalah Mikasa. Seorang wanita, dapat diandalkan, tidak neko-neko, dan berdedikasi tinggi terhadap apa yang dikerjakannya. Namanya juga takdir, mana tahu kalau seorang pemuda yang tidak sengaja terpeleset ke kali Ciliwung adalah Erensyah Jaeger, bosnya kini.

...

...*...*...

...

In de naam van …

'Cerita yang belum dipublikasi : Mikasa'

Ide original, sutradara dan penulis naskah 'In de naam van … ' : emirya sherman

Woro-woro:

Shingeki no Kyojin kepunyaan Hajime Isayama.

'Atas Nama …' adalah sebuah fanfiksi dengan sedikit adaptasi dari cerita Cinderella berlatar Batavia tahun 1900-an saat mulai banyak bumiputera yang bersekolah. Didukung oleh beberapa karakter dari #SnKEdisiKolonial. Sifat karakter jelas akan melenceng dari Animanga asli. Akan banyak kesalahan penulisan. Beberapa kata tertulis dalam ejaan lawas.

Selamat membaca.

...

...*...*...

...

"Kamu yakin tidak mau bekerja di rumah Ndoro Irvina saja?"

"Tidak."

"Yakin?"

"Haqqul yaqin Mbak yu(1)," Mikasa menjawab setengah jengkel pada Rivailliyem. Pertanyaannya itu lho, diulang-ulang terus sedari Mikasa lulus sekolah.

"Kenapa?"

"Tidak ada alasan khusus. Memang kenapa Mbak yu?"

"Tidak ada apa-apa"

Kakak beradik itu saling diam, Rivailliyem menyeruput teh buatannya. Kemudian kembali bersuara, "Tidak ada salahnya 'kan bekerja di rumah Ndoro Irvina? Menjadi asisten rumah tangga bukan perkara menjatuhkan harga diri. Toh mereka keluarga baik-baik. Disegani warga pribumi maupun non pribumi."

"Bukan itu Mbakyu, aku sudah mendapat pekerjaan."

"Lah, yang mana? Yang kamu melamar ke jawatan kereta api itu? 'Kan kamu sudah ditolak, karena sudah lewat batas pengumpulan berkas."

"Ih, aku sudah dapat pekerjaan di sebuah toko sepatu yang sebentar lagi akan buka."

"Bukan karena kamu tidak mau bekerja bersama Mbakmu ini? Bukan karena kamu takut gaji kamu Mbak akuisisi?"

"Bukan begitu. Mbak ini pikirannya macam-macam. Makanya kalau sedang bersih-bersih hidungnya ditutupi, debunya nyangkut. Kan sekarang Mbak jadi sering menuduh yang tidak masuk akal."

"Sembarangan kamu."

Sebenarnya itu juga salah satu alasan, yang meskipun bukan alasan utama. Bayangkan saja Mikasa sudah menyapu teras rumah, oleh Rivailliyem malah disapu kembali. Katanya Mbak Iyem sih kurang bersih.

"Mikasa, nyapu itu yang benar, yang bersih. Nanti suami kamu berewokan," begitu kata Mbaknya.

Mikasa tidak mengerti, bersih-bersih itu hobi Mbaknya atau sudah menjurus ke obsesi kompulsi(2)?

"Ngomong-omong soal toko sepatu, tempo hari si anak badung yang suka menjarah jambu di kebun Ndoro Irvina bertamu loh."

"Ya lalu?"

"Mau buka toko sepatu katanya. Kebetulan sekali kalau dia punya saingan bisnis."

Mikasa hanya manggut-manggut. Padahal orang yang yang dimaksud Rivailliyem dan orang yang menerima berkas lamaran pekerjaan Mikasa adalah orang yang sama.

"Tunggu-tunggu, ini anak badung yang Mbak maksud yang anak konon anak Tuan Grisha itu?"

Rivailliyem menyahut singkat, "Benar."

Mikasa mengernyit, "Yang suka main-main tidak jelas di pinggir Kali Ciliwung itu?"

"Benar."

"Yang rambutnya belah tengah itu? Yang cerewet itu?"

"Iya Cah ayu, yang rambutnya belah tengah itu, yang matanya hijau mata duitan itu."

Dalam batin Mikasa semakin curiga, "Kok sepertinya mirip sekali dengan ciri-ciri calon bosku ya."

Mikasa mengonfirmasi terakhir kali, "Erensyah?"

Mikasa membatin, 'Gusti, semoga Mbak Iyem salah orang.'

Rivailliyem meletakkan cangkir tehnya pada tatakan gelas, kemudian menoleh, "Benar, Erensyah Jaeger"

Peribahasa yang menyebutkan dunia hanya selebar daun kelor itu memang ada benarnya. Siapa yang akan tahu kalau tenyata kita mengenal orang yang sama.

