.

SIMALAKAMA

.

Hubungan sesama jenis bukan lagi hal baru pada era milenial seperti sekarang. Alasan-alasan rasional mendominasi kepala mereka terhadap hal tabu begini yang seharusnya bukan lagi sebuah permasalahan berjudul aib. Era milenial justru lebih kejam menindas etika kesopanan dan nyaris keluar dari batas-batas normal dalam menghargai perasaan. Tak ada lagi pandangan merunduk kepada yang lebih tua sekalipun sifat mereka seharusnya menjadi panutan. Dan terlalu banyak hidup masa kanak-kanak harus terenggut oleh rasa ingin menjadi dewasa dini.

Termasuk dalam hal bebas memilih orientasi dimana lebih dominan menarik hati.

Chao Xing tak segan menindas mereka yang selalu berfikir bahwa hubungan seperti lesbian, gay, biseks dan transgender adalah suatu penyakit masyarakat yang cenderung menjijikkan. Ia begitu benci jika menemukan seseorang atau kelompok menggunjing bahkan menghina mereka yang ia maksud sebelumnya. Tak jarang ia menekankan bahwa mereka bukanlah penyakit, hanya sedikit berbeda.

Era milenial sudah sepantasnya menerima keberadaan mereka. Terlepas dari etika beragama yang melarang keras hubungan semacam itu. Sadar sepenuhnya tak ada satu agamapun yang rela umatNya melakukan hal bertentangan dengan hukum alam. Tapi bagaimana jika didasarkan pada cinta? Chao Xing bahkan menangis dalam ratap saat menemukan salah satu temannya yang berbeda itu harus meregang nyawa oleh karena orientasi mereka mendapat tentangan keras dari masyarakat.

"Kalian benar-benar bodoh! Hanya orang tidak berotak seperti kalianlah yang tak 'kan pernah mengerti ketulusan sesunguhnya."

Perkataan itu tak jarang Chao Xing lontarkan pada sesiapapun yang jelas-jelas mengucapkan hal buruk mengenai orang-orang berbeda di sekitarnya. Ia hanya ingin, masyarakat menerima segala perbedaan tanpa memandang batas.

Adalah Mei, teman dekat dari Chao Xing. Tak lelah untuk mengingatkan Chao agar lebih memperhatikan ucapannya. Teman perempuannya sedari sekolah tingkat pertama, turut menentang mereka yang tidak open minded untuk menerima kasus lama seperti hubungan sesama jenis. Meski bukan lagi permasalahan baru, namun hal ini meluas di mata dunia semenjak kemajuan teknologi berkembang pesat.

Tak ada yang salah dalam membela. Tapi umpatan kasar yang terkadang Chao selipkan membuat Mei gerah. Menurutnya penggunaan kata tersebut dan aksi pembelaan Chao Xing sudah mulai di luar batas normal. Terakhir kali ia pernah menemukan komentar netizen dari forum online yang membahas LGBT. Pendapat yang di lontarkan cenderung netral dalam hal mengomentari tentang Idol One True Pairing, 'Benar atau Settingan belaka?' dan Mei sudah bisa menduga Chao Xing pasti berpastisipasi dalam debat tersebut.

chao_ : kalian tahu pasti bahwa hal semacam itu benarlah terjadi. Lihat tatapan mereka! Mereka benar-benar dalam suatu hubungan yang tulus. Keberadaan mereka nyata!

Imu_he : sebagian dari mereka hanyalah settingan perusahaan! Kau tahu bahwa jepang adalah salah satu negara tujuan pemasaran terbesar? Penikmat di sana menyukai hal seperti shounen-ai bahkan lebih! Kau harusnya sadar akan hal itu.

Chao_ : oh apa kau sebenarnya hanya tidak menerima 'oppamu' menyukai laki-laki daripada perempuan, bukan? Hei, kau harus berkaca dari sekarang. Mereka benar-benar in relationship, bodoh! (Photo1,jpg) ; (photo2,jpg)

Itu terjadi hampir dua tahun yang lalu. Mengingat itu membuat dirinya meringis sedih. Chao Xing tak salah membela, tapi mengingat keseluruhan komentar gadis itu dalam membalas komentar yang ia anggap miring pada netizen lain sungguh mengejutkannya. Meu bahkan tak menyangka, gadis sesantun Chao Xing bakal mengatakan hal sejahat itu.

