"Yeoboseo?"

"Nyonya..." panggil seorang namja dengan suara lirih.

"YuYuta? Kenapa kau menelpon ibu? Apa terjadi sesuatu dirumah? Ahh mianhae, ibu dan ayah tidak bisa pulang ke Jepang."balas wanita yang ada diseberang sana.

"Um, aku mengerti. Nyonya.. boleh aku minta satu permintaan?"

"Permintaan? Apa kau butuh sesuatu nak? Kau butuh uang? Ahh maaf aku lupa mentransfer uang sakumu minggu ini. Nanti aku akan menyuruh suamiku untuk mentransferkan uangnya."

"Tidak usah nyonya, uang yang kau berikan padaku minggu lalu sudah cukup bagiku. Aku hanya ingin meminta satu permintaan.."

"Apa itu? Sebutkan saja nak, aku pasti akan mengabulkannya."

"Aku.. aku ingin pergi ke Korea. Aku ingin pergi ke kampung halamanku. Jadi kumohon izinkan aku pergi kesana. Aku ingin bertemu dengan temanku nyonya, aku sangat rindu dengannya. Terlebih lagi, setelah kalian pulang dari Inggris aku akan melakukan operasi. Mungkin saja setelah operasi aku tak akan selamat. Jadi kumohon izinkan aku pergi kesana"

"..."

"Nyonya?"

"Baiklah, ibu izinkan. Tapi kau harus berjanji pada ibu, jangan sampai kakekmu tau. Jika ia tahu kalau kau pergi kesana bisa-bisa ia akan menyiksamu kembali. Ibu tak ingin kau tersiksa nak." ucap wanita itu sedikit khawatir.

"Um! Arraseo, aku janji. Terimakasih nyonya" ucap namja itu senang.

"Yuta-kun.."

"Ne?"

"Bisakah kau memanggilku dengan sebutan 'ibu'. Aku sedikit risih dengan sebutan 'nyonya'. Aku ini ibumu, walau bukan ibu kandungmu tapi aku telah menganggapmu seperti anakku sendiri. Jadi kumohon panggil aku ibu"

"..." namja itu terdiam sejenak. Ia menggigit bibir bawahnya kuat-kuat.

"Yu-Yuta?"

"Ba—baiklah, i—ibu" ucapnya sedikit ragu. Wanita yang ada disebrang telepon itu tersenyum. Ia senang jika kini, Yuta telah memanggilnya 'ibu'.

"Ahhh.. anak pintar" puji wanita itu.

.

.

"You're Lie"

Cast: Nakamoto Yuta

Lee Taeyong

Genre: Angst, tragedy, drama, yaoi

Warning: YAOI! Yang gak suka bisa minggat dari sini, cerita lebay, ide pasaran /?/, tidak sesuai EYD, dan banyak typo /maybe/

.

.

Chapter 1

1 minggu kemudian..

"Yuta-kun, ayo cepat bangun! Bukankah kau akan pergi ke sekolah barumu? Ayo bangun! Jangan sampai ter— ahh ternyata kau sudah bangun"

Aku tersenyum saat melihat bibi Jung yang membawa gayung berisi air dingin. Kurasa ia ingin menyiramku dengan air tersebut. Melihat bibi Jung seperti itu entah kenapa aku jadi teringat kenangan saat aku masih kecil. Aku dan 'dia' memang sulit untuk dibangunkan. Maka dari itu bibi Jung akan menyiram kami jika kami tidak bangun-bangun. Menyebalkan memang, tapi aku senang karena bibi Jung sangat perhatian pada kami.

"Selamat pagi bi." kataku sambil tersenyum manis.

"Aigoo.. apa yang terjadi padamu Yuta? Baru kali ini aku melihatmu bangun pagi-pagi. Padahal sejak kecil kau selalu bangun paling siang." kata bibi Jung sambil bersender di pintu kamarku.

"Itukan dulu, sekarang aku sudah besar. Jadi aku sudah bisa bangun pagi." kataku sambil terkekeh kecil. Kumasukan beberapa buku kedalam tas ransel ku. Bibi Jung berjalan kearahku. Ia merapihkan dasi yang ada dileherku.

"Maaf, bibi tidak bisa membelikanmu seragam sekolahnya. Bibi tidak punya uang. Tapi bibi janji, jika bibi sudah punya uang bibi akan membelikanmu seragam." ucapnya dengan tatapan sendu. Aku tersenyum lebar, menunjukan barisan gigiku yang rapih.

"Aniya, tidak apa bi. Aku masih bisa memakai seragam disekolah ku yang dulu. Lagi pula aku juga tak akan lama bersekolah disana." kataku. Bibi Jung terdiam, ia memeluk tubuhku dengan erat.

"Aku tak tahu apa yang sedang kau sembunyikan dari bibi, Yuta. Kepulangan mu ke Korea begitu mendadak. Tapi jika kau memang tidak mau memberitahu masalahmu dengan bibi itu tak masalah. Bibi yakin suatu saat kau pasti akan menceritakan masalahmu pada bibi." kata bibi Jung diiringin suara yang serak.

