ALLER SEULEMENT

(Sekali Jalan)

Title:

ALLER SEULEMENT

Author:

Elixir Edlar

Cast :

All Bangtan Boys Member

Main: KOOKMIN

Supporting: NamJin, YoonMin, J-Hope

Genre:

Drama, Fantasy

Rate:

Teenager (T)

Length:

Chaptered

Disclaimer:

All cast belong to God, their parents and Bighit. Ent. I do not own the characters.

This story is originally from my own mind.

Warning :

Boys Love, M-Preg, Typos, EYD-failed, Unbeta-ed, AU, OOC.

Read on your own consent! Thank you~

.

Aller Seulement©2016

.

.

DIMENSI PARAREL

(Seoul, South Korea—Apartemen Kookmin, dinner time)

Jungkook heran, lebih tepatnya ia keheranan.

Tepat di hadapannya saat ini tersajilah sebuah pemandangan yang sama sekali asing dan tak pernah terbayangkan di dalam hidupnya sebelumnya. Ini tentang Jeon Jimin, sang istri yang telah ia nikahi selama lima tahun. Ibu dari si kecil Jeon Jungmin, buah cinta keduanya.

Bagaimana tidak?

Jimin yang biasanya masa bodoh, jutek, dan cuek terhadap Jungmin tiba-tiba berubah menjadi begitu lembut, perhatian, dan penuh kasih sayang. Padahal selama tiga tahun sejak Jungmin dilahirkan ke dunia, Jungkooklah yang merawat dan membesarkannya. Jimin tidak ada andil kecuali dalam hal mengandung dan melahirkannya saja. Namun panorama yang tengah Jungkook nikmati saat ini mengatakan sebaliknya.

Sang istri kini tengah menyuapi putra kecil mereka dengan telaten dan penuh kesabaran. Wajahnya tampak begitu teduh dan sorot matanya memancarkan aura keibuan yang begitu menyejukkan dipandang mata.

Jungkook memutar kembali kilasan memori hari pertama ketika Jimin baru saja pulang dari rumah sakit pasca insiden tersambar petir. Memori yang benar-benar membuat Jungkook merasa bahwa Jiminnya telah bertukar jiwa dengan sesosok malaikat. Bukan sekadar istri seorang Jeon Jungkook maupun ibu dari Jeon Jungmin.

.

Flashback

Sehari setelah kepulangan Jimin dari RS

"Jimin ini kamarmu. Selamat malam dan selamat tidur," Jungkook bersiap untuk membopong Jungmin keluar kamar tersebut ketika suara Jimin tiba-tiba menghentikan langkahnya.

"Kalian mau ke mana? Tidak mau tidur bersamaku?" didera rasa heran, Jimin bertanya.

"Mm, aku tidur berdua bersama Jungmin...di kamar sebelah," lirih Jungkook.

"Kenapa kalian tidak tidur di sini saja? Bukankah aku ini istrimu?" ucap Jimin dengan polosnya.

Skakmat. Jungkook mencoba bersuara tapi gagal. "Ehm, itu.." menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Jungkook bahkan lupa caranya berkata-kata.

"Tidurlah di sini bersamaku dengan Jungmin juga," pinta Jimin dengan tatapan teduh yang membuat siapa pun yang melihatnya takkan mampu menghalau pesona kecantikannya.

"Ta-tapi—nanti Jungmin mengompol dan kau..." ucapan Jungkook terhenti oleh Jimin.

"Jungmin masih balita, wajar kalau dia masih mengompol. Tidak apa-apa Jungkookie. Kita bisa pakai celemek bayi kalau Jungmin tidak nyaman memakai popok bukan?" Jimin tersenyum sangat manis. Kedua belah manik lancipnya membentuk bulan sabit yang begitu menawan.

"Sini Jungmin, tidur sama Eomma," memeluk Jungmin dan menyesap aroma bayi yang menguar dari tubuh mungilnya. "Mm, Jungmin harum sekali. Eomma suka wangi tubuh Jungmin," kali ini mengelus surai kelam sehalus sutra milik sang putra.

"Eomma cuka wangi Jumin?" Jungmin bertanya dengan obsidian kelam yang mengerjap berulang. Imut sekali.

"Sangat suka! Jungmin pakai shampo aroma apel hijau ya?" Jimin bertanya dengan semangat.

"Ne! Jumin cuka aloma apel hijau. Jumin cuka cekali cama buah apel hijau!" Jungmin memekik kegirangan di pelukan Jimin, sang ibu.

"Wah, manisnya putra eomma yang satu ini. Kalau begitu besok akan eomma buatkan kue apel spesial untuk jagoan kecil eomma yang tampan ini."

"Benalkah Eomma? Yay! Yay! Yay! Jumin cayang Eomma cup. Eomma cancik cup. Eomma yang telbaik!" Jungmin mengecupi pipi seputih mochi milik sang ibu dengan ekspresi ceria yang begitu kentara.

Sementara Jungkook yang tengah berdiri menyaksikan interaksi antara ibu dan anak di depannya ini tanpa sadar telah menitikkan air mata haru karena begitu bahagia melihat dua orang yang paling dicintai dalam hidupnya dapat saling menyayangi satu sama lain seperti saat ini.

Flashback end

.

Jungkook masih setia memperhatikan setiap gerak-gerik Jimin. Bagaimana cara Jimin menyodorkan sendok kecil itu ke mulut Jungmin yang juga mungil. Bagaimana cara Jimin mengelap noda sisa makanan yang berbelepotan di sekitar bibir kecil Jungmin.

Bagaimana cara Jimin tersenyum dan memuji putra mereka dengan sebuatan 'anak pintar' tiap kali sang putra menelan habis makanannya dan semua perlakuan lembut penuh kasih sayang yang ditujukan kepada putra semata wayang mereka benar-benar membuat Jungkook mematung di tempatnya. Kagum sekaligus haru.

Semua ini terlalu indah untuk sekadar dilukiskan dengan kata-kata. Karena menurut Jungkook, hal ini adalah momentum langka yang tak ternilai harganya. Baginya, melihat Jimin mau menyayangi dan memperhatikan putra mereka adalah sebuah anugrah sekaligus kejaiban yang tidak pernah Jungkook bayangkan akan menjadi nyata dalam waktu secepat ini.

Jungkook ingin menangis. Kedua marbel bulatnya mulai berkaca-kaca. Air matanya sebentar lagi pasti tumpah jika ia tidak segera menyeka pelupuk matanya dengan dalih kelilipan debu. Jungkook mengingat-ingat lagi peristiwa apa saja yang membuatnya melankolis seperti saat ini.