Dan sekarang ia tak bisa menahan hela nafas panjang mendengar penuturan menyedihkan Chao Xing. Ia baru mendarat di Beijing setengah jam yang lalu dengan raut kacau sekacau-kacaunya. Wajah kusut tak berbentuk. Belum lagi gurat lelah yang tergambar jelas seperti memikul beban berat.

Mengenai suaminya yang dijodohkan, Mei tahu persis. Lelaki dengan orientasi menyimpang yang tersembunyi rapi dari status idol terlaris di China. Mei sama sekali tak menyangka lelaki tercantik milik negerinya itu akan terlibat hubungan pernikahan atas dasar perjodohan dengan Chao Xing.

"Kau baik-baik saja?"

"Apa pertanyaan itu harus kujawab?" Balas Chao dengan nada dingin. Kepalanya tertunduk seperti tak berani menatap iris penuh belas kasihan dari Mei. Tatapan itu seolah berkata sudah-pernah-kuperingatkan-sebelumnya seperti menampar pipinya keras. "Lihat Chao Xing didepanmu, Mei! Apa yang begini baik?!"

Mei menghela napasnya -lagi.

Tak tahu harus mengatakan apa. Di tambah lagi secuil cerita selama di Seoul terdengar menyayat hati. Chao Xing tampak berharap, sementara yang di harap justru sosok lelaki homo yang dulu selalu gadis ini bela mati-matian eksistensinya.

Sekelebat ia berfikir, apakah ini karma?

"Lalu, kau akan mengakhirinya?" Mei berkata amat pelan. Takut setiap kata yang terlontar dari mulutnya bisa menyakiti sisi sensitif Chao Xing.

"Tidak! Aku bertekad untuk merubahnya menjadi lurus dan menyukaiku," dengan niat mantap namun sekilat terlihat kegamangan dari mata Chao Xing. "Kurasa aku masih punya satu kesempatan."

Mei meraih ponsel Chao yang tergeletak. Memandang lekat foto Luhan dan Sehun tengah berciuman mesra di atas sebuah sofa. Entah bagaimana Chao bisa mendapat foto dengan angle sebagus itu. Terlepas dari itu, Mei kagum dengan kebersamaan mereka berdua. Tampak telah menyatu dan dalam.

Sangat kecil kesempatan untuk meluruskannya kembali. Besar kemungkinan mereka akan tetap menikah dengan perempuan. Namun Mei yakin hubungan mereka tak akan pernah runtuh. Lelaki bernama Sehun... firasatnya mengatakan, lelaki itu pasti rela melakukan apapun selama Luhan menginginkannya pula. Dan Luhan nampak terlalu mencintai pemuda itu.

"Keberadaan mereka nyata dan tulus, Chao. Tidak ada tempat untukmu. Bukankah kau sendiri pernah mengatakan itu? Bahkan kau memahaminya lebih daripada aku. Jadi berhentilah menyiksa dirimu sendiri."

Chao Xing tergugu.

Kalau sudah begini, Mei tak bisa berkata apa-apa lagi. Tidak ada yang bisa disalahkan. Mereka sama-sama korban ketidakadilan -menurutnya. Luhan dan Sehun pasti melalui banyak hal berat mengingat hubungan mereka berlangsung lebih dari tujuh tahun lamanya. Dan Chao Xing tiba-tiba hadir dengan ketidaksengajaan. Bukan salah Chao jika jatuh cinta pada suaminya sendiri. Astaga! Ini sungguh rumit!

"Aku ingin memilikinya, Mei. Aku mulai mencintainya, tapi kenapa.."

Yang bisa Mei lakukan hanya bungkam. Karena ia sendiripun tak tahu harus bagaimana. Tidak semua duduk permasalahan ia pahami.

"Bersabarlah. Masih banyak lelaki lain yang bisa menerimamu, hm? Kau perempuan kuat, Chao. Lagipula apa kau tega memisahkan mereka? Tidak, bukan? Biarkan mereka memilih. Dan jangan pernah mengabaikan nasihatku lagi. Aku tak mau kejadian seperti ini terulang akibat ulahmu sendiri."

"Kau menyalahkanku?" suara Chao berdengung tak suka. Namun kemudian ia tertawa kecil. Mengingat sekilas ingatan dahulu, ternyata ia keterlaluan juga. "Aku tak akan mengabaikan nasihatmu lagi. Yah biarpun aku masa bodoh juga."

Tidak ada yang tahu bagaimana takdir akan memainkan bagiannya. Seperti pepatah, apa yang kau semai, itu pula yang akan kau tuai hasilnya. Setitik penyesalan Chao perlahan melebar.

