Jongdae ingin tertawa setelah mendengar curahan hati seorang Park Chanyeol mengenai kisah cintanya yang terlewat rumit dan bercabang-cabang.

"Aku tahu jika tidak seharusnya aku seperti ini" Tukasnya, wajahnya terlihat jengkel. Apalagi kalau ingat Kyungsoo yang sama sekali tidak bisa dihubungi. Disambangi ke apartemennya saja juga tidak dibukakan pintu, Chanyeol yang malang.

"Kau harusnya bertanya pada dirimu sendiri" Jongdae berkata. Namja yang tidak lagi menyandang marga Kim itu terlihat sibuk membersihkan noda saus di pipi gembil putrinya.

Tanyanya itu yang seperti apa? Chanyeol sendiri pun juga tidak tahu. Kyungsoo saja terus menghindar, menghindar, dan membuat Chanyeol jenuh.

Bahkan pernah sekali Chanyeol membatalkan meeting pentingnya hanya karena pikirannya terus terpaku pada seorang Do Kyungsoo.

"Apa kau mencintainya?" Tanya Jongdae.

Chanyeol mau tak mau pun bertanya pada hatinya. Apa dia mencintai Kyungsoo? Atau hanya merasa menyesal saja karena selama ini ia tak pernah peka mengenai perasaan namja bermarga Do itu.

"Aku tidak tahu" ujarnya. Ada keraguan di mata bulat itu.

"Kau saja ragu, aku jadi tidak tahu harus memberikan saran apa" Jongdae tertawa pelan. Dia masih tetap menjadi sosok ramah seperti dulu. Seperti saat pertama kali Chanyeol jatuh hati padanya.

Chanyeol memperhatikan interaksi ibu dan anak di depannya kini. Ia mengulum senyum tipis. Andai dia menjadi seorang ayah, lalu memiliki seorang anak yang lucu. Siapakah yang akan menjadi ibunya? Bayangan wajah Kyungsoo tiba-tiba saja terbesit dalam pikirannya.

"Aku mencintaimu, kau ingat?"

Jongdae menghentikan gerakan tangannya di pipi sang buah hati. Menatap Chanyeol dengan tatapan yang sulit sekali ia jelaskan.

"Kita sudah berakhir baik-baik, Yeol" Jongdae berkata perlahan. "Kau tidak pantas berkata seperti itu di hadapan seseorang yang sudah menikah"

Chanyeol berdehem pelan. Zhuyie kecil melihat ke arahnya, hanya melihat, tidak berkomentar seperti yang sering ia lakukan.

"Aku tahu" sahutnya.

Istri dari Zhang Yixing itu menghela napas pelan. Menemui mantan pacar sewaktu SMU diam-diam seperti ini memang sangat beresiko. Bagaimana jika suaminya tahu ia pergi menemui mantan pacarnya, yang sialnya adalah rekan bisnis dari suami tercintanya.

"Kau tenang saja. Aku sudah tidak punya perasaan lagi untukmu" ujar Chanyeol.

"Aku tenang mendengarnya" tukasnya.

"Kau terlalu sibuk dengan semua cerita cintamu tanpa sekali pun kau menoleh padanya" Jongdae bergumam.

Chanyeol tahu itu. Tapi ketika ia menyadarinya, semua terlalu terlambat. Hati Kyungsoo terluka sekarang. Dan ia pun tidak yakin namja Do itu bisa memaafkannya.

"Aku tidak akan memaksamu untuk menjawab" kata Jongdae. "Cukup jujur pada hatimu jika kau memang mencintainya"

.

.

.

.

"Hao"

Haowen menoleh, ia tengah duduk di atas lantai. Buku-buku berserakan di atas meja, serta tas sekolahnya yang diletakan begitu saja di sofa single besar di apartemen mereka.

Mommy membawa sebuah nampan berisi susu full cream kesukaannya dan sepiring sandwich. Haowen membereskan buku-bukunya dan memasukannya ke dalam tas.

"Mommy, daddy kapan pulang?" Tanya Haowen. Padahal baru 5 hari ditinggal Daddy ke Nagoya. Tapi rasanya seperti berbulan-bulan. Tak ada sosok Daddy yang mengajarinya PR-PR yang tidak ia mengerti.

Jongin mendudukan tubuhnya di sofa. Ia bawa tubuh mungil Haowen ke dalam dekapannya. "Hao rindu daddy ya?"

Haowen mengangguk pelan. Ia selalu menanti telepon atau Video calling daddy yang hanya bisa dilakukan oleh daddynya di malam hari. Padahalkan dia harus tidur, dan tak jarang pula ia sering tertidur saat menanti telepon dari ayahnya.

"Nanti malam katanya pulang" Jongin berkata. Ia mengusap lembut rambut putranya.

"Apa kita akan menjemput daddy?"

"Tentu saja tidak. Daddy tidak mau merepotkan mommy dan Haowen"

Haowen merubah posisi, dengan merebahkan kepalanya di paha sang mommy yang terekspose. Celana hotpants santai memang selalu dikenakan mommy di siang hari seperti ini.