Ini adalah hari kelima setelah kepulangan Jimin dari rumah sakit. Jimin sudah pulih, setidaknya begitulah yang Jimin katakan kepadanya. Lagi pula Jungkook takkan pernah bisa melupakan bagaimana istri manisnya tersebut merengek—sedikit memaksanya untuk mengambil alih tugasnya dan Seokjin dalam merawat Jungmin selama sehari penuh.

.

"Aku saja yang memandikan Jungmin. Kau lebih baik mandi dan bersiaplah untuk berangkat ke kantor..."

"Biarkan aku yang memasak sarapan. Kau pasti kerepotan selama ini ketika aku berada di rumah sakit..."

"Kemari, biar kupasangkan dasi untukmu. Nah selesai! Kau sangat tampan suamiku!"

"Aku akan ikut Seokjin hyung mengantar dan menunggui Jungmin di playgroup..."

"Tenang saja, aku sudah sehat Jungkookie. Kau tak perlu khawatir berlebihan begitu..."

"Oh, kau pulang cepat? Ini baru jam dua siang..."

Jungkook yang tidak bisa fokus bekerja karena perubahan sifat Jimin memutuskan untuk pulang cepat ke apartemennya. Khawatir kalau-kalau ia hanya bermimpi bahwa sosok malaikat yang menjelma menjadi Jimin tidaklah nyata. Akhirnya, sang CEO sebuah agensi hiburan ternama di Korea Selatan itu pun memutuskan untuk pulang jauh lebih awal dari jam kerja normalnya untuk mengecek situasi dan kondisi di rumahnya.

Dan sesampainya Jungkook di depan pintu apartemen mewahnya, ia disambut oleh istrinya yang manis beserta sang putra yang berada di dalam gendongannya—yang bersorak riang ketika sang ayah pulang lebih cepat dan berceloteh tentang kegiatannya seharian ini bersama sang ibu.

"Appa! Hali ini Eomma ikut Jumin ke cekolah. Eomma membuackan Jumin bekal makan ciang. Jumin cuka bentco buacan Eomma. Gambalnya ailonmen (Iron Man). Jumin cangat cuka!"

"Appa, secelah pulang cekolah Eomma membuackan Jumin kue apel! Lasanya enyak! Appa halus coba!"

"Appa! Nanti cole, Appa caja yang memacak makan mayam ya? Tadi ciang Eomma biyang ingin mencicipi macakan Appa. Tapi ini lahasia, jangan campai Eomma cahu ya?"

"Appa macak cup ayam jahe caja ya? Jumin paling cuka icu. Eomma pasci juja akan cuka!"

.

"Kook.. Jungkook?!" suara Jimin beserta lambaian jemari mungil di depan wajah Jungkook sukses membuyarkan lamunan appa dari Jeon Jungmin tersebut.

"Eh? Iya? Kenapa? Apanya yang kurang garam?" Jungkook tampak linglung dan hal itu membuat Jimin tertawa renyah. 'Cantik sekali,' Jungkook membatin.

"Hahahaha! Kau sedang melamunkan apa? Serius sekali sepertinya," goda Jimin masih dengan senyumannya yang begitu memikat. "Aku hanya mau bilang kalau sup ayam jahe buatanmu adalah yang paling enak di dunia! Hmm, bahkan kurasa sup ayam jahe buatan Eomma-ku pun kalah."

Jungkook sedikit tersentak. Dengan hati-hati ia berucap lirih, "Eomma?" namun masih bisa terdengar jelas oleh Jimin. Jungkook tentu saja tidak mungkin tidak tahu bahwa selama hidupnya Jimin tidak pernah diasuh oleh eomma kandungnya kecuali dua tahun pertama kehidupannya di dunia. Jimin mulai berhalusinasi, Jungkook berasumsi.

"Mm hm, bagiku—masakan Eomma adalah yang terbaik di dunia. Tapi soal cita rasa—sup ayam jahe buatanmu entah mengapa rasanya lebih enak hahaha," tawa Jimin seolah tanpa beban ketika menceritakan tentang eommanya. Padahal topik tentang sang eomma adalah topik sensitif yang paling Jimin hindari selama ini.

'Apa jangan-jangan, Jimin memiliki seseorang yang ia anggap sebagai eomma?' lagi-lagi Jungkook menerka-nerka.

Jungkook yang mulai merasa tidak nyaman di tempat duduknya pun berusaha mengalihkan pembicaraan. Diedarkan pandangannya ke seluruh ruangan dan fokusnya terpaku pada sang putra yang tengah berada di atas pangkuan Jimin. Masih asik dengan botol susunya yang isinya hampir habis.

Tampaknya Jungmin sebentar lagi akan terlelap karena kelopak matanya mulai naik-turun dengan gerakan lambat.

"Uhm Jimin, sepertinya Jungmin sudah mengantuk..." suara Jungkook berhasil mendistraksi Jimin dan memusatkan perhatiannya kepada buah hati mereka.

"Oh, benarkah? Ya ampun! Baiklah aku akan membawanya ke kamar dan menemaninya tidur," beranjak dari kursinya dan membopong Jungmin dengan hati-hati. "Mm.. piringnya..." memandang piring kotor yang berserakan di meja makan.

"Biar aku saja yang mencucinya," jawab Jungkook cepat. Melihat wajah Jimin yang tampak merasa bersalah, Jungkook pun menambahkan, "Tidak apa-apa. Kau temani Jungmin saja," lalu tersenyum manis untuk meyakinkan Jimin.

"A-aku.. i-itu.. b-baiklah.." tergagap dan merona parah. Jimin merutuki dirinya sendiri dalam hati. 'Sial, kenapa dia tampan sekali jika tersenyum begitu. Dan kenapa aku harus tergagap juga?' kemudian cepat-cepat berlalu dari tempat itu sebelum Jungkook menyadari bahwa rona merah telah menjalar di kedua pipi seputih mochi miliknya tersebut. Malu, begitu kata Jimin.

.

.

.

DIMENSI UTAMA

(Seoul, South Korea—RS - Kamar Rawat Inap Jimin)

"Ahjumma, Anda siapa?" Jimin merasa asing terhadap sosok asing yang bersorak paling keras ketika dirinya baru saja sadar dari pingsannya.

"Astaga Jimin!? Kau lupa pada Eommamu sendiri?" sosok wanita asing tersebut memekik tidak percaya.

"Eo-eomma?!" kepala Jimin terasa pening. Ia yakin kalau ia belum sepenuhnya terbangun dari mimpinya. Bagaimana mungkin Eomma yang telah meninggalkannya sejak usia dua tahun tiba-tiba muncul di hadapannya dan terkejut bukan main seolah beliaulah yang telah merawat dan membesarkannya selama ini.