"Semua sudah terjadi. Aku tak mau kau sengsara seperti ini. Dan ingat, jangan pernah merasa sendirian. Teman yang baik akan selalu mengingatkan, benar?"

Untuk pertama kalinya, Chao merasa kelegaan luar biasa. Beberapa waktu yang ia habiskan nampaknya benar sia-sia. Kenapa ia tidak menyadari ini dari awal?

Karena tak ada penyesalan yang selalu datang di depan.

.

.

Sepuluh tahun berlalu sudah.

Luhan tetap menjadi selebriti terlaris dengan wajah baby facenya yang dikenal baik. Hampir setiap harinya penuh dengan jadwal syuting iklan maupun endorse merk ponsel, jam, pakaian hingga makanan dan aksesoris. Berperang dengan paparazzi yang haus berita kehidupan pribadi serta ambisi menguak kisah asmaranya seperti tak pernah ada habis mengisi hari-hari Luhan. Di tambah lagi usia kepala empat dengan status duda manis semakin mengundang tanya, kapan Luhan melepas status duda?

Banyak dari mereka yang berspekulasi jika Luhan terlibat hubungan harmonis dengan mantan idol dari negeri seberang. Sama-sama bergelut dalam dunia entertain yang juga dulu adalah couple termanis sebuah boygrup satu naungan agensi membuat netizen berfikir bahwa isu kencan antara keduanya benar-benar real. Luhan tidak terlalu menanggapi jika ada pertanyaan menyinggung hal tersebut hampir di setiap kesempatan wawancara maupun pressconf.

"Ge, kau harus mengingatkan mereka agar tidak menyinggung hal itu lagi, oke?!"

Dengusan lucu Luhan tak pernah memandang usia. Pria itu tetap terlihat manis sekalipun gurat dewasa dan matang nampak jelas. Terkadang para staff harus terlibat perdebatan lucu soal rengekan Luhan yang benar-benar jengah pada pertanyaan wartawan. Haruskah mereka menanyakan hal yang sama setiap kali? Demi Tuhan, Luhan bahkan bisa mencium aroma hangus ketika pertanyaan itu dilontarkan kembali untuknya.

Memang negara bagian Asia Timur telah melegalkan serentak bahwa LGBT sudah bebas memamerkan diri dihadapan publik. Nyaris sebagian kalangan selebriti bahkan tak lagi segan menampakkan kemesraan mereka dengan teman berjenis kelamin sama dengannya. Bahkan tak sedikit dari mereka mengkonfirmasi hubungan pada publik tanpa menutupi lagi ekspresi malu-malu di antaranya. Sekalipun tidak keseluruhan masyarakat menerima, setidaknya tanah air mereka mendukung. Dan mereka yang berbeda tak lagi merasa terpenjara di negeri sendiri.

"Oh ya.. tadi Sehun menelepon. Dia menunggu di Manor Lu."

Luhan tersedak minumannya.

"What d'fvck, ge?!"

.

.

Sepuluh menit Luhan habiskan dengan mengelilingi manor tergesa. Tanpa berpamitan apalagi embel-embel mengajak mampir Luhan lupakan begitu menginjakkan kaki di istana megah yang selalu ia hindari bertahun-tahun belakangan.

Tidak sampai seminggu setelah pulang dari Seoul, gugatan cerai tergeletak di meja kerjanya yang sudah di duga adalah dari Chao Xing. Sepuluh tahun lalu, banyak perubahan memaksa hidupnya putar-balik. Karirnya nyaris hancur akibat isu homoseksual yang menghinggapi Luhan sebagai alasan kandasnya pernikahan pertamanya itu. Padahal pernikahan mereka berlangsung tertutup. Namun ada saja media nakal yang berhasil menguak ke khalayak. Luhan memilih bungkam pada saat itu.

Dan semenjak dari itu hubungannya dengan sang ayah kembali merenggang. Ayahnya marah besar karena ia dianggap menjadi lelaki tidak bertanggungjawab. Chao Xing tidak mengatakan apapun perihal masalah apa sebenarnya yang terjadi di antara mereka hingga memilih jalan cerai. Tapi Luhan tetap disalahkan oleh ayah.

"Dimana baba?" Luhan agak tergesa mengingat Sehun ada di dalam istana sialan ini. Memang benar ia tumbuh besar di manor dan banyak melalui hal sulit. Tapi Sehun bisa sampai kemari sungguh tidak Luhan duga sekalipun.

