REWIND

An EXO Fanfiction

Pairing: HunKai, Sehun and Kai, ukeKai

Cast: Oh Sehun, Kim Jongin/Kai, Byun Baekhyun, Park Chanyeol, DO Kyungsoo, Kim Jongdae, and others

Warning: BL/YAOI, Typo

Rating: T-M

Cerita HunKai yang baru jika terdapat kesamaan ide, judul, dan jalan cerita semua itu terjadi tanpa disengaja, cerita ini datang dari otak error saya. Selamat membaca semoga terhibur dan maaf atas segala kesalahan.

BAB SATU

Jongin melangkah keluar dari bangunan megah hotel, dia memilih untuk pulang lebih awal karena besok ada kelas pagi. Tahun ini adalah tahun terakhirnya di universitas dan Jongin tahu dia tidak boleh membuang-buang waktunya di universitas lebih lama lagi. Ada banyak hal di luar sana yang belum dia jelajahi, dan memperpanjang waktu duduk terkurung di sebuah ruangan dikelilingi tembok bukanlah pilihan hidup bijak yang selama ini dia bayangkan.

"Jongin!" Langkah kakinya otomatis terhenti saat mendengar namanya dipanggil.

"Hai." Ucap Jongin ramah. "Hai Oh Sehun, ada apa?"

"Kau mengenalku?!" Nada suara Sehun terdengar terkejut.

"Tentu saja aku mengenalmu, kau vokalis band terkenal bagaimana bisa aku tidak mengenalmu."

"Maksudku bukan seperti itu."

"Apa maksudmu?" Jongin menatap Sehun bingung.

"Maksudku—apa di masa lalu kita pernah bertemu? Apa kau tidak ingat jika kita pernah berteman?"

Jongin menggigit pelan bibir bawahnya, terdiam membongkar kembali ingatannya dan Jongin tidak memiliki ingatan apapun tentang Sehun, tidak sepotong kecilpun. "Maaf, saya rasa saya tidak pernah memiliki teman kecil yang seperti Anda." Ucap Jongin kali ini dia menjawab dengan bahasa formal.

"Baiklah kalau begitu, mungkin aku salah mengenali orang. Maafkan aku."

"Ya." Jongin membalas singkat.

"Kau pulang seorang diri? Jangan menjawab dengan bahasa formal, kita seumuran."

"Aku datang dengan sepupuku, dia masih sibuk jadi aku pulang sendiri karena besok aku ada kelas pagi. Ah taksiku sudah tiba, senang berbicara denganmu Sehun." Ucap Jongin membungkukkan badannya kemudian berlari menuju taksi pesanannya yang sudah tiba. Sehun menatap punggung Jongin, ia yakin ia tidak salah orang.

R

E

W

I

N

D

"Bagaimana menurutmu?"

"Aku belum mendengar keseluruhan lagunya."

"Baiklah, aku tunggu di sini."

"Tentu." Jongin melirik sekilas ke arah Sehun yang mendudukan dirinya di atas sofa hitam di ruang studio mereka. Memasang headphone, mendengar alunan musik dan dengan cepat Jongin seolah dibawa ke dunia lain.

Pintu ruang studio terbuka dua orang masuk dengan senyuman lebar menghiasi wajah tampan masing-masing. "Jongin sedang mendengarkan lagunya." Ucap Sehun sementara tangan kanannya meraih majalah Rolling Stone edisi dua bulan yang lalu, bukan karena malas kenapa majalah dua bulan yang lalu masih ada di atas meja kopi hanya saja Chanyeol biasa membaca majalah edisi terbaru dan menghilangkannya. Majalah yang selamat berarti berada di tangan Kyungsoo sebelum Chanyeol memiliki kesempatan untuk mengambilnya.

"Bagaimana menurutmu reaksi Jongin?" Chanyeol langsung bertanya setelah menyelipkan tubuhnya di antara Sehun dan pot tanaman palem mini.

"Astaga Hyung geser sedikit tubuhmu itu tidak kecil…," gerutu Sehun, Chanyeol hanya tersenyum tanpa sedikitpun ada niatan untuk menggeser tubuh bongsornya.

