Sehun tahu kalau dirinya menjadi anti sosial sekarang dengan menolak ajakan Mina untuk pergi berpesta dan memilih untuk mulai mengerjakan tugas sejarahnya, hanya untuk berjaga-jaga kalau Jongin berubah pikiran. Malam ini, ibunya memiliki jadwal kerja malam. Sehingga, ia memiliki rumah ini untuk dirinya sendiri. Sehun menutup laptopnya karena ia mulai frustasi menonton dokumentar tentang Hitler serta pasukan nazinya.

Ia memilih untuk berbaring sebentar di atas kasur, lantas mengecek akun snapchatnya. Terakhir kali, sebelum ia mulai menonton film dokumentar itu. Mina mengirimkan foto snapchat gadis itu sedang berpesta dengan anggota klub jurnalistik. Gadis itu mengirimkan berbagai macam foto selfienya atau video yang merekam tingkah-tingkah aneh teman mereka. Hingga, akhirnya snapchat terakhir gadis itu adalah teks 'aku berharap kau ada di sini'yang berhasil membuat Sehun merasa seperti pecundang besar.

osh : me too, princess

Lalu, ia mulai membuka snapchat teman-temannya yang juga datang ke pesta itu. Dari snapchat Taeyong yang sangat artistik, ia hanya melihat foto interior rumah yang remang-remang serta foto beberapa orang yang meloncat ke dalam kolam renang. Dari snapchat Minho, ia hanya bisa melihat foto gadis-gadis seksi yang bahkan tidak bersekolah di sekolahnya.

Dan saat ia membuka snapchat Sulli, satu-satunya anggota klub jurnalistik yang termasuk golongan populer, perhatian Sehun terfokus pada satu video yang merekam aksi Jongin yang menari seksi dan liar di atas meja. Itu adalah video pertama. Di video kedua, ada seorang perempuan dan laki-laki yang menari di atas meja bersama Jongin. Mereka menghimpit tubuh Jongin, sehingga pemuda itu berada di tengah mereka tidak berhenti meliuk-liukkan tubuhnya serta menggesekkannya pada mereka. Lalu, di video selanjutnya yang merupakan video terakhir, ada seorang anggota cheerleader yang berjongkok dengan wajahternoda cum serta mata terpejam erat. Gadis itu tampak menikmati apa yang didapatnya. Namun, tetap saja itu bukan berarti ia pantas untuk direkam dan disebarkan secara online seperti ini. Caption yang tertera di video tersebut adalah dont fucking mess with kji.

Setelah itu, Sehun segera mengirimkan pesan pada Mina meminta gadis itu untuk cepat-cepat mengecek snapchat Mina. Selang beberapa detik, ia mendapatkan balasan bahwa video itu memang menjadi trending di antara para siswa sekolahnya maupun mahasiwa yang datang ke pesta itu. Nama Kim Jongin serta gadis malang itu kembali disebutkan seperti sesuatu yang tabu serta patut untuk diperbincangkan.

"He is insane, Sehun. Seseorang harus menghentikannya. Ia tidak bisa menghancurkan hidup seseorang sesuka hatinya. Maksudku, siapa dirinya? Ia tidak lebih dari anak orang kaya yang membeli teman dengan uang orangtuanya. Dia sama sekali tidak memiliki hak untuk melakukan hal ini pada siapapun,"

Mina terdengar sangat geram. Sehun dapat memahami kebencian gadis itu pada Jongin yang tentunya amat masuk akal. Mungkin, setelah malam ini bukan hanya gadis itu sajalah yang membenci Kim Jongin dengan seluruh hidupnya. Mungkin, ada orang lain yang merasa jauh lebih sakit hati sampai-sampai sudah memikirkan cara untuk membunuh Kim Jongin saat pemuda itu tidur. "Apa kau ingin aku mengantarkanmu pulang? Aku bisa melakukan itu," tawar Sehun setengah berharap gadis itu akan menerima tawarannya.

Sejenak, sambungan telepon menjadi hening. Sehun mulai merasa gusar entah mengapa. "Umm, sepertinya aku bisa pulang sendiri. Aku sudah berjanji untuk menemani Sana pulang, jadi-"

Sehun tidak ingin mendengar berbagai macam alasan dari mulut Mina. Ia sudah terlanjur merasa kecewa dan alasan gadis itu hanya akan memperburuk suasana hatinya. "-oke, kalau begitu, hati-hati,"

Mina kembali terdiam. Lalu, suaranya terdengar seperti memelas pada Sehun. "Aku tidak bermaksud untuk menolak tawaranmu. Aku ingin kau di sini, oke? Aku sangat ingin menciummu sekarang,"

Kalau begitu, kenapa kau tidak membiarkanku bersama denganmu sekarang? Sehun membisu. Ia tidak ingin menjadi sangat egois dengan mengutarakan pertanyaan itu pada 'calon' kekasihnya. Bagaimanapun juga, ia tidak tahu situasi apa yang sedang Mina hadapi sekarang. Mungkin saja, Sana adalah teman dekat gadis cheerleader itu dan amat membutuhkan dukungan moral dari Mina sekarang. Atau mungkin, ada alasan lain yang tidak perlu dirinya ketahui. Sehun menghela nafas.

"Kalau begitu, sampai bertemu besok,"

"Ya, sampai bertemu besok,"

Suara Mina terdengar parau. Namun, Sehun mencoba menghiraukannya. Merasa dirinya harus mengatakan sesuatu sebelum memutuskan sambungan, Sehun memutuskan untuk mengambil risiko. "I like you, okay? So, have fun. And bye,"katanya cepat lalu memutuskan smabungan telepon.

Ia sengaja mematikan telepon sebelum Mina membalasnya. Ia tidak ingin mendengar balasan Mina yang bisa saja tidak sesuai dengan ekspektasinya. Laptop yang semula berada di atas ranjang kini berada di pangkuannya. Film dokumentar Hitler yang kembali memenuhi layar laptopnya tidak berhasil mengalihkan perhatian Sehun dari fakta bahwa dirinya benar-benar menyukai Mina.

Mina–gadis kuat dengan senyum lebarnya yang menawan–bisa dibilang adalah gadis idaman Sehun. Jika, dirinya menerawang jauh ke depan dan memikirkan seperti apa gadis yang pantas untuk dipinangnya sebagai istri. Mungkin, detik ini, ia akan menjawab kalau gadis seperti Mina lah yang diinginkannya. Sehun tahu kalau terlalu dini baginya untuk memikirkan hal-hal serius semacam itu yang hanya akan menumbuhkan harapan di dalam dirinya–yang kemudian pupus dan membuatnya kecewa apabila Mina tidak berakhir bersama dirinya.

Sehun menghentikan film itu dan mulai mengetik prolog dari tugasnya yang menjabarkan betapa besar pengaruh Hitler serta Nazi pada zaman kejayaan mereka. Namun, meski begitu pikirannya tetap melayang-layang memikirkan apa jadinya kalau Mina tidak merasakan hal yang sama pada dirinya. Apa dirinya bisa menerima kenyataan itu?

(–tanpa dirinya ketahui, di lain tempat yang cukup jauh darinya. Seorang mahasiswa–yang beberapa bulan ini menyandang status sebagai kekasih rahasia Mina–sedang menindih tubuh gadis itu dan melumat bibir mungilnya. Mina menerima pagutan bibir kekasihnya itu dengan perasaan senang serta bersalah disaat yang bersamaan.)

.

.

Keesokan harinya, batang hidung Jongin sama sekali tidak terlihat sampai bel pulang sekolah berbunyi. Beberapa temannya pun juga tidak terlihat, kecuali Sejung yang tampak berbeda dari biasanya. Rambut gadis itu tidak tertata rapi, seragamnya dibiarkan berantakan serta wajahnya terlihat murung. Sehun bersumpah kalau ia tidak memperhatikan gadis itu. Taeyong–yang memiliki semacam crush dengan gadis itulah–yang tidak berhenti mencemaskan keadaan Sejung yang tentunya, menurut Sehun, lebihbaik daripada gadis cheerleader yang isunya akan dikeluarkan dari sekolah.

"Friday, baby!" seru Zitao.

Pemuda yang lahir di Cina itu berteriak di lorong sekolah membuat beberapa orang menoleh ke arah mereka dan siswa lainnya, yang sama gilanya dengan Zitao, menanggapi pemuda itu dengan sorakan bahagia. Sehun serta Mingyu tampak jenuh dengan kelakuan liar teman mereka itu.

"Apa dia selalu begitu?" tanya Sehun.

Mingyu terdiam sesaat, lantas mengangguk. "Seingatku, dia memang segila ini,"

Zitao yang mendengar percakapan mereka, mendengus keras. "Aku bukan gila. Aku hanya menikmati masa-masa remajaku ini, man,"

"Terserah," sahut Sehun. Matanya menemukan Mina yang sedang bersandar pada lokernya. Gadis itu jelas sedang menunggunya karena mereka memiliki janji untuk pergi date or something like that setelah sekolah.

Mingyu mengikuti arah pandang temannya itu. Semua orang di sekolah tahu kalau Sehun dan Mina 'berkencan'. Memang tidak ada konfirmasi jelas tentang hubungan mereka. Mingyu sendiri pun tidak pernah bertanya langsung pada Sehun karena menurutnya hubungan mereka bukanlah urusannya. Namun, meski begitu, Mingyu merasa ia harus memperingati Sehun karena, well, ia pernah mendengar rumor kalau Mina memiliki kekasih seorang pemuda kuliahan. "Sehun," Mingyu menepuk bahu temanya itu. "be careful," katanya, kemudian berlalu pergi.

Sehun hanya menatap punggung Mingyu yang semakin menjauh dengan kening mengerut serta perasaan gelisah. Ia melirik ke arah Zitao yang langsung mengangkat bahu sebagai jawaban kalau ia sendiri pun tidak tahu. Sehun memutuskan untuk menghiraukan peringatan Mingyu. Ia melangkah mendekati Mina yang masih tidak menyadari kehadirannya. Mata gadis itu terpejam serta telinganya disumpal oleh dua earphone.

Ketika, ia sudah berada di sampingnya. Sehun tertegun sejenak mengamati bulu mata lentik, hidung mancung serta bibir mungil Mina. Ia nyaris mengecup bibir gadis itu kalau saja ia tidak ingat jika mereka masih berada di lorong sekolah sekarang. Sehun bukan seorang penggemar PDA–public display affection. Ia lebih suka menunjukkan tindakan sayangnya jauh dari jangkauan mata orang lain atau secara personal.

Sehun menghembuskan nafas hangatnya tepat di tengkuk leher Mina membuat gadis itu refleks menjauhkan dirinya. Ia menoleh ke sampingnya mendapati Oh Sehun sedang menyeringai lebar, menyukai reaksinya. "Kau tidak bisa melakukan itu!" tukas Mina berusaha untuk terdengar jengkel.