"Iya, ini Eomma sayang. Kau tak lupa pada Eomma kan sayang?" wanita asing itu bertanya lagi.

"Hah?! Yang benar saja.." lirih Jimin lagi. Ia masih belum percaya bahwa semua ini nyata. Dicubitnya kulit punggung tangannya keras-keras untuk mengecek apakah dirinya tengah bermimpi dan, "Ouch!" Jimin mengaduh kesakitan. Ini bukan mimpi.

Grep!

Tiba-tiba seorang lelaki paruh baya yang diketahui sebagai ayah Jimin memeluk sang putra dengan dekapan yang cukup erat. Membuat tubuh Jimin menegang seketika karena begitu terkejut dengan aksi 'tidak biasa' dari sang ayah yang selama ini terkenal dingin dan kejam di matanya.

"Ke-kenapa A-aboji memelukku?" Jimin meronta, berusaha melepaskan pelukan erat ayahnya dari tubuh mungilnya.

"Sejak kapan kau memanggil Appa dengan sebutan formal seperti itu Jiminnie? Appa selalu memelukmu setiap pagi sebelum kau berangkat ke sekolah. Apa kau sudah tidak suka lagi dipeluk oleh Appa?"

"Hah?! Apa lagi ini? Tidak masuk akal. Arrggghhh!" Jimin mengusak rambut saking frustrasinya.

Jimin ingin menangis. Mengapa semuanya terasa aneh dan berbanding terbalik dengan kehidupan 'normalnya' yang biasanya. Di mana Jungkook? Jungmin? Seokjin? Taehyung?

Omong-omong soal Taehyung, obsidian kelam Jimin mulai berbinar-binar begitu menangkap sosok sahabat dekatnya di ruangan tersebut. Setidaknya orang ini adalah satu-satunya harapan bagi Jimin untuk menjelaskan situasi aneh yang tengah berlangsung saat ini.

"Taehyung-ah, cepat katakan padaku kalau semua ini hanya sandiwara. Iya kan? Katakan padaku bahwa semua ini hanyalah sebuah lelucon thanksgiving."

"Kau ini bicara apa Chim? Masa kau lupa kalau bibi Park itu Eomma kandungmu? Astaga, tega sekali kau ini! Kau mau jadi anak durhaka?!" Taehyung malah mengomelinya. Benar-benar di luar ekspekstasi Jimin.

"Ta-tapi.. Ba-bagaimana bisa? Dan—di mana Jungkook? Jungmin? Kenapa dia tidak datang kemari?" Jimin memberondong Taehyung dengan pertanyaan seputar Jungkook yang hanya direspon dengan sebuah kernyitan bingung dari Taehyung.

"Astaga Park Jimin!? Aku tidak tahu kalau tersambar petir bisa membuatmu berdelusi parah seperti ini," menampakkan wajah prihatin sebelum melanjutkan kata-katanya. "Diva gila itu mana mungkin datang menjengukmu. Kau sekarat pun dia sepertinya takkan peduli. Omong-omong Jungmin itu siapa? Gebetan barumu?"

"Hah?! Kau serius?! Akan kuceraikan Jungkook kalau sampai ia tak menampakkan batang hidungnya. Jungmin itu—erm, anakku dan... Jungkook?" mengecilkan volume suara di akhir kalimatnya.

"Sayang, kau pasti berhalusinasi. Kau ini masih tujuh belas tahun nak. Enam bulan lagi kau akan ujian akhir dan kau belum menikah apalagi punya anak," jelas Eomma Jimin menerangkan.

"APA?! Kalian tidak sedang bercanda kan? Tujuh belas tahun? Aku belum menikah dengan Jeon sialan itu?" lagi-lagi banyak bertanya karena rasa penasaran yang tak terbendung lagi.

"Belum sayang. Kau memang terikat perjanjian untuk menikah kontrak dengan Jungkook—tapi itu masih dua setengah tahun lagi," kali ini sang Appa yang memberikan jawaban.

"Jimin sayang, apa kau sudah tidak sabar ingin menikah dengan Jungkook? Sampai-sampai kau berfantasi telah memiliki anak dari Jungkook?" tatapan memelas dari sang Eomma menambah kesan yang tercetak jelas pada paras manis Jimin tampak semakin memprihatinkan.

"Chim, aku tahu kau itu cinta setengah mati pada Jeon tengik sialan itu. Tapi kalau berdelusi sampai punya anak seperti ini kurasa kau sudah tidak waras Chim. Kau pasti sudah gila!" kata-kata tajam Taehyung membuat Jimin mendadak menekuk wajahnya.

'Sialan Taehyung. Seenaknya saja mengataiku tidak waras. Tidak berkaca ya? Masa gila teriak gila?' batin Jimin.

"Berdelusi? Kalian semua bicara apa sih? Aku tidak mengerti." Sejujurnya Jimin sedikit demi sedikit mulai memahami situasi yang terjadi pada dirinya.

Sebuah anomali.

Ayolah, ia telah berusia dua puluh tiga dan ia pun tidak sebodoh itu untuk tidak cepat tanggap terhadap keadaan di sekitarnya. Ada yang tidak beres di sini. Tidak ada Jungkook dan Jungmin namun ada Eomma dan Appanya. Benar-benar aneh.

Jimin bahkan telah berspekulasi macam-macam mengenai hal-hal supranatural yang mungkin terjadi pada dirinya. Namun untuk saat ini, ia perlu mengumpulkan berbagai informasi terlebih dulu untuk dapat mengambil kesimpulan akan hipotesis yang ia kembangkan di dalam serabut kelabu yang menghuni isi kepalanya.

"Jadi, aku dan Jungkook? Kami..." belum sempat melanjutkan, sang appa lebih dulu menyelanya.

"Mm, begini Jimin-ah. Cintamu kepada pemuda bernama Jeon Jungkook itu—bertepuk sebelah tangan. Sayang sekali," appa Jimin menepuk pundak putranya pelan. Berusaha menyampaikan ekspresi keprihatinannya terhadap sang putra.

Jimin melongo, antara ingin tertawa atau menangis. 'Bertepuk sebelah tangan katanya? Aku pasti sedang dipermainkan oleh takdir,' batinnya. "Kalau begitu, kenapa aku harus terlibat perjanjian pernikahan dengan si Jeon itu?"