"Bagaimana menurutmu reaksi Jongin?" Ulang Chanyeol.

"Mana kutahu dia belum mengatakan apapun."

"Aku yakin reaksi Jongin pasti positif, ya meski dia kurang puas, Jongin pasti mengatakannya dengan sopan tidak seperti….," Kyungsoo sengaja menggantung kalimatnya namun dia menatap tajam kepada Sehun.

"Aku tahu maksudmu Hyung." Ucap Sehun sambil memutar kedua bola matanya malas, Kyungsoo tertawa pelan dan Chanyeol tertawa terbahak sambil memukul-mukul punggung Sehun. "Hentikan Hyung, astaga kau suka sekali memukulku." Sehun kembali menggerutu.

Merasa cukup Jongin melepas Headphonenya memutar kursi yang dia duduki dan menatap ketiga sahabatnya. "Aku suka dengan musik dan liriknya, kerja bagus." Jongin tersenyum tulus diakhir kalimat.

"Yes!" Chanyeol memekik keras sedangkan Kyungsoo hanya menggeleng-gelengkan kepalanya dengan malas, sudah terbiasa dengan sikap konyol Chanyeol.

"Berarti kita tinggal menunggu reaksi Baekhyun." Bisik Kyungsoo. Raut wajah Sehun seketika berubah ketika nama Baekhyun disebut.

Kyungsoo membaca keadaan dengan cepat. "Ada masalah lagi antara kau dan Baekhyun?" Sehun hanya mengendikan bahu. "Kuharap hubungan kalian tidak mempengaruhi band kita."

"Aku janji Hyung." Sehun memberikan janjinya entah yang keberapa kali.

BRAK! Pintu studio dibuka dengan kasar, semua orang terlonjak kaget. Baekhyun masuk dengan raut wajah kesal seperti biasa. "Maaf aku terlambat, Ziyu rewel." Ucap Baekhyun. "Kau kenapa datang lebih dulu? Meninggalkan aku?" Baekhyun menunjuk wajah Sehun dengan penuh amarah.

"Aku sudah memberitahumu kan ada yang harus aku tunjukkan pada Jongin."

"Apa tidak bisa menunggu?!" Pekik Baekhyun. Jongin melihat Chanyeol dan Kyungsoo yang berusaha untuk tetap diam dan menjadi penonton tanpa terlibat dalam pertengkaran.

"Maaf, aku rasa kalian butuh privasi." Ucap Jongin sambil berdiri dari kursinya dan melangkah keluar dari studio. Diikuti Kyungsoo sementara Chanyeol memutuskan untuk tinggal dia hanya tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi di antara Sehun dan Baekhyun.

Kyungsoo mengejar langkah kaki Jongin menuju tempat parkir gedung SMnet. "Jongin!"

"Ya?"

"Kau pulang?"

"Ya. Kurasa mereka tidak akan berhenti bertengkar dalam waktu dekat, lebih baik aku meneruskan pekerjaanku di rumah."

"Hmmm, baiklah jangan terlalu dipikirkan. Maksudku—Sehun dan Baekhyun memang selalu bertengkar."

"Ya." Balas Jongin kemudian tersenyum canggung.

"Jongin sebenarnya ada sesuatu yang mengganjal pikiranku."

"Apa Hyung katakan saja."

"Itu—hmmmm…, apa kau menyukai Sehun?"

"Apa?!" Terperanjat. "Tidak, tidak." Ucap Jongin sambil menggeleng cepat. "Tidak, aku menyayangi Sehun seperti seorang saudara dan melihatnya bertengkar setiap hari dengan Baek hyung, membuatku merasa tidak enak."

"Aku juga." Kyungsoo menghembuskan napas kasar. "Seandainya aku tahu caranya mendamaikan mereka berdua, maksudku di antara mereka ada Ziyu. Mereka memiliki anak dan kenapa mereka tidak bisa bersikap dewasa sedikit saja setidaknya demi Ziyu."

"Hati-hati di jalan Jongin, hubungi aku jika sudah sampai di rumah. Di dalam ada Chanyeol setidaknya Sehun dan Baekhyun tidak akan sampai bertengkar secara fatal, jadi kau bisa mengurangi sedikit kecemasanmu."