Memang sejak kepindahanku ke Korea aku tak banyak bicara tentang keluarga baruku. Aku hanya menceritakan tujuanku untuk datang kesini. Aku bilang pada bibi Jung jika aku ingin bertemu dengan 'dia'. Aku ingin meminta maaf padanya, aku ingin memperbaiki tali persahabatan kami. Walau aku tak yakin apa 'dia' akan memaafkan ku, tapi tak ada salahnya untuk mencoba. Lagi pula ini adalah kesempatan terakhirku.

"Aigoo! Sudah jam segini. aku harus berangkat sekolah bi! annyeong!" Kataku sambil mencium pipi bibi Jung dengan singkat.

"Astaga Yuta ini masih pagi! Kenapa kau harus berangkat sepagi ini? Astaga anak itu membuat kepala ku makin pening saja"

Aku berlari melawati koridor panti asuhan ini.

"Ahh! Yuta hyung! Itu Yuta hyung!" Aku mendengar teriakan dari sebuah kamar.

"Yuta hyung!"

"Yuta oppa! Selamat pagi!"

Anak anak panti asuhan tersenyum dan berlari kearahku. Mereka memelukku dengan erat.

"Yo! Selamat pagi bocah!" Kataku sambil mengusap rambut mereka satu persatu.

"Oppa! Apa oppa akan pergi kesekolah?" Tanya seorang gadis kecil berkuncir dua.

"Yup! 100 untuk Seulgi-chan!" Kataku sambil bertepuk tangan. Bocah manis bernama Seulgi itu tersenyum dengan malu-malu.

"Hyung apa kau sudah hafal jalanan di komplek ini?" Tanya bocah lucu bernama Jaemin. Aku mengangguk ragu.

"Errr.. keluar dari panti asuhan lalu belok kanan. Lurus terus sampai ada pertigaan, belok kiri lalu..." aku terdiam, mencoba mengingat rute ke sekolah baruku.

"Belok kiri lalu jalan terus sampai perempatan. Hyung ambil jalan yang sebelah kanan, nanti hyung akan melewati sebuah taman nahh di depan taman itulah ada halte bus. Aigoo.. hyung bagaimana sih? bukankah kemarin hyung baru saja pergi kesana? Kenapa hyung lupa lagi?" Ejek Jisung si bungsu. Aku memanyunkan bibirku kesal.

"Iya iya, mian hyung itu sudah tua jadi sering lupa." canda ku pada mereka.

"Halahh alesan." sidir Donghyuck dengan pedas. Aku hanya menggaruk tengkuk leherku dan terkekeh pelan.

"Hyung! Ini!" Jeno memberikan selembar kertas padaku.

"Apa ini?" Tanyaku pada mereka.

"Rute perjalanan menuju halte bus, hyung. Kami semua yang membuatnya. Kami tahu kalau hyung itu pelupa maka dari itu kami membuat peta ini untuk hyung." kata Mark dengan senyuman lebar yang terpasang manis diwajahnya. Aku tersenyum haru, tak menyangka jika anak-anak panti asuhan begitu peduli padaku. Padahal baru kemarin lusa aku berkenalan dengan mereka, tapi mereka sudah begitu akrab dengan ku.

"Terima kasih." kataku sambil memeluk mereka. Mereka pun membalas pelukanku.

"Sama sama hyung. Ahh di peta itu juga kami tuliskan rute bus di kota ini. Jadi hyung tinggal mengikutinya agar hyung tidak tersesat saat ke sekolah." kata Jisung padaku. Aku mengangguk paham.

"Baiklah, aku berangkat dulu. Annyeong!" Pamitku. Namun tiba-tiba seorang gadis kecil berlari tergesah-gesah kearah ku. Ia membawa sebuah tas makan kecil berwarna hijau.

"Oppa! Kau lupa bawa kotak bekal mu!" Kata gadis itu sambil mengatur nafasnya. Bekal? Setahu ku aku tak membuat bekal. Siapa yang membuatnya?

"Siapa yang memberikan bekal ini Nayoung?" Tanya ku pada gadis itu. Nanyong menatapku dengan mata hitamnya yang indah.

"Bibi Jung yang memberikannya padaku. Katanya kau lupa membawa bekal ini." katanya sambil menunjukan gigi kelincinya yang lucu itu. Aku mengerutkan alisku bingung, kulihat bibi Jung ada sedang berdiri di depan dapur. Ia mengedipkan sebelah matanya seakan memberikan kode padaku. Aku tertawa kecil.

"Terima kasih Nayoung, kau memang gadis yang baik." Kataku, Nayoung yang mendengarnya hanya tersipu malu.

"Yasudah aku berangkat dulu ya.. annyeong!" Kataku.

