"Hyung banguuuuuun!"

"Sudah pagiii..."

"Kalau tidak, aku akan memukulmu!"

"Hyung!"

"Yoongi Hyung!"

"Ya ya ya... Hyung bangun." Yoongi membuka kelopak matanya malas. Ditatapnya sang adik yang menindih perutnya itu, Jimin sudah memakai seragamnya meskipun tanpa dasi.

"Hyung kenapa bangunnya siang?" Tanya Jimin dengan rasa penasaran yang kentara. Tidak biasanya Yoongi bangun kesiangan, padahal Hyungnya itu orang kedua yang bangun pagi dirumah ini loh. Meskipun dia memang doyan tidur sebenarnya. Tapi Yoongi masih dapat mengatur waktu.

"Hyung mengerjakan PR Matematika tadi malam. Dan soalnya ada 50." Ringis Yoongi mendongakkan wajahnya yang kuyu.

Jimin menunduk ke arah Yoongi tanpa diketahui oleh Hyungnya. Lalu Namja yang lebih muda itu mengecup bibir yang lebih tua sambil berujar riang, "Kalau begitu semangat Hyung!" Mata sipitnya membentuk garis kala ia tersenyum, semburat pun kemerahan memenuhi pipi tembamnya.

Dan Yoongi hanya bergumam tidak jelas.

.

.

.

.

"Jangan menampilkan wajah menjijikan seperti itu Kuda..."

"Ayoolaaahhhh... Hyung kali ini saja."

"Ck, kali ini saja? Padahal hampir setiap hari kau meminta jatah. Bahkan kau tidak membayarku."

"Aaaa~ Hyuuuunggg... Baiklah aku akan membayarmu nanti. Aku janji akan bergerak cepat."

"Haahhh... Baiklah ayo ke kelas. Berdoa saja, jika disana masih sepi. Aku tidak tau apa yang akan terjadi jika saja kita tertangkap basah."

"Ayooo~"

.

.

.

.

.
"Gomawoo Hyung..."

"Hn. Kau yakin tadi tidak ada yang melihat?"

"Aku yakin tidak ada yang melihat, jangan khawatir Kita tidak akan dikeluarkan..."

"Hhh... baiklah. Kuharap memang seperti itu." gerutu Yoongi memandang membunuh pada Hoseok yang cengengesan disana, "Asal kau tau saja. Aku sudah mengerjakan ini sampai larut malam... Jika saja kau tertangkap menyontek PRku maka kita tidak akan mendapat nilai dikelasnya. Dan terpaksa harus keluar setiap pelajaran si Choi itu." Cerocos Yoongi mengambil alih buku tugasnya itu. Jika saja Hoseok bukan sahabatnya, sudah dipastikan kepala Namja itu terlepas dari lehernya.

"Sudah kukatakan aku akan menyalinnya dengan cepat. Dan nanti aku akan mentraktirmu." Rayu Hoseok membuat Yoongi memutar bola matanya bosan.

"Ah, iya. Bagaimana hubungan kalian?" Tanya Hoseok tiba-tiba.

Yoongi menyeringai, "Jimin sudah tidak terlalu pasif lagi. Bahkan tadi pagi dia menciumku duluan." Hoseok membola, "W-What?"

Yoongi Death-glare, "Why?"

"Ah, Ani Hyung. Aku hanya terkejut saja, Jimin yang seperti ituu..."

Dibayangan Hoseok, Jimin berjalan sambil melompat-lompat riang layaknya anak perempuan dengan senyum polos dibibirnya dan menyenandungkan Lalala~ dengan imutnya.

"...Berani melakukan itu."

"Kau berlebihan Kuda."

Hoseok tampak memprotes, "Yaa! Bukannya aku berlebihan atau apa. Tapi aku pikir kau memberi pengaruh buruk pada adik kecilmu itu." Hoseok berdiri dari tempat duduknya.

"Mau kemana kau?" Tanya Yoongi dingin.

"Ke kelas Jimin-Aw!" Pekik Hoseok kala kakinya mendapat hadiah berupa injakan dari Yoongi.

"Sebenarnya apa yang kau bicarakan dengan Jimin hah!?" Yoongi semakin menekan kakinya dengan sadis. Tak peduli jika nantinya sepatunya akan jebol. Ia penasaran saja, apa yang membuat Kuda dihadapannya ini begitu rajin ke kelas Jimin akhir-akhir ini.

"S-Sakiiittt Hyuuung!" Teriak Hoseok berusaha menyelamatkan kakinya. "Lepaskan dulu baru aku bicara!"

Yoongi menarik kembali kakinya lalu berdehem sebentar, ia menatap tajam Hoseok. Butuh penjelasan.

"Dasar pencemburu, heran kenapa Jimin mau menerimamu." gerutu Hoseok saat mendapat tatapan tajam dari Yoongi.

"Aku benar-benar akan mencincangmu Jung!" Desis Yoongi layaknya psychopath gila.