Mengenai hubungannya dan Sehun, mereka masih menjaga satu sama lain. Istri Sehun meninggal dalam suatu kecelakaan serius dan kini pria muda itu betah menduda dengan seorang balita. Sama halnya dengan Luhan.

Mereka akan tetap seperti itu.

Saat memasuki sayap kiri manor, Luhan berhenti melangkah ketika telinganya menangkap suara debaman cukup keras. Seorang maid yang memandunya lekas undur diri setelah menunjuk satu pintu ganda di depan Luhan.

"Baba!"

Luhan terbelalak mendapati Sehun babak belur sembari bersimpuh di depan kaki ayahnya. Kepala keluarga besar Lu itu tampak memerah dengan tangan terkepal. Luhan membeku karena sekalipun ayahnya mendidik keras, tak pernah sekalipun menemukan beliau semarah ini.

"Kau benar-benar kurang ajar."

Sehun mendapat satu tendangan pada ulu hati. Pria muda itu meringis seraya memuntahkan liur bercampur darah, tetap berusaha untuk bernafas. Wajah penuh lebamnya menatap penuh keyakinan pada ayah Luhan yang masih melihatnya dengan amarah membara.

"Saya mencintainya, tuan."

Di situ Luhan tersadar. Lekas memeluk Sehun saat ayunan kaki ayahnya siap mengenai kepala tertunduk prianya itu. Ia meringis saat ujung sepatu pantofel ayahnya mendarat tepat mengenai ulu hatinya.

"L-luhan?"

Terkejut. Dua pria di sana terkejut menemukan Luhan memasang badan. Terlebih ayah Luhan, amarahnya memuncak.

Malam ini ia berniat beristirahat setelah menyelesaikan banyak pekerjaan. Kedatangan Sehun dari Seoul dan rela menunggu seharian cukup membuatnya simpati. Beliau mengenal Sehun layaknya anak sendiri mengingat kedekatan pria itu dengan Luhan.

Tapi saat mendengar Sehun meminta putera semata wayangnya, membuat pria tua itu kalap. Sambil memenuhi Sehun dengan pukulan dan tendangan, pria muda itu bahkam menjelaskan semua perihal hubungan mereka tanpa tertinggal satupun.

"Jadi pria ini yang kau bela mati-matian? Dimana otakmu Luhan!"

Satu tamparan didapat Luhan hingga jatuh terjerembab. Tentu Sehun dengan khawatir menangkap prianya sebelum benar-benar mendarat di lantai. Luhan tak berani menatap ayahnya. Kilat kekecewaan mendalam di sana membuatnya sedikit sakit. Jelas Luhan sendiri mana pernah mengira hal ini terjadi padanya.

"Baba-"

"Kalian bahkan sudah tigabelas tahun lamanya menikah! Apa yang sebenarnya kau pikirkan, Luhan? Hah! Apa?! Lagipula kau tak akan pernah mendapat keturunan sedang kalian berjenis kelamin sama!"

Kalimat demi kalimat yang dilontarkan ayahnya tak satupun Luhan bantah. Ia juga menahan Sehun yang tampak ingin memberi argumen pembelaan. Keduanya hanya saling menatap dalam kebisuan.

Ayah Luhan terduduk. Memijat pelipis, kepalanya pening. Semua ini terlalu mengejutkannya.

Tapi... bukankah era telah berubah?

Beliau memperhatikan Luhan yang tampak ketakutan sementara Sehun memandangnya dengan tatapan menenangkan. Bagaimanapun mereka menghadapi orang tua yang telah berjasa mendidik Luhan sedari kecil. Sekalipun keegoisan mereka melukai, mereka tentu memiliki pertimbangan berat untuk mengatakan ini. Terutama Sehun. Pria tua itu nyaris saja merasa jantungnya berhenti berdetak.

"Mulai dari sekarang terserah kalian." Pada akhirnya ia tak bisa memisahkan mereka. Luhan anaknya bukan lagi bocah kecil yang selalu menurut saat ia memaksa anak itu memakan ramen pedas dengan alasan agar Luhan tidak tumbuh menjadi anak lemah. Dia sekarang adalah pria matang yang sudah bisa menentukan sendiri jalan kebahagiaan pilihannya.