Bibir Mina mengerucut lucu membuat Sehun semakin sulit untuk menahan diri. Ia sangat ingin mencium bibir gadis itu sekarang, melumatnya dan menggigitnya dengan lembut. Sehun menarik nafas. Mungkin, ia bisa melakukannya setelah mereka keluar dari sekolah. "Jadi, bagaimana rencana kita?"

Wajah Mina berubah menjadi terlihat sedih. Sehun sudah bisa menebak apa yang setelah ini Mina katakan padanya. "Maafkan aku, Sehun. Tapi, hari ini aku harus mengantar adikku ke terapi. Orangtuaku sangat sibuk-"

"-it's okay. Just go. Aku tidak apa-apa," Sehun mencoba untuk tersenyum, tapi perkataan Mingyu kembali terngiang di dalam telinganya. "lagipula, uangku juga belum cukup untuk membelikan semua minuman Starbucks favoritmu,"

Sehun mencoba untuk bercanda, sekalipun suaranya terdengar parau serta menyedihkan. Mina merasa semakin bersalah karena bukan hanya dirinya mengecewakan cowok sebaik Oh Sehun, melainkan ia juga baru saja membohonginya lagi. Gadis itu meraih tangan Sehun dan menggenggamnya erat. Berbeda dengan tangan kekasihnya, tangan Sehun terasa sangat pas memeluk tangannya. Ia merasa hangat di dalam genggaman Oh Sehun.

"Hari minggu. Datang ke rumahku, oke?" mohon gadis itu.

Sehun, tentu saja, mengangguk. Ia tidak bisa menolak Mina dan tatapan memelas gadis itu. Ketika, Mina melepaskan genggaman tangannya. Sehun sangat ingin meraih tangan gadis itu dan tidak akan pernah melepaskannya apapun yang terjadi. Namun, ia tahu kalau setelah ini Mina akan berpamitan lalu pergi meninggalkannya. Dan ia terpaksa membiarkannya pergi karena ada orang lain yang jauh membutuhkan gadis itu daripadanya. Sehun tidak ingin menjadi egois. Ia bukan tipe orang–atau kekasih yang mengekang–seperti itu.

Langkah pendeknya membawa Sehun menuju ke parkirkan motor yang mulai lapang. Matanya menangkap sekumpulan geng motor yang dirinya pernah lihat bersama Jongin. Sejung berada di antara kumpulan itu berada dalam rangkulan seorang cowok dengan tampang dungu–tipikal bajingan populer. Sehun mengabaikan mereka tidak ingin memperburuk suasana hatinya. Ia beranjak menaiki motornya lalu memakai helm.

Sehun sengaja menggas motornya lebih bersemangat melewati kumpulan bajingan itu. Sehingga, asap motor yang keluar dari knalpot mengepul ke udara membuat beberapa orang itu terbatuk serta memalingkan wajah mereka. Sehun menyeringai. Masa bodoh jika besok mereka akan menghadang dirinya sebelum sampai di parkiran. Ia sama sekali tidak takut pada mereka, sekalipun ia tahu kalau dirinya hanya akan berakhir menjadi samsak bagi mereka.

Sehun memutuskan untuk mampir sebentar ke toko kaset di ujung jalan sekolahnya, tepat berada di seberang Starbucks. Sebagai seorang penikmat musik, ia adalah tipe penikmat musik kuno era tahun 80-an yang dianggapnya adalah tahun emas. Koleksi piringan hitam yang dikumpulkannya sejak SMP sudah menggunung di dalam lemari pakaiannya. Namun, akhir-akhir semakin sulit baginya untuk menemukan piringan hitam. Lama-kelaaman, ia mulai menerima kenyataan kalau ia harus membeli piringan CD atau DVD dari band rock favoritnya.

Ini adalah kunjungan ketiganya setelah kemarin-kemarin datang bersama ibunya. Seorang penjaga merangkap kasir yang mengenalinya, mengangguk menyapanya. Sehun balas tersenyum lalu berjalan menuju lorong khusus bagian nostalgia yang hanya menarik perhatian para lansia–dan remaja dengan selera kuno sepertinya. Lorong itu berada persis di samping kaca etalase yang menampilkan pemandangan toko Starbucks di seberang jalan.

Sehun memakai earphone setelah memasukkan CD dari band ikonik Queen. Matanya terpejam begitu mendengarkan intro dari lagu Bohemian Rhapsody yang menurutnya adalah lagu paling jenius sepanjang masa. Setelah itu, ia mendengarkan lagu-lagu lainnya dari album A Night At The Opera tanpa menyadari kalau waktu bergerak lebih cepat dari pengawasannya. Ketika, ia membuka matanya menerawang jauh ke depan pinggiran Starbucks. Matanya terbelalak saat ia melihat Kim Jongin melangkah masuk ke dalam Starbucks.

Holy shit. Sehun baru teringat akan rencana mereka untuk kerja kelompok bersama hari ini.

"Tidak jadi beli hari ini?" tanya kasir toko. Alis laki-laki seusia ibunya itu terangkat naik. Karena biasanya Sehun selalu meninggalkan toko dengan sebuah album baru.

Sehun menggeleng. "Ada urusan penting. Mungkin, lain kali saja,"

Laki-laki itu mengacungkan jempolnya. Sehun adalah salah satu pelanggan favoritnya. Jadi, ia tidak begitu mempersalahkan kehadiran Sehun selama sejam lebih yang bisa dibilang hanya untuk numpang mendengarkan lagu. "See you next time," Sehun melangkah keluar toko.

Laki-laki itu membalasnya setengah berteriak, "Sampai ketemu lagi, bos!"

.

.

Bangun di apartemen minimalis seorang mahasiswa dengan bokong terasa nyeri serta gigi ngilu adalah salah satu cara bangun terburuk dalam rekor one night stand-nya. Jongin menapakkan kakinya di lantai dengan kepala pening. Ia tidak berhenti menyentuh kepalanya selama ia mengumpulkan pakaian yang dipakainya semalam untuk dipakainya kembali. Potongan-potongan memori akan apa yang terjadi semalam mulai terangkai menjadi satu jawaban di dalam otaknya.

Kemarin, dua orang mahasiswa mencumbunya dan mereka berakhir melakukan threesome dengan Jongin yang menjadi korban dari penis besar mereka. Jongin memuntahkan seluruh isi perutnya ke dalam bibir toilet saat ia mengingat kalau semalam dua orang itu mempenestrasi mulut serta hole-nya disaat yang bersamaan. Damn, kini terjawab sudah misteri dari rasa nyeri di mulut serta bokongnya.

Jongin merogoh ponsel di dalam saku celananya. Ia melihat ada ratusan pesan serta notifikasi dari berbagai macam akun media sosialnya. Namun, nama yang dicarinya pertama kali tentu saja adalah nama sahabat satu-satunya.

Sejung : WHERE ARE YOU?! KAU DIMANA, BRENGSEK?!

Sejung : aku sangat mencemaskanmu. Are fuckin okay?

Sejung : anyways, cheerleader semalam diancam akan dikeluarkan dari sekolah jika ia tidak tutup mulut

Sejung : well, that bitch deserve it.

me : jujur saja.. aku tidak peduli. I just need fuckin starbucks now.

me : which reminds me.. I have a date with the new hot boy in town

Sejung : damnn bitch.. aku masih tidak menyukainya. Tetapi, dia memang sangat seksi.

Jongin menyeringai. Ia merasa lebihbaik sekarang setelah membayangkan Oh Sehun dengan penis besarnya. Entah firasat darimana, tapi ia yakin kalau penis Sehun panjangnya melewati ukuran rata-rata. Banyak orang bilang kalau cowok dengan tangan atau kaki besar otomatis akan memiliki penis besar juga. Dan terakhir kali ia lihat, tangan Sehun sangat besar melebihi tangannya yang mendadak menjadi mungil jika berada dalam genggaman pemuda itu.

Sebelum, kedua mahasiswa itu bangun dan menahan dirinya untuk ronde entah keberapa (karena ia tahu mulut serta jepitan bokongnya bisa menjadi adiktif). Jongin segera kabur keluar dari dalam apartemen. Ia setengah berlari mencari Starbucks yang sepertinya berada tidak jauh dari sini.

Ketika, ia sampai di depan Starbucks. Kepalanya kembali terasa pening serta dorongan untuk memuntahkan isi perutnya kembali datang. Ia mendorong pintu kaca dengan terhuyung. Matanya segera berkeliling mencari Sehun yang sama sekali tidak terlihat batang hidungnya. Persetan, jangan bilang kalau bajingan seksi itu lupa! Kemarahan yang mulai menyulut di dalam Jongin semakin mempengaruhi kepalanya. Dunianya seolah berputar serta lututnya melemas.

Fuck, fuck, apa ini efek dari drugs yang ditelannya semalam?

Jongin nyaris ambruk jatuh kalau saja Sehun tidak datang tepat saat tubuh pemuda itu terperosot seperti bangunan yang runtuh. Sehun menahan bahunya membuat kepala Jongin terayun ke belakang, bersandar pada bahu pemuda itu. Beberapa orang yang kini memperhatikan mereka tampak cemas serta menanyakan apa Sehun memerlukan bantuan lewat sorotan mata mereka. Sehun membalas mereka dengan senyuman.

Mungkin, ia memang membutuhkan bantuan sekarang.

Sekitar sepuluh menit setelah manajer Starbucks menelpon taksi, Sehun mengucapkan terima kasih dan membopong tubuh Jongin dengan bantuan salah satu barista masuk ke dalam taksi. Ia duduk di kursi belakang bersama Jongin. Kepala pemuda yang amat dikutuknya itu kini berada di bahunya lagi. Bersandar di sana sampai taksi itu berbelok di komplek perumahan Sehun dan berhenti di depan rumahnya. Sehun kembali membopong tubuh Jongin, kali ini dengan bantuan supir taksi, menaiki tangga rumah serta membaringkannya di sofa. Sebagai bentuk terima kasihnya karena Kim Jongin ternyata tidak seringan yang selama ini orang-orang pikirkan, Sehun memberikan tips pada supir tersebut.

Sehun melirik ke arah jam di dinding. Ibunya akan pulang sekitar dua jam lagi dan jika Jongin belum kunjung bangun juga, ia tidak tahu harus berbuat apa. Menyembunyikan Jongin di kamarnya akan terasa sangat mencurigakan karena Jongin bukan rahasia yang seharusnya ia sembunyikan. Sementara itu, ia juga tidak sudi untuk memperkenalkan Jongin pada ibunya karena pada dasarnya mereka tidak akan pernah berteman.