"Hmmm…., baiklah. Aku pergi dulu Hyung selamat sore."

"Selamat sore Jongin." Jongin tersenyum sebelum membuka pintu kemudi Maseratinya.

Mengusir kesepian sepanjang perjalanan pulang, Jongin memilih untuk mendengarkan musik. Meski ia tak benar-benar menyimak lagu apa yang kini tengah mengalun. Menganggap Sehun sebagai seorang saudara adalah sebuah kebohongan besar karena pada kenyataannya tidak seperti itu. Jongin memiliki perasaan lebih terhadap sahabat masa kecilnya itu. Namun, sayang takdir tak berpihak kepadanya. Sehun bersama dengan Baekhyun mereka memiliki putra, mereka menikah, dan Jongin tidak akan pernah memiliki kesempatan untuk bersama Sehun.

Jongin memiliki tempat tinggal nyaman di pinggiran pusat kota Seoul. Kawasan tenang dengan halaman luas, baik bentuk bangunan dan kawasan tempat tinggalnya adalah sesuatu yang ia idamkan sejak belia. Turun dari mobil untuk mengetik kode masuk, menunggu hingga pagar besi bercat putih yang menjulang di hadapannya berderit halus dan menjauh satu sama lain. Menciptakan ruangan yang cukup untuk mobil mewahnya masuk.

Berlari-lari kecil untuk memasuki mobilnya kembali, mesin mobil yang sengaja tak dimatikan mempercepat proses memasukan mobil ke halaman rumah. Pagar otomatis tertutup dan terkunci kembali setelah mobil masuk. Tanpa menunda, Jongin langsung memasukan mobilnya ke dalam garasi. Berjalan perlahan tanpa tergesa dari garasi menuju beranda rumah, menikmati musim gugur dan pohon Momiji dengan daun berwarna kuning cerah. Pintu utama rumah dilengkapi kode pengaman seperti pagar. Dengan malas Jongin mengetik kode pengaman pintu, kunci terbuka, mendorong daun pintu ke dalam. Kesunyian menyapanya, terkadang Jongin berpikir berkeluarga, saat dia kembali dari tur yang melelahkan ada seseorang yang menunggunya perasaan seperti itu tidak dia pungkiri seringkali datang.

Melepas dan menggantung syal serta mantel musim gugur berwarna abu-abu miliknya, kemudian dilanjutkan dengan melepas sepasang Nike hitam dan menggantinya dengan sandal rumah. Selanjutnya Jongin melangkah memasuki rumah, suara derap langkah kakinya terdengar nyaring di ruangan yang benar-benar sunyi. Tempat pertama yang akan ia kunjungi tentu saja adalah dapur. Mengambil sebungkus roti cokelat dan sekaleng jus jeruk membawanya menuju studio pribadi.

Ruangan studio milik Jongin didominasi dengan warna cokelat terang beberapa pot tanaman untuk mempercantik ruangan, dan jangan lupakan rak yang terisi penuh dengan berbagai macam action figure, dua boneka beruang besar berwarna cokelat dan putih Jongin letakkan di sudut ruangan. Menarik kuris, mendudukinya, menyalakan komputer, membuka bungkus roti cokelat. Memasang Headphone, menahan ujung roti cokelat di antara gigi atas dan gigi bawahnya, sekarang Jongin siap untuk menyelesaikan lagunya yang bahkan belum mencapai lima puluh persen.

"Hari ini harus selesai!" Jongin berteriak di dalam hati karena mulutnya sibuk dengan roti cokelat. Seorang Kim Jongin telah bertekad dan dia akan menyelesaikan tekadnya, karena itulah yang selalu ia lakukan selama ini.

Melakukan sesuatu yang disukai tidak akan membuat seseorang merasa lelah bahkan membuat seseorang sampai lupa waktu. Jongin tersenyum puas, lagunya sudah selesai. Ia lepas headphone mendorong kursi yang ia duduki ke belakang, menggeliat, merenggangkan seluruh otot tubuhnya yang terasa kaku. Tangan kirinya meraih kaleng jus dan tak lama suara erangan kesal keluar dari bibir Jongin. Jus di dalam kaleng sudah menghilang, menggeram pelan Jongin memutuskan untuk mengambil jus lain di dapur.