Bunyi debaman pintu terdengat cukup keras. Luhan tak sempat melihat wajah ayahnya. Rasa bebas, kebahagiaan dan haru menyeruak dari dalam hati. Tak perduli Sehun meringis akibat menyenggol lebam di wajah pria itu, Luhan memeluk erat Sehun. Merasakan pelangi-pelangi dan bunga mekar di hatinya juga kelegaan luar biasa. Selama ini hubungan sembunyi-sembunyi yang kerap membuatnya lelah terlepas sudah. Kini mereka bebas!

"Hei, mana kecupan selamat datang untukku?"

Luhan mencubit pipi Sehun dengan raut datar.

"Dasar nekat. Kalau baba sampai membunuhmu bagaimana?" Ujar Luhan sambil mencubit sadis bagian lebam lain di wajah Sehun. Masa bodoh Sehun meringis hingga menitikkan airmata. Sikap yang di ambil pemuda ini benar-benar membuatnya jantungan.

"Buktinya aku masih hidup 'kan?" Kekeh Sehun amat pelan, menghindari nyeri di sudut bibirnya yang pecah. Ia mengaduh sambil menikmati wajah dongkol Luhan. Bercak merah di pipi pria manis di depannya membuat Sehun tersenyum sedih. "Apa sakit? Maaf tidak bisa melindungimu tadi."

Luhan terkesiap. Elusan hangat Sehun membuatnya berdebar sekaligus malu karena diperhatikan. Huh, dia mirip remaja belasan tahun kalau begini.

"Seharusnya lukamu yang dikhawatirkan. Ini bukan apa-apa dibandingkan dengan lebam diwajahnu."

Sehun diam saja, merasa bersalah. Ia membiarkan Luhan yang membetulkan pakaiannya. Pemuda itu mendumel tidak jelas dan Sehun juga tidak perduli. Irisnya menatap lekat gerak bibir ranum Luhan.

"Habis ini kalau kau nekat lagi, aku tidak akan segan un-"

Bibir keduanya menyatu. Sehun mengecupnya amat lembut dan hati-hati. Menyalurkan perasaan lega yang membuncah di dada. Belasan tahun Sehun menunggu saat tepat untuk mendapatkan Luhan seutuhnya. Bekerja keras mematangkan diri agar menunjang kepantasan meminta Luhan. Dan penantiannya berbuah manis.

Mendapat izin ayah Luhan adalah yang terpenting. Juga tersulit. Kini mereka mendapatkannya meski Sehun tak yakin sepenuhnya.

Luhan menikmati lumatan-lumatan bibir kenyal Sehun. Melumat bergantian dengan tarikan senyum yang tak juga memudar.

"Aku mencintaimu. Sangat." Bisik Sehun pelan pada telinga Luhan. Ia sempatkan meninggalkan kecupan kilat di pipi.

"Akupun juga, Oh Se Hun," kali ini Luhan mengecup lama bibir merekah pria didepannya, "suamiku."

Mereka tertawa lepas bersama. Di malam dengan ramai bintang berkelip. Ramainya hiruk pikuk kota. Dan sunyinya manor Lu yang berdiri kokoh di salah satu titik kota besar Beijing.

.

.

Forks.

Kota basah berintensitas hujan agak tinggi.

Sehun dan Luhan berlari kecil memasuki sebuah bangunan cukup megah. Terdapat banyak ibu-ibu bercengkerama yang bisa di taksir umur mereka berkisar dua puluhan tengah hingga mendekati akhir tigapuluhan.

Menurut informasi yang Sehun dapati, di sini mereka bisa menemukan surrogate mom. Berawal dari keinginan Luhan yang ingin memiliki satu lagi jagoan kecil atau puteri untuk keluarga mereka, Sehun rela meninggalkan kesibukannya demi menemukan tempat ini. Sesungguhnya mereka mudah saja jika mencari di Cina atau malah ke Bangkok. Tapi mengingat banyak pertimbangan yang Sehun sendiri tidak mengerti, mereka memilih ke desa kecil ini.

Salah satu pengurus tengah memanggil ibu pilihan yang sudah pernah Sehun pinta sebelumnya. Tentu sesuai persetujuan Luhan.

"Silahkan Tuan Lu dan Tuan Oh. Perkenalkan, wanita ini bernama Mei. Saya akan meninggalkan kalian."

Tanpa basa-basi lebih banyak, pengurus berkerudung tadi meninggalkan ketiganya dalam kesunyian.

"Mei? Kau-"

Wanita itu tersenyum jenaka. Ia duduk menopang dagu sembari menatap keduanya bergantian. Hah..

