LAZY SUNDAY

.

.

BarbieLuKai

.

.


STARING : HONG JISOO X CHOI SEUNGCHEOL

SUPPORT CAST : Yoon Jeonghan; Wen Junhui; SVT

WARNING : neighbor!au; highschool!au; cheolsoo dengan bitchy jeonghan blahblahblah; kayaknya banyak typo sih; oranye!jisoo; blank!seungcheol; yaoi; uke!jisoo; tema pasaran; OOC!SVT.


.

.


Apa yang terjadi jika Jisoo yang pemalas di hari minggu harus menghadapi situasi dimana tetangga baru yang menyebalkan setengah mampus terus menghancurkan acara minggunya?


.

.


~HAPPY READING~


.

.

Seperti biasa. Hari minggu adalah hari paling cocok untuk bermalas-malasan. Contoh saja, Hong Jisoo. Siswa kelas 3 SMA Pledis yang selalu mengeluh karena sekolah mereka terlalu membosankan sampai-sampai otaknya menyusut lebih kecil dari biji kacang. Saat minggu tiba, tentu saja dia tidak mau menyia-nyiakan kesempatan untuk mendekam dalam selimut, ditemani pendingin ruangan maksimal serta suasana tenang dan damai di rumah.

Kecuali minggu ini.

"YAK! HONG JISOO!"

Jisoo, pemuda berambut oranye yang lembut harus merasakan pengang di telinga saat sang Ibu memanggil. Dia menenggelamkan kepala lebih dalam, memeluk lutut sampai dada, tapi menjerit sesaat selimut merah mudanya disingkap kuat-kuat.

"IBU MEMBESARKANMU BUKAN UNTUK MENJADI PEMALAS, JISOO!"

"AAAAAAAAAAHHHHH!" rengek Jisoo kesal karena suhu dingin yang menerpa kaki. Kenapa sih ibu harus heboh seperti ini? Dan menceramahi Jisoo soal menjadi pemalas? Tidak biasanya!

"JISOO!"

Jisoo tidak mau menjawab, bahkan membuka mata sedikitpun tak sudi. Nyonya Hong hampir kehilangan akal. Namun, ketika melihat gitar yang berdiri tanpa dosa di sebelah kasur anak semata wayangnya, ia tersenyum licik. "Hey, Jisoo. Kalau kau tidak bangun, barangkali ucapkan selamat tinggal untuk gitarmu,"

Mendengar kata selamat tinggal, Jisoo refleks membuka mata, ia beranjak duduk dan mencegah sang Ibu agar menjauhi benda kesayangannya. Nyonya Hong tertawa keras melihat wajah Jisoo bak kecurian permata.

"Kenapa Ibu tega sih?!" sungut pemuda berambut oranye itu mengerucutkan bibir. Nyonya Hong tak sanggup melihat keimutan sang anak, ia mencubit pipi Jisoo keras hingga jeritan Jisoo mungkin terdengar ke seluruh perumahan. "Ibu! Sakit!"

"Tolong Ibu sebentar.." Nyonya Hong mengerjap-ngerjapkan mata, berusaha meluluhkan hati. Jisoo mencebik, ia menarik selimut yang tergeletak dan membalut lagi ke dalamnya. "Yak! Hong Jisoo!"

"Ibu kan tahu sendiri Jisoo tidak boleh diganggu kalau sudah hari minggu," gumam siswa kelas 3 tersebut sembari menguap lebar, kemudian memejamkan mata kembali.

Sesaat belum ada respon, Jisoo pikir Ibunya menyerah dan pergi angkat kaki dari kamar. Namun, ia terjaga lagi setelah mendengar suara senar gitar yang terpetik.

"IBU! JANGAN MAIN-MAIN!" teriaknya ketika melihat Nyonya Hong duduk di atas sofa sambil berpura-pura memainkan gitar. Dia menarik diri dari kasur dan merebut gitar dari tangan Nyonya Hong, lalu memeluk sambil mengecupi benda bertubuh langsing itu.

Nyonya Hong memutar mata malas, "Kau tidak mau gitarmu rusak kan? Makanya, tolong Ibu jadi tetangga yang baik,"

"Tetangga yang baik? Bukannya Ibu sudah sering jadi tetangga yang baik?" cibir Jisoo masih mengelus sayang gitarnya. Jangan sampai kekasih gelapnya ini jatuh ke tangan nista orang termasuk ibunya sendiri.

"Rumah sebelah, rumah keluarga Kwon, baru saja ditempati tetangga baru, keluarga Choi,"

"Jadi Soonyoung sudah pindah?" tanya Jisoo berbinar-binar. Nyonya Hong yang mendengar nada bahagia dari anak tunggalnya menaikkan satu alis.

"Kau tidak tahu? Makanya jangan mendekam terus di kamar!"