"Sehun?!" Terkejut dengan kedatangan Sehun. Sahabatnya itu sudah duduk di belakang meja makan. Memang bukan hal yang aneh jika Sehun tiba-tiba datang, bahkan Chanyeol dan Kyungsoo sekalipun. Mereka bertiga tahu kode masuk rumah Jongin. Namun, Sehunlah yang paling sering datang.

"Hai Jongin." Sehun menyapa ramah dibarengi senyuman tipis.

Jongin melempar kaleng jus kosongnya ke tempat sampah, menatap Sehun. "Sejak kapan kau di sini?"

Sehun tersenyum. "Mungkin—tiga jam yang lalu."

"Kenapa tidak memberitahuku?"

"Aku tidak ingin mengganggumu, lagipula aku sudah memakan persediaan camilanmu." Sehun tersenyum lebar. Jongin mengerang pelan melihat bungkus-bungkus kosong camilan favoritnya berserakan tak berdaya di atas meja makan.

Membuka pintu lemari pendingin kali ini memilih soda, Jongin lantas mendudukan dirinya di hadapan Sehun. Menarik segel kaleng. "Baek hyung?" Sehun mengangguk pelan. "Apalagi?" Sehun tak langsung menjawab, Jongin cukup paham dan memutuskan untuk memberi waktu. Dua kali tegukan untuk air sodanya, sampai ia mendengar suara Sehun.

"Aku dan Baek hyung membuat keputusan untuk bercerai."

"Apa?!" Pekik Jongin, terkejut dengan ucapan Sehun namun sebagian dirinya yang lain merasa lega dengan keputusan Sehun. Jongin tidak tahu apa perasaan yang kini ia rasakan adalah sesuatu yang benar atau sesuatu yang salah. "Kenapa kau bisa memutuskan hal sebesar itu?"

Jongin membiarkan Sehun mengambil kaleng sodanya, meminum isinya dalam beberapa kali tenggakan. "Tidak ada cinta di antara kami, pernikahan itu terjadi akibat kesalahan. Tidak baik bagi Ziyu melihat orangtuanya bertengkar setiap hari. Karena itu bercerai adalah pilihan terbaik, orangtuaku dan orangtua Baek hyung juga setuju dengan keputusan ini."

"Baek hyung setuju?"

Sehun tersenyum. "Pasti akan ada pertengkaran, tapi aku sudah membuat keputusan bulat untuk berpisah."

"Bagaimana dengan band kita?"

"Aku tidak akan meninggalkan band, aku janji."

"Baek hyung?" Sehun mengendikan bahu. "Chanyeol dan Kyungsoo hyung?"

"Mereka mendukungku dan jika Baek hyung memutuskan untuk pergi dari band, kuharap itu tidak terjadi—maksudku jika kemungkinan terburuk seperti itu. Chanyeol dan Kyungsoo hyung mengatakan akan tetap mendukungku."

Jongin mengangguk pelan. "Aku juga akan mendukungmu."

"Terimakasih Jongin."

"Kau sahabatku."

"Ya, kita bersahabat." Sehun menggumam pelan. "Kau sudah makan malam?" Jongin menggeleng pelan. "Bagaimana jika kita makan di luar."

"Tidak. Itu bukan keputusan yang baik, maksudku di tengah rencana perceraianmu dan kita pergi bersama—itu tidak akan baik untuk dimuat di media massa."

Sehun tertawa pelan mendengar kalimat Jongin. "Baiklah, aku akan memasak makan malam untukmu, bagaimana?"

"Aku sudah mencoba masakanmu beberapa kali. Kemampuan memasakmu meningkat pesat, kurasa tidak masalah memakan masakanmu lagi malam ini."

Sehun tersenyum ia berdiri dari kursi yang diduduki dan berjalan menuju dapur. Membuka pintu lemari pendingin milik Jongin meneliti setiap bahan makanan yang ada di dalam. "Bagaimana dengan tumisan daging, buncis, wortel, dan kacang polong?"

"Kedengarannya cukup aman. Aku tunggu."

"Ya."