"Diamlah... aku akan bercerita." Hoseok kembali duduk. Sesama Seme mereka dapat mengerti hati masing-masing, ini seperti rapat. "Kau kenal Jeon Jungkook..."

"Anak kelebihan gigi itu?" Ceplos Yoongi pedas. Tentu ia kenal, anak bergigi kelinci itu selalu mengikuti Jiminnya semenjak bocah itu masih menjadi murid pindahan disini.

Hoseok terbahak-bahak mendengarnya, "Huahahahahaha... Anak kelebihan gigi..."

"Lanjutkan..."

"Anak itu menyukai Jiminmu. Tapi Jimin tidak menyukainya, ia selalu menolak ajakan kencan bocah itu. Tapi semakin ditolak bocah itu semakin gencar mendekatinya. Dan semenjak itulah Jimin selalu curhat padaku..." jelas Hoseok tanpa menyadari perubahan raut wajah Yoongi.

Ketua klub basket itu menggeram, "Kenapa Jimin tidak memberitahukanya padaku?"

"Mungkin karena Jimin takut kau akan membunuh bocah itu, Min." Ujar Hoseok selepasnya pergi menuju kelas Jimin.

.

.

.

.
Yoongi masuk kedalam kelas Jimin tanpa menghiraukan tatapan mesra yang dilayangkan siswi-siswi yang ada disana.

Salah satu siswa yang Yoongi kenal sebagai Hoobaenya dalam ekskul basket tergopoh-gopoh menghampirinya, "Sunbae mencari Jimin?"

Yoongi mengangguk seadanya.

"Dia sedang ke kantor guru mengantarkan kertas ulangan anak-anak." Jelas Siswa itu ketika mendapati raut tak sabaran Yoongi.

Yoongi menepuk pundak Siswa itu setelah bergumam Thanks' pelan.

Kali ini dia memutar arah. Menuju kantor guru, katakanlah dia gila. Ya... karena adik tirinya.

Saking gilanya, dia mungkin berani bercinta dengan Jimin dihadapan para guru sekolahnya.

.

.

.

.

.
"Ah, Terima kasih atas bantuanmu Park Jimin-ssi." Ucap guru matematika itu kala Jimin meletakkan tumpukan ulangan murid-muridnya.

"Ne." Dengan sopan Jimin pun undur diri.

Setelah keluar dari kantor guru Jimin meregangkan kedua tangannya. Ia menguap imut tanpa menyadari sesosok mayat hidup mendekatinya.

"Jimin..."

Jimin tersentak saat suara dingin itu memanggilnya. "Yoongi Hyung... Ada apa?"

"Kita perlu bicara..." Tangan Hyungnya mencekal pergelangan tangan Jimin lalu menariknya menuju atap sekolah.

.

.

.

.

.

.
Yoongi mendorong Jimin ke dinding lalu memerangkapnya diantara kedua lengannya.

"Jeon Jungkook." Yoongi langsung to the point.

Mata Jimin melebar, bagaimana Yoongi Hyung tau?

Hoseok Hyung!

Yoongi mendekatkan wajahnya pada telinga Jimin, memberikan kecupan lembut pada cuping telinga itu dengan bibir tipisnya. "Kau membuatku cemburu sayang..." bisiknya dengan suara dalam yang serak. Jimin bergidik saat bibir itu berbuat lebih, melumat telinganya dengan penuh hasrat.

Wajahnya memerah semerah kepiting rebus, terasa panas. Ia mendorong dada Yoongi menjauh, "H-Hyuunggh... i-ini eunghh... disekolaahhhh... jebal..." sebisa mungkin ia tidak mengeluarkan suara yang makin membuat Yoongi terbakar. Tapi sepertinya ia gagal.

Kaki kanan Yoongi berada diantara kedua kaki Jimin. Membuat Jimin tidak bisa kemana-mana. Bibir itu menelusur ke arah pipinya sebelum mendarat diatas bibir bervolume Jimin, melumat lembut bibir sang adik tiri. Menghancurkan dinding bernama 'persaudaraan' yang menghalangi hubungan kasih mereka.

Jimin berharap bel masuk segera berdering. Ia tidak mau Yoongi sampai menggaulinya disekolahan.

Ia belum siap keperjakaannya diambil!

.

.

.

.

.

Keesokan harinya Jimin dengan tegas mengatakan pada Jungkook jika ia benar-benar tidak bisa menerima bocah tampan itu. Dengan alasan klise; Kau terlalu muda untukku.

Jungkook teramat sangat kecewa, tapi ia pun hanya bisa mengangguk pasrah. Sedikit tersenyum kala Jimin menawarinya untuk memulai pertemanan kembali.

Jimin melangkah menuju kantin, disana sang sahabat, Taehyung, menunggunya dengan wajah aliennya.

Jimin menarik kursi dan duduk disampingnya, "Maaf lama..."

Taehyung menaruh kepalanya pada pundak Jimin. "Aku kelaparan... Kau saja yang memesan." Dengan manja ia berujar pada Jimin. Membuat empu yang disenderi mendesah. "Heuh... pasti minta traktiran."