Ia peluk pinggang ramping sang mommy. Memberikan kecupan di perut datar mommynya, berharap ada adik bayi di sana.

"Mommy"

"Ada apa, Baby?" tanya Jongin. Tangannya tidak berhenti mengelusi rambut halus putra tampannya itu.

"Kapan adik Hao lahir?"

"Eh?" Jongin menatap bingung malaikat kecilnya itu.

Haowen mengerucutkan bibirnya lucu. Ia tidak sabar menanti sosok adik bayi mungil yang akan menjadi temannya saat daddy pergi.

"Hao ingin punya adik?"

Bocah yang akan merayakan ultahnya yang ke 6 itu mengangguk. Dia memulai sekolahnya lebih awal dari yang seharusnya. Itu semua berkat otaknya yang cerdas dan membuat orang-orang dewasa di sekitarnya bangga bukan main.

"Hao ingin namdongsaeng" anak itu bercicit pelan, malu-malu dengan keinginannya.

Jongin terkekeh pelan. Ia cubit pelan pipi gembil Haowen. "Kalau dapat adik perempuan gimana?"

"Boleh" sahut Haowen. "Dua-duanya pasti Haowen sayang"

Pintar sekali anak itu meyakinkan sang mommy.

"Kalau begitu Haowen sudah siap jadi Hyung ya?"

Haowen hendak menjawab. Namun pintu apartemen yang terbuka membuatnya turun dari sofa dan bersorak senang. Akhirnya daddy pulang!

"Daddy" Haowen memeluk manja sang ayah.

Sehun dengan sigap menangkap tubuh Haowen. Menggendongnya dengan koper yang tergeletak begitu saja di dekat rak sepatu.

"Hao, ayo turun! Daddy baru pulang, sayang"

Haowen menggeleng. dia tidak mau turun, dan mulai berceloteh tentang apa saja yang ia alami selama tak ada daddy di sampingnya.

...

Sehun tak bisa untuk berhenti tersenyum ketika melihat putra semata wayangnya yang tampan itu tertidur di meja makan tanpa menyentuh makanannya sama sekali.

Ia segera membawa tubuh mungil itu ke kamarnya. agar namja cilik itu tertidur dengan nyaman di atas ranjangnya yang empuk.

"Anak itu kelelahan sekali. Tidak tidur siang ya?" tanya Sehun. Ia berjalan memasuki area dapur mininya di apartemen.

Jongin menoleh, piring terakhir sudah ia bilas dengan air keran. "Aku sudah memintanya untuk tidur siang. Tapi dia ingin menunggu dirimu"

Sehun tersenyum mendengarnya. ah, anaknya terlalu menyayangi dirinya rupanya.

"Ku kira tadinya kau pulang malam" Kata Jongin. Ia melepas sarung tangan karet, dan berjalan ke arah meja makan. Dimana suami tampannya itu tengah duduk di sana.

"Tidak. Aku sengaja ingin pulang lebih cepat"

"Lho, kenapa?"

"Karena aku merindukan kalian"

Jongin menyandarkan kepalanya di bahu Sehun. "Kami juga merindukanmu"

Sehun kecup lembut pucuk kepala Jongin. Tangannya menggenggam tangan Jongin yang terasa dingin, efek mencuci piring di malam hari.

"Sehun"

"Ya?"

"Terimakasih"

Namja Oh itu terdiam, menunggu sesuatu yang hendak dikatakan oleh namja manis kesayangannya itu. "Terimakasih telah memberikan banyak kebahagian untukku"

"Seharusnya aku yang mengatakan hal itu" sahutnya.

"Kau selalu menunjukan jika kau bertahan" lanjutnya.

Kalimatnya indah sekali. sampai wajah Jongin tersipu-sipu.

Ia menjauhkan kepalanya, menatap namja itu dengan penuh cinta. "Kau ini. Senang sekali membuatku tersipu"

Sehun mencubit gemas pipi Jongin. "Karena kau istriku, sayang" ucapnya. Sambil mengecup kening Jongin.

"Eh"

" Ada apa?"

"Haowen bilang dia minta adik"

Sehun terkekeh mendengarnya.

"Oh..Sudah siap nih?" Godanya.

Semburat merah semakin mewarnai wajah sang istri. "Kau ini!" Jongin meninju pelan bahu Sehun.

.

.

.

.

"Mama Kyung" Daniel sebut nama dokter pengasuhnya itu.

Kyungsoo yang tengah memotong daging steak menoleh. "Ada apa, Daniel?"

Daniel mengerucutkan bibirnya. "Hao kenyang" keluhnya. Mulutnya berusaha mengunyah steak domba yang Kyungsoo buatkan untuknya.

"Kau hanya memakan kentangnya saja, Daniel" Jisoo berkata.