Sehun berjongkok di samping wajah Jongin, mengamati wajah pemuda itu yang tampak tenang serta tidak sejahat biasanya. Ia dapat mencium alkohol dari nafas serta tubuh Jongin. Kalau ia boleh menebak, pasti Jongin tidak pulang ke rumahnya setelah pesta semalam. Pasti ada seorang mahasiswa atau entahlah siapa yang berakhir menjadi one night stand-nya, memberikan pemuda itu malam terbaik, lalu menendang pemuda itu keesokan harinya–atau mungkin dalam kasus Jongin, pemuda itulah yang menendang dirinya sendiri.

Ponsel Sehun bergetar di dalam saku celananya. Pemuda itu mengecek notifikasi dan ternyata itu hanyalah notifikasi snapchat dari Minho. Bukan dari Mina yang sama sekali tidak ada kabarnya sejak mereka terakhir bertemu di lorong sekolah. Sebuah ide untuk menghubungi Mina sempat terlintas di dalam pikirannya. Namun, ia kembali mempertimbangkannya. Karena ia bukan tipe cowok seperti itu.

Lagipula, untuk sekarang ini Mina hanya teman perempuan yang sangat dekat darinya. Gadis itu tidak pernah secara resmi menjadi kekasihnya. Dan Sehun mulai menyesali dirinya sendiri karena ia belum juga meminta gadis itu menjadi kekasihnya. Atas istilah kekiniannya, ia belum juga menembak Mina.

Sehun membuka laptopnya untuk melanjutkan film Hitler yang kemarin berhasil memberikannya mimpi buruk. Ia bersandar pada kaki sofa dengan wajah Jongin yang berada di sampingnya. Sesekali, ia melirik ke arah Jongin berharap pemuda itu bangun dan hal pertama yang dilihatnya adalah hasil eksperimen dokter-dokter gila Nazi. Sehun yakin itu akan membuat Jongin cukup traumatis.

Sayangnya, sampai film dokumentar sialan itu berakhir. Jongin masih belum juga terbangun.

.

.

Jongin terbangun oleh suara raungan Godzilla. Kelopak matanya perlahan terbuka. Bergerak ke kiri dan kanan menyadari kalau ia kembali terbangun di kamar yang berbeda. Persetan, seingatnya ia pergi ke Starbucks tadi. Lalu, ia merasa pening dan mual. Dan mungkin saja, setelah itu ambruk seperti biasanya setiap kali ia mengonsumsi heroin secara berlebihan. Tubuhnya yang dahulu sempat sakit-sakitan bukanlah tubuh yang pas untuk menjadi tubuh seorang pecandu. Metabolisme tubuhnya rendah sehingga mudah terpengaruh oleh efek samping dari berbagai macam drugs yang dikonsumsinya.

Pamannya yang seorang dokter pernah bilang padanya kalau ia terus-menerus begini, kemungkinan baginya untuk OD (overdosis) sangat besar. Karena semakin banyak drugs yang dikonsumsinya, maka metabolismenya akan semakin rusak. Jadi, sekalipun ia baru mengonsumsi minimal lima pil saja. Ia bisa terancam OD dan kematian bisa menjadi jalan terakhirnya.

Namun, meski begitu sampai detik ini Jongin masih mengonsumsi drugs dalam kadar ringan setiap harinya. Dan saat weekend datang atau ada pesta yang harus dihadirinya, ia akan meminta ekstra drugs pada bandarnya. Uang bukanlah masalah baginya, sehingga ia bisa mendapat narkoba dengan sangat mudah.

"Kenapa aku bisa ada di sini?" tanya Jongin dengan suara parau. Tenggorokannya masih terasa sakit dan tentu saja ini bukan efek dari drugs semalam. (fuck that big dick! Jongin mulai mengutuki dua orang mahasiswa hyper-sex itu dalam hatinya.)

Sehun memutar kursinya hingga kini ia menghadap Jongin. Matanya menyorot tajam ke arah pemuda itu membuat Jongin sadar kalau Sehun benar-benar membencinya. Jongin menyandarkan punggungnya pada kepala ranjang, menelan ludah. Tidak seharusnya ia merasa terangsang melihat Sehun yang terlihat sangat ingin membunuhnya sekarang.

"Kau seharusnya berterima kasih padaku. Tadi, kau pingsan di Starbucks dan sialnya aku melihatmu. Karena aku bukan bajingan seperti dirimu, aku memutuskan untuk membawamu ke sini," pemuda itu menyisir rambut berantakannya ke belakang lalu bangkit berdiri. "karena kau sudah bangun sekarang, ibuku mengajakmu makan malam sekarang," lanjutnya.

Jongin mematung. Sesaat, ia sempat berpikir untuk menahan Sehun dan memberikan pemuda virgin itu blowjob terbaik yang tidak akan pernah pemuda itu dapatkan dari perempuan manapun, terutama Mina. Namun, begitu ia mendengar kalau ibu Sehun mengajaknya makan malam bersama. Pikiran Jongin berubah kosong serta untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun ini, ia merasa benar-benar bingung harus berbuat apa. Biasanya, ia selalu mendapatkan solusi–entah itu wajar atau tidak–untuk menyelesaikan masalah atau menghadapi ketakutannya. Tapi, kali ini, Jongin benar-benar tidak tahu bagaimana cara menolak ajakan ibu Sehun dan keluar dari rumah ini tanpa harus bertemu dengannya.

Sehun mengamatinya dari pintu kamar. "Ibuku bukan tipe ahjumma monster yang suka menyudutkan orang. Dia lebih mengarah pada tipe ibu gila yang suka mempermalukan anaknya. Jadi, pada akhirnya, akulah yang akan merasa dirugikan,"

Jongin tahu kalau Sehun tidak sedang mencoba menenangkannya. Pemuda itu hanya ingin melontarkan fakta, bahwa ibunya bukan tipe orang yang pantas Jongin takuti. Namun, meski begitu Jongin mulai merasa lebih tenang dan siap untuk bertemu dengan perempuan itu. "Dia terdengar menyenangkan," gumamnya dengan kepala tertunduk.

Sehun mengerutkan keningnya. Karena, fuck, Kim Jongin terdengar sangat menggemaskan sekarang. "Ya, dia tidak begitu buruk untuk orang asing. Tapi, untuk diriku secara pribadi, dia adalah ibu paling menyebalkan," ujar Sehun seraya mengulum senyum.

Jongin menganggukkan kepala. Pemuda itu beranjak turun dari ranjang Sehun yang begitu khas dengan aroma pemuda itu. Sehun berjalan keluar kamar mendahuluinya. Sementara, Jongin mengekor di belakangnya dengan mulut mengatup rapat. Sebrengsek apapun dirinya, ia bukan tipe orang tidak tahu sopan santun.

Mereka melangkah menuruni tangga menuju dapur. Jongin dapat mencium aroma samgyeopsal yang begitu dikenalnya. Kebetulan atau tidak, ibu Sehun baru saja memasakkan salah satu makanan favorit Jongin sejak kecil. Kalau sudah begini, muncul lah alasan lain bagi Jongin untuk tetap tinggal.

Berbeda dengan Sehun yang tampak dingin, figur ibu yang kini duduk di bangku sudah menanti mereka menguarkan kesan yang jauh lebih hangat. Jongin dapat melihat ketulusan terpancar dari matanya membuat Jongin merasa tidak enak hati sendiri.

"Hai, Jongin. Ayo, makan! Kau membutuhkan banyak asupan makanan," Jongin melirik ke arah Sehun yang sudah duduk dan bersiap untuk makan. "tidak usah sungkan. Teman Sehun adalah temanku juga," imbuh perempuan ramah itu.

Bibir Sehun berkedut sangat ingin menyangkal kata-kata ibunya. Namun, setelah ia pikir-pikir lagi tindakannya itu hanya akan memunculkan suatu pertanyaan yang hanya akan mempersulit mereka berdua. Lain halnya dengan Jongin, pemuda itu malah sudah membuka mulutnya, tapi berakhir menutupnya kembali. Ia tersenyum pada perempuan itu sembari duduk di sebelah Sehun.

Jongin menyuapkan sepotong pork belly yang dibungkus dengan selada serta terdapat sentuhan daun perilla, irisan bawang bombay dan bawang putih kimchi baku di dalamnya. Ini adalah kelima kalinya dan ia belum berencana untuk berhenti. Tidak peduli jika ibu Sehun sedang memperhatikannya dengan tatapan tertarik serta Sehun mencoba menahan tawa dengan menggigit bibirnya sendiri.

"Sepertinya, kau sangat menyukai samgyeopsal, ya?" celetuk perempuan itu.

Wajah Jongin langsung merona seolah ia baru saja berjemur di bawah teriknya mentari. Sehun yang masih tidak percaya kalau seorang 'Yang Mulia' Kim Jongin bisa merona seperti remaja perempuan yang tertangkap basah sedang mengamati crush-nya, melongo menatap pemuda itu. "Umm, samgyeopsal adalah salah satu makanan favoritku, Nyonya Oh," aku Jongin dengan kepala tertunduk dalam-dalam.

Sehun mendengus pelan. Ibunya mendelik ke arahnya, lantas lanjut mengobrol dengan Jongin. "Jangan panggil aku Nyonya Oh. Panggil aku Sunhwa saja,"

Jongin mengangkat kepalanya dan matanya bertumbukkan langsung dengan perempuan itu. Sehun yang memutar matanya karena ibunya kembali bertindak seperti ibu-ibu di Amerika yang tidak suka dipanggil dengan embel-embelan nyonya atau ahjumma. Katanya, itu malah membuatnya merasa lebih tua, sekalipun usianya masih di pertengahan kepala tiga.

Ya, ibunya memang menikah muda dan lihat akhir dari pernikahan perempuan itu. Fuck, Sehun langsung mengutuk dirinya sendiri karena, tentu saja, kegagalan pernikahan ayah dan ibunya jelas bukanlah salah ibunya. Melainkan, salah bajingan yang entah ada dimana sekarang itu.

"Oke, Sunhwa," Jongin mengucapkan nama ibunya dengan canggung.

Sehun kembali melirik ke arahnya membuat mata mereka tanpa sengaja bertemu. Jongin cepat-cepat mengalihkan pandangannya kembali pada Sunhwa membuat kening Sehun mengerut. Apa yang baru saja terjadi? Kim Jongin yang kemarin sangat menginginkannya bertindak seolah pemuda itu bahkan tidak tahan bertatapan dengannya. Well, ini menarik.

"Kudengar anda seorang dokter," ujar Jongin.

Sehun yang semula akan mengambil potongan samgyeopsal lagi menoleh padanya, sedikit terkejut. Darimana bajingan itu tahu? "Sehun bercerita banyak tetang anda," lanjut bajingan itu seolah hubungan mereka lebih dari sebatas teman sekelas.