"Annyeong oppa/hyung!" Ucap mereka bersamaan. Aku berlari meninggalkan panti asuhan ini. Kubuka peta yang dibuat Jeno dan kawan-kawannya. Aku terkekeh pelan saat melihat goresan crayon yang menghiasi kertas ini. "Peta yang lucu" kataku memuji hasil karya mereka.

Aku Terus berjalan, mengikuti peta ini dan pada akhirnya akupun sampai di sebuah halte bus.

"Itu dia!" gumanku saat menemukan halte bus. Ada sebuah bus yang berhenti di halte itu. Dengan cepat aku berlari ke halte itu, berharap agar aku tidak ketinggalan bus tersebut. Namun saat berlari, aku tak sengaja menabrak seorang pria berjas hitam hingga kertas kertas yang ada ditangannyapun berhamburan ke tanah.

"Mianhae, aku tak sengaja tuan." kataku memungut kertas kertas tersebut.

"Ahh aniya, kau tak salah. Aku yang seharusnya minta maaf karena aku kurang berhati hati." katanya sambil membantuku memungut kertas. Aku memberikan kertas kertas itu padanya.

"Tidak tuan, aku yang salah. Ahh aku harus pergi ke halte itu. Permisi." aku membungkukan badanku, berlari ke halte dan berdoa agar bus itu tidak pergi. Namun nyatanya aku telat.

"Ahhh.. mungkin aku harus menunggu bus yang lain." kataku mendengus kecewa. Beruntunglah diriku karena aku berangkat pagi - pagi. Jika seperti ini, aku yakin tidak akan terlambat datang ke sekolah. Baru sebentar aku duduk dihalte itu, tiba tiba sebuah bus berhenti di depanku. Aku sedikit kebingungan tak kala warna bus itu berbeda dengan bus yang tadi.

"Bus ini pergi ke arah mana? Bus mana yang harus kunaiki? Ahh benar, kurasa aku harus lihat peta." aku merogoh saku celanaku. Seketika aku terdiam. Peta itu! Astaga kemana peta itu?! Apa petanya hilang?! Sungguh aku panik saat ini.

Perlahan satu persatu orang – orang yang ada dihalte ini memasuki bus itu. Mereka meninggalkanku sendirian dihalte ini. Oke, kurasa ini hari kesialan ku.

Aku memilih duduk dihalte itu dan memikirkan cara agar aku bisa berangkat ke sekolah tanpa tersesat.

"papan petunjuk bus itu tidak berguna. Aku bahkan tidak mengerti tulisannya." keluhku saat melihat papan petunjuk bus. Terlalu lama tinggal di Jepang membuatku lupa dengan bahasa korea.

"apa aku pulang saja? Tapi bagaimana kalau anak-anak itu menertawaiku? Astaga mau taruh dimana mukaku?!" aku menepuk keningku kesal. Andai saja saat itu aku tidak ceroboh, mungkin saja aku sudah duduk tenang di dalam bus.

Disaat aku sedang mengeluh, aku melihat seseorang yang mungkin menjadi penyelamatku. Aku tersenyum lega tak kala aku melihat seorang siswa yang sedang menunggu bus. Siswa itu mengenakan blazer SMA Yosen, sekolah yang menjadi tujuanku saat ini.

"baiklah Yuta, kau hanya perlu mengikuti pria itu. Jangan sampai ia tahu kalau kau sedang membuntutinya dan voila! Kau sampai ditempat tujuan!" gumanku pelan.

Lama menunggu, akhirnya sebuah bus berhenti dihadapanku. Kulihat pria itu masuk kedalam bus tersebut. Tanpa basa basi akupun mengikutinya. Aku memilih duduk tepat dibelakangnya.

Aku bernafas lega. Kurenggangkan otot-otot ku yang terasa pegal. Mungkin karena terlalu panik otot tubuhku jadi kaku.

Aku menoleh kearah jendela. Memejamkan mataku saat kurasakan hembusan angin sejuk yang menerpa wajahku.

"YUTA! KENAPA KAU JAHAT PADAKU?! KENAPA KAU MENGAMBIL ORANG TUA ASUHKU?! KENAPA?! BUKANKAH KAU BERJANJI PADAKU KALAU KAU AKAN MENCARIKAN ORANG TUA ASUH UNTUK KU?! TAPI KENAPA?! KENAPA KAU MENGAMBILNYA?!"

"Tae—Taeyong-a. aku.. akuu…"

"AKU MEMBENCI MU! KAU ITU SAMA DENGAN IBLIS! MENYEBALKAN! MENJIJIKAN! AKU MEMBENCIMU!"

BUGH!

Aku membuka mataku dengan cepat. Dengan perlahan aku memegang pipi kiriku. Dulu Taeyong pernah memukulku disini. Rasanya sangat menyakitkan tapi aku sadar, hati Taeyong jauh lebih sakit dari lukaku ini.