"Jangan dipaksa! Nanti dia muntah, Jisoo" Kyungsoo mengingatkan. Ia menuangkan segelas air putih untuk Daniel.

Kyungsoo mengelap pipi gembil Daniel dengan tisu. "Habis ini Daniel minum obat, dan tidur ya?"

Namja cilik itu mengangguk lucu. Hanya mama Kyung saja yang selalu berhasil menyuruhnya minum obat. bahkan papa Jisoo saja tidak bisa, padahal Jisoo adalah pamannya.

...

Pukul 10 malam, Daniel sudah tertidur satu jam yang lalu setelah Kyungsoo membacakan dongeng pengantar tidurnya.

Balita mungil itu nampak tertidur pulas dengan wajah damainya yang menggemaskan.

Hanya tersisa dua orang dewasa yang masih terjaga di atas balkon apartemen Kyungsoo. Di siang hari, Kyungsoo akan mengunci area balkon supaya Daniel tidak main-main di sana tanpa pengawasan orang dewasa seperti dirinya atau pun Jisoo.

"Hyung"

Kyungsoo menoleh.

"Apa hyung yakin?" Jisoo bertanya. kekhawatiran nampak jelas di wajahnya.

Namja Do itu mengangguk pelan. Jisoo menarik napas lewat hidung. Ada keraguan di maniks bulat Kyungsoo. Tatapannya sangat tak yakin untuk melangkah lebih jauh lagi.

"Jika tidak berhasil ya tidak apa-apa"

"Aku hanya khawatir jika hyung terpaksa"

Kyungsoo tertawa pelan mendengarnya. "Terpaksa karena apa?"

"Terpaksa karena mencintai seseorang yang tidak hyung cintai?"

Kyungsoo langsung terdiam. Benar juga. Jika ia teruskan, pasti bukan hanya dirinya saja yang terluka. Jisoo pun akan menjadi pihak yang paling tersakiti di sini.

"Maafkan aku, Jisoo" ucap Kyungsoo, lirih.

Hong Jisoo menggeleng, "Hyung" sebutnya. "Jangan minta maaf! Cinta itu tak bisa dipaksakan"

"Aku mengerti bagaimana perasaan hyung"

Kalau begini caranya, Kyungsoo malah jadi seperti Remaja labil kan ya? Huft..Cinta memang yang paling sulit untuk dimengerti.

.

.

.

.

Jongin menghela napas pelan. Sedari tadi Kyungsoo hanya terus bercerita tentang masalah percintaannya, tanpa ada jeda. Berulang kali ia bercerita, bahkan Jongin yakin, Kyungsoo juga tidak ingat jika ia telah mengulangi ceritanya lebih dari dua kali.

Sebenarnya Jongin tidak mengerti. selain intinya jika Kyungsoo jatuh cinta pada Chanyeol, sahabat lamanya. Dan juga dilemma Kyungsoo tentang pernikahannya dengan seorang namja yang 4 tahun lebih muda darinya itu.

"Hyung"

"Apa?"

"Hyung mencoba bersembunyi dari semua ini ya?"

Kyungsoo tergagap. Tidak tahu harus berkilah seperti apa.

"Hyung ingat saat dimana hyung berkata padaku agar tidak bersembunyi seperti anak remaja?"

Kan..

Jadi menelan ludahnya sendiri. Makanya jangan langsung berkata dengan mudah. sekarang saat dihadapkan masalah seperti ini, dia bisa apa?

"Apa dengan seperti ini hyung bisa menyelesaikan masalah? Tentu saja tidak"

"Lalu aku harus apa, Jongin?"

Oh Jongin menghela napas lagi. oh Tuhan, Kyungsoo sama sekali tidak sedewasa dan sepintar yang ia kira.

"Tanyakan pada hati Hyung apa yang diinginkan. Lalu melangkah seperti apa yang benar-benar hyung inginkan"

Kyungsoo memainkan jemarinya, dia kalut, gelisah, khawatir,dilemma, semua jadi satu.

"Just follow your heart, hyung"

.

.

Malam ini Jongin tidak bisa tidur. Berulang kali ia harus terbangun saat suami tampannya itu terus muntah-muntah di kamar mandi.

Berawal dari keluhan namja tampan itu yang merasa sakit sehabis menjemput istri manisnya itu di seusai pertemuannya dengan seorang teman karibnya.

"Kau tadi makan apa sih, Hun?" Tanya Jongin. Sambil memijat pelan tengkuk suaminya.

"Aku tidak makan apa-apa. Hanya makan Churros saat menjemput Haowen di sekolah"

Jongin cemas sekali, pasalnya dari yang pernah ia tahu, sejak kecil Sehun jarang sekali sakit. Sama seperti Haowen kecil mereka.

Terhitung 2 bulan mereka bersama. Sehun terdiam, mengingat sesuatu yang pernah tak sengaja ia baca di sebuah artikel.

Akhir-akhir ini ia memang selalu ingin makan yang aneh-aneh. Apalagi baru tadi siang ia makan churros bersama Haowen di dekat sekolah putra mereka itu.