"Benarkah?" ibunya menoleh padanya sekarang. "aww, Sehun, aku merasa sangat tersentuh,"

Sehun nyaris membalas kata-kata hiperbola ibunya dengan umpatan. Namun, begitu ia menyadari kalau perempuan itu bisa saja mencuci mulutnya dengan sabun di depan Jongin karena berkata-kata kasar. Ia langsung mengatupkan bibirnya membentuk garis kaku serta wajahnya berubah semakin muram. Matanya mengilat tajam menunjukkan rasa tidak nyamannya. Ibunya kembali menoleh pada Jongin semakin tertarik untuk mengobrol dengan pemuda itu. "Jadi, Jongin, apa kau tertarik untuk masuk fakultas kodekteran?" tanya ibunya tepat pada sasaran.

Sejanak, Jongin tertegun mencoba memikirkan jawaban yang tepat. Ia bisa saja berbohong pada perempuan itu. Karena, jujur saja, tidak ada seorang pun yang tahu mengenai rencana masa depannya. Ia belum membicarakan hal ini pada kedua orangtuanya yang sebenarnya tidak menaruh ekspektasi banyak, begitupun dengan semua orang di sekelilingnya.

Mereka berpikir kalau ia hanya akan berakhir menjadi Kim Jongin yang hidup dengan uang serta kekuasaan orangtua seumur hidupnya. Mereka berpikir kalau Jongin tidak perlu merasa cemas merencanakan masa depannya. Karena tanpa perlu merencanakannya pun, Jongin akan hidup dengan uang kedua orangtuanya. Secara tidak langsung, mereka menyimpulkan bahwa Jongin hanya akan berakhir menjadi beban bagi kedua orangtuanya. Dan jujur saja, itu bukanlah masa depan yang diinginkannya.

Mereka tidak tahu kalau Jongin pernah bermimpi menjadi astronaut dan memiliki koleksi ensiklopedia mengenai rasi bintang di suatu tempat di dalam kamarnya. Mereka tidak tahu kalau Jongin sangat menyukai matematika karena itu menantangnya. Mereka tidak tahu kalau Jongin sangat tertarik dengan sel-sel tubuh di dalam tubuh manusia yang membuatnya menetapkan dokter sebagai profesi impiannya sekarang.

Mereka sama sekali tidak tahu tentang mimpinya. Namun, mereka berani menghakiminya seolah mereka tahu segalanya.

"Sebenarnya," Jongin memenggal kalimatnya. Ia menundukkan kepala lalu melanjutkan, "aku tertarik untuk Imperial-"

"Imperial Collage of Medicine di London yang itu?!" ibu Sehun benar-benar berteriak membuat Sehun yang sudah terkejut menjadi semakin terkejut. Yang benar saja! Jongin tidak mungkin bisa masuk ke sana, pikirnya.

Jongin kembali merona, tapi kali ini ia memberanikan diri untuk menatap langsung perempuan berprofesi dokter itu. "Ya, memang agak mustahil. Cuma aku berpikir; kenapa tidak kucoba saja? Seandainya tidak diterima pun, ya, setidaknya aku sudah mencoba," aku Jongin sembari mengangkat bahu.

Ibu Sehun mengangguk paham. Sedangkan, Sehun masih menganggap situasi ini sangat konyol dan Jongin terlalu delusional. "Kau tidak sepintar itu," celetuknya membuat Jongin otomatis menoleh padanya dan ibunya berubah menjadi geram.

"Sehun, jaga bicaramu!" bentak ibunya.

Sehun balas menatap Jongin berusaha mencari kebenaran di dalam mata pemuda itu. Diluar dugaannya, Jongin sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda ia akan meledak dan berakhir meninju batang hidungnya. Pemuda itu hanya menatapnya dengan kepala dimiringkan seolah ia menantangnya untuk bicara lagi. Dan Sehun menerima tantangannya.

"Aku tahu kalau kau bisa mengerjakan beberapa soal matematika lebih cepat daripada semua orang di kelas. Namun, itu tidak membuatmu menjadi jenius sampai-sampai kau berencana untuk masuk universitas yang jelas-jelas diluar kemampuanmu. Sedikit saran saja; jika, kau tidak ingin mempermalukan dirimu. Sebaiknya, jangan berpikir terlalu tinggi. Atau menjadi delusional,"

Sehun menyelesaikan pidato 'you-aren't-worthy-enough' miliknya dengan mata berkilat-kilat mencurahkan seluruh kebenciannya pada Jongin dalam beberapa patah kata kalimat. Kali ini, barulah Jongin tampak terganggu dengan perkataannya. Pemuda itu langsung mengalihkan pandangannya dengan tangan terkepal erat.

Sehun sadar kalau, mungkin, ia baru saja menghancurkan impian seseorang. Namun, kalau diingat-ingat lagi orang yang sedang dihancurkannya sekarang adalah pemuda yang juga berulang kali menghancurkan hidup banyak orang. Jadi, apa yang dilakukannya pada Jongin ini sebenarnya tidak seberapa dengan apa yang Jongin lakukan pada para korbannya.

Namun, entah mengapa, Sehun tidak merasa puas dengan kemenangan kecilnya ini. Sebaliknya, ia malah merasa dirinya baru saja menjadi seseorang yang lebih brengsek daripada Kim Jongin sendiri.

"Sehun, cepat minta maaf pada Jongin!" perintah ibunya.

Sehun bangkit berdiri. Selera makananya sudah hilang entah kemana. "Tidak akan,"

Ibunya sudah membuka mulut untuk membentak dirinya lagi. Hanya saja sebelum ia bisa melakukannya, Jongin sudah terlebih dahulu berdiri dengan kepala tertunduk. "Terima kasih atas makanannya, Sunhwa. Sepertinya, aku harus pergi,"

Itu adalah kata-kata terakhirnya. Sebelum, ia keluar melewati pintu rumah berjalan di tengah kehingan malam dengan perasaan kacau serta amarah yang tertahan sampai di ubun-ubun kepalanya. Sementara itu, kini Sehun harus berhadapan dengan ibunya yang lebih terlihat kecewa daripada marah, menelan ludah merasa kata bajingan pun tidak cukup untuk mendeskripsikan dirinya.

"Apa yang terjadi padamu? Aku tidak membesarkanmu untuk menjadi seperti ini," kata ibunya dengan suara parau.

Sehun tidak sesungguhnya ia belum berubah sama sekali. Ia masih menjadi Oh Sehun yang sama. Hanya saja, Kim Jongin membawa suatu sisi gelap di dalam dirinya yang membuat ia sangat membenci pemuda itu lebih dari apapun. Sehun tidak tahu itu apa. Ia juga tidak begitu memikirkannya sekarang.

Pemuda itu memilih untuk meninggalkan ibunya. Ia melangkah menaiki anak tangga menuju kamarnya. Ia mengunci kamarnya lalu berbaring di atas ranjangnya yang tercium berbeda. Ada aroma lain yang bercampur dengan aromanya. Sehun memejamkan matanya berusaha meresapi aroma itu.

Tanpa dirinya sadari, tangannya mulai menyusup masuk ke dalam celana longgarnya. Ketegangan yang sempat mempengaruhi otot-otot tubuhnya mulai kembali seperti biasa saaat tangannya bekerja di bawah sana. Ia berusaha membayangkan Mina di atas dirinya sedang menunggangi penisnya seperti penunggang kuda handal. Sehun dapat merasakan orgasmenya di ujung mata. Namun, saat ia menginjaki orgasmenya. Bayangan samar akan identitas seseorang di dalam fantasi kotornya menjadi jelas.

"Fuckk," umpat Sehun saat ia mencapai orgasmenya.

Orang itu bukan Mina, melainkan Jongin.

.

.

Keesokan harinya, Mina menepati janjinya dengan mengirimkan pesan spam sekitar pukul 4 subuh berisi keinginannya untuk melihat matahari terbit di pantai Haeundae. Sehun langsung bangkit bangun tidak peduli kalau rambutnya berantakan. Ia segera mencuci muka dan menggosok giginya. Diam-diam, ia menuruni tangga rumahnya berlagak seperti seorang pencuri yang takut tertangkap oleh si pemilik rumah. Ia mengambil kunci motor serta kunci rumah di atas kulkas.

Setelah, berhasil mengendap-endap keluar dari rumahnya. Sehun mengeluarkan motornya dari garasi mendorongnya kira-kira beberapa meter jauhnya dari rumah. Ia naik ke atas motor dan menyalakan mesinnya. Ada seorang tetangganya yang sedang lari pagi melintas di sampingnya. Sehun melemparkan senyum yang dibalas oleh senyum ramah darinya.

Mina memintanya langsung bertemu di Pantai Haeundae. Sehingga, Sehun tidak perlu repot-repot menjemputnya. Lagipula, rumah Mina lumayan dekat dari pantai. Hanya diperlukan waktu sekitar sepuluh menit dari rumahnya saja untuk sampai di sana.

Pinggiran pantai sudah ramai oleh para pejalan kaki yang sedang beraktivitas. Sehun memarkirkan motornya di depan bar yang masih ramai. Bar tersebut berletak persis di seberang pantai dan ia pikir untuk jam-jam seperti ini tempat itu adalah tempat teraman untuk memarkirkan motornya. Ia tersenyum pada seorang ahjussi yang berjaga di bawah pohon. Pria paruh baya itu membalasnya dengan hormat membuat Sehun berdecak geli. Ia bertaruh kalau pria itu setengah mabuk atau, mungkin lebih parah lagi, teler.

Sehun melintasi jalan raya yang tidak begitu lebar menuju pantai. Ia melewati pagar pantai lalu berlari kecil begitu melihat sesosok perempuan yang dikenalnya. Perempuan itu memakai kain bermotif garis-garis yang membalut tubuhnya. Mungkin, ia kedinginan. Karena jujur saja Sehun pun mulai tidak tahan dengan angin pantai yang bertiup ke arahnya. Apalagi, perempuan itu yang entah sudah berapa lama menunggunya.

Sehun berinisiatif untuk merangkul tubuh gadis itu dari belakang. Dan ia melakukannya, membuat gadis itu refleks menoleh padanya hingga hidung mereka nyaris bersentuhan. "Hai," sapa Mina.

"Hai juga," balas Sehun. Pemuda itu memiringkan kepalanya untuk mengecup lembut leher Mina, mengirimkan sengatan-sengatan aneh ke seluruh tubuh gadis itu. "Kau sudah lama menunggu?" tanya Sehun.

Mina menggesekkan kepalanya pada leher Sehun, mencari tempat yang pas baginya untuk bersandar. Sehun tertawa kecil seraya menggenggam tangan gadis itu erat, menghangatkan tangannya yang dingin. "Lumayan lama. Tapi, tidak apa. Aku sama sekali tidak menyesalinya," jawab Mina, tersenyum lebar mengalahkan keindahan mentari yang masih malu-malu menunjukkan dirinya di ufuk timur.