"mian, Taeyongie.." gumanku pelan. Bus yang aku tumpangi berhenti disebuah halte. Kulihat pria itu berdiri dan keluar dari bus ini. Dengan cepat akupun turun dari bus ini. Aku terus mengikutinya dari arah belakang. Aku bersyukur karena ia mengenakan sebuah earphone ditelinganya. Jadi aku tak perlu takut karena ia tak akan sadar dengan keberadaanku .

Cukup lama aku mengikutinya sampai akhirnya kami berhenti didepan toko roti. Pria itu masuk, sedangkan aku menunggu diluar. Aku melihat jam tanganku dengan cemas.

"aigoo.. sudah jam segini dan aku belum sampai disekolah. Bisa-bisa aku telat!" gumanku.

Pria itu keluar dengan menenteng plastik putih yang aku yakini berisi roti melon. Dengan santai ia memakan roti itu. Astaga apa ia tidak takut jika terlambat sekolah.

Tiba-tiba pria itu terdiam. Ia menghentikan langkahnya.

"eh? Apa dia mulai curiga?" gumanku pelan. Buru-buru aku bersembunyi dibelakang pohon.

Pria itu dengan sangat tiba-tiba berlari begitu kencang.

"m—mwo?!" aku hanya melongo kaget. Dengan cepat aku berlari menyusulnya. Pria itu berlari sangat cepat, aku yakin jika ia adalah anggota klub atletik disekolahnya. Lihatlah kakinya yang panjang itu.

Pria itu melewati sebuah gerbang. Aku menghentikan kakiku dan memandang sebuah gedung yang berdiri kokoh didepanku.

SMA YOSEN.. YAAA BENAR SMA YOSEN!

"hei nak! Cepat masuk atau ku tutup pintu gerbang ini." tegur salah seorang guru.

"ahh maaf." aku pun memasuki sekolah ini. Aku tersenyum lega, jadi pria itu berlari kencang karena gerbang ini mau di tutup. Astaga benar benar mengejutkan.

Setelah sampai sekolah ini aku masih harus pergi keruang guru.

.

.

.

.

"jadi kau anak baru?" Tanya seorang guru padaku. Aku mengangguk pelan.

"ikutlah denganku, kebetulan sekarang aku akan mengajar dikelas 11 A." kata guru itu. Lagi-lagi aku mengangguk. Kami berjalan melewati lorong lorong kelas yang sepi.

"maaf pak, boleh aku bertanya? Apa anda kenal dengan Taeyong?" tanyaku.

"Taeyong? Lee Taeyong maksudmu? Ahh aku mengenalnya, ia berada dikelas yang sama denga mu." kata pak guru.

"ahh begitu." gumanku.

Sepertinya Taeyong sudah mengganti marga keluarganya. Bibi Jung bilang padaku kalau Taeyong sudah diadopsi oleh pasangan suami istri dari Seoul. Taeyong pindah dengan orang tua asuhnya tepat sebulan setelah aku meninggalkan panti asuhan. Bibi Jung juga bilang kalau kini hidup Taeyong sudah lebih baik. Ia hidup berkecukupan karena ia diadopsi oleh keluarga kaya. Aku yang mendengar berita itu tentu saja sangat senang. Akhirnya Taeyong telah memiliki orang tua asuh yang baik dan menerimanya apa adanya.

"baiklah anak-anak. Kita kedatangan murid baru, nah nak perkenalkan dirimu." kata pak guru sambil menepuk bahuku pelan. Aku mengangguk paham.

"namaku Nakamoto Yuta, aku berasal dari Jepang. Alasan mengapa aku pindah ke sekolah ini karena aku ingin bertemu dengan sahabatku." kataku. Semua murid dikelas mulai riuh bertanya siapa 'sahabat' yang aku maksud.

"memang siapa sahabatmu itu?" Tanya salah seorang murid.

"namanya—"

"wuohhh.. aku tak menyangka jika kau benar-benar datang kesini Yuta!" ucap seorang namja berambut silver sambil bertepuk tangan. Aku tersenyum lebar saat menyadari bahwa orang yang menyambutku itu adalah Taeyong. Sahabatku.

"wow! Jadi dia sahabatmu Taeyong-ah?" Tanya seorang namja yang duduk didepan Taeyong

"ne, kami berada dipanti asuhan yang sama. Namun Yuta pergi dari panti asuhan karena ia sudah mendapat orang tua asuh. Benarkan Yuta?" Tanya Taeyong. Aku mengangguk kikuk, entah kenapa aku begitu sensitif saat Taeyong bicara seperti itu.

"waahh.. benar-benar mengharukan." semua murid bertepuk tangan. Aku hanya mengucapkan terimakasih pada mereka. Kurasa selama 3 bulan kedepan aku akan betah bersekolah disini.

"nah kau duduklah dimeja paling belakang." perintah pak guru. Aku mengangguk, kulangkahkan kakiku menuju mejaku. Aku senang karena aku bisa duduk bersebelahan dengan Taeyong.