Alih-alih terlihat lemas. Sehun malah memeluk tubuh Jongin dengan wajah gembira.

"H..hey"

"Sayang..Aku senang sekali"

"Ada apa?"

Sehun membungkuk dan mencium perut rata Jongin. "Astaga, aku akan jadi ayah lagi untuk putra keduaku"

"Kau mabuk ya?"

"Tidak..Aku yakin! Kau hamil sayang"

Jongin terbelalak. Ia menyentuh perutnya tanpa sadar. Oh Tuhan..benarkah? Tapi ia sama sekali tidak merasakan apa-apa.

Akan tetapi saat ingat kehamilan pertamanya dulu. dia juga tidak sakit, malahan dulu Sehun sempat terlihat lemas seakan dialah yang mengalami yang namanya morning sickness.

"A..astaga" Jongin menitikan air mata haru.

Ia hendak melonjak-lonjak. Tetapi Sehun menahannya, dengan lebih dulu menggendong tubuh Jongin ala bridal dan memutarnya. seolah melupakan rasa mualnya.

Ia baringkan tubuh namja cantiknya itu di atas ranjang dan mengukungnya. Tak lupa menciumi wajah Jongin, dan memberikan kecupan basah di perut datar Jongin. Beberapa bulan lagi perut sang istri akan membuncit. Tak sabar rasanya menanti kelahiran putra kedua mereka. Ah, Haowen pasti akan sangat senang sekali mendengarnya.

.

.

.

.

.

Nyaris saja Chanyeol memaki seseorang yang hendak bertamu ke apartemen mewahnya itu. Tetapi ia urungkan ketika melihat sosok mungil berdiri di sana dengan wajah pucat tanpa mantel atau pun jaket membalut tubuhnya.

Hanya Kaos, dan celana training yang menempel di tubuhnya. Sepertinya Kyungsoo terlalu terburu-buru untuk datang ke apartemen sahabat karibnya itu.

"Kyung-"

"Hiks"

Kyungsoo mendorong tubuh Chanyeol masuk ke dalam dan menutup pintu apartemen mewah itu.

Mendorong tubuh Chanyeol ke dinding dan memukuli dada bidang namja jangkung itu sambil merutuk dan menangis.

"Kau jahat, Park Chanyeol..Kau jahat"

"Kau datang di saat aku pergi"

"Kau tak pernah mencintaiku tapi kau memaksaku untuk mencintaimu"

"Apa yang kau inginkan sebenarnya"

Tangisan Kyungsoo pecah begitu saja. Ia berhenti memukul. Tangannya berada di dada bidang Chanyeol, wajahnya sembab dan menyedihkan.

"Bahkan kau tidak peduli saat aku menyebarkan undangan pernikahan palsu itu, hiks"

Apa?

Chanyeol membulatkan kedua matanya. Apa maksud namja bermata bulat itu?

"Kau jahat, Yeol! Kau jahat" Suaranya melemah, isakan-isakan kecil mulai terdengar di bibirnya.

Greb..

Dengan mudah ia membawa tubuh mungil itu ke dalam dekapannya. Untuk yang kedua kalinya ia membiarkan Kyungsoo menangis di dekapannya.

"Aku minta maaf, Kyungsoo" ucapnya. Rasa menyesal itu membuatnya ingin berteriak maaf, maaf, dan maaf untuk namja berparas manis itu.

Selama belasan tahun Kyungsoo selalu menyimpan perasaan hanya untuk dirinya. Park Chanyeol benar-benar merasa sangat brengsek mengingat betapa sering ia melontarkan kata-kata pedas yang pastinya sangat menyakitkan bagi Kyungsoo.

"Aku terlalu bodoh selama ini" ia berkata.

Ia harap kata-katanya ini bisa membuat Kyungsoo sedikit lebih tenang dan menyadari jika Chanyeol sangat membutuhkan dirinya.

Ia menjauhkan tubuhnya sedikit dan menatap ke dalam maniks bulat Kyungsoo yang hitam bak langit malam itu.

"Jangan menangis, ku mohon" pintanya. Ia usap jejak airmata itu dari pipi gembil Kyungsoo. "Jangan membuatku semakin terpuruk, Kyungsoo-ya"

"Kau membuatku bingung, Yeol" ucapnya.

Chanyeol merangkum mesra wajah manis itu. Ia tatap sahabat karibnya itu dengan penuh cinta. Ia menyadari jika ia memang sudah jatuh cinta pada sahabatnya sendiri, tetapi hatinya terlalu gengsi untuk mengakui perasaannya sendiri.

"Kau juga" Chanyeol berkata pelan. "Maaf jika selama ini aku tak pernah peka pada perasaanmu"

Kyungsoo menyentuh kedua tangan Chanyeol di wajahnya. "Apa kau terpaksa?" tanyanya, suaranya terdengar serak dan menyedihkan.