Jongin berpindah kursi agar dirinya bisa memperhatikan Sehun dengan lebih jelas. Mengenakan kaos cokelat muda berlengan pendek, Sehun sebenarnya selalu cocok mengenakan pakaian apapun. Jongin menahan bibir bawahnya di antara gigi atas dan gigi bawah. Dan tiba-tiba dia mulai memikirkan banyak hal, banyak hal yang sebagian besar tentang dirinya dan Sehun.

"Sudah siap." Sehun berucap dengan senyuman lebar menghiasi wajahnya. Ia menyajikan dua piring berisi tumisan daging beraroma harum. "Wine?"

"Kau akan menginap?" Sehun menggeleng pelan. "Tidak, kau akan mengemudi tidak ada alkohol."

"Ayolah Jongin."

"Tidak." Jongin beriskeras. "Kau akan mengemudi."

"Aku tidak akan minum banyak." Sehun masih membujuk.

"Tidak!" Jongin menjawab setengah berteriak."Maaf aku tidak bermaksud untuk berteriak." Sesal Jongin menyadari kesalahannya.

Sehun tertawa pelan. "Tidak masalah, jangan meminta maaf. Aku senang kau melarangku, bagaimana dengan air putih? Itu tidak apa-apa kan?"

"Tentu." Jongin tersenyum sambil menatap Sehun diakhir kalimat.

Keduanyapun makan dengan tenang, tidak ada percakapan hanya suara denting sendok garpu beradu dengan piring porselin yang sesekali terdengar memecah keheningan. "Jongin." Pada akhirnya Sehun mengeluarkan suara.

"Apa?"

"Aku berpikir seandainya Baek hyung keluar dari band setelah perceraian kami, aku memiliki beberapa kandidat yang bisa menggantikan Baek hyung."

"Sehun kau fokus saja pada urusanmu dengan Baek hyung, sisanya biar aku, Chanyeol, dan Kyungsoo hyung yang akan membereskannya."

"Hmmm." Menggumam pelan, Sehun memainkan potongan buncis di dalam piringnya. "Lebih dari lima puluh persen, aku yakin Baek hyung akan memilih pergi dari band jika kami bercerai."

"Aku akan mendukung keputusan yang terbaik." Ucap Jongin karena hanya itu yang bisa ia pikirkan sekarang tentang hubungan Baekhyun dan Sehun.

"Terimakasih, kau, Chanyeol hyung, dan Kyungsoo hyung adalah sahabat terbaik yang aku miliki."

Jongin tertawa pelan. "Kau juga sahabat terbaik yang aku miliki Oh Sehun."

"Chanyeol hyung dan Kyungsoo hyung sudah beberapa kali berganti kekasih, sedangkan kau sama sekali belum pernah menjalin cinta, atau kau menyembunyikan pasanganmu dari sahabat-sahabatmu?"

"Tidak!" Jongin memekik pelan. "Sungguh, aku tidak pernah menjalin hubungan istimewa dengan siapapun. Semua berita itu bohong."

"Ah benarkah?" Sehun bertanya dengan nada menggoda.

"Terserah jika kau tidak percaya."

"Hmmmm." Sehun bergumam pelan. "Bagaimana kau bisa bertahan sangat lama tanpa kekasih?"

"Memang manusia akan mati tanpa pasangan?" Jongin tertawa sinis. "Aku menikmati karirku, waktu luang aku bisa berlibur dengan keluargaku, membaca komik, menonton film, atau sekedar bermalasan dan tidur. Aku cukup sibuk."

"Apa kau tidak pernah berpikir tentang kekasih atau pasangan hidup?"

"Kau benar-benar ingin mendengar jawabanku?"

"Ya."

"Kau pasti akan tertawa."

"Katakan saja, aku sahabatmu."

"Tidak. Aku tidak pernah berpikir tentang kekasih dan pasangan hidup, aku bahkan tidak berpikir untuk menikah dan berkeluarga."

Keduanya bertatapan. "Aku mengerti." Sehun berucap pelan. "Itu pilihan hidupmu, apapun yang membuatmu bahagia aku akan mendukungmu."