Saat hendak duduk, aku merasa ada yang aneh dengan meja ku. Banyak debu yang mengotori mejaku. Aku mengambil tisu dan membersihkan debu-debu itu.

"a—apa?" gumanku saat melihat tulisan yang ada dimeja ku.

DASAR BODOH!

MENJIJIKAN!

PEMBAWA SIAL!

LEBIH BAIK KAU MATI!

PENGKHIANAT!

IBLIS!

Dan segala bentuk caci makian ada di atas mejaku. Aku bergedik ngeri. Siapa? Siapa yang melakukan ini?

Aku melihat sekeliling kelas ini. Mereka tersenyum.. semua siswa dikelas ini tersenyum..

"Nakamoto, kenapa kau tidak duduk?" Tanya pak guru padaku.

"ahh! Itu.. meja ku—"

"meja Yuta kotor pak! Mungkin ada rayap yang memakan mejanya." tiba-tiba namja –yang aku ketahui bernama Jaehyun— itu mengangkat tangannya. Apa dia bilang? Rayap?

"baiklah untuk sementara kau duduk dulu dengan salah satu temanmu. Nanti saat istirahat kau pergi ke gudang dan ambil meja yang baru." perintah pak guru. Aku hanya mengangguk pelan.

"stt.. Yuta, ayo duduk denganku." ajak Taeyong padaku.

"ahh terima kasih." kataku sambil menyeret kursiku ke sisi Taeyong. Mungkin benar kata Jaehyun kalau itu semua karena ulah rayap. Dan mungkin saja tulisan itu bukan ditunjukan untukku. Kulirik Taeyong yang sedang menatap papan tulis dengan serius. Aku tersenyum tipis saat melihatnya. Setahuku Taeyong bukan tipe orang yang serius dalam belajar. Bahkan saat kami disekolah dasar dulu, Taeyong pernah mengajakku bolos. Taeyong memang anak yang nakal, tapi hatinya sangat baik.

"apa ada yang aneh diwajahku?" tanya Taeyong tiba-tiba.

"ah?! Ti—Tidak." kataku. Taeyong kembali memusatkan pandanganya pada papan tulis.

"Taeyongie.." panggilku pelan. Taeyong hanya berdehem tanpa mengalihkan pandangannya.

"apa kau masih ingat kejadian 5 tahun lalu?" Tanya ku.

"yeah.. aku masih ingat. Lalu?"

"errr.. apa kau masih marah padaku?" tanyaku ragu-ragu.

Taeyong menoleh kearah ku. Menatapku dengan tatapan yang sulit di artikan. Sorot matanya yang begitu tajam seakan menyuruhku untuk tutup mulut.

"ma—maaf." kataku pelan.

"pfttt.. ayolah Yuta kau tidak perlu membahas hal itu bukan? itu masa lalu lagi pula saat itu aku masih kecil. Kini aku sudah dewasa dan sekarang aku sadar kalau kau pasti punya alasan sehingga berbuat seperti itu." kata Taeyong. Aku terdiam sejenak. Alasan? Apa Taeyong sudah tahu alasan aku bertindak jahat padanya?

"Yuta.." panggil Taeyong pelan. Aku menatapnya bingung.

"bisakah kau tidak membicarakan hal itu?" katanya. Aku mengangguk pelan.

"mianhae."

Kami terdiam dengan pikiran masing-masing. "ne ne Taeyongie apa sebelum aku pindah kesini telah terjadi pembullyan dikelas ini?" tanyaku. Taeyong yang tadinya sedang asik menulis tiba-tiba menghentikan pekerjaannya.

"aku tidak tahu memang kenapa?" tanyanya.

"Ahh tadi dimejaku ada banyak goresan yang bertulisankan kata kata kasar. Kupikir, mungkin saja ada seseorang yang sebelumnya pernah dibully disini." kataku. Taeyong hanya mengangguk pelan kemudian tersenyum tipis.

"Ahhh itu karena-"

"Nakamoto-kun, bisakah kau tidak mengobrol dikelas?" Tegur pak guru.

"Ahh maaf pak." kataku sambil membungkukan tubuhku sebagai permintaan maaf. Ahh padahal tadi sedang seru serunya mengobrol. Dan seketika aku mendengus kesal.

.

.

.

.

Bel istirahat akhirnya berbunyi.

"Baiklah sampai disini dulu materi hari ini. Dan kau, Nakamoto-kun. Jangan lupa untuk mengambil meja baru di gudang. Kau bisa meminta teman-temanmu untuk mengantarmu." kata pak guru.

"Baik pak, terimakasih." kataku. Pak guru pun berjalan keluar kelas.

"Yoo.. yoo.. Taeyongie, ayo kita ke kantin." Ajak Jaehyun pada Taeyong.

"Hnggg.." ucap Taeyong seadanya.