"Tidak, sama sekali tidak" bisiknya. "Mungkin belum sepenuhnya aku mencintaimu. maka ajari aku, Kyungsoo"

.

.

.

From : My Mom

Hi, Jongin.. Maaf baru mengabarimu hari ini. Setiba di Washington, Aku harus menemani Yunho menghadiri sebuah pertemuan. Begitu pun seterusnya. 2 hari di Washington, membuatku merindukan Korea. Apalagi ketika Sehun mengabarkan tentang kehamilanmu. Rasanya tak sabar untuk menemui putraku dan calon cucuku.

(PS : Ibu membelikanmu sesuatu untuk bayimu di sini)

Jongin menghela napas pelan. Ia jadi geli sendiri dengan tingkah ibu kandungnya yang sudah membelikan hadiah untuk calon bayinya. Padahal dokter bilang kehamilannya baru memasuki usia 4 minggu.

Terserahlah..Ibunya kan keras kepala. Nyaris sama persis dengan sifatnya. Ia harus sedikit lebih mengalah dari ibunya yang cantik itu.

"Aunty Jongie"

Jongin meletakan ponselnya, dan menoleh. Si kecil Daniel berjalan keluar dari kamar putra sulungnya dengan cemberut dan wajah yang merah.

"Ada apa, sayang?" Tanya Jongin, ia merentangkan kedua tangannya.

Daniel berjalan ke arah Jongin, dan membiarkan namja itu memeluknya. Ia terisak pelan, dan mengadukan kejahilan Haowen padanya.

"Haowen hyung menggigit pipi Daniel, aunty" adunya. Ia terisak pelan.

Jongin menghela napas pelan. Haowen kalau sudah bosan dengan temannya pasti sifat jahilnya muncul. Entah itu mencubiti temannya, membuat temannya nangis, atau malah seperti sekarang ini. Jongin tidak tahu apa yang membuat Haowen menggigit pipi Daniel. Mungkin saja gemas kali ya? Daniel kecil memang punya pipi gembil seperti Bakpao.

"Sembuh" Jongin mengecup lembut pipi Daniel yang terlihat ada jiplakan gigitan Haowen di sana. Ia tersenyum dan memeluk erat tubuh balita itu.

Daniel tertawa riang. Ia selalu suka dimanja-manja oleh orang-orang dewasa di sekitarnya.

"Mommy" Haowen keluar dari kamarnya dengan PSP miliknya.

Daniel bersembunyi di belakang punggung Jongin ketika Haowen berjalan ke arah mereka.

"No! Haowen hyung nakal"

Jongin terkekeh geli mendengarnya. Sedangkan putra sulungnya itu mencebik kesal.

"Haowen kenapa menggigit pipi Daniel, hm?" Tanya Jongin.

"Habis Haowen kesal. Main game kalah terus" gerutunya dengan wajah jengkel.

"Lalu kenapa gigit pipi Daniel?"

Haowen menyengir.

"Habis Haowen gemas sih sama pipi Daniel"

"Mwo?" Daniel membulatkan kedua matanya. Ia menutupi kedua pipi chubby-nya dengan kedua tangan. Takut sekali kalau Haowen menggigit pipinya lagi.

Ponselnya berdering lagi. Jongin segera mengambil ponsel pribadinya itu dan membaca sebuah pesan masuk yang baru saja ia dapatkan dari Kyungsoo.

From : Kyungsoo hyung

Aku atau Jisoo akan menjemput Daniel pukul 7 nanti. Thx ya Jongin sudah mau menjaga Daniel, maaf merepotkan dirimu.

Jongin bertanya dalam hati. Apa Kyungsoo sudah bisa memastikan pilihannya sendiri? Kalau memang iya, syukurlah. Dengan begitu namja manis itu tidak harus bermain peran terbaiknya lagi menjadi karakter kuat yang tidak terkalahkan.

Tetapi kalau ingat Hong Jisoo. Dia jadi kasih sendiri dengan namja 29 tahun itu. Dia pasti akan menjadi satu-satunya orang yang terluka, mengingat Jisoo yang sangat menyukai Kyungsoo. Atau malah cinta? Nah lho...Itu lebih miris lagi.

.

.

Sore hari di apartemen Chanyeol. Kyungsoo terbangun oleh dering telepon dari Jisoo. Dan menanyakan keberadaannya saat ini. Kyungsoo mau tak mau berbohong jika ia harus menemui seorang teman lama hari ini. Jisoo hanya berkata kalau ia menitipkan Daniel di apartemen keluarga Oh, selama anak kecil itu merengek ingin bermain bersama Haowen

Ia menoleh ke arah kanannya. Dimana Park Chanyeol tengah tertidur tanpa sehelai pakaian membalut tubuhnya. Hanya selembar selimut yang menutupi tubuh naked mereka.

Tadi pagi Chanyeol memintanya datang. Merengek pada Kyungsoo jika ia sedang sakit akibat kelelahan mengurus bisnis manajemen dunia hiburan milik keluaganya. Tentu saja Kyungsoo datang, tak lupa membuatkan semangkuk sup rumput laut untuk namja itu di apartemennya.