Sehun tidak bisa menahan dirinya. Ia menyentuh dagu gadis itu lalu mencium bibirnya. Persetan dengan matahari yang perlahan naik-naik di seberang sana. Ia tidak datang ke sini untuk melihat matahari itu. Ia datang ke sini untuk melepas rindunya pada gadis yang akhir-akhir menyita seluruh pikirannya. Sehun melumat bibir gadis itu serta menggigit bibirnya dengan lembut serta berhati-hati. Bibir mereka bergerak lambat seolah tidak ada satu pun dari antara mereka berdua yang ingin momen ini segera berakhir.

Ketika, Mina menjadi orang pertama yang melepaskan ciumannya. Sehun sempat menyalahkan dirinya sendiri karena mungkin saja ia terlalu agresif atau–

"Sehun, I think I am in love with you,"

Seluruh perdebatan di dalam pikiran Sehun berhenti. Otaknya bekerja kerasa berusaha mencerna apa yang baru saja Mina katakan padanya. I think I am in love with you too. Sehun begitu ingin mengucapkan kata-kata itu padanya. Karena memang seharusnya itulah balasan yang diberikannya pada Mina. Tapi, bibirnya seolah membeku. Ia hanya menatap gadis itu dengan mulut mengatup rapat.

Mina menganggukkan kepala. Gadis itu tidak akan mendesak Sehun untuk mengatakan hal yang sama padanya. Setelah, apa yang selama ini dirinya lakukan di belakang Sehun. Ia tidak mau menambah dosanya dengan menuntut Sehun untuk membalas perasaan tulusnya. Namun, bukan berarti ia akan melepaskan Oh Sehun begitu saja. Mina bersumpah di dalam hatinya kalau ia akan membuat Sehun mencintainya. Lalu, setelah itu ia akan memutuskan pacarnya dan mereka bisa berakhir bahagia bersama.

"I'm going to make you love me back, Sehun," bisik Mina, kemudian menutup kembali jarak di antara mereka. Sehun hanya memejamkan matanya, membalas pagutan bibir Mina.

Seharusnya, ia merasa benar-benar bahagia begitu mendengar pengakuan Mina itu. Bagaimanapun juga, Mina adalah gadis yang benar-benar diinginkannya sejak mata mereka bertemu untuk pertama kalinya.

Tapi, mengapa? Mengapa senyumnya tidak bisa merekah lebar begitu mendengar ucapan gadis yang digilainya itu? Mengapa ia tidak bisa langsung membalas kata-katanya? Dan yang terpenting, mengapa ia tidak bisa merasakan getaran di dalam dirinya saat Mina mengucapkan kata cinta itu?

Ya, dia memang masih menginginkan Mina. Namun, ia tidak bisa mengelak kalau ada sesuatu yang berubah di dalam sana. Entah kapan itu mulai terjadi. Tanpa dirinya sadari, perasaannya berpindah pada orang lain.

.

.

"Bruhh, kau menolak salah satu gadis paling cantik di sekolah?! The fuck is wrong with your head?!"

Sehun memutar matanya. Ia tahu kalau seharusnya ia bercerita pada Mingyu saja, dan bukannya pada Taeyong yang diam-diam drama queen. Mereka sedang ditugaskan untuk mencari bahan foto untuk liputan edisi pertama majalah sekolah. Mina serta tim kreatifnya memilih topik 'welcome to our school' yang ditujukan bagi para siswa baru. Sehingga, Taeyong dan Sehun harus berkeliling sekolah memotret orang-orang penting di sekolah yang menurut mereka layak untuk diwawancari oleh tim jurnalistik nantinya.

Taeyong mengambil kesempatan ini untuk memotret anggota cheerleader tanpa harus berakhir dijauhi oleh mereka. Sementara itu, Sehun hanya bisa menertawainya lalu mencari objek lain. Lapangan basket yang kini dipakai latihan oleh tim cheerleader masih lapang dan hanya diisi oleh tiga orang anggota senior cheer yang sedang melakukan pemanasan. Sehun duduk di kursi penonton, mengamati Taeyeong yang masih menggunakan kesempatan emas ini untuk memotret celana dalam salah satu anggota cheer.

Selang beberapa menit, pintu lapangan indoor basket terbuka dan sekumpulan anak populer yang dikenalinya berjalan masuk. Ia melihat Sejung yang sedang dirangkul oleh kekasihnya. Gadis itu sudah memakai seragam cheer-nya yang membalut ketat tubuh gadis itu dengan sempurna. Sehun yakin kalau Taeyong akan berakhir ereksi saat memotretnya diam-diam. Di belakang Sejung, ada empat orang anggota cheers baru yang juga resmi menjadi pengikut setianya. Sementara, di sampingnya ada Kim Jongin yang tampak bosan.

Sejak insiden 'Oh Sehun-being-a-fucking-jerk' di rumahnya itu, Jongin mulai menghindar darinya. Ia kembali duduk di tempatnya semula, sama sekali tidak memberikan kesempatan bagi Sehun untuk meminta maaf. Tanpa dirinya sadari, ia mengangkat kameranya dan memfokuskannya pada Kim Jongin yang kini duduk di barisan paling depan penonton, tepat di seberang dirinya. Pemuda itu masih tidak menyadari kehadirannya, sehingga Sehun bisa memotret Jongin tanpa takut kalau dirinya akan dipergoki.

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Sejung pada Taeyong. Suara gadis itu yang setengah membentak menggema membuat Sehun maupun Jongin beralih padanya.

"Umm, aku dan Sehun ditugaskan untuk memotret anggota cheers untuk majalah bulan ini," jawab Taeyong dengan gugup.

Begitu mendengar nama Sehun, Jongin langsung mengedarkan pandangan mencarinya. Dan tepat saat itu, mata mereka bertemu. Sehun perlahan menarik senyum padanya membuat Jongin tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Pemuda itu akhirnya memilih untuk menghiraukan Sehun dan fokus pada ponselnya.

Sementara itu, Sejung mengibaskan tangan mencoba tidak terganggu dengan kehadiran Oh Sehun. "Terserah. Yang terpenting, jangan sampai kau mengacaukan latihan kami!" ancam Sejung membuat Taeyong menelan ludah lalu perlahan mengangguk.

Selama latihan berlangsung, Sehun lebih sering membidikkan kameranya ke arah Jongin daripada tim cheers yang menampilkan gerakan-gerakan gimnastik yang luar biasa. Tidak aneh kalau Kim Sejung, yang dipilih sebagai kapten tahun ini, diprediksikan akan mengembalikan nama baik tim cheers sekolah mereka.

Sehun tahu kalau dirinya bertindak mendekati seperti stalker sekarang. Tetapi, fuck it, ia tidak bisa berhenti. Lagipula, Kim Jongin adalah sosok penting juga di sekolah mereka. Jadi, yah, apa salahnya ia memotret pemuda itu tanpa sepengetahuannya?

Jongin yang merasa kalau ada seseorang yang memperhatikannya, mengangkat kepala dan matanya bertemu langsung dengan lensa kamera Sehun. Sehun yang kemudian terlihat sama kagetnya dengan dirinya hanya bisa menarik senyum, membuat Jongin muak. Apa yang sebenarnya bajingan itu inginkan darinya? Jongin berpikir sendiri.

Ia menggerakkan kepalanya memberi isyarat bagi Sehun untuk mengikutinya. Jongin bangkit berdiri membuat kekasih Sejung menahan lengannya. "Kau mau kemana?"

Jongin menatapnya dengan malas, lantas melepaskan tangannya dari jeratan pemuda itu. "Toilet," jawabnya singkat lalu melangkah pergi.

Selang beberapa menit, Sehun menghampiri Taeyong yang tidak berhenti mengarahkan kameranya pada Sejung. "Dude, toilet," ujar Sehun tidak jelas.

Namun, cukup jelas bagi Taeyong yang tidak begitu mendengarkannya. "Ya, ya, pergi sana,"

Sehun memutar mata. Ia amat berharap kalau Sejung menendang Taeyong keluar dari sana dan menyita kamera pemuda itu hanya untuk menemukan foto-foto celana dalam anggota cheers. Begitu, Sehun berada di luar lapangan. Jongin langsung menariknya ke salah satu kelas kosong yang berada tidak jauh dari lapangan. Ia mendorong Sehun masuk lalu menutup pintu rapat-rapat.

"Apa yang kau inginkan dariku?" tanya Jongin langsung pada intinya.

Ia tidak ingin berlama-lama menghabiskan waktu berharganya dengan seseorang seperti Oh Sehun. "Aku hanya ingin memotretmu untuk liputan majalah bulan ini," aku Sehun tidak sepenuhnya jujur kepada Jongin ataupun dirinya sendiri.

Mata Jongin menyipit menandakan kalau ia tidak memercayai omong kosong Sehun. "Mina, pacar jalangmu itu, tidak mungkin membiarkanku diwawancarai oleh timnya. Lagipula, aku juga tidak sudi masuk ke majalah murahan itu," sanggah Jongin.

"Kau yang murahan, bukan majalah sekolah kita!"

"Tapi, kau tetap memotret cowok murahan ini, kan? Talk about irony,"

Skak mat. Sehun mulai kesulitan untuk membalas kata-kata Jongin yang sulit untuk dirinya aku, tapi memang ada benarnya juga. Untuk apa ia memotret Kim Jongin disaat ada objek lain yang jauh lebih menarik? Sehun menggelengkan kepala berusaha menepis pertanyaan itu dari pikirannya.

"Apa yang sebenarnya berusaha kau simpulkan? Aku tidak ingin mendengar basa-basimu lagi,"

Jongin menyeringai. "Akui saja, Sehun. Kau menginginkanku. Kau menginginkan jalang murahan ini,"

Sehun refleks tertawa sarkastis. Tuduhan Jongin barusan terdengar sangat konyol baginya. Ia tidak mungkin menginginkan Jongin untuk dua alasan;pertama, karena ia hanya menginginkan Mina. Kedua, karena ia bukan gay atau bisexual. "Kau tahu, aku hanya menginginkan Mina. Dan, hei, aku bukan gay sepertimu!"

Jongin memutar matanya. "Aku bisexual, Brengsek. Tapi, well, orientasi seksual bukan sesuatu yang terlalu kupedulikan. Asal aku mendapatkan kenikmatan seks dari siapapun, entah itu laki-laki atau perempuan, aku tidak peduli kalau aku ini gay atau bi,"

"That's why you are a whore," tukas Sehun.

Jongin mengernyitkan dahinya. Entah mengapa ia merasa terganggu oleh kata-kata Sehun yang sebenarnya tidak asing lagi baginya. Ia akui kalau dirinya memang seorang jalang yang tidur dengan siapa saja tanpa peduli kalau ia akan di-judge akibat tindakannya itu. Namun, ada sesuatu yang amat mengganggunya setiap Sehun menyebut dirinya murahan, pelacur atau jalang. Jongin seperti ingin menulikan telinga dan menyangkalnya, sekalipun apa yang dikatakan Sehun bukanlah suatu kebohongan.