Jisoo mengerucutkan bibir, "Aku kan sedang belajar!" kilahnya tidak berbohong. Walaupun setengah jam setelahnya, memutuskan untuk tidur.

"Belajar darimana, raport-mu masih saja standar seperti tahun lalu,"

"Ibu!"

"Ah sudahlah, kau antarkan kue beras ke sana, sekalian cari perhatian. Anaknya tampan loh… siapa tahu kalau kau bersikap baik, kau dijadikan menantu keluarga Choi," goda Nyonya Hong sambil menaik-turunkan alis. Jisoo menghela napas. Apaan sih Ibunya ini terlalu berharap. Lagian juga, cowok mana yang bisa mengalahkan gitar Jisoo. Pffft.

"Araseo! Tapi setelah itu, jangan ganggu aku, oke?" Jisoo memicingkan mata pada Nyonya Hong yang mendengus pelan.

"He eh. Ayo cepat ganti baju sana! Ibu siapkan kue berasnya,"

Sepeninggal sang Ibu, Jisoo mengacak surainya frustasi. Rusak sudah rutinitas minggunya karena tetangga baru. Dia menatap pantulan di cermin. Tidak buruk juga sih, hanya kaos tanpa lengan warna biru dan celana pendek hitam di atas lutut. Wajahnya juga tidak jelek-jelek amat. Jisoo memeriksa napas dan hampir mati ketika tak sadar menghirup, ia bersikap masa bodoh karena tidak mungkin tetangga barunya akan menarik seperti yang ibu bilang.

Entahlah.

.

.


.

.

TING TONG TING TONG

Bisa mati dia kalau berdiri terlalu lama di sini.

Jisoo mengganti singlet dengan kaos biru sopan, tapi tetap memakai celana pendek di atas lutut tadi. Napasnya harum karena terpaksa menggosok gigi dan mencuci muka. Sedangkan rambut oranye tetap menutupi kening.

'AAAAAHHHH!' jerit Jisoo dalam hati, tangannya sudah pegal karena terlalu lama memegang piring, dan kakinya keram karena lama berdiri. Dan sudah berapa kali ia menekan bell, yang punya rumah tak ada niat untuk muncul.

Ini namanya, hari minggu yang terbuang percuma.

Saat ia menggerutu sembari mengerucutkan bibir, pintu rumah terbuka dan menampilkan sosok pemuda yang sebaya berambut hitam menatapnya bingung. Jisoo menghentikan gerutuannya, kemudian tersenyum manis.

"Annyeong! Aku tetangga sebelah rumah, sebenarnya aku terpaksa ke sini. Ini kue beras dari Ibuku. Selamat datang di perumahan kami!" ujarnya sambil menyodorkan piring ke tangan tetangga baru.

Pemuda berambut hitam pekat tersebut diam menatap kue beras lalu beralih memandangnya, Jisoo mengerjap-ngerjapkan mata. Ada yang salah dengan omongannya?

"SIAPA, CHEOL?!"

Jisoo hampir terjengkal ketika mendengar suara dari dalam.

Si Cheol tidak menjawab, ia masih menatap Jisoo. Sementara pemuda berambut oranye itu tergugup sendiri. "Ugh, halo?"

Sosok dewasa berkacamata menghampiri mereka, ia tersenyum ramah, "Ah, kau Jisoo bukan? Yang tinggal di sebelah,"

Jisoo mengangguk, "A-annyeong! Selamat datang di perumahan. Aku membawa kue beras dari Ibuku,"

Mungkin itu Tuan Choi, dia terlihat antusias saat Jisoo menyebutkan kue beras, berbeda dari pemuda yang menatapnya dari atas sampai bawah. Membuatnya kikuk setengah mati. Kenapa sih ditatapi terus?!

"Oh ya, ini Seungcheol, dia sebaya denganmu, Soo."

'Seungcheol. Nama yang aneh' batin Jisoo sambil tersenyum kecil, ia membungkuk sopan, oke jangan terlalu lama di sini, dia harus memejamkan mata lagi. "Hai, senang bertemu dengan kalian. Aku permisi dulu, Annyeong!"

"Hey! Hey! Jisoo jangan terburu-" terlambat, Jisoo sudah melesat duluan karena kasur empuknya sedang menunggu. Tuan Choi melirik anak bungsunya yang tampak terhipnotis, terlihat dari tubuhnya yang tak bergerak memandang ke arah tetangga mereka yang barusan kabur.

"Tadi itu… bidadari?" tanya Seungcheol pada Tuan Choi yang merespon dengan tawa senyaring-nyaringnya.

.

.


.

.

Jisoo memandang sayang kasur setelah puas berlari, ia merentangkan tangan, mengambil aba-aba lalu melompat ke kasur king size tersebut serta membenamkan wajah dalam bantal. Serenade nina bobo yaitu bunyi pendingin ruangan yang halus terus membawa ke alam bawah sadar sampai matanya terpejam.