Tetapi entah bagaimana bisa mereka malah berakhir dengan pergumulan panas di atas ranjang. Dengan Kyungsoo yang membiarkan dirinya mengangkang dan mendesah seperti jalang.

Memang ini bukan yang pertama untuk Chanyeol. Tapi ini adalah yang pertama kalinya Kyungsoo membiarkan seseorang memasukinya dengan sangat lembut dan penuh perasaan. Awal yang penuh kesan untuk pemula seperti dirinya.

Ia segera beranjak dari tempat tidur setelah mengirimkan pesan untuk Jongin.

Ia memakai sebuah bathrobe berwarna putih yang ia temukan di lemari Chanyeol. Kemudian bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya yang terasa lengket.

Cermin memantulkan tubuh Kyungsoo yang naked dan penuh dengan jejak-jejak kemerahan yang Chanyeol tinggalkan di area dadanya. Hilangnya akan lama, dan untungnya Chanyeol memberikan bekas itu di daerah tertutup.

Kyungsoo berjongkok di kloset dan mulai memasukan jari telunjuknya ke dalam anusnya. Membersihkan sisa-sisa Chanyeol di sana dan membiarkan cairan putih itu keluar dari lubangnya ke dalam kloset.

Terdengar suara air yang mengalir dari dalam kloset.

Kyungsoo membiarkan tubuhnya basah oleh air shower. Ia menutup kedua matanya, membiarkan air shower membasuh airmata yang lagi-lagi membasahi wajah manisnya. Hatinya berkata, 'Maafkan aku, Hong Jisoo'

.

.

Hari ini Jisoo harus lembur, ia harus mengurus anak perusahaannya yang sedang bermasalah akibat salah satu orang kepercayaannya terkena kasus korupsi.

Ini memuakan. Jisoo benar-benar kesal. Kenapa saat ia sedang ditimpa masalah percintaan, masalah pekerjaan juga menimpa dirinya. Dirinya pun terpaksa harus bertindak profesional, dimana ia dituntut untuk lebih menomor satukan masalah perusahaan dan menomor duakan masalah pribadinya.

Sebuah foto Kyungsoo yang sedang berciuman dengan Park Chanyeol, di tempat parkir apartemen Kyungsoo membuat dadanya terasa sesak.

Ketika ia menelpon Kyungsoo, sebenarnya ia tahu dimana keberadaan namja mungil itu. Tetapi ia hanya mencoba mencari tahu, apakah Kyungsoo jujur atau malah berbohong padanya. Tetapi Kyungsoo malah menjawab pertanyaannya itu dengan kebohongan. Sebuah kebohongan yang sangat menyakiti hatinya dan menunjukan seolah Kyungsoo bukanlah Kyungsoo yang ia kenal seperti biasanya.

"Pak Boss"

Ia menoleh ke arah pintu masuk. Jung Junghan, seorang manager yang ia kerjakan di anak perusahaannya yang tengah bermasalah itu berjalan dengan sebuah map coklat di tangannya.

"Apa ada sesuatu yang mencurigakan?" Tanyanya.

Namja cantik itu menggeleng. "Tapi aku menemukan sesuatu yang bisa menyelamatkan perusahaan"

Jisoo membulatkan kedua matanya. Dia senang sekali ketika mendengar perkataan anak buahnya itu.

...

Sementara Kyungsoo hanya terus mendengarkan ocehan-ocehan Chanyeol tentang seorang ahjumma penjual kue beras yang berbadan gemuk dan galak pada karyawannya.

"Memangnya setiap orang harus melakukan suatu hal dengan sempurna" oceh namja Park itu.

Kyungsoo yang duduk di sampingnya menoleh. Sedari tadi ia hanya fokus dengan cerita Chanyeol dan jalanan di depan sana.

Chanyeol melirik Kyungsoo. Mobil yang ia kendarai harus berhenti karena lampu merah. "Hey" ia menyentuh lembut dagu Kyungsoo.

Namja berperawakan mungil itu menoleh, menatap Chanyeol dengan mata bulatnya yang berkaca-kaca.

"Kau tidak apa-apakan?"

Kyungsoo menggeleng pelan.

"Aku tidak suka melihatmu menangis. Apa aku melukaimu lagi?"

"Tidak" Kyungsoo menjawab pelan. "A..aku hanya teringat Jisoo"

Chanyeol mendengus pelan. Sebenarnya ia kurang suka kalau Kyungsoo mulai membicarkan Jisoo. Apalagi kalau ingat undangan pernikahan palsu mereka hanya untuk membuat Chanyeol tersadar. Tapi untung saja Chanyeol sadar jika ia membutuhkan Kyungsoo lebih dari sekedar teman meskipun ia belum bisa mencintai Kyungsoo sebagaimana halnya namja cantik itu padanya.