"Aku ingin makan sup iga. Ahhh aku benar benar lapar hari ini. Ayo cepat Taeyong, kenapa kau lelet sekali?!" Namja bernama Doyoung -yang berdiri disamping Jehyun- memanyunkan bibirnya kesal. Taeyong yang sedang merapihkan alat tulisnya hanya mendengus kesal. Taeyong memang tipe orang yang rapih, ia akan meletakan barang barangnya dengan telaten. Sama seperti saat dia masih kecil, Taeyong benar-benar tidak berubah.

"A-anu, Taeyongie.. bisakah kau mengantarku ke gudang? Aku masih baru disini dan aku masih belum mengenal seluk beluk sekolah ini. Kau mau kan membantuku?" Tanyaku pada Taeyong. Jaehyun dan Doyoung menatapku tidak senang.

"Hey Nakamoto, kau tidak lihat kalau kami duluan yang mengajak Taeyong?! Kenapa kau seenak jidat menyuruhnya untuk mengantarmu? Dasar tak tahu malu." kata Doyoung.

"Ma-maaf, tapi aku benar-benar tidak tahu dimana letak gudangnya." kataku. Aku menatap Taeyong, berharap agar Taeyong mau membantuku.

"Maaf Yuta, mereka sudah mengajakku terlebih dahulu. Aku akan menujukan arah jalannya saja. Saat kau keluar dari kelas ini kau belok ke kanan, lurus terus sampai kau menemukan sebuah tangga. Kau naik tangga itu kemudian belok kiri, kau lewati jembatan penghubung 2 gedung yang ada disana. Nanti kau akan menemukan gudangnya." kata Taeyong. Aku terdiam tak mengerti, astaga Taeyong bicara terlalu cepat. Aku bahkan tak bisa mengingat perkataannya.

"A-anu.. bisakah kau mengulanginya?" Kataku. Aku mengambil kertas kecil dan sebuah pulpen untuk mencatat rute yang Taeyong berikan padaku.

"Ppfftt! Dia bodoh sekali"

"Padahal Taeyong sudah jelas memberikan rutenya, tapi ia malah mencatatnya. Dia sama seperti anak SD. Ahh bahkan tanpa mencatatnyapun anak SD akan tahu dimana letak gudangnya."

Aku mendengar Jaehyun dan Doyoung yang mengejekku.

"Maaf, aku memang tidak bisa mengingat sesuatu dengan baik. Kurasa ini penyakit turunan." kataku.

"Sekalinya bodoh ya tetap bodoh." ejek mereka lagi.

Ingin rasanya aku membalas perkataan mereka, namun Taeyong menahanku. Ia mengambil kertas dan pulpen yang ada ditanganku.

"Ini, aku sudah menulis rutenya. Sekali lagi maafkan aku Yuta, aku tak bisa membantumu." kata Taeyong menyesal. Aku menggeleng, kemudian tersenyum padanya.

"Aniya, tidak apa - apa Taeyongie aku bisa sendiri. Nahh terimakasih sudah membantuku." kataku. Aku mengangkat meja yang rusak itu dan pergi ke gudang.

.

.

"Belok kesini lalu melewati jembatan ini dan sam- ah? Buntu? Kenapa buntu?"

Aku memeriksa rute yang Taeyong tulis. Aku yakin jika aku tidak salah arah, tapi knapa ini buntu? Ahh mungkin aku salah belok.

Aku terus berkeliling mencari gudang itu, bahkan aku mencarinya ke gedung sebelah -gedung SMP Yosen- namun aku tetap tidak menemukan gudang itu. Peluh keringat telah membanjiri wajahku, sungguh aku sangat lelah, apalagi mengangkat meja yang cukup berat.

"Ahh aku lapar." gumanku. Aku memilih untuk duduk dibawah pohon rindang. Berharap agar tenagaku pulih kembali. Jam istirahat akan berakhir tapi aku masih belum menemukan gudangnya. Dan lagi, bekal yang bibi Jung berikan padaku belum aku sentuh sama sekali. Aigoo.. apa benar ini hari kesialan ku?

Saat sedang meregangkan otot, mataku tertuju pada sebuah bangunan lebar yang ada di depanku. "Apa itu gudang?" Gumanku. Tanpa pikir panjang akupun masuk ke bangunan itu. Dan benar saja akhirnya aku menemukan gudangnya! Ahhh kurasa Tuhan mendengar do'aku.

Dengan cepat aku menaruh meja yang rusak dan menggantinya dengan yang bagus. Setelah itu aku akan ke kelas dan makan bekal. Ahh aku benar benar lapar..

"Siapa disana?!"

Tubuhku membeku seketika saat seseorang berteriak padaku.

"A-aku hanya mengambil meja yang baru, mejaku rusak dan pak guru menyuruhku untuk menggantinya." kataku. Orang yang tadi memanggilku perlahan mendekatiku. Aku hanya bisa menutup mataku takut. Astaga apa jangan - jangan orang ini preman sekolah?