Jongin tersenyum mendengar kalimat Sehun. "Bagaimana aku bisa berpikir untuk mencintai orang lain jika hatiku sudah penuh dengan semua cinta untukmu Oh Sehun." Jongin berucap di dalam hati.

"Hai Jongin."

"Apa?"

"Apa lagumu sudah selesai?"

"Tinggal sedikit lagi."

"Kau harus menunjukkannya padaku."

"Tentu saja."

"Aku ingin menjadi orang pertama yang mendengar lagu yang kau ciptakan." Jongin tertawa cukup keras mendengar kalimat Sehun. "Aku serius Kim Jongin."

"Baiklah, baiklah, kau akan menjadi orang pertama yang mendengarnya. Besok akan aku siapkan."

"Terimakasih." Sehun tersenyum tulus menatap Jongin. Ponsel milik Sehun bergetar, Sehun langsung mengambil ponselnya dari atas meja makan. Sekilas Jongin melihat nama Baekhyun tertera di layar ponsel pintar milik Sehun.

Jongin memperhatikan perubahan pada raut wajah Sehun. Jongin berpura-pura untuk mengabaikan semua yang terjadi ia memilih untuk memakan sisa makan malam hasil masakan Sehun. "Jongin aku harus pulang sekarang, terimakasih sudah mengijinkan aku mengganggu waktumu."

"Tidak masalah Sehun." Sehun berdiri dari kursinya kemudian mulai mengambil piring kotor sebelum Jongin menghentikannya. "Biar aku yang mencuci semua piring kotor dan membersihkan meja." Jongin berdiri kemudian berjalan di sisi kanan Sehun, mengantar Sehun hingga pintu.

Di halaman di dekat mobil sedan hitam yang Sehun bawa, tiba-tiba Sehun menghentikan langkah kakinya. Memutar tubuhnya dan menatap Jongin. "Kau sahabat terbaikku."

"Kau juga." Jongin mencoba mengabaikan tatapan aneh yang Sehun berikan.

"Terimakasih kau sudah menjadi sahabatku Jongin, mengejar mimpi kita bersama-sama, dan tidak menyerah saat aku menyerah."

"Sehun…,"

"Aku belum selesai." Potong Sehun. "Biar aku lanjutkan. Aku berharap dan terus berharap kita akan selalu bertemu."

"Kita selalu bertemu Sehun, kenapa kau terdengar aneh?"

Sehun hanya tersenyum tipis. "Aku ingin kita menjadi sahabat selamanya, di kehidupan ini, di kehidupan lain, dan jika kita mungkin terlahir kembali, aku ingin kita bertemu. Selalu bersama." Jongin tersenyum karena ia tidak tahu harus mengatakan apa.

"Ah!" Jongin tersentak ketika Sehun menarik tubuhnya dalam sebuah pelukan hangat nan lembut.

"Selamat tinggal Jongin."

"Ya."

Sehun melepaskan pelukannya membuka pintu mobil, kemudian masuk. Ketika mesin mobil dinyalakan Jongin bergegas berlari menuju pagar untuk mengetik kode pengaman. Mobil Sehun dalam kecepatan rendah melewati pagar, Jongin memutar tubuhnya menatap bagian belakang mobil Sehun. Dan ada sesuatu yang ia rasakan, di dalam hatinya. Perasaan seperti sesuatu yang sangat penting direnggut dari hidupmu. "Sampai jumpa Sehun."

.

.

.

Jongin menggeliat pelan, tubuhnya terasa sangat kaku sekarang. Tidur dengan posisi tertelungkup di atas kursi adalah pilihan buruk untuk beristirahat. Setidaknya ia menyelesaikan lagunya tepat waktu dan hari ini ia akan menunjukkannya kepada Sehun. Komputer belum dimatikan, Jongin meraih ponselnya di atas meja kopi, mengabaikan laporan panggilan dan pesan masuk hal pertama yang akan ia lakukan adalah memindahkan file lagu ke dalam ponselnya.

"Sudah!" Jongin memekik girang. Ia lantas membuka pesan yang membanjiri ponselnya.