"Aku jauh-jauh dari Beijing bukan untuk menemukan wajah anehmu, Luhan."

Tentu saja Luhan mengenal baik wanita didepannya. Dia adalah teman baik Chao Xing, mantan istrinya dulu. Kenal dekat memang tidak, tapi setidaknya Luhan merasa cukup mengenal Mei.

"Kau kenal dia, Lu?" Tanya Sehun yang tentu tidak mengenal wanita ini. Ia jelas terkejut Luhan terlihat mengenal Mei.

"Teman Chao."

Mereka mengobrol seputar bagaimana Luhan mengenal Mei juga beberapa hal yang sekiranya perlu untuk Sehun tahu. Pria itu nampak mengerti namun tanda tanya masih lekat di kepalanya.

"Lalu apa maksudmu berada di sini? Dan kenapa pengurus tadi membawamu pada kami."

Mei mengulum senyum. Dahinya mengerut dengan ekspresi menimbang antara ragu dan tidak untuk mengatakannya. Menatap kedua duda keren di depannya sekali lagi, Mei mengerjap sembari memantapkan hati.

"Aku akan membantu kalian," tukasnya mantap dengan ekspresi jenaka, seolah mengatakan hal barusan bukam beban berarti. "Tapi dengan satu syarat," lanjutnya tanpa memberi kesempatan Luhan selesai dengan keterkejutannya.

"Apa itu?" Sehun bertanya selidik. Apa jangan-jangan wanita ini berniat mengambil Luhannya? Pikir Sehun konyol.

"Kalian harus mau memberiku seorang anak. Ukh, aku tahu ini gila. Tapi aku tak ingin menikah! Aku mau memiliki anakku sendiri tanpa perlu terikat hubungan pernikahan dengan pria manapun. Kalian mau 'kan?"

Luhan terduduk dengan mata membulat sekaligus takjub setelah mendengar pengakuan Mei barusan. Wanita ini benar-bemar gila.

"Hanya itu? Aku sih setuju saja."

"Sehun!" Teriak Luhan sembari mendelik kesal.

"Baiklah. Tiga bulan setelah anak kalian lahir, program untuk calon anakku kita mulai. Oke? Urusan nama ayah anak ini dan yang lainnya kalian tidak usah pikirkan." Mei mengatakannya dengan enteng. Sangat enteng sampai-sampai Luhan tak habis pikir dengan bualan macam apa yang mengisi kepala eanita sejenis Mei.

"Kau gila."

"Terima kasih banyak," jawab Mei dengan senyum mengembang sempurna.

Sehun? Jangan tanya bagaimana reaksi pria itu. Dia tampak tidak berniat membuat argumen baru atau semacam tetek bengek lain yang sekiranya perlu dilakukan. Bagian terpentingnya keinginan Luhan sudah dipenuhi. Iya 'kan?

"Jadi kapan bisa di mulai?"

Luhan menghela nafas pasrah. Kenapa hidupnya selalu dikelilingi hal ajaib jika bersebelahan dengan Sehun? Ukh.. untung cinta...

.

.

Benar-benar finish!

An!

Hai. Sepanjang fiksi ini berlangsung, aku tak pernah membuat AN. Hehe.. tengs buat kalian reader tanpa terkecuali sudah mengikuti ceritaku dari awal chapter. Dan tolong abaikan judul per-chapter yang kira-kira tida nyambung dengan isinya. Yang penting aku suka, hehe.

Kedua.. sepesial pake telor untuk MakCik, salah satu kakakku tersayang hotarunyan416 , happy bornday kak. Kakak versi kecilnya di tunggu lohhh~ muehehe.

Ketiga. Firstlaf ku tersayang. Luhan sama Sehun. Happy besdey tuuu.. kalian tetep cinta pertama aku sampai kapanpun. Muahmuahmuah..

Keempat. Tengscuu untuk samwan-samwan yang kujadikan inspirasi. Ini hanya fiksi belaka. Kuharap sekalipun pesan yang kusirat tida tersampai dengan benar, kalian bisa mengerti bahwa hubungan sesama jenis tidak sepantasnya kalian hina. Tidak sedikit kok shipper yang kutemukan bahkan jijik dengan hubungan sesama jenis. Ukh.. jika tak suka atau sebaliknya, ingatlah untuk tidak sampai mengatakan hal yang bisa menyakiti perasaan orang lain.

Last. Maaf kalau ada misstypo. Aku mengetik ini dari ponsel hehe. En satu lagi tambah. Saranghae :*