"Kau anak baru?"

"Ne."

"Siapa namamu?"

"Na-Nakamoto Yuta, aku kelas 11 A."

"Adik kelas ternyata, hei! Kenapa kau tutup matamu? Cepat buka matamu!"

"Ba-baik sunbae!" Dengan takut aku membuka mataku. Kulihat seorang namja tinggi yang sedang tersenyum ke arahku. Aku membelalakan mataku saat aku melihat wajah namja ini.

"Hei anak baru, kau lucu juga ya."

dia namja tadi pagi yang aku buntuti. Astaga apa dia marah padaku?

"Namaku Johhny Seo, aku kelas 12 C. Senang berkenalan denganmu, Yuta." katanya sambil berjabat tangan dengan ku. Tunggu.. tunggu.. apa dia tidak sadar kalau tadi pagi aku membuntutinya? Kalau iya, syukurlah. Lagi-lagi Tuhan masih baik padaku.

"Memang ada apa dengan mejamu." tanya Johnny sunbae.

"Ada rayap disana, maka dari itu aku menggantinya, sunbae" kataku.

"Hyung, panggil aku hyung. Ara?" Katanya. Aku hanya mengangguk pelan. Johnny hyung tersenyum, ia merebahkan tubuhnya pada sebuah matras senam. Memakai earphonenya dan mulai bersenandung ria.

"Hy-hyung.. memang apa yang sedang kau lakukan digudang ini?" Tanyaku pelan.

"Hanya ingin menenangkan diri saja." katanya. Ahh.. ternyata ia masih dengar.

Kami berdua kembali terdiam sampai akhirnya aku memutuskan untuk meninggalkannya.

"Hyung aku ke kelas dulu, permisi." pamitku.

"Yuta, kau perlu bantuan?" Tawarnya, namun aku menggeleng pelan.

"Aniya, aku bisa melakukannya sendiri, hyung. Yasudah aku pergi ya.. hyung juga harus pergi ke kelas. Kurasa bel sudah bunyi." kataku. Johnny hyung hanya mendengus pelan berpura-pura tidak peduli. Ahh aku tahu pasti dia ingin bolos. Ahh apa peduliku? Aku harus kembali ke kelas.

.

.

.

.

Setelah berjuang menukar meja, akhirnya akupun sampai dikelas. Kulihat Taeyong, Jaehyun dan Doyoung yang sedang duduk sambil bersenda gurau. Entah apa yang mereka bicarakan. Tapi kurasa mereka sedang membicaralan hal yang menarik. Lihatlah wajah Yaeyong yang begitu antusias mendengar cerita Doyoung.

Aku menyeret mejaku dan menghampiri mereka. Aku juga ingin lebih dekat dengan teman-teman Taeyong.

"Haii sedang membicarakan apa?" Tanyaku basa basi. Doyoung yang melihatku langsung berhenti bicara. Ia terlihat tidak suka dengan kehadiranku.

"Doyoung cerita kalau ia ingin menjadi presenter dan memiliki sebuah acara yang ia namai vroom vroom show. Mendengar namanya saja kurasa acara itu tak akan sukses." kata Taeyong sambil terkekeh pelan. Doyoung hanya memanyunkan bibirnya kesal.

"Oi anak baru, kenapa kau lama sekali? Apa kau tersesat?" Tanya Jaehyun sambil tersenyum remeh.

"Ahh iya tadi aku tersesat. Kurasa Taeyong salah memberikan rutenya." kataku. Aku memberikan kertas itu pada Jaehyun. Jaehyun mengambilnya lalu tertawa pelan.

"Aigoo aigoo.. Taeyong, kenapa kau memberikan rute yang salah? Kau malah makin membuatnya terlihat bodoh. Hahaha"

"Ahhh benar kah? Maafkan aku Yuta, kupikir letak gudang ada disana ternyata sudah dipindahkan ke belakang sekolah. Kau tidak marah kan?" Taeyong tersenyum padaku. Tiba-tiba ada perasaan tidak enak dalam diriku. Aku kesal kenapa Taeyong mempermainkanku seperti ini, dan dengan mudahnya dia meminta maaf padaku. Apa ia tidak tahu kalau aku seperti orang gila yang sedang tersesat di sekolahnya sendiri.

Aku hanya tersenyum padanya. Menyeret mejaku pada tempatnya. Namun aku merasa ada yang janggal.

"Tas ku? Dimana?! Dimana tas ku?!" Kataku panik.

"Taeyongie? Apa kau lihat-" tubuhku membeku seketika. Tatapan tajam dari teman temanku seakan membuat hatiku menjadi takut.

Mereka tersenyum..

Mereka tersenyum saat melihatku kesusahan..

Apa? Apa yang sedang terjadi?

Aku melihat sebuah kertas yang melayang - layang di luar jendela. Hatiku mencelos saat melihat isi tasku berhamburan ditanah. Bahkan buku-buku ku dicoret dan tasku dibakar. Aku menatap horor pada mereka.