"Itu karena kau mencuri ciuman pertamanya. Kau ingat tentang kutukan keluarga Jeon? Mereka bilang—keluarga Jeon yang lahir di bulan September harus menikahi orang yang pertama kali mencium bibirnya. Kalau tidak, maka dia akan mati muda. Usianya tidak akan mencapai dua puluh tahun," celoteh sahabat sekaligus tetangga sebelah rumah Jimin tersebut. Berusaha menjelaskan duduk perkaranya agar Jimin setidaknya ada gambaran.

"What?! Lelucon macam apa itu? Kutukan? Era global seperti ini masih ada yang percaya takhayul seperti itu? Yang benar saja!" menghela napas sejenak, "Lagi pula mana mungkin aku mencium Jeon sialan itu? Cih, mana sudi! Lebih baik aku mencium kambing daripada harus mencium lelaki sakit jiwa macam Jeon Jungkook!"

Setelah mendengar penuturan Jimin barusan, mendadak ketiga orang lainnya di dalam ruangan itu diam dan saling berpandangan. Taehyung bahkan nyaris menjatuhkan rahang bawahnya jika appa Jimin tidak segera mengatupkannya.

Kaget bukan main.

Bagaimana mungkin seorang Park Jimin yang begitu memuja Jeon Jungkook selama bertahun-tahun berbalik membencinya dalam hitungan jam saja? Benar-benar di luar nalar.

"Mm, Taehyung-ah? Bisakah kau panggilkan dokter? Sepertinya Jimin perlu diperiksa," pinta appa Jimin.

Tanpa babibu lagi Taehyung pun segera melesat keluar tanpa sempat merespon. Segala macam pikiran buruk berkecamuk di dalam kepalanya saat ini. Semua ini tentu saja tentang Jimin. Taehyung takut kalau-kalau Jimin menderita gangguan jiwa atau otaknya geser akibat tersambar petir tiga hari yang lalu.

'Andwae! Jimin tidak boleh jadi gila. Biar aku saja yang gila. Kalau Jimin gila, itu artinya aku harus jadi waras. Dan aku tak mau menjadi waras!' Taehyung bermonolog dengan dirinya sendiri di tengah perjalanannya mencari dokter yang menangani Jimin.

.

.

.

DIMENSI PARALEL

Washington DC, AS (Apartemen Yoongi—08.15 PM)

Yoongi tengah berbaring di atas permadani beludrunya yang lembut sembari memandangi langit-langit apartemennya yang berwarna putih polos. Kebetulan ia tidak ada jadwal lembur sehingga bisa pulang ke apartemennya dengan nyaman tanpa tanggungan pekerjaan yang perlu diselesaikan.

Menerawang ke atas, ia mulai melakukan kilas balik ke tahun-tahun di mana ia masih menikmati kebahagiaan bersama kekasih mungilnya yang bernama Park Jimin. Ia ingat betul momentum ketika keduanya saling menyemangati satu sama lain untuk meraih impian terbesar masing-masing yang ingin dicapai.

Bagaimana mereka berdua saling mengasihi satu sama lain, bagaimana Yoongi yang biasanya cuek bertransformasi menjadi sosok yang super perhatian jika itu tentang Jimin. Dan bagaimana keduanya berusaha bertahan menyembunyikan jalinan cinta mereka yang ditentang keras oleh ayah Jimin.

Samar-samar, kilas balik memori tentang kekasihnya yang manis itu pun mulai bermunculan satu per satu tatkala ia memejamkan kedua matanya.

"Hyung! Aku telah menemui pemuda Jeon itu. Ternyata dia baik. Dia mau mendengarkan semua penjelasanku dan juga menolak perjodohan itu. Aku akan menemuinya tiga hari lagi untuk mengajaknya menghadap aboji agar beliau mau membatalkan pernikahan kami."

Yoongi tersenyum simpul mengingat kegigihan Jimin dalam memperjuangkan cinta mereka. Bahkan ketika dirinya tak mampu berbuat apa-apa pada masa itu. Masa-masa dirinya tidak lain hanyalah seorang mahasiswa tahun kedua Universitas Harvard yang bertahan hidup hanya dengan beasiswa dan kerja paruh waktu di negeri Paman Sam.

"Hyung.. hiks.. Aku gagal. Aku mengecewakanmu. Jeon Jungkook ternyata tidak sebaik yang kupikirkan sebelumnya. Dia.. dia.. menipuku, hyung. Hiks.. dia menjebakku seolah-olah aku tidur bersamanya. Aboji memergoki kami, bahkan mengataiku jalang hyung. Hiks.. Hiks..."

Mengingat memori tersebut membuat Yoongi mengepalkan jemarinya membentuk sebuah tinju. Seketika amarahnya terbakar dan menjalari seluruh pembuluh darah hingga ke atas kepalanya mencapai ke ubun-ubun.

Ia masih belum bisa terima ketika Jimin meneleponnya sambil menangis dan menceritakan tentang Jungkook yang menjebak seolah Jimin telah melakukan one-night-stand dengan Jungkook. Dan pada pagi harinya seseorang mengirimkan foto tanpa busana Jimin yang berada di dalam pelukan seorang lelaki yang disinyalir adalah Jungkook kepada ayah Jimin.

Sang ayah yang begitu marah langsung menuju ke lokasi yang diberikan oleh si pengirim gambar sehingga Jimin pun tertangkap basah oleh sang ayah di apartemen Jungkook. Parahnya, sang ayah tidak mempercayai ucapan Jimin dan malah menuduhnya telah menggoda Jungkook untuk tidur bersamanya.

"Hyung, kurasa kita harus mengakhiri hubungan ini. Aku akan menikah dengan Jungkook minggu ini. Aku tak punya pilihan lain. Maafkan aku hyung. Tolong lupakan aku dan jangan pernah hubungi aku lagi..."

"Arrghhh!"

Yoongi mengacak dan menjambaki surai pirangnya sendiri sampai beberapa helai rambutnya tercerabut dari kulit kepalanya. Untuk memori yang terakhir itu, Yoongi benar-benar tidak tahan untuk tidak bereaksi anarkis. Memori itu terlalu menyakitkan dan selalu terngiang-ngiang dalam mimpi buruknya. Hari di mana kekasih tercintanya yang ia sayangi selama lima tahun tiba-tiba memutuskan hubungan mereka dalam waktu lima menit yang begitu singkat melalui sambungan telepon jarak jauhnya.

Untung saja Yoongi bukan tipe orang yang suka berlarut-larut di dalam keterpurukan. Justru dengan rasa sakit hati dan penderitaannya itulah ia berhasil menjadi sosok Min Yoongi yang sekarang. Sosok ilmuwan muda NASA yang begitu dihargai dan dihormati di negeri adidaya karena kecemerlangan otaknya.