Mikasa pernah menolong Eren yang hanyut di Kali Ciliwung, ternyata si tukang bikin onar itu tidak bisa berenang. Saat ditanya oleh Mikasa, apa yang sebenarnya Eren lalukan di bantaran kali, Eren hanya menjawab sedang memancing. Dusta! Mana ada orang berpakaian necis tapi memancing di pinggir sungai. Namun Mikasa hanya mengangguk mengiyakan saja, dia rasa tidak perlu mengorek masalah orang lain, selain Mikasa yang belum tahu siapa jati diri orang yang telah ditolongnya itu.

Eren tak sungkan cerita merepet panjang lebar tentang masalahnya, Mikasa setia mendengarkan, meski mereka belum saling mengenal baik. Sejak saat mereka berkenalan, dan sejak saat itu pula mereka berkawan.

...

...

Namanya Armijn Arlert, dari raut wajahnya sudah jelas kalau dia orang yang ramah. Mikasa menebak-nebak pasti si Arlert ini terjerumus bekerja di de Reus tanpa sengaja, dan itu memang benar.

Dan memang tebakan Mikasa tepat, Armijn orang yang ramah, dan Armijn terjebak oleh Eren untuk dijadikan karyawannya. Kesimpulan yang dapat ditarik adalah Erensyah Jaeger itu suka bikin onar, namun pintar sabotase dan lihai membujuk orang.

Sehari setelah de Reus beroperasi, para staff mendapat misi khusus, mencari identitas seorang pembeli. Armijn, Mikasa ditambah Jean Kirschtein, seorang pegawai Karesidenan Batavia.

Mikasa tidak menyangka kalau Eren yang dicap bocah berandal oleh Mbaknya ternyata sama dengan orang yang menerima lamaran pekerjaannya. Sebenarnya ada rasa hormat tersendiri melihatnya, melihat seorang bocah badung yang memiliki harga diri untuk bangkit. Meskipun reputasi Eren sudah sangat jongkok, dan itu tidak dapat dipungkiri, bahkan Armijn hingga Kirschtein setuju dengan pendapat ini.

Pagi itu Mikasa mengenakan syalnya, "Mbak aku berangkat."

Mikasa membuka pintu de Reus, Eren memercayakan kunci toko padanya. Kemudian Mikasa menaruh tas dan syalnya di loker, lalu mulai bersih-bersih. Untuk itulah Mikasa datang paling awal.

Mikasa kembali ingat dengan pesan Mbaknya, "Mikasa, nyapu itu yang bersih. Nanti suami kamu berewokan." Mikasa jengkel sendiri.

"Ya kalau pria berewokan 'kan wajar. Suruh cukur saja kalau begitu. Mitos ngawur kok dipercaya sih."

"Siapa yang berewokan Mikasa," kata Armijn mengangetkan. Datang tak bersuara, bersuara pun tiba-tiba.

Mikasa yang kaget menjawab sembarangan, "Ya Mbakku."

Setahu Armijn selama tinggal di Hindia-Belanda, 'Mbak' itu berarti sebutan untuk kakak wanita 'kan? Kenapa seorang wanita bisa punya berewok itu masih rahasia ilahi.

Armijn masih mengernyit, barangkali merasa kemampuan bahasanya perlu ditingkatkan.

...

...

Mikasa merapikan meja dapur, membereskan bekas 4 gelas kopi. Mereka berempat membagi tugas. Mikasa berjaga di de Reus, karena siapa tahu si pembeli menelepon untuk mencari sepatunya. Eren dengan kedok silaturohim ke meneer-meneer Belanda. Jean yang menyebar surat promosi. Hingga Armijn yang menempel poster selama ada spot kosong tanpa takut dikejar keamanan kampung.

Di hari yang terik telepon berdering beberapa kali, namun Mikasa tidak sempat mengangkatnya karena sedang melayani seseorang yang sedang mencari sepatu kulit. Benar kata Eren ternyata berbisnis sepatu saat ini sangat menjanjikan, buktinya de Reus selalu kedatangan pengunjung.

Di ujung siang yang panas, telepon kembali berbunyi. Setelah pengunjung terakhir membayar dan diakhiri dengan ucapan terima kasih Mikasa, telepon baru bisa diangkat.

"Selamat siang, gerai sepatu de Reus. Ada yang bisa kami bantu," kata Mikasa.

"De Reus? Syukurlah, aku tidak salah menghafal. Aku kira aku salah menelepon karena tidak kunjung ada jawaban," kata suara di seberang telepon terdengar sangat lega.

Mikasa tepuk jidat, sepertinya telepon ini akan sangat penting. Kemudian dia menjawab, "Iya, benar sekali. Kami meminta maaf atas ketidaknyamanan sebelumnya Nona. Jadi ada yang bisa kami bantu?"

"Ah iya. Nona, saya ingin membicarakan perihal poster bergambar sepatu yang tertinggal di gerai sepatu anda."

Dugaan Mikasa tepat sasaran. "Tentu, sepatu tersebut masih berada di toko kami. Boleh saya mengetahui siapa nama Anda?"

Nona di seberang telepon masih terdengar sumringah, "Tentu Nona, nama saya Dreyse, Hitch Dreyse. Teman saya telah kehilangan sebelah sepatu pantofel persis seperti dalam poster yang disebar oleh pihak de Reus tempo hari."