Apa maksudnya ini?

Aku mencari tas kecil yang berisi kotak bekalku. Namun hasilnya sama, tas itu tak ada dimanapun.

"Oi bodoh, jika kau mencari makanan sampah itu kurasa kau perlu mengeceknya di tong sampah." kata seorang wanita sambil terkekeh pelan padaku.

Buru-buru aku melihat isi tong sampah dan benar saja. Makananku sudah hancur tak beraturan. Mereka membuangnya, membuang masakan yang bibi Jung buat untuk ku.

Kulihat Taeyong yang diam tak bertidak apapun saat aku dilecehkan seperti ini. Kenapa? Kenapa kau tidak membelaku Taeyong?

"Ta-Taeyong? I-ini... apa maksud dari semua ini?" Tanyaku dengan suara parau. Hatiku panas saat melihat reaksi Taeyong yang acuh.

"Harusnya kau sadar atas perlakuan mu pada taeyong! Dasar pengkhianat!" Teriak Doyoung. Aku menatap Doyoung tak mengerti.

"Ap-apa maksud-"

"Kau pikir kami tidak tahu masalah antar kau dan Taeyong. Kau mengkhianatinya kan? Menghancurkan rasa kepercayaan Taeyong padamu. Kau mengambil semua impiannya.. berpura pura menjadi sosok yang baik padahal kau seorang iblis." lanjut Doyoung. Telingaku memanas saat Doyoung bicara seperti itu. Kenapa ia bisa tahu? Apa Taeyong yang cerita?

"Kami semua sangat menyayangi Taeyong. Dia orang baik tapi kau malah mengkhianatinya. Maka dari itu kami semua akan menghancurkanmu Nakamoto Yuta!" ucap mereka. Aku menatap Taeyong yang hanya diam tak bergeming.

"Taeyong.. jadi benar, ternyata kau masih marah pad-"

"Jangan sentuh aku sialan!" Taeyong menepis tanganku.

"Kau pikir aku akan memaafkan mu begitu saja? Hah?! Mana mungkin! Sekarang bagaimana perasaanmu saat aku menipumu tadi hah! Kau kesal padaku kan?! Itulah yang aku rasakan selama 5 tahun ini Yuta! Aku mmbenci mu! Kau makhluk rendahan yang pernah kutemui di dunia ini. dasat pengkhianat!" Teriak Taeyong padaku. Aku hanya terdiam, bibirku kelu tak bisa berkata apapun. Perkataan Taeyong bigitu menusuk diriku. Aku yakin suatu saat pasti hal ini akan terjadi, namun aku tak menyangka jika Taeyong yang aku kenal bisa begitu kejamnya bicara seperti itu.

"So, Nakamoto Yuta. Selamat datang dineraka bersama kami." kata Jaehyun sambil menyiram kepalaku dengan kopi hitam miliknya. Aku hanya menundukan wajahku. Kurasa ini memang balasan yang Tuhan berikan padaku.

Balasan yang setimpal karena aku telah mnghancurkan impian Taeyong saat kecil.

"Taeyong, tak apa jika kau melakukan apapun padaku. Jika itu membuatmu senang maka aku akan melakukannya. Terdengar seperti seorang rendahan memang, namun sepertinya aku tak pantas disebut rendahan. Mungkin aku lebih rendahan dari yang paling rendahan. Kau boleh melakukan apapun padaku karena aku tahu..

...Ini adalah hukuman yang Tuhan berikan padaku"

[YUTA POV END]

T

B

C

.

.

a/n: Disarankan saat baca ff ini sambil denger lagunya bang taeil - because of you. Emang gak ada nyambung-nyambungnya ini ff sama lagunya :v tapi ane bikin ff ini sambil denger lagunya dan itu nyentuh kokoro banget /?/

yeaahhh akhirnya kelar juga. Tangan gatel pengen nulis Taeyu wkwk abis ni couple greget banget sihh. Couple somplak yang bikin ngakak. Btw ini ff NCT pertama ane. Dan ini juga ff angst drama pertama ane.. yaaa pengen belajar bikin yang sedih sedih.

FF ini juga ngambil tema pembullyan. Karena emang dari dulu ane pengen banget bikin ff kaya gini.

Maaf yaaa kalo Yuta rada maso disini dan Tiwai ane bikin jadi kejam. Sebenarnya mereka orang baik kok :v

Oh ya, ane bikin setiap chapter itu pov nya berbeda-beda.. kaya chapter 1 ini semua full Yuta.. mungkin besok bisa full Johnny atau Taeyong.

Ohh iya, adakah disini yang Taeyu shipper? Kalo ada yuk join ke grup line "Taeyu shipper" wkwkwk ntar kita fangirlingan disana xD~

Udah ahh capekk.. saya tunggu reviewnya yaaaa..

Ketjup manja dari saya :*