Tapi kalau Chanyeol membayangkan dirinya yang harus melihat Kyungsoo bersanding dengan Jisoo di atas altar pernikahan hanya akan membuat dadanya sesak ingin berteriak. Ia harus membuat Kyungsoo yakin jika dirinya sangat membutuhkan namja berparas cantik itu. Agar Kyungsoo tidak menikahi Jisoo yang berakhir dengan adanya tiga hati yang terluka.

.

.

.

.

"Mommy, apa itu ngidam?" Tanya Haowen.

Tadi siang Jongin menitipkan Haowen di rumah sang nenek, selama Sehun dan Jongin harus menghadiri acara formal pembukaan cabagng apotek baru milik teman Sehun saat di SMU dulu.

Haowen tidak ikut, karena anak itu menolak dan lebih menemani kakek dan neneknya di rumah keluarga Oh.

Anak itu sudah tahu kabar kehamilan sang ibu. Dan ia terlihat sangat senang, membuat keraguan di hati Jongin akan kecemburuan Haowen pun hilang begitu saja.

Suaminya bilang, kelak Haowen akan menjadi calon kakak yang baik untuk adiknya.

"Ngidam? Haowen tahu darimana kata-kata itu?"

Haowen memasang tampang berpikirnya yang sangat menggemaskan itu.

"Nenek Yesungie"

Sehun yang diam-diam mendengarkan pembicaraan mereka hanya menghela napas pelan. Anaknya ini sangat polos, dan akan menanyakan apa saja ya ia rasa tidak ia pahami.

"Ngidam itu? hmm..Apa ya" Jongin mencoba mencari kata-kata yang pas untuk ia katakan.

Haowen nampak menunggu sang mommy menjawab.

"Sehun"

Namja tampan itu menoleh. Ia meletakan buku bacaannya di atas meja. Dan mulai menjelaskan jika Ngidam itu adalah suatu hal yang diinginkan oleh seorang ibu yang tengah hamil muda.

Haowen kecil bertanya, tentang keinginan mommynya. Adakah yang Jongin inginkan? Karena Haowen bilang dengan senang hati ia akan menuruti permintaan sang adik yang dikandung mommynya.

...

"Sehun, aku bisa jalan sendiri" Jongin merengek pelan, saat suami tercintanya itu menggendongnya, menaiki anak tangga untuk menuju kamar mereka.

Ia menelusupkan kepalanya di dada bidang Sehun. Wajahnya merona dan tampak malu-malu.

"Memangnya kau tak mau bermanja-manja denganku?" Tanya Sehun.

Dengan penuh kelembutan ia baringkan tubuh ramping Jongin. Seolah tubuh itu akan rapuh jika ia tidak berhati-hati. Ia mengulum senyum di wajah tampannya itu. Mengagumi wajah Jongin, suatu hal yang paling ia sukai dari berbagai macam aktivitas yang rutin ia lakukan.

"Kau indah sekali, Jongin" ucapnya.

Jongin merangkum rahang tirus itu. "Aku akan gendut beberapa bulan ke depan. Apa aku akan tetap indah di matamu?"

Tentu saja...

Jongin akan selalu terlihat indah sekalipun perutnya membuncit selama ia mengandung putra kedua mereka.

"Kau bisa membunuhku jika aku mulai berpaling darimu" ujar Sehun.

Wajahnya terlihat serius, dan tidak main-main. Cintanya hanya untuk Jongin, bukan yang lain. Mungkin ia pernah melukai hati Jongin, tapi tak ada niat untuk mengulangi hal yang sama lagi. Yang membuatnya nyaris kehilangan sosok yang paling berharga di hidupnya selain keluarganya.

Jongin menggeleng, dan berkata. "Aku tak mau kedua anakku jadi yatim. dan memiliki seorang ibu bertitle pembunuh" diiringi senyum di wajah manisnya.

Sehun tertawa pelan. Ia merunduk tepat di perut Jongin yang sedikit membuncit itu. Ia singkap kemeja longgar yang dikenakan Jongin di malam hari. Kemudian memberikan kecupan basah di sana.

Oh sayang...Rasanya tidak sabar menanti dirimu selama beberapa bulan ke depan nanti. We love you baby, Jongin berkata dalam hati.

.

.

.

.

*Beberapa hari kemudian...

"Aku tahu apa yang terjadi diantara kalian"

Chanyeol terkejut mendengarnya. Namun masih mencoba untuk bersikap tenang, sebagaimana harusnya seorang pewaris tunggal Park Legacy itu bertingkah.

Yang lebih muda pun nampaknya juga tidak menunjukan tanda-tanda permusuhan dari nada bicaranya itu.

"Apa maksudmu?"

Jisoo tertawa sangau. "Ayolah, Park Chanyeol. Jangan sembunyikan apa-apa lagi dariku"

"Aku tidak mengerti"

Ada jeda sejenak.

Lalu Jisoo berkata lagi.