Kyungsoo

10.00 PM

Jongin, Sehun kecelakaan

Kyungsoo

02.00 AM

Jongin, Sehun kritis

Kyungsoo

04.00 AM

Jongin, Sehun…, Sehun pergi

Chanyeol

04.10 AM

Jongin, Sehun pergi

Chanyeol

04.12

Sehun kita, dia pergi Jongin dia meninggalkan kita. Jongin

Kyungsoo

08.00 AM

Jongin datanglah ke rumah Sehun aku tahu ini berat tapi datanglah

Chanyeol

08.15 AM

Aku mohon datanglah pukul sebelas siang Sehun akan dimakamkan

"Kenapa kau pergi?!" Jongin berteriak sekuat tenaga, kemudian menjatuhkan ponsel di dalam genggamannya. Satu-satunya hal yang Jongin bisa pikirkan sekarang adalah pergi ke kamar mandi dan mengurung diri di sana entah sampai kapan.

Jongin keluar dari kamar mandi, merasa seperti mayat hidup. Membuka lemari pakaian mengeluarkan jas hitam mahal yang rencananya akan dia pakai untuk menghadiri acara penghargaan musik, bukan acara pemakaman sahabatnya. Jongin berdiri di depan cermin, membiarkan rambutnya berantakan dan poni panjangnya menutupi sebagian matanya. Mengenakan kacamata hitam untuk menutupi kedua mata bengkaknya. Ia menangis kencang di kamar mandi tadi, dadanya benar-benar sesak. Dan ia tidak tahu apa masih sanggup berdiri di acara pemakaman nanti.

Jongin memilih pergi dengan sopir pribadinya ia tidak yakin bisa mengemudi sementara kedua matanya selalu digenangi air mata. Langit berwarna kelabu diselingi rintik hujan, musim gugur yang biasanya penuh dengan warna sekarang terlihat muram. Tangan kanan kiri Jongin bergerak perlahan, menyentuh pergelangan tangan kirinya, merasakan gelang perak yang melingkar di sana. Gelak pemberian Sehun hadiah untuk ulangtahun ke lima belas tahunnya. Jauh sebelum mereka menjadi terkenal seperti sekarang.

Mobil berhenti tepat di depan kediaman rumah keluarga Oh, rumah milik Sehun yang ia tinggali bersama Baekhyun dan putra mereka. Jongin melangkah turun, Chanyeol dan Kyungsoo langsung menyambut kedatangannya dengan sebuah pelukan erat. Jongin mengedarkan pandangannya dari balik kacamata hitam. "Baekhyun, Ziyu?"

"Baekhyun berada di kantor polisi dimintai keterangan."

"Untuk apa?"

"Polisi menduga jika kecelakaan terjadi karena Sehun dan Baekhyun bertengkar, dari catatan terakhir panggilan masuk di ponsel Sehun. Sehun kehilangan fokus. Mobilnya menghantam pembatas jembatan dan terjun ke sungai."

Kening Jongin berkerut, ia tak ingin membayangkan kejadian mengerikan yang merenggut nyawa Sehun. "Ziyu?" Jongin mengulang pertanyaannya.

"Bersama orangtua Baekhyun. Ziyu terlalu kecil untuk mengerti apa yang terjadi." Jongin mengangguk pelan. "Ayo, hanya kau yang belum mengucapkan perpisahanmu pada Sehun. Ruang persemayaman akan dikosongkan khusus untukmu." Chanyeol menjelaskan semuanya.

"Ya." Jongin menjawab singkat. Selanjutnya ia mulai melangkahkan kedua kakinya yang terasa berat, berjalan di antara Kyungsoo dan Chanyeol.

"Kami akan menunggumu di luar." Bisik Chanyeol pada telinga kanan Jongin. Jongin hanya mengangguk lemah sementara kedua matanya menatap peti mati Sehun dengan perasaan yang seolah lumpuh.

Perlahan Jongin melangkah mendekat. Ia tersenyum melihat wajah Sehun yang terlihat damai dia tak mendapati luka apapun pada wajah Sehun mendengar deskripsi mengerikan tentang kecelakaan itu Jongin sudah berpikir banyak hal tentang Sehun. Dan untunglah semua tidak seperti yang ia pikirkan tentang kondisi tubuh Sehun.