"Ya, ya, terserah," gumam Jongin, mencoba untuk tidak peduli.

Sehun berjalan mendekati Jongin dengan mata berkilat. Ada semacam gairah yang tersimpan di dalam matanya yang berkobar menyulut pemuda itu untuk mengambil langkah pertama padanya. Jongin semakin yakin kalau tubuh Sehun benar-benar menginginkannya. Terlepas dari segala macam perdebatan mengenai orientasi seksualnya, Jongin yakin betul kalau Sehun sangat ingin menyentuhnya.

"Buktikan padaku kalau kau benar-benar straight," pancing Jongin.

Sehun, seperti seorang idiot yang sudah termakan oleh emosinya sendiri, menyanggupi tantangan Jongin. Ia menarik dagu Jongin mendekat pada bibirnya lalu melumat bibir pemuda itu. Jongin mulai memejamkan matanya, ikut menggerakkan bibirnya, memagut bibir Sehun.

Hingga, akhirnya ia menyerah dan membiarkan Sehun mendominasi ciuman mereka. Sehun menggigit bibir atas Jongin membuat pemuda itu mengerang rendah. Lidahnya yang kemudian menginvasi mulut Jongin, bergerak menjelajahi rongga mulut pemuda yang amat dirinya benci itu. Tangan Jongin berpindah merangkul lehernya. Menekan kepala Sehun dari belakang untuk memperdalam ciuman panas mereka.

Sehun benar-benar kehilangan kendali atas tubuhnya sendiri. Gairahnya menguap di dalam sana membuat ia tidak bisa berhenti mencumbu Jongin, sekalipun hanya untuk sedetik saja. Suhu tubuhnya semakin memanas setiap bibirnya menyentuh permukaan kulit Jongin. Sehun merasakan percikkan aneh yang bukan hanya membakar dirinya oleh gairah, tapi juga menggetarkan sesuatu di dalam dirinya.

Ciuman Sehun berpindah turun dari dagu Jongin menuju leher pemuda itu. Ia menggigit permukaan kulit tan Jongin lalu menghisapnya dengan kuat, sengaja meninggalkan jejak kepimilikkannya di sana. Sehun tidak tahu darimana datangnya rasa posesif ini. Mengingat, ia membenci Jongin dan seratus persen straight. "Fuckk, Sehunn," Jongin mendesahkan namanya. Menjadikan suara itu sebagai musik di telinga Sehun.

Boxernya mulai terasa sesak di bawah sana, menuntut untuk segera dilepaskan dan dipuaskan. Sehun segera menjauhkan bibirnya dari leher Jongin. Ia seratus persen ereksi di bawah sana. Dan tidak ada laki-laki normal yang ereksi jika berciuman dengan laki-laki lainnya. Yang artinya, ia tidak benar-benar normal. Ada sesuatu yang salah di dalam dirinya.

Sehun menatap Jongin seperti semua ini adalah salah pemuda itu. Jongin balas menatapnya dengan nafas terengah masih merasakan kenimatan sentuhan bibir Sehun di permukaan kulitnya. "Kau kalah, Sehun," bisik Jongin sembari mengatur nafasnya. "You want me,"

Sehun mengepalkan tangannya. Bibirnya mengatup rapat, tidak mampu membalas perkataan delusional Jongin. Tanpa dirinya sadari, tinjunya sudah melayang mengenai pipi Jongin membuat keseimbangan pemuda itu oleng dan berakhir jatuh terduduk di lantai.

"Fuck you, I'm not gay!" ujar Sehun, mencoba mengingkari fakta yang berada di depan mata mereka berdua.

Jongin tidak membalasnya. Pemuda itu hanya menundukkan kepala dan tubuhnya bergetar hebat kemudian. Sehun yang menyadari kalau ada sesuatu yang aneh dengan Jongin, mulai berdebat sendiri dengan hati nuraninya. Hingga, akhirnya hati kerasnya melembut dan ia berjongkok di samping Jongin.

"Fuck, I am sorry. Are you okay?" Sehun mencoba untuk menyentuh wajah Jongin. Namun, Jongin segera menepis tangannya.

"Jangan sentuh aku," bentak Jongin lalu pemuda itu bangkit berdiri. Ia melangkah keluar kelas meninggalkan Sehun yang masih tertegun di tempatnya.

Tanpa Sehun sadari, pemuda itu baru saja membuka luka lama yang mengubah Kim Jongin menjadi seseorang yang serusak ini. Oh Sehun, bajingan keparat itu, membuat Jongin dapat merasakan sentuhan kasar pria itu lagi di permukaan kulitnya. Jongin berjalan cepat menuju toilet yang untungnya kosong untuk mencuci mukanya. Ia menatap pantulan wajahnya sendiri yang balas menatapnya.

"You are worthless. You are a slut. My slut, Jongin. Only mine,"

Kedua tangan Jongin mencengkram pinggiran wastafel berusaha menopang lututnya yang melemas. Bisikan-bisikan yang akhir-akhir ini sempat berhenti menghantui Jongin kembali datang menyerang dirinya. Membuat pertahanan yang selama ini dirinya bangun dengan kokoh kembali runtuh menjadi debu. Jongin mengangkat kepalanya, kembali memandang pantulan dirinya yang kali ini terlihat jauh lebih menyedihkan daripada sebelumnya.

"Aku tidak pernah mencintaimu, Jongin. Aku bukan gay. Kau tidak akan pernah menjadi masa depanku. Aku ingin memiliki anak–"

–sebelum, suara pria itu berhasil menyakitinya lagi. Seperti apa yang Sehun lakukan padanya, ia menghantamkan buku-buku tangannya pada cermin berharap pantulan pemuda menyedihkan yang sempat memandangnya balik itu mati bersamaan dengan suara pria itu di dalam pikirannya. Setelah itu, Jongin ambruk jatuh ke lantai dengan tangan berdarah. Pemuda itu terisak hebat di pojokkan toilet sekolah sambil memeluk kakinya sendiri, menenggelamkan wajah memarnya di antara kedua lututnya.

Sehun, yang cukup pintar untuk mengejar Jongin sampai ke toilet, terdiam sesaat di hadapan Jongin yang masih terisak dengan darah mengalih dari kulit buku-buku tangannya yang mungkin sobek. Ia yakin kalau ada alasan lain yang membuat Jongin sampai berakhir dalam kondisi seperti ini. Tinjunya saja tidak mungkin memberikan efek sedahsyat ini bagi Kim Jongin–si pangeran iblis sekolah. Pasti ada hal lain yang mengacaukan pikiran pemuda itu sampai-sampai ia melukai dirinya sendiri.

"Jongin," Sehun memanggil namanya dengan lembut.

Jongin perlahan mengangkat kepalanya hingga matanya bersitatap dengan Sehun. Sebelum, ia sempat mengusir Sehun. Pemuda itu sudah terlebih dahulu berjongkok di hadapannya lalu mengecup keningnya.

"Kau akan baik-baik saja," bisik Sehun lalu berpindah mengecup pipinya. Jongin menahan nafasnya. "tidak ada yang akan melukaimu," bisik Sehun lagi. Matanya menatap lurus mata Jongin, memancarkan kehangatan yang seolah dapat merangkul tubuh dingin Jongin. Jongin menarik nafas. Bibir Sehun kini berpindah menyentuh bibirnya lagi menawarkan perlindungan dengan kecupan lembutnya.

Jongin mulai memejamkan matanya, merasa jauh lebih tenang begitu bibir Sehun menyentuh dirinya. Ciuman Sehun tidak selama sebelumnya. Pemuda itu kembali menatap mata Jongin setelah mengakhiri ciuman mereka. Matanya hanya tertuju pada Jongin seorang seolah tidak ada hal yang pantas dilihat, selain dirinya. Jongin kembali menahan nafas. Hanya cukup dengan satu sentuhan serta satu tatapan.

Dia kembali terjatuh ke dalam lubang yang sama.

.

.

Suatu hari, ada seorang siswa SMP dengan mimpi serta harapan besar akan masa remaja yang tidak terlupakan.

Siwa SMP bernama Kim Jongin itu bertemu dengan seorang mahasiswa baru bernama Park Chanyeol di pesta pertamanya. Park Chanyeol dengan senyum menawan serta gesture ramahnya berhasil memenangkan perhatian Jongin semalaman itu. Hingga, kemudian berakhir memenangkan hatinya.

Kim Jongin yang mencintai Chanyeol dengan naifnya, menyerahkan segala yang dirinya punya pada laki-laki itu sebagai bentuk rasa cintanya. Ia membiarkan Chanyeol melakukan hal-hal yang tidak seharusnya laki-laki itu lakukan padanya. Dengan harapan suatu hari nanti, Chanyeol akan membalas kata cintanya dan mereka berakhir bahagia bersama–seperti dongeng-dongeng yang terlalu indah untuk menjadi kenyataan.

Diusia yang amat belia, Kim Jongin sudah melepaskan segalanya demi seorang laki-laki yang bahkan tidak yakin dengan orientasi seksualnya.

Kala itu, Park Chanyeol adalah dunia Jongin. Seperti manusia yang membutuhkan oksigen untuk bernafas, seperti itu juga Jongin membutuhkan Chanyeol di dalam hidupnya. Tidak pernah sekalipun, Jongin berpikir untuk melepaskan Chanyeol. Meskipun, laki-laki itu berulang kali selingkuh di depan matanya. Meskipun, laki-laki itu berulang kali memukulinya dan menyebutnya dengan sebutan yang tidak seharusnya dia ucapkan. Jongin akan selalu memaafkannya tanpa ada sedikit pun rasa dendam.

Mengapa? Karena ia mencintai Park Chanyeol–he fucking need him.

Hingga, suatu malam Chanyeol meneleponnya berkata kalau ia tidak akan pernah mencintai Jongin dan mereka tidak akan pernah berakhir bersama. Jongin sudah terbiasa dengan perkataannya itu. Maka, ia memilih untuk diam saja mendengarkan dengan air mata tertahan di pelupuk matanya. Kira-kira beberapa menit kemudian, sebelum sambungan telepon terputus. Jongin mendengar suara benturan keras dari seberang sana.

Ia mencoba untuk menghubungi Chanyeol lagi, tapi teleponnya tidak pernah terjawab.

Sampai keesokan harinya, salah satu teman Chanyeol yang cukup baik untuk memberitahunya mengirimkan pesan kalau Chanyeol meninggal kemarin malam. Pemuda itu mengemudi dalam kondisi mabuk setelah pulang dari pesta salah satu teman kuliahnya. Yang artinya, telepon Chanyeol semalam adalah detik-detik terakhir dalam hidup pemuda itu.