Semua pengalaman pahit dan tidak menyenangkan yang terjadi di dalam hidupnya ia jadikan lecutan semangat untuk menjadi sosok yang lebih baik lagi. Meskipun tidak dapat dimungkiri bahwa ia masih belum bisa melupakan dan menghapuskan segala hal tentang Park Jimin hingga detik ini.

"Aha!" Seberkas ide tiba-tiba melintas di atas kepalanya. Kali ini Yoongi akan mencoba nekat. Ia berniat menghubungi mantan kekasih yang masih sangat dicintai olehnya itu. Lagi pula adalah hal yang mudah untuk mendapatkan nomor ponsel Jimin beserta database informasi tentangnya karena ia memang memiliki kepiawaian untuk meretas dan memilki akses terhadap satelit komunikasi jika ia mau.

Namun Yoongi bukan tipe orang seperti itu. Yoongi mendapatkan nomor ponsel Jimin secara legal dari promotor yang pernah mendatangkan Jimin untuk konser di Amerika sekitar setahun yang lalu. Yoongi bahkan datang ke konser Jimin pada saat itu. Di antara ribuan penonton yang membentuk lautan manusia yang begitu penuh dan sesak. Berada dalam jarak aman dengan solois Jimin yang tengah beraksi di atas panggung.

Bagi Yoongi, bisa menyaksikan Jimin secara langsung adalah sebuah anugrah yang tak ternilai harganya. Melihat Jimin berhasil meraih mimpinya adalah salah satu impiannya juga. Dan saat itu, ia bisa berdiri dengan bangga melihat kecintaan dalam hidupnya berhasil menjadi sosok yang diinginkannya sejak lama meskipun ia tahu bahwa Jimin sudah bukan miliknya lagi.

"Halo, bisa bicara dengan Park Jimin?" sebisa mungkin Yoongi berusaha terdengar formal. Setidaknya supaya Jimin tidak curiga ada nomor baru yang tiba-tiba masuk ke dalam ponselnya.

"Ya, aku Park Jimin. Maaf dengan siapa aku bicara?" suara dari seberang sana menjawab.

'Jimin tidak mengenali suaraku? Dia telah melupakanku sepenuhnya atau hanya sedang berpura-pura saja?' Yoongi bermonolog dalam hati.

"A-aku..Min Yoongi.." merutuki dirinya sendiri yang sempat tergagap di awal kalimat.

"..."

Jeda sejenak.

Tidak ada suara dari seberang sambungan. Tapi Jimin belum menutup teleponnya.

Lamat-lamat Yoongi seperti mendengar suara yang cukup lirih dari sambungan teleponnya. Itu suara Jimin yang tengah berbincang dengan seseorang di seberang sana.

"Jungkookie, kau tahu siapa itu Min Yoongi?"

Beberapa saat kemudian Yoongi mendengar suara berat seseorang tepat di telinganya yang diyakininya sebagai suara Jungkook.

"Halo? Ini Jeon Jungkook, suami Jimin. Ada urusan apa Anda dengan istriku?"

Dan Yoongi pun segera menutup sambungan teleponnya cepat-cepat. Mungkin setelah ini ia akan mengganti nomor handphone-nya. 'Sialan, kenapa malah diberikan kepada Jungkook?!' umpatnya dalam hati.

"Jimin bahkan bertanya siapa itu Min Yoongi pada Jeon Jungkook, cih.." mendecih lirih dan mengusap wajah kusutnya. "Jadi, dia sengaja melakukannya padaku? Menunjukkan bahwa dirinya bahagia sementara aku yang terluka sendirian?"

Yoongi bangkit dari posisinya untuk berdiri. Seulas seringaian terpatri jelas di wajah pucatnya yang tampak cukup menyeramkan untuk ukuran manusia normal.

"Park Jimin.. jadi selama ini.. hanya aku yang terluka? Tidak boleh! Aku takkan membiarkanmu hidup bahagia bersama Jeon sialan itu.." berjalan menuju balkon apartemennya. Merasakan dinginnya embusan angin malam yang meyapa kedua pipi mulusnya.

"Kau hanya boleh bahagia bersamaku! Tidak dengan Jeon busuk atau yang lain! Hanya aku—Min Yoongi saja yang boleh membahagiakanmu. Tunggu aku sayang. Aku akan merebut kembali apa yang seharusnya ditakdirkan menjadi milikku hahahaha!"

.

.

.

DIMENSI UTAMA

(Seoul, South Korea—Jeon's Mansion 07.35 PM)

Jimin belum sepenuhnya sadar mengapa dirinya kini bisa berada di sebuah mansion keluarga Jeon yang terlihat begitu luas dan mewah bersama sepasang suami-istri lanjut usia yang ia yakini sebagai kakek dan nenek Jungkook.

Duduk berhadapan dengan dua orang manula di depannya sedikit banyak membuat Jimin canggung. Ia bahkan tidak berani bersuara sejak pertama kali menginjakkan kakinya di mansion keluarga Jeon tersebut.

"Jimin-ssi, sebelumnya kami memohon maaf karena telah membawamu kemari dengan cara yang sedikit membuatmu terkejut," wanita tua itu tersenyum lembut pada Jimin.

Balas senyum Jimin menjawab, "Tidak masalah. Orang kaya memang selalu punya cara untuk membuat orang biasa sepertiku terlihat tidak berdaya." Masih memasang wajah yang begitu manis namun dengan kata-kata yang tajam dan menusuk.

"Kau salah paham, Jimin-ssi. Kami tidak bermaksud seperti itu," suami dari wanita tua itu yang kini buka suara. Menghela napas pelan sebelum melanjutkan, "Setidaknya biarkan kami memberikan penjelasan..." ucapnya dengan suara tegas yang sama sekali tidak membuat Jimin gentar.

"Tentu saja. Aku akan sangat menghargainya," balas Jimin dengan wajah datarnya.

Flashback

(SMA Bangtan – Afterschool time)

"Sampai kapan pun aku takkan sudi menikah denganmu Jeon tengik!"

"Tidak bisa! Pokoknya kau harus menikah denganku, tidak mau tahu!"

"Enak saja, memangnya kau pikir kau itu siapa hah?"

"Hey, seharusnya aku yang bilang begitu. Bukan kau!"

"Apa peduliku? Kau pikir aku menyukaimu? Cih, tidak akan pernah!"

"Yah! Katakan itu pada orang yang tiba-tiba mencium bibirku dengan ganas di hadapan semua orang!"

"Aku tidak melakukannya! Kau pasti bermimpi!"

"Astaga! Mengapa kau tidak mau mengakui perbuatanmu Park Jimin?"