Mikasa menyobek satu lembar kertas dan menyambar pulpen di atas meja kasir, siap mencatat. "Baiklah Nona Dreyse, boleh kami tahu alamat rumah anda? Agar kami dapat mengantarkan sepatu tersebut secepatnya."

"Alamat kami berada di Jalan Rijswik nomor 20, Batavia …."

...

...

Mikasa membantu Eren memilihkan setelan yang pantas, mana mungkin Eren mengunjungi si pemilik sepatu dengan kaos baju untuk tidur.

'Tapi Eren tidak lupa mandi 'kan?'

Di kamar mandi kini Eren sedang ganti baju yang sebelumnya dipilihkan oleh Mikasa.

Tapi Eren ganti baju saja lama sekali. Saking lamanya Jean menyusul menuju pintu kamar mandi, menggedor pintunya dengan ganas. "Oi Eren sedang apa kau. Kau itu ganti baju atau semedi di sana!"

Eren menyahut ganas, "Perutku mulas tahu. Kau tidak pernah melihat betapa menderitanya orang yang susah buang hajat. Dasar manusia kuda!"

"Yang benar saja gembel. Mana ada orang buang hajat sampai 3 jam. Makanya kamu jangan makan besi, kamu kira pertunjukan debus!"

"SIAPA YANG MAIN DEBUS!"

Satu-satunya orang yang tahu bahwa Eren bukannya sedang sembelit melainkan gugup parah adalah Armijn. Yang mana Armijn dan Mikasa sedang menunggu di ruang etalase, pura-pura tidak tahu.

...

...

"Jalan Rijswik nomor 20, Batavia. Oke berarti rumahnya benar yang ini."

Jean tidak sadar menyeletuk. "Aku masih tak mengerti, kenapa aku masih harus ikut kemari?"

"Pantas kau tak mengerti Kirschtein, kau selama ini tak pernah melamar anak orang," sindir Eren.

"Tolong teman-teman, kondisikan. Dari sebelum berangkat saja sudah mulai rusuh. Benar kan, Mikasa?" Mikasa hanya menjawab dengan anggukan.

"Tapi Armijn perutku sakit," aku Eren.

"Kau sudah nongkrong di kamar mandi lebih dari 3 jam Eren. Kau itu gugup parah, bukan kebelet buang hajat." Kata Armijn

Mereka berempat masih mematung saling tatap di depan rumah orang. Lalu sekarang apa?

Jean mengacungkan jempol pada pintu, "Monggo Ndoro Erensyah."

"Loh kok aku?"

"Iyalah, memang siapa yang ngotot ingin mengembalikan sepatu? Aku? Armijn? Atau Mikasa? Bukannya kau dalang utama dari pencarian konyol ini."

"Baik baik, rewel sekali kau ini." Eren gugup luar biasa.

Pintu diketuk tiga kali dengan tangan Eren yang gemetar.

Sejak pertama kali Mikasa bertemu dengan Eren, seperti ada suratan takdir yang menyeret mereka. 'Aku tidak punya kakak, boleh aku menganggapmu kakak?' begitu ucap Eren dulu.

Dari belakang tangan Mikasa menepuk bahu Eren, meyakinkan.

Kemudian pintu itu diketuk tiga kali lagi oleh Eren.

Selang beberapa lama pintu jati itu dibuka, dan seorang nona berambut pirang yang terlihat dari balik pintu

Eren menyapa, "Ha … hallo Nona ... kita bertemu lagi .…"

...

...

Mikasa memang bekerja di gerai sepatu Eren, tapi bukan berarti mereka tidak dapat bersahabat bukan? Salah satu dari ketiga kawan yang harus diucapi terima kasih oleh Eren ialah Mikasa, meskipun berwajah datar tetapi memiliki rasa setia kawan tidak terkira.

...

In de naam van : Complete

...

...*...*...

...

'Emir is typing' corner :

(1)Mbak yu : Panggilan untuk kakak perempuan.

Haqqul yaqin : Pendirian hati yang sudah sangat mantab.

(2) obsesi kompulsi : kecenderungan untuk mengulang-ulang suatu kegiatan.

Udah bubar, syalala~

Fanfiksi ini molor euy, niatnya mau dipublish –dan cuma oneshoot- 17 Agustus tahun lalu, untuk memeriahkan HUT RI karena ada unsur kolonialnya walaupun maksa. Makasih yak buat yang ikhlas nunggu sampe bubar :-)

Dan saya sebenarnya masih penasaran, siapa pula yang iseng yang mendaftarkan In de naam van di IFA tahun lalu. Yah meskipun gak menang di babak poling. Tapi makasih sudah nge-notis tulisan saya. Hayooloh ngaku *diem lu Mir*

Hm, rencananya akan saya tambahkan epilogue juga sih. Kalau ingat mungkin akan saya tambahkan.

...

Komentar? Saran? Mau traktir saya Mie Ayam? Boleh loh.

Jaa nee ...

:3