BRAK

Oh jangan lagi! Ini baru beberapa menit dia memejamkan mata dan masuk ke dunia mimpi. Seseorang membangunkannya! Grrrrrr!

"Yuhuuu~ Hong Jisoo~~"

"Pergi, Jeonghan." gumam Jisoo saat tahu suara familiar yang mengganggu di pagi hari. Suara ratu jahanam alias sepupunya alias sahabatnya alias orang paling menyebalkan dan sok cantik. Apa dosa Jisoo jadi punya sepupu macam Jeonghan?

Jeonghan menghempaskan diri di samping Jisoo yang tengkurap dan membalikkan wajah agar melihat wajah sepupunya yang memejamkan mata erat. "Kudengar dari Bibi, kau baru saja ke rumah tetangga baru yang punya anak tampan,"

"Hm."

"Kenalin dong~~" Jeonghan menyengir sambil menyolek-nyolek bahu Jisoo, "kalau kau tidak mau, buatku saja.."

"Berisik."

"Ish, Jisoo.." pemuda dengan rambut bob tersebut mengerucutkan bibir, ia membuka paksa kelopak mata Jisoo agar mau bangun dan menceritakan kejadian sebenarnya. Yang punya mata menjerit kesakitan plus jengkel tapi tetap tak mau kalah. "ayolah Soo! Hanya satu paragraf apa susahnya sih?"

"Kau kan tahu ini hari minggu sakral dimana Hong Jisoo tidak boleh diganggu!" balas Jisoo seraya membalikkan badan. Jeonghan tak kehabisan akal. Dia memeluk sepupunya dari belakang dan mengguncang-guncangnya pelan.

"C-mon Jisoo, just a little bit,"

"Ugh, dasar bob menyebalkan! Menjauh dariku!" usir si rambut oranye melepaskan pelukan Jeonghan. Sepupunya menyengir. Sementara Jisoo menarik napas dan beranjak duduk. Aaahhh, kapan sih hari minggunya setenang yang lalu. "Mereka baru pindah sore kemarin, pasangan suami istri dengan dua anak, aku tidak tahu siapa anak satunya, yang jelas, tadi yang membuka pintu bernama Seungcheol,"

"Otte? Ganteng tidak?" tanya Jeonghan berbinar-binar. Jisoo menggaruk tengkuk.

"Well, ganteng sih, bibirnya tebal, tapi aneh ah!" kenapa dia aneh? Karena saat Jisoo berdiri di depan pintu, tersenyum manis *padahal jarang-jarang loh* dan bersikap ramah tamah, yang dia lakukan hanyalah menatap Jisoo tanpa merespon apa-apa.

Jeonghan menaikkan satu alis, "Aneh? Aneh kenapa?"

"Dari dia membuka pintu sampai aku ngomong panjang lebar, dia cuma diam natapin,"

"Bisu kali.."

Kali ini Jisoo yang hendak menggampar sepupunya, "Tsk, masa ganteng-ganteng bisu sih, nggak mungkin,"

"Haaaa, Hong Jisoo jatuh cinta ya?"

"Bacot, Han-_-," Jisoo memutar mata malas, dan ia tersadar kalau sudah mengumpat, "astaga, Tuhan, ampuni Jisoo,"

Jeonghan mencebik, "Tidak mungkin Tuhan mengampunimu begitu saja,"

"Diam, Jeonghan." gerutu Jisoo memicingkan mata, kemudian ia mengambil guling dan kembali berbaring, "sudah sana pulang dan jangan ganggu aku lagi!"

"Jisoo-yaaaaaaa… masa kau begitu dengan sepupumu yang cantik ini," Jeonghan mengerling-ngerlingkan mata seraya tersenyum aneh, membuat Jisoo menampar wajahnya dengan guling. "JISOO!"

"Pulang atau kau kudorong dari balkon!"

"Cih, kau tak bisa melakukan itu, Oranye, baiklah aku pergi, jangan lupa besok kita sekolah," ujar pemuda berambut bob itu beranjak bangun. Jisoo masih bersungut-sungut. Oh, kapan sih hari minggunya tenang seperti minggu lalu? Apalagi karena kedatangan Jeonghan sekarang, ia jadi malas untuk tidur.

Melihat gelagat dan ekspresi menyeramkan dari seorang Hong Jisoo, Yoon Jeonghan memutuskan untuk berhenti mengganggu sepupunya dan kabur melesat dari kamar bernuansa biru tersebut. Jisoo menghela napas gusar.

Yang dia inginkan hanya tidur! Kenapa wajah bengong tetangga baru di sebelah rumah malah terlintas di benak?

.

.


.

.

TBC/DELETE?


Di tunggu reviewnya :* /kabur ke dorm seventeen/ (?)