"Yah Jeon narsis! Aku tahu kau terlalu memujaku sehingga kau akan melakukan apa saja untuk mendapatku, benar?"

"Enak saja! Siapa yang memuja siapa? Mana mungkin Jeon perfect Jungkook menyukai makhluk cupu ketinggalan zaman seperti—hey! Kau operasi plastik ya? Bagaimana bisa kau menjelma menjadi secantik dewi begini—oops! Astaga bicara apa aku ini."

"Nah, sekarang siapa yang memuja siapa? Sudahlah Jeon. Aku tahu aku memang cantik, tapi—sorry! Kau bukan tipeku dan aku memilih melajang selamanya daripada harus terikat dalam sebuah pernikahan dengan orang sepertimu..."

"K-kau pasti bercanda kan? Hey! Aku tidak terima! Dasar tukang PHP! Bagaimana bisa setelah cantik begini kau malah mencampakkanku begitu saja!"

"Aku tidak sedang main-main, Jungkook-ssi. Lihat ini, lembar perjanjian-rencana-pernikahan kita. Aku akan membakarnya sekarang juga—(membakar lembar perjanjian tersebut)—Nah, sekarang sudah tidak ada lagi perjanjian omong kosong di antara kita. Selesai!"

"YAH! Apa yang kau lakukan!? Kau gila ya!? Kau tahu aku bisa menjebloskanmu ke penjara karena kau telah membatalkan perjanjian secara sepihak!"

"Oh ya? Silakan saja! Kau pikir aku takut? Lebih baik aku mendekam di balik jeruji besi dibandingkan harus menikah dengan bocah sialan sepertimu!"

"Baik. Jika itu maumu, aku tak punya pilihan lain!"

"Ya, ya, ya. Lakukanlah sesukamu!"

Flashback end

Menghela napasnya dalam-dalam sembari menahan emosinya sebelum berbicara. "Tapi dengan membuatku seolah-olah menjadi korban penculikkan adalah tindakan yang sungguh sangat disayangkan, Tuan Jeon," Jimin mengilas balik peristiwa sore tadi ketika ia baru pulang sekolah.

Dirinya yang tengah berjalan sendirian—karena Taehyung perlu mengikuti program remedial di sekolah—menuju halte tiba-tiba disergap oleh segerombolan lelaki berjas dan berkacamata hitam yang langsung membekap mulutnya dan menyeretnya masuk ke dalam mobil yang juga berwarna hitam. Membawa Jimin ke sebuah mansion megah milik kediaman keluarga Jeon dan bertemu dengan dua orang yang Jimin pikir adalah kakek dan nenek Jungkook.

"Aku minta maaf soal itu, Jimin-ssi. Tapi kami punya alasan tersendiri mengapa kami perlu membawamu kemari," jelas lelaki tua itu tanpa mengendurkan urat-urat wajahnya yang tampak kaku.

Jimin memutar kedua marbelnya dengan malas, "Ya, tentu aku tahu. Ini tentang kutukan keluarga Anda bukan? Bahwa Jungkook tidak akan mencapai usia dua puluh tahun jika tidak menikah dengan orang yang pertama kali menciumnya. Benar begitu?"

"Benar sekali Jimin-ssi. Untuk itu kami perlu membawamu kemari untuk membicarakan masalah ini secara mendalam. Bahkan Jungkook pun tidak ada sangkut-pautnya mengenai hal ini. Jadi, kami mohon jangan berprasangka buruk dulu terhadap Jungkook," masih dengan senyuman dan tatapan teduhnya, wanita tua itu berucap.

"Kami tidak bercanda ketika mengatakan bahwa kutukan keluarga Jeon itu—nyata. Ini tentang kakak lelaki Jungkook. Jeon Junghyun, putra pertama kami..." lelaki tua di hadapan Jimin itu mulai melunakkan air mukanya begitu menyebutkan nama Jeon Junghyun yang ia katakan sebagai putra pertamanya.

'Jadi.. kedua orang tua lanjut usia ini... eomma dan appa Jungkook?' Jimin terkesiap begitu mengetahui fakta yang tersaji tepat di hadapannya saat ini. Tidak disangka. Kedua orang tua bahkan ini lebih pantas menjadi kakek-nenek Jungkook dibandingkan menjadi ayah dan ibunya.

"Jeon Junghyun adalah putra tunggal kami jauh sebelum Jungkook lahir. Dia lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal lahir Jungkook, 1 September. Dan dia meninggal beberapa hari setelah ulang tahunnya yang ke-20," appa Jungkook mulai bercerita.

"Junghyun adalah sosok yang benar-benar kami banggakan. Dia tampan, pintar, pandai berolahraga, mengagumkan dalam bidang seni, dan memiliki kepribadian yang sangat baik—jauh berbeda dari karakter Jungkook yang begitu arogan dan terlalu memuja dirinya sendiri," memandang lurus ke depan, appa Jungkook mengembuskan napas di akhir kalimatnya.

"Kematian Junghyun yang begitu mendadak membuat kami begitu terpukul..." tambahnya lagi. Sementara sang istri yang duduk di sampingnya hanya bisa meremas bahu suaminya untuk menguatkan.

Jimin masih betah menyimpan suaranya. Menunggu kelanjutan kisah yang sepertinya akan mengharubirukan perasaannya untuk beberapa saat ke depan. Untuk itu ia rasa hening adalah pilihan terbaik yang dapat dilakukannya saat ini. Diam di tempat duduknya sembari memasang telinganya baik-baik untuk menghimpun informasi mengenai kutukan keluarga Jeon di dalam register otaknya.

"Jadi, Jeon Junghyun kami pada saat itu..." appa Jungkook mulai bercerita.

.

Flashback

Beberapa jam setelah pemakaman Jeon Junghyun.

"Yah! Dasar jalang! Untuk apa kau datang kemari hah? Apa kau puas sekarang!? Ini kan yang kau inginkan? Pergi kau! Pergi dari sini! Aku tak sudi melihat wajahmu! Pergi!" seorang wanita paruh baya berusia empat puluh lima tahun tampak begitu marah ketika melihat seorang lelaki muda berparas manis sepantaran putranya datang ke rumahnya.

Lelaki manis bertubuh mungil itu tampak bersujud di kaki wanita itu dan menangis sejadi-jadinya. Dari belahan bibir mungilnya ia terus saja mengucapkan kata 'maaf' yang tidak pernah ada habisnya. Ia tetap bertahan untuk memohon maaf meskipun eomma Jungkook kerapkali mengata-ngatainya dengan sebutan yang tidak enak didengar oleh telinga siapa pun yang mendengarnya.