"Kau dan Kyungsoo hyung"

Chanyeol menarik napas pelan. Jisoo sudah tahu, dan sepertinya memang tidak perlu lagi disembunyikan lagi.

"Sudah 3 minggu ini Kyungsoo berubah" ujar Jisoo.

"..."

Jisoo mengaduk pelan secangkir kopi americano yang ia pesan.

"Dia selalu berbohong padaku meskipun nyatanya aku tahu dia ada bersamamu" katanya lagi.

"Apa kau memata-matai Kyungsoo?"

"Begitulah"

Liciknya, pikir Chanyeol. Namja 33 tahun itu menggigit ujung roti croissant-nya. "Aku tidak memaksanya untuk selalu berada bersamaku"

"Pembohong ulung" cibir Jisoo.

Chanyeol mendengus.

"Kau memaksanya untuk datang ke apartemenmu"

Memang benar. Tapi harusnya Kyungsoo bisa menolakkan? Nyatanya Kyungsoo mau, dan tidak seharusnya Jisoo mengintimidasi dirinya seperti itu.

"Kyungsoo tak suka dipaksa"-Jisoo

"Kyungsoo juga tak suka ada orang yang sok ikut campur masalah hidupnya"-Chanyeol.

Jisoo tertawa kecil.

"Dia yang memintaku untuk membantunya. Apa kau tahu jika selama ini di selalu menangisi dirimu?"

Chanyeol terdiam. Aura di kafe tersebut mulai tidak mengenakan. Apalagi di meja nomor 62, paling pojok dan sedikit terhalangi tembok.

"Apa kau mencintainya?"

"Aku tidak mengerti maksudmu"

"Kau sudah tidur dengannya" Kata Jisoo. "Seharusnya kau mencintainya"

Chanyeol semakin tersudut. Apa yang Jisoo ketahui sementara Chanyeol tidak?

"Aku tidak tahu" Chanyeol bergumam pelan. Dia masih bingung dengan perasaannya sendiri.

"Jika kau hanya ingin mencari teman tidur. pergilah ke klub malam! jangan lukai dia lagi, Chanyeol-ssi" Jisoo sedikit meminta.

"Kau tidak tahu seberapa sakitnya dia ketika kau tak pernah melihat ke arahnya"

Chanyeol menarik napas lewat hidung. Apa ya? Dia masih mencoba meyakinkan hatinya jika ia mencintai Kyungsoo. Tetapi hatinya yang lain berkata, jika tak seharusnya sahabat jadi cinta.

"Dia terlalu mencintaimu"

"I know"

Jisoo mengulum senyum tipis. "Soal undangan pernikahan kami itu palsu sebenarnya"

"Dia juga berkata seperti itu"

"Lalu? Tak ada niatkah untuk melamarnya?"

Namja yang lebih tua sedikit salah tingkah. tiba-tiba saja adegan sex yang ia lakukan bersama Kyungsoo terputar begitu saja di kepalanya.

"Dia selalu menanti dirimu, hyung" ujar Jisoo. suaranya sudah mulai sedikit tenang dan bersahabat. kemudian ia segera beranjak pergi setelah meletakan bill dan sekotak beludru di atas meja.

"Hong Jisoo" Chanyeol serukan nama itu.

Jisoo menoleh, dalam jarak 15 meter di depan Chanyeol.

"Apa kau serius?" Tanya Chanyeol.

"Aku serius"

"Kau ikhlas?"

"Aku mencoba"

Chanyeol terdiam. ia mengambil kotak beludru berwarna merah itu. Dia bisa membelikan yang lebih mahal, yang lebih mewah dari ini. Tapi ia tahu jika ada sesuatu yang jauh lebih berharga dari kemilau berlian mahal yang bisa ia beli.

"Setidaknya aku bisa melihatnya bahagia meskipun bukan aku orangnya"

Oh..Manis sekali..Andai Chanyeol bisa seikhlas Jisoo. Tapi nyatanya dia tidak. Dia sama sekali belum siap andai kata Kyungsoo dinikahi oleh namja 29 tahun itu.

"Jangan membuatnya menunggu terlalu lama lagi, hyung"

Chanyeol tersenyum simpul, dan berkata. "Tidak akan lagi, dan tidak akan pernah"

.

.

.

.

.

End...Real End

.

.

.

.

.

A/n :

A : Udah..cuma gitu aja endingnya?

Me : Ya..udah cuma gitu aja. Lanjutannya gimana, silahkan imajinasiin sendiri*lol

A: Terus Haowen punya adek?

Me: Iya..punya..

A: Terus gimana sama jisoo?

Me: Nikah sama yg lain*anggap aja begitu *lol

A : Endingnya aneh

Me: Kena wb nih hahaha..Maklum aja ya.

A: Kak Joy..Update nya lama

Me: Lagi sibuk. maaf yaaa..Gabisa update kilat lagi seperti biasa.

A: Why chansoo? why jisoo-kyungsoo?

Me: why? why? why? karena aku orangnya asal pairing aja sih. kecuali buat Hunkai^^