Cengiran Taehyung membuat Jimin memutar bola matanya, "Kau memang mengerti aku!" Namja aneh itu mencium pipi Jimin sekilas sebelum memeluknya dengan erat.

Jimin yang polos pun tidak bereaksi apa-apa.

Ah, Jimin baru saja kau menyelesaikan masalahmu. Dan sekarang kau membuat masalah baru lagi.

Tidak taukah kau jika Yoongi Hyung tersayangmu itu tidak pernah absen memataimu hm?

Dan kini Sang Ketua basket itu berdiri dari tempat duduknya lalu berjalan dengan wajah datarnya ke bangku yang ditempati Jimin dan Taehyung.

Yoongi menarik paksa tubuh adik angkatnya dari Taehyung. Membuat Taehyung pun terjungkang dengan tidak elitnya. "Yaa!"

Mereka menjauh dari keramaian kantin dan melewati koridor-koridor sekolah. "H-Hyung, ada apa?"

Yoongi tidak menjawab, akan tetapi raut wajahnya terlihat keras. Mereka sudah menjauh dari area sekolah dan sampai ditempat parkir. Yoongi mengambil kunci mobilnya lalu mendorong masuk Jimin ke dalam sana.

Namja bermarga Min itu kini duduk dikursi kemudi. Ia tidak peduli meski mereka telah membolos pelajaran, toh mereka sama-sama pintar.

Mobil dinyalakan lalu akhirnya mulai berjalan. Jimin menatap takut kepada Hyungnya, selama ini Yoongi tidak pernah sekasar ini padanya, ya pengecualian untuk perkataannya.

"H-Hyung... Apa salahku?"

Tidak ada jawaban. Jimin dikejutkan dengan Yoongi yang tiba-tiba mempercepat laju mobilnya. "Hyung!" Pekik Jimin sambil memegangi lengan Yoongi.

"Pelan-pelan Hyung..."

"Jangan ditabraak!"

"Hyung!"

"Kucing tadi bisa mati!"

"Diamlah Jimin." Gumam Yoongi membuat Jimin bungkam. Dia kini lebih memilih memperhatikan jalan, sepertinya sudah tidak ada bangunan lagi didaerah sini.

"Hyung kita mau kemana?"

"Ke tempat dimana kau akan kehilangan keperjakaanmu."

"E-Eh?"

.

.

.

.

"Ahhhh... Hyunghhhiehh..."

Pinggul Yoongi bergerak dengan sadis dengan tangannya yang memegangi pinggul Jimin. Miliknya yang besar dan panjang masih tertanam didalam lubang berkedut Jimin.

"Ahhh... Ahhhh... Eunghhhhh!"

"Kau sempit Jim-ah!"

Yoongi mencium lembut bibir Jimin yang sudah membengkak. Jimin ingin menolak, tapi sodokan kasar Yoongi seolah telah membutakan akal sehatnya.

Yoongi sendiri sudah tidak peduli apapun kecuali lubang Jimin yang hangat dan sempit itu. Kulit mereka bersentuhan, memberikan kenyamanan bagi masing-masing pihak. Suara gerimis hujan yang entah sejak kapan turun itu terdengar dari dalam.

Meskipun cuaca dingin diluar, tapi suasana didalam kamar ini sudah cukup untuk menghangatkannya. Yoongi tampak akan mencapai puncaknya, terbukti dengan gerakannya yang semakin tidak manusiawi. Semakin dalam dan Keras, brutal. Bibir Jimin terbuka sedikit. Menyuarakan erangan antara nikmat dan kesakitan, membuat Sang Hyung semakin terbakar karena ulahnya.

"AHH... HYUNGGGHH!"

"Jiminn!"

Cairan itu masuk memenuhi lubang Jimin. Kedua orang itu tampak kelelahan, peluh membasahi tubuh mereka. Yoongi mencabut miliknya dari hole Jimin, menimbulkan pekikan manis dari adik kesayangannya itu. Tubuh telanjang Jimin menggoda hasrat Yoongi untuk kembali menggaulinya, tapi Yoongi tak tega melihat raut lelah Adiknya.

Tubuh mereka lengket karena keringat, Ia tak peduli lalu langsung memeluk tubuh mungil Jimin dan mendaratkan kecupan lembut dikening sang adik. "Jangan terlalu dekat dengan Taehyung. Kau milikku mengerti?" Suara serak Yoongi yang berat terdengar didekat telinga sensitif Jimin. Membuat si mungil gemetar karena kegelian.

"Ne Hyung." Jawabnya menenggelamkan diri dalam pelukan posesif Yoongi.

"Anak pintar..." gumam Yoongi menaruh dagunya pada kepala Jimin. Lalu mengelus surai lembut adiknya yang menguarkan aroma melon menggoda.

Ah, dia terlihat seperti pedofil sekarang.

Siapa peduli?

.

.

.

.

.

.

THE END

Entah apa yang halus Zyan katakan. :v