Chanyeol memilih saat-saat terakhirnya untuk menelepon Jongin untuk menegaskan kalau pemuda itu tidak pernah mencintainya dan mereka tidak akan pernah berakhir bahagia bersama. There is no happy ending for them. Dan Chanyeol sudah membuktikkannya lewat kejadian ini.

Sejak saat itu, Jongin mulai berubah menjadi seseorang yang dulu pernah dicintainya. Ia mulai mengubah image good boy miliknya menjadi bad boy–yang merokok dan mencintai hukuman. Alkohol serta drugs menjadi temannya. Seks menjadi sahabatnya. Dan Park Chanyeol menjadi mimpi buruknya.

Suatu hari, ada seorang siswa SMP yang kini duduk di bangku SMA. Selama dua tahun, ia merusak dirinya menjadi seseorang yang dicintai dan dibenci disaat yang bersamaan. Hingga, akhirnya ia bertemu dengan Oh Sehun dan kisahnya pun dimulai..

.

.

"Terima kasih," gumam Sejung.

Gadis itu berdiri di samping Jongin yang terbaring tak sadarkan diri di atas matras keras ruang UKS. Perawat yang untungnya cukup berpengalaman untuk menjahit luka sobek Jongin berdiri mengawasi mereka. Sehun merasa sedikit risih, apalagi ditambah dengan tatapan Sejung yang kini terpaku padanya. "No problem," balas Sehun.

Sejung masih tidak memindahkan arah pandangnya. "Apa kau bisa merahasiakan hal ini?" mohonnya pada Sehun.

Sehun mengangkat bahu, lantas kembali mengangguk. "Ya, tentu saja. Untuk apa juga aku membeberkan kejadian ini? Tidak ada untungnya bagiku,"

Perlahan-lahan, seutas senyum tertarik di sudut bibir Sejung. Sehun sempat tidak memercayai apa yang dilihatnya karena mustahil Kim Sejung yang tampak selalu membencinya, kini justru menarik senyum kecil untuknya. "Bagus, kalau begitu. Sekali lagi, aku ingin mengucapkan terima kasih," ujar Sejung tulus, tidak sekedar berbasa-basi sama sekali.

Sehun kembali mengangguk layaknya seorang idiot.

"Dan, oh, Sehun," Sejung teringat akan satu hal yang dari dulu ingin disampaikannya pada Sehun.

"Ya?"

"Mulai detik ini, tolong jauhi Jongin,"

.

.

Keesokan harinya, Jongin tidak masuk. Begitupun dengan tiga hari selanjutnya. Ada satu kursi kosong di dalam kelasnya yang beberapa kali Sehun lirik setiap ia mengerjakan soal matematikan Kim songsaengnim yang nyaris membuatnya gila.

Banyak rumor yang beredar mengenai absennya Kim Jongin selama empat hari ini. Ada yang bilang kalau pemuda itu sedang berlibur ke luar negeri. Ada juga rumor konyol seperti pemuda itu sedang dirawat di rumah sakit akibat overdosis yang tentu saja berhasil membuat Sejung geram dan secara publik–atau berteriak keras-keras di tengah kantin–memberi pernyataan kalau absennya Jongin sama sekali tidak ada hubungannya dengan drugs.

Sehun memercayai gadis itu. Karena kemarahan yang terpancar dari matanya tampak begitu nyata untuk disebut sebagai akting. Namun, apabila Sejung ternyata berbohong. Sehun sangat ingin memberikannya piala Oscar karena akting gadis itu berhasil membutakan semua orang di dalam kantin, termasuk dirinya.

Ruangan klub jurnalistik hari ini benar-benar berantakan. Ada berlembar-lembar kertas yang berserakan di atas meja maupun di lantai. Mina tampak depresi karena gadis itu hanya memiliki waktu tiga hari sebelum memberikan cetakan kasar majalah untuk disetujui oleh kepala sekolah.

"Minum ini," ujar Sehun seraya menyerahkan sebotol minuman dingin padanya.

Kerutan di kening Mina berubah menjadi senyuman. Ia mengambil botol tersebut dari tangan Sehun lalu bergumam, "Thanks."

Sempat terpikir oleh gadis itu mengecup pipi Sehun sebagai tanda terima kasih. Namun, sebelum ia bisa melakukannya. Sehun sudah bergegas pergi menuju Taeyong untuk memilih gambar mana yang akan mereka pakai untuk edisi kali ini. Gadis itu menghela nafas lalu kembali berkutat dengan lembaran wawancara spesial tim renang sekolahnya yang baru tahun ini dibentuk.

"Yang ini bagus," Sehun menunjuk foto Sejung yang tampak fokus mengamati formasi tim cheers-nya.

Taeyong tersenyum bangga. "Aku mengambilnya dengan perasaan, bro. Jadi, tidak aneh kalau hasilnya fenomenal,"

"Geli," komentar Sehun. Lalu, mereka saling berpandangan dan berakhir terbahak bersama. Beberapa anggota jurnalistik lainnya melemparkan delikan tajam ke arah mereka.

Sehun dan Taeyong langsung tutup mulut dan kembali fokus dengan puluhan foto yang ditaruh seenaknya di atas meja. Taeyong mencari foto terbaik yang bisa dijadikan calon cover majalah bulan ini. Matanya yang semula bergerak-gerak mengamati deretan foto yang dirinya ambil bersama Sehun itu akhirnya berhenti pada satu foto yang amat mencolok dari foto lainnya. Ia mengambil foto itu dan menyadari kalau bukan dirinya yang memotretnya. "Sehun, fotomu yang ini sangat wow," puji Taeyong.

Sehun langsung beralih menatap patnernya dan termangu kagum pada hasil potretannya itu. "Itu Kim Jongin," tukas Sehun dengan suara rendah. Taeyong mengangguk lalu memberikan foto itu padanya.

Sehun mengambil foto itu yang merupakan salah satu dari lima foto candid Jongin. Ia mengamati rahang simetris Jongin yang tergaris jelas karena pria itu menoleh ke sampingnya. Seingat dirinya, Jongin sedang menonton Sejung yang mencoba membuat formasi baru bagi tim cheers. Selain itu, senyuman manis serta tulus yang merekah di bibirnya cukup mencuri perhatian. Menjadikan foto itu sebagai foto terbaik menurut Taeyong dan Sehun.

"Aku yakin Mina akan menolak foto ini," bisik Sehun.

Taeyong menganggukkan kepala dengan senyum getir. "Padahal, ini foto terbaik. Maksudku, lihat saja, Kim Jongin seperti sedang melakukan pemotretan dengan majalah fashion ternama,"

Sehun menyetujui perkataan Taeyong. Sepertinya, Jongin harus mulai mempertimbangkan model sebagai karier masa depannya. Karena entah ini bakat atau ia hanya sekedar fotogenik saja, Sehun yakin kalau Jongin dapat menjadi supermodel–dengan kulit tan serta seringai arogannya.

"Anyways, malam ini ada pesta di rumah alumni sekolah kita. Kau mau datang atau tidak?"

Jika, dilihat dari tatapan Taeyong yang tidak berharap banyak padanya. Ia bertaruh jika pemuda itu sudah menarik kesimpulan terlebih dahulu kalau Sehun akan menolak ajakannya lagi. Namun, kali ini, Sehun merasa kalau ia memerlukan alkohol atau something else yang dapat mengalihkan pikirannya dari Kim Jongin dan hubungan complicated-nya dengan Mina.

"Jemput aku, oke?" Sehun meremas bahu Taeyong yang mulai tampak kebingungan.

"Aku tidak bermimpi, kan? Oh Sehun akhirnya berpesta juga? Wow!" Taeyong sengaja mengeraskan suaranya sampai-sampai Mina menoleh ke arah mereka.

Sehun mencoba menghindari tatapan Mina lalu memukul belakang kepala temannya itu. "Shut up, you asshole," perintahnya lalu terkekeh geli.

Mina yang semula duduk di kursinya berjalan menghampiri Sehun. Gadis itu kini berdiri persis di samping calon kekasihnya. Tiba-tiba saja, memeluk lengan Sehun membuat pemuda itu beralih menoleh padanya. "Aku boleh ikut?" mohonnya dengan mata memelas.

Sehun melirik Taeyong yang langsung berpura-pura sibuk dengan kameranya. Brengsek, teman macam apa dia, pikir Sehun mengutukinya. Ia kemudian beralih pada Mina untuk mengecup puncak kepalanya. "Tentu saja, boleh. Tapi, aku tidak bisa menjemputnya, baby. Taeyong datang bersamaku," aku Sehun.

"Oh," pelukan Mina pada tangannya melonggar. "oke, kalau begitu, kita bertemu di sana!"

Gadis itu tampak bersemangat membuat Sehun merasa sedikit bersalah padanya. Coba saja, dia tahu kalau tujuan Sehun datang ke pesta itu adalah untuk menghindarinya. Ia yakin Mina tidak akan seantusias ini. Gadis mungil itu mencium bibirnya sekilas sebelum kembali ke kursinya. Taeyong melirik Sehun dengan tatapan 'sorry-bro'. Yang kemudian Sehun balas dengan jari tengah serta tinju pelan pada lengan pemuda itu.

.

.

"Stop drinking, bitch!" jerit Sejung seraya mengambil sebotol bir dari genggaman Jongin.

Pemuda yang sudah mabuk itu hanya cekikikan lalu memeluk tubuh Sejung. Menggunakan tubuh gadis itu sebagai penopang tubuhnya. Sejung melirik kekasihnya yang sedang mengobrol dengan atlet football dari salah satu universitas. Dasar tidak berguna! Sejung menghela nafas dan terpaksa menyeret tubuh Jongin tidak ringan lalu menjatuhkannya di atas sofa yang berada di pinggiran ruangan.

Seperti dugaannya, membiarkan Jongin datang ke pesta ini adalah keputusan yang buruk. Ia sudah mulai menyesali, bahkan sebelum jam menunjukkan pukul tengah malam. "Tolong awasi dia sebentar saja," mohon Sejung pada seorang gadis yang kini menjadi tempat sandaran Jongin. Gadis yang tampak teler itu mengangguk.

Sejung setengah berlari menghampiri kekasihnya hanya untuk menarik pemuda itu ke dalam ciuman panas. Beberapa orang atlet yang melihat mereka berdua bercumbu bersiul, diam-diam merasa iri. Saat, Sejung mengakhiri ciuman mereka. Gadis itu berbisik di samping telinganya. "Bisa tidak kau mengantarkan aku dan Jongin pulang? Please," mohon Sejung. Tangan gadis itu kini berada pada perut kekasihnya. Ia dapat merasakan garis abs pemuda itu dari balik kaos tipisnya.