"Hai Sehun, apa sangat menyenangkan tidur sekarang? Apa kau benar-benar tidak akan bangun? Bagaimana dengan Kyungsoo hyung, Chanyeol hyung, Ziyu, dan Baekhyun hyung?" Jongin menjeda kalimatnya. "Bagaimana denganku Sehun? Baiklah, kau tidak akan menjawabku, jadi—aku membawa lagu yang harusnya kau orang pertama yang mendengarnya. Ya, kurasa kau akan tetap menjadi yang pertama."

Jongin mengeluarkan ponselnya. "Hmmm…, kurasa kau akan tertawa mendengar lagu ini karena terlalu melankolis. Tapi sejauh ini, ini adalah lagu yang paling aku sukai. Dengarkan sampai akhir Sehun aku mohon, meski kau bosan aku mohon bertahanlah tidak sampai lima menit. Kau tahu aku hampir meninggalkan ponselku, tapi aku sudah berjanji padamu."

Dengan tangan kanan yang sedikit bergetar Jongin meletakkan ponselnya di atas dada Sehun yang tertutup jas hitam. Musik terdengar dalam volume rendah dari speaker ponsel milik Jongin. "Suara Kyungsoo hyung sangat indah, aku menyukainya, kau juga pastinya, dia vokalis band kita."

Baby don't cry tonight after the darkness passes

Baby don't cry tonight it'll become as if it never happened

You're not the one to disappear into foam, something you never should've known

So baby don't cry cry my love will protect you

The early sunlight comes down

A blinding force that reminds me of you comes down

At last my eyes that lost their way cry cry cry

Jongin jatuh berlutut di depan peti mati Sehun ketika lagu berakhir dan musik terhenti. Ruangan yang sengaja dikosongkan untuk memberi waktu bagi Jongin mengucapkan perpisahan, menciptakan kesepian yang mencekik.

"Maaf aku tidak bisa menyelamatkanmu Sehun, maafkan aku. Seandainya aku bisa melakukannya, seandainya aku bisa menyelamatkanmu, seandainya aku bisa menghentikan pertemuanmu dengan Baekhyun, kau pasti masih ada di sini, bersamaku, bersama kami, Sehun. Seandainya aku bisa melakukannya."

"Kau sangat mencintainya."

Jongin memutar tubuhnya cepat mendengar suara asing yang mengejutkannya. "Ka—kau siapa?" Terbata bertanya sementara laki-laki tampan yang tiba-tiba muncul itu hanya tersenyum. "Siapa?" Mengulang pertanyaan setelah mengumpulkan sisa keberanian.

"Aku—sesuatu yang kau inginkan."

"Aku inginkan?"

"Ya, sesuatu yang kau inginkan untuk mengubah semuanya. Tapi tidak ada yang gratis. Kau harus memberiku bayaran sebagai gantinya."

"Bayaran, apa? Seperti apa?"

"Kau bersedia memberikannya?"

"Jika itu bisa mengubah semua hal buruk ini."

Laki-laki tampan itu tersenyum berjalan mendekati Jongin, telunjuk tangan kanannya terangkat. Menyentuh ujung dagu Jongin. kulit dari tangan itu terasa dingin membuat Jongin tersentak. "Aku meminta cintamu."

"Cintaku?" Kening Jongin berkerut, ia abaikan degupan liar jantungnya.

"Ya, aku meminta cintamu ah—aku juga meminta ingatanmu. Cinta, dan ingatanmu kepada seseorang yang ingin kau selamatkan. Apa kau bersedia?"

"Ya, aku bersedia."

Si laki-laki tampan tersenyum ia menggenggam singkat pergelangan tangan kiri Jongin. Jongin menunduk melihat gelang dari untaian batuan berwarna hitam, di bawah gelang perak pemberian Sehun. "Jika kau merasa sudah cukup, lepaskan gelang hitam itu dari tanganmu." Jongin hanya membisu kepalanya tidak bisa berpikir dengan jernih, semuanya terlalu membingungkan, terlalu mustahil. Seolah mengerti si laki-laki tampan tersenyum lebar. "Jadi kau siap? Bagaimana jika putar ulang semuanya, buatlah cerita yang berbeda."

TBC