"Puas kau hah!? Apa tujuanmu sebenarnya!? Meninggalkan putraku di hari pernikahan kalian tanpa pesan! Apa kau sadar apa yang telah kau lakukan padanya? Kau membunuhnya! Kau pembunuh kejam! Pembunuh kejam!" wanita itu berteriak histeris sambil menangis sekeras yang ia bisa.

"Maafkan aku hiks. Aku sungguh minta maaf.. hiks.." lelaki manis itu terus bersimpuh dan menciumi kaki wanita itu. Ia tampak benar-benar menyesal dan berusaha menunjukkan bahwa ia bersungguh-sungguh meminta maaf.

"Yeobo, sudahlah. Junghyun telah tiada. Tidak ada gunanya untuk terus meratapi kepergiannya," suami wanita itu berusaha memenangkan sang istri. "Jisoo-ya, kau pulanglah. Eomma Junghyun hanya perlu waktu untuk menenangkan dirinya lebih dulu..." menengahi perhelatan sepihak antara sang istri dengan mantan calon menantunya tersebut.

"Yeobo! Orang inilah yang membunuh putra kita! Dia yang telah membunuhnya! Kenapa kau biarkan dia pergi begitu saja? Kenapa kau biarkan dia membatalkan pernikahan? Kenapa?! Katakan padaku kenapa?!" merengek di dada sang suami dengan wajah kacau yang dipenuhi air mata.

"Shh, sudahlah sayang. Ini sudah takdir dari Yang Maha Kuasa. Kita tidak bisa melawan takdir. Junghyun juga telah bahagia di atas sana. Lagi pula—bukankah cinta tidak bisa dipaksakan? Jisoo telah memiliki kekasih dan kita tidak bisa egois memaksanya menikah dengan putra kita," jelas sang suami.

"Ta-tapi.. dia telah mencuri ciuman pertama Junghyunku! Dia yang telah menyebabkan kutukan itu berlaku! Dia juga yang seharusnya bertanggung jawab! Hiks hiks hiks..Kalau saja mereka menikah, Junghyun mungkin saja masih hidup.."

"Sayang, dengarkan aku. Ini semua sudah takdir yang harus kita terima. Jisoo bukanlah satu-satunya pihak yang patut dipersalahkan. Jisoo tidak sengaja mencium putra kita..."

"..."

"Ingat cerita Junghyun bahwa ia tengah membantu Jisoo memasang hiasan di festival sekolahnya ketika ia malah terpeleset dan jatuh menimpa tubuh Junghyun hingga bibir mereka tak sengaja saling bersentuhan. Itu bukan sepenuhnya salah Jisoo. Kau harus tahu itu..."

"Ta-tapi.. tetap saja.. Lee Jisoo.. Dialah yang membuat Junghyun.."

"Sshh! Tidak ada tapi-tapian lagi. Kita tidak perlu berlarut-larut dalam kesedihan dan lebih baik berdoa saja semoga Tuhan memberikan kita pengganti Junghyun secepatnya.."

Flashback end

.

"Dan Jungkook lahir lima tahun setelah kematian Junghyun. Saat melahirkan Jungkook melalui operasi caesar, usiaku sudah mencapai lima puluh tahun dan suamiku sudah lima puluh lima tahun. Ya, kau bisa menghitungnya sendiri—berapa usiaku saat ini Jimin-ssi," ucap eomma Jungkook dengan lembut.

"Jadi, Jimin-ssi.. Aku mohon kau pertimbangkan dan pikirkan baik-baik keputusanmu untuk menikah dengan Jungkook. Bisa dikatakan bahwa hidup dan mati Jungkook—bergantung sepenuhnya kepadamu," kali ini appa Jungkook yang berbicara.

"Aku benar-benar tidak bisa membayangkan apabila diriku harus kehilangan putraku untuk yang kedua kalinya hiks hiks hiks..." tibat-tiba eomma Jungkook meledak tangisnya.

Hal ini tentu membuat Jimin bingung bukan kepalang. Di satu sisi ia ingin menolong keluarga Jeon yang malang ini. Namun di sisi lain, ia juga tidak ingin menikah untuk yang kedua kalinya dengan seseorang yang bernama Jeon Jungkook itu.

Jimin merasa dilema. Ia tak tahu harus berbuat apa. Ia perlu memikirkan hal ini dalam-dalam sebelum akhirnya membuat keputusan. Lagi pula ia bukan orang jahat yang hanya mementingkan ego dan kebahagiaannya sendiri.

"A-aku.. akan memikirkannya.. Mm, aku perlu waktu untuk berpikir.."

"Kuharap kau membuat keputusan yang bijaksana Jimin-ssi. Kami sangat berterima kasih karena kau mau mengerti," appa Jungkook tersenyum. Setelah sekian lama memasang wajah datar dan tegasnya akhirnya ia dapat tersenyum juga. Senyuman yang begitu mirip dengan senyuman Jungkook, sang putra.

Mau tidak mau, Jimin balas tersenyum meskipun guratan canggung masih kentara di wajah manisnya. "Tentu, aku akan mengusahakan yang terbaik..."

TBC

Kamis, 15 Desember 2016

.

.

.

Maaf kalo jelek karena aku baru kena WB. Dan gaya penulisanku berubah?

Karena alurnya sengaja kucepetin soalnya.

Semoga tidak membingungkan pembaca ^_^

.

Special Thanks to:

ChiminChim ini apdet lagi tong. Aku kan perlu semedi dulu buat nyelesaiin satu chapter tong #bhakss. Oh iya kamu benar! Media pertukarannya emang lewat petir. Seratus buat kamu! *lempar Taehyung ke ChiminChim*. Nah, itu Jimin dari paralel ke dimensi utama udah nongol. Songong juga sih dia~ Gak jauh beda ama Jungkook haha. Chapter ini Yoongi dan Prof Rich kagak muncul. Kasian ama readers katanya xD

Guest kalo kemanisan ganti gulanya pake tropicana sl*m aja haha. Iya sih, Kookmin itu so sweetnya diam2 soalnya. Mereka gak sadar kali ya kita udah pada notice kemesraan mereka xD

RLike Aloha? Readers baru kasih kecupan muaaah. Kalo di dunia nyata bahasanya somplak ya? Aku juga gak tau kenapa bahasa kubikin gado2. Astul aja alias asal tulis haha #Bhaks maafkan saya. Syukurlah kalo suka chapter 4. Chapter 5 juga suka donk? Yayaya?