"Babe, sorry, aku tidak-"

"Fuck you. Kita putus!" potong Sejung lalu beralih pada ketiga atlet yang sama kagetnya dengan mantan kekasihnya itu. "dan, oh, guys, penisnya hanya sebesar kelingkingku jadi jangan mau berteman dengan dia,"

Dengan dagu terangkat serta wajah puas, Sejung melangkah menjauh para atlet bodoh itu. Tidak ada sedikit pun perasaan bersalah di dalam dirinya. Dia tahu kalau tindakannya bitchy as fuck. But, fuck it, siapa yang peduli? Asal memiliki wajah cantik dan popularitas sepertinya, ia bisa melakukan apapun yang ia mau. Mata Sejung berkeliling di dalam ruangan mencari seseorang yang cukup ia percayai untuk membantunya. Hingga, matanya berhenti pada Oh Sehun yang sedang berdiri awkward di sudut ruangan dengan seorang gadis yang tidak berhenti mendekati dirinya.

Sejung nyaris tertawa karena gesture tubuh Sehun yang benar-benar canggung. Ia memutuskan untuk menghampiri Sehun. Lalu, mempertemukan bibirnya dengan bibir pemuda itu. Sehun, yang benar-benar terkejut dengan tindakan Sejung, hanya membeku tidak membalas ciuman gadis itu. "Babe, ayo pulang," ujar Sejung, setelah mengakhiri ciuman mereka.

Gadis itu hanya melongo, begitupun dengan Sehun. Sejung memutar matanya lalu menarik pemuda itu menjauh. "Apa yang kau lakukan?" bisik Sehun padanya. Mereka sedang melintasi keramaian pesta dan beberapa pasang mata melirik ke arah mereka ingin tahu. Sejung sama sekali tidak peduli. Berkebalikan sekali dengan Sehun yang sudah mulai merasa tertekan. Ia yakin besok gosip tentang dirinya dan Sejung akan menjadi topik hangat di sekolah.

"Aku harus membawa Jongin pulang. Dia tidak bisa berlama-lama di sini," bisik Sejung. Bibir gadis itu nyaris bersentuhan dengan telinga Sehun saking dekatnya.

"Dimana dia sekarang?" tanya Sehun. Matanya mulai berkeliling mencari keberadaan Jongin.

Sejung menarik Sehun ke sofa tempat dia meninggalkan Jongin. Dan seperti dugaannya, tentu saja, Jongin berakhir bercumbu dengan gadis sialan itu. Sejung memutar matanya. Sementara, Sehun tampak tidak menyukai apa yang dilihatnya. "Jongin, ayo pulang," ujar Sejung berusaha memisahkan Jongin dari gadis itu.

Jongin menurut begitu mendengar suara yang dikenalinya. Matanya setengah tertutup, tapi langsung terbuka begitu tatapannya tertuju pada Sehun yang berdiri di hadapannya seperti orang tolol. "Sehun!" pekiknya lalu melemparkan dirinya pada pemuda itu. Untungnya, Sehun dengan refleks menangkap dirinya hingga kini Jongin berada di dalam pelukannya.

Sejung menatap mereka berdua dengan mata menyipit, tapi tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Sehun berpaling pada gadis itu lalu berkata, "Aku datang bersama Taeyong. Kau harus mencarinya dan menjelaskan situas ini. Aku yakin dia akan mendengarkanmu. Sementara itu, aku akan membawa Jongin keluar dari sini. Kami akan menunggu kalian di luar rumah."

Sejung menganggukkan kepala lalu menyatu dengan kerumunan untuk mencari pemuda bernama Taeyong itu. Sehingga, kini tinggal lah Sehun berdua Jongin yang masih berada dalam pelukannya. Tubuh Jongin sedikit lebih pendek darinya membuat pemuda itu sangat pas dalam rangkulannya. Kepala Jongin bersandar pada dadanya, sementara dagu Sehun berada persis di atas puncak kepalanya.

Tidak peduli dengan lagu EDM yang membuat semua orang di dalam ruangan meloncat. Sehun dan Jongin terjebak di dalam momen mereka sendiri. Sehun dapat merasakan hangat tubuh Jongin di dalam dekapannya. Sedangkan, Jongin bisa mendengarkan detak jantung Sehun yang semakin mencepat. "Ayo, kita keluar," bisik Sehun lalu melepaskan pelukannya.

Jongin tahu kalau ia tidak berjalan dengan benar tanpa bantuan seseorang. Maka, ia berniat untuk mencari tangan Sehun. Namun, sebelum ia bisa melakukannya Sehun sudah terlebih dahulu menggenggam tangannya, menuntun dirinya keluar dari dalam sana. Berbeda dengan suasana ramai di dalam rumah, di luar sini jauh lebih sunyi dan sepi. Sehun masih dapat mendengar samar-samar suara musik yang semakin mengecil setiap ia mengambil langkah menjauh dari rumah tersebut.

"Kita mau kemana?" tanya Jongin dengan suara lemah.

Sehun berhenti melangkah. Ia menoleh ke belakang mendapati Jongin sedang menatapnya dengan tatapan bingung. "Kita akan menunggu di sini," jawab Sehun.

Jongin memiringkan kepalanya. "Di tengah jalan?"

Sehun tertawa kecil lalu mendekatkan diri pada pemuda itu. "Why not?"

Jongin hanya menatapnya tidak berniat untuk mendebat dirinya. Wajah Sehun semakin dekat dengan wajah Jongin. Untuk sesaat, Jongin berpikir kalau Sehun mungkin saja akan mencium bibirnya, mengambil keuntungan dari kondisinya ini. Jongin sudah memejamkan matanya, menantikan bibir pemuda itu pada bibirnya. Sayangnya, dugaan Jongin berakhir salah. Sehun bukan kebanyakan orang yang menginginkan tubuh atau bibirnya untuk kepuasaan mereka.

Ketika, bibir lembut Sehun menyentuh keningnya. Jongin merasa dirinya akan menangis saat itu juga. Namun, ia berhasil menahan dorongan itu dengan menggigit bibir bawahnya. "Maafkan aku," bisik Sehun, setelah menjauhkan bibirnya dari kening Jongin. Matanya kini tertuju lurus pada Jongin menunjukkan ketulusan dari permintaan maafnya.

Jongin menelan ludah. Ia membalas tatapan Sehun dengan tatapan nanar. "Kau tidak salah. Aku yang salah, oke? Aku yang mencari-cari masalah denganmu. Jadi, mulai sekarang aku akan berpura-pura kalau kita tidak mengenal satu sama la-"

Sehun tidak membiarkan Jongin menyelesaikan kalimatnya. Pemuda itu membungkam Jongin dengan mencium bibirnya. Membuat rangkaian kata-kata di dalam pikiran Jongin lenyap entah kemana. Membuat jantung Jongin berdetak jauh lebih cepat dari biasanya. Membuat Jongin kesulitan bernafas, hingga ia menjadi orang pertama yang mendorong pelan tubuh Sehun.

"Fuck you!" teriak Jongin. Matanya mengilat tajam mencerminkan kemarahan serta kebingungan di dalam dirinya.

"Apa yang kau inginkan dariku, Sehun? Kau bilang kalau kau bukan gay. Tapi, kenapa kau menciumku? Kenapa kau bertindak seolah kau peduli padaku? Beritahu aku, Sehun," tatapan Jongin melembut, terlihat seperti memohon padanya sekarang. "apa yang kau ingin dariku?"

Sehun mematung di tempatnya. Ia sendiri tidak tahu apa yang sebenarnya ia inginkan dari Jongin. Apa ini bagian dari misi balas dendam Mina? Sehun pikir bukan. Apa ini semua adalah bentuk dari ketertarikannya pada Jongin? Sehun tidak tahu. Ada begitu banyak perdebatan di dalam pikirannya sampai-sampai ia tidak menyadari kalau Jongin menangis sekarang.

"Aku tidak ingin menjadi eksperimenmu, oke? Kalau kau sudah yakin dengan apa yang kau inginkan, kau bisa datang padaku. And fuck me like you hate me, I don't care. Tapi, kumohon jangan jadikan aku sebagai eksperimenmu yang bisa kau cumbu semaumu dan pada akhirnya, kau hanya menyalahkanku. Fuck you, Sehun! Aku tidak mau!"

Sehun ingin meraihnya, menarik pemuda itu kembali ke dalam dekapannya. Namun, ia tidak bisa karena tatapan penuh kebencian yang terpancar dari mata Jongin adalah sebuah larangan bagi dirinya. Jongin mengambil langkah mundur setiap Sehun mendekat padanya.

"Yes, i'm a whore. Tapi, bukan berarti aku mau saja disentuh oleh laki-laki sepertimu yang bahkan masih tidak tahu apa orientasinya. Not again, Sehun. Please, satu pengalaman buruk saja sudah cukup bagiku,"

Jongin mengusap air mata yang masih mengalir jatuh membasahi pipinya. Ia mencoba untuk tegar. Ia mencoba untuk tetap bernafas, sekalipun ia sangat ingin mati sekarang karena bayangan wajah Chanyeol kembali datang seperti wrecking ball yang siap menghancurkannya. Sehun masih terdiam membisu di hadapannya. Pemuda itu terlihat menyesal atas segala macam tindakannya dan juga merasa bersalah.

Satu-satunya hal yang pemuda itu yakini sekarang adalah; ia butuh bir untuk berpikir. "Kau tunggu saja di sini. Sejung dan Taeyong akan mengantarkanmu pulang," ujarnya lalu berjalan masuk ke dalam rumah.

Meninggalkan Jongin yang tidak tahu harus berbuat apa, selain mengeluarkan lima butir pil dari dalam saku celananya. Ia menelan kelima pil itu dengan kepala terangkat ke atas menatap langit malam yang tak berbintang. Dia yakin kalau air yang menetes di wajahnya bukan hujan. Cuaca malam ini berangin, tapi sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda akan hujan. Air itu kembali menetes membasahi pipinya, menggantikan jejak air mata yang mulai mengering.

Di tengah dinginnya malam dengan suara musik samar-samar terdengar, Jongin terisak membenci dirinya–dan juga, Oh Sehun.

.

.

Rin's note :

First of all, harusnya Sejeong bukan Sejung cuma yah aku terlanjur salah jadi ya mau gimana haha

Anyways, fanfic ini jadinya 3 chapter karena aku mau bikin smutt di chapter selanjutnya. Sooo, what do you think of this chapter? Do you like it? Do you hate Sehun? Do you want to kill that Mina bitch? (she's my bias, tapi di fanfic ini dia manipulatif dan maruk banget duh) Do you think Taeyong's adorable? Do you like bitchy Sejeong? Do you want to cuddle Kim Jongin and protect him? Because, damn, I do.. he's so precious.

sorry kalau aku updatenya lama hiks.. i'm such a lazy author. Next update; savage or wtbbfil

p.s if u want to ask anything just check my profil or PM me. And can someone make a moodboard for this fanfic? And tag me on twitter (puppysebs)