Autvmn21 OH IYA TENTU MAKASIH SAYANGKU. INI UDAH DI-NEXT! ^_^

Haneunseok Hahaha benarkah? Baguslah kalo begitu. Ini sudah dilanjut, nasib Yoongi? Oke boleh.. buat kamu aja ya? Yoongi.. nih Haneunseok mau sama kamu~~

KookieL makasih dedek (karena kamu panggil aku kakak) itu cuma imajinasi aja sih hahaha. Ini udah late update, kakak minta maaf ya xD

AzaleARMY957 Sudah tertukar sayangku. Iya enak banget kayaknya jadi anaknya Kookmin. Asal gak dapet Mommy Chim yang cuek aja sih hehe. Mm, jangan pusing, kalo pusing mending makan eskrim *loh apaan nih ahaha* Ini udah lanjut ^^

Park Rin Hyun-Uchiha Betul, udah beda dimensi. Ini alurnya sengaja aku cepetin. Biar nggak terlalu ngebosenin. Jungkook si bangsadh? Jiminnya bisa lebih bangsadh lagih errr~ Hehehe LOVE YOU ALWAYS DEAR muaah *kecup jauh ala Jin mommy*

Beruang oh, enggak seperti itu dear Beruang, listrik itu memiliki frekuensi yang terbatas *cmiiw* Nah makanya dicarilah sumber energi listrik yang sangat besar dengan harapan memiliki frekuensi unlimited. Dan sumber dari alam yang memungkinkan itu berasal dari petir. Mega kapasitor itu fungsinya buat nangkep petir. Semacam buat menyimpan cadangan listrik dengan memanfaatkan energi dari alam. Nah karena petir itu gak stabil energi listriknya maka perlu megakapasitor buat menampung. Dari situ, megakapasitor bisa dijadikan 'baterai' yang bisa disematkan ke prototipe mesin portal teleporting. Karena teori annihilasi dua partikel identik cuma berlaku ketika dua objek berada di tempat yang frekuensinya nol atau tak terhingga.

PS. Dont take it too seriously karena aku hanya mengarang cerita. Aku sebelumnya emang cari-cari teori tentang multidimensi dan teori dunia paralel tapi dengan pengembangan sendiri. Jadi, bisa dibilang teorinya Yoongi itu hasil imajiku yang dikolaborasikan dengan beberapa teori dunia paralel yang relevan dan cocok dimasukkan ke dalam ceritaku ^_^

Phindi Sudah lanjut nih say hehe. Maaf lama ya? Makasih banyak, tapi aku awam kok xD

Chocho. late. 79Halo reader baru ^^ selamat datang di dunia Kookmin. Update-nya lama nih maafkan saya hahaha. Kisah Kookmin di dunia paralel, baru dikit.. tapi gapapa kan?

AllSoo Ahhh AllSoo.. melihat review-mu membuatku selalu ingin ngakak~ hahahahaha hahahahaha hahahaha. Kenapa kamu lucu dear? Kamu di RL doyan ngelawak apa malah pendiem nih? 'UNTUNG GAK GOSONG' itu pick-up line yang cukup terkenal kayaknya hahaha. Legend of AllSoo~ ngomong2 kamu line berapa? Biasanya yang konyol2 itu line 92, line 94, line 95, dan line bawah lagi aku gak tau :D

Me Membaca review-mu membuatku semangat! Love you bae! Meskipun aidonou huyuar. Hahaha lagi2 yang 'untung gak gosong'. Emangnya itu lucu ya hahaha kok aku gak nyadar? Kookie sampe pengen nangis liat Jimin jadi eomma yang sayang banget ke Jungmin~ Ahh.. so sweet ya? Ini di dunia utama udah ketemuan. Gimana? Sukakah ME?

Ysejikook Boleh donk! Karungin dua-dua aja yuk? Biar nanti keluar karungnya udah lebih dari dua ahahaha. Iya, Mommy Chim yang dari dimensi utama sayang anak soalnya. Si Jeon udah pasrah, dia pengin Jiminnya tetep lupa ingatan soalnya dia nggak jutek dan galak ke Jungmin hehe. Iya sayangku, pm darimu gak ada _ entah mengapa bisa begitu? Nih aku kasih kecupan cintaah ala emak Jin buat kamu muuaah :*

Monniemonnie bener banget! Yang penting paham ceritanya. Aku juga di awal takut bikin bingung. Tapi di setiap pergantian dimensi udah aku kasih keterangan biar nggak bikin bingung. Ini udah lanjut. Terima kasih ya ^^ love you

Heyoyo Sudah lanjut nih~ gimana suka atau tidak? Oh iya, aku selalu masukin spesial thanks karena Heyoyo udah review di chapter sebelumnya :D dilempar Jimin aja deh jangan panci. Kasian pancinya nanti dicariin emak Jin hehehe.

Kumiko Ve Anime-nya ada? Judulnya apa? Bisa ketuker kenapa? Karena aku pengin bikin mereka ketuker :3 hahaha. Bercanda. Alat Yoongi belum diujicobakan. Iya tuh kutukan keluarga Jeon /saya aja bingung kenapa bikin fiksi yang nyampurin mitos dan ilmiah/. Itu derita Jimin, udah gak suka Jekei malah disuruh kawin ama Jekei hehehe.

Minsoo. Kim iya jadi begitulah ceritanya. Gapapa telat baca, aku juga kadang suka gitu gara-gara kebanyakan waiting list yang perlu dibaca haha. Masih SMA? Ciyee anak SMA, aku mah udah lama jadi mantan anak SMA /gak ada yang nanya/ #Bhakss Ya tentu, mau aku sayang lagi? Boleh! Sini kecup jauh dulu~~ chuuup! Muah! Makasih ya^^

Chris Tyan97 jangan terlalu dipikir teorinya hehe. Iya betul pokoknya mereka ketuker dimensi hehehe. Reaksi Jimin di dunia utama? Di chapter ini semoga bisa menjelaskan ya ^^

Maidenren halo nona Ren? Maiden kan nona/gadis ya? Iya sama! Aku juga suka Kookmin di dunia paralel sekarang. Mereka fluffy sih. Kalo di dunia utama, kayaknya bakal banyak konflik. Konflik ringan sih. Justru konflik beratnya di dunia paralel. Bener banget. Sekarang udah jarang nemu Kookmin yang manis2. Aku juga belum pernah bikin Kookmin fluff. Doakan semoga bisa bikin suatu hari nanti ya? Hahaha kayaknya black-hole dari fiksi ini terletak pada percakapan Yoongi dan profesornya. Tapi gapapa, anggap aja selingan~ Ini udah dilanjut, selamat anda beruntung! Hohoho..

.

.

REVIEW LALALA?