PaparazXi

.

.

[ REMAKE FANFICTION FROM 'PaparazZie' ]

Karya Febrya Kartika

HUNHAN FANFICTION

Main Cast :

Xi Luhan

Oh Sehun

Support Cast :

Read and you'll know who

Warning :

Sorry for typos, badscene. And this is fanfiction, semua karakter di cerita ini tidak ada unsur melecehkan atau bagaimana hanya karangan semata, tidak ada unsur menyindir dan sebagainya.

©shamphony

.

a/n : Fanfic ini merupakan remake dari Just Dreaming (Sebutan untuk fanfic Justin Bieber) yang berjudul 'PaparazZie' karya Febrya Kartika. Aku hanya merubah beberapa kata sesuai dengan kebutuhan, plot tetap sama seperti cerita aslinya.


"Berita itu?" Zhoumi mengangguk, "Berita tunanganku dengan Sehun adalah rekayasa!" butuh beberapa detik bagi Zhoumi untuk mencerna kata itu—kata terakhir yang Luhan lontarkan, lalu dengan reflek dia melengkingkan.

"Apa?!"

Luhan memutarkan matanya dengan sarkastik setelah Zhoumi menanggapinya dengan sangat berlebihan.

"Ap—apa maksudmu dengan, dengan—rekayasa?!" sergah Zhoumi nampak lebih serius.

Luhan menghela nafas, pria dengan mata rusa itu menyamankan posisi duduknya lagi. "Ini sangat panjang, dan karena ini juga aku dan Kai seperti ini!" ketus Luhan. Zhoumi kini menaikkan alisnya, Luhan mendesah kembali, "Well—aku akan ceritakan semuanya padamu tapi ingat kau tidak akan mengatakan apapun tentang ini pada awak mediamu yang gila itu!"

"Yak! kau juga sebagian dari awak mediaku, ingat?" sergah Zhoumi dengan mendatarkan alisnya, Oh Ya Tuhan, Luhan baru ingat itu—ia terkekeh dan mengangguk.

"Ne, yang aku tau hanya kau dan Sehun yang tau kebenarannya, jika kau membocorkan semua ini sebelum waktunya—aku akan pastikan bahwa kau akan sangat menyesal mengenalku!" ancam Luhan dengan sorot mata yang sangat mengancam.

"O—oh! Apakah ini sebuah ancaman?" delik Zhoumi.

"Ani." Luhan menelan ludahnya, "Aku hanya beranggapan bahwa kau adalah orang yang bisa dipercaya—itu saja."

Zhoumi mengangguk. Lelaki itu menaruh kedua tangannya bersender ditepian mejanya. "Oke kita lupakan itu dan mungkin aku bisa menjadi apa yang kau sebutkan itu—menjadi orang yang setidaknya cukup untuk kau percaya—ya apapun itu sebutannya, dan, well—lalu kau akan bekerja dimana jika kau berhenti hmm?" sergah Zhoumi membukakan pencerahan dalam pemikiran Luhan. Benar memangnya dimana lagi dia akan bekerja? Tapi bukan itu masalahnya—yang ia tau hanya ia mungkin akan menjauhi kehidupan Kai dan membiarkan namja tan itu meraih apa yang diinginkannya dan itu anggaplah sebagai hal yang baik dengan balas budi Luhan untuk tidak lagi menyusahkan lelaki itu.

"Entahlah aku belum memikirkannya." Ujar Luhan tanpa memandang kearah produser didepannya itu.

Tatapan Zhoumi berubah menjadi iba dan tangan lelaki itu mengelus lembut tangan Luhan yang berada diatas mejanya.

"Sudahlah, kau pikirkan saja usulanmu untuk keluar itu..."

Luhan menggeleng. "Tidak, keputusanku ini sudah bulat. Aku sudah memikirkannya beberapa jam terakhir ini—dan jujur aku tidak bisa terus saja bekerja jika situasinya tetap saja begini." Luhan menatap Zhoumi dengan tatapan yang penuh dengan kesedihan dan lelaki itu mengerti perasaan pria cantik didepannya.

"Baiklah...itu semuanya adalah keputusanmu, tapi jika kau perlu bantuan jangan sungkan Luhan. Semua yang ada disini menyayangimu." Ujar Zhoumi menyunggingkan senyuman manisnya didepan Luhan. Luhan membalas senyuman lelaki itu.

"Tidak semuanya."

Zhoumi menaikkan kedua bahunya dan mulai kembali membuka laptopnya. "Jadi keahlian apa yang akan membantumu?" tanya Zhoumi namun tanpa menatap kearah Luhan.

"Aku cukup handal dengan menulis atau yang lainnya—aku sedikit bisa memasak dan yeaahh harus kuakui bahwa teman-temanku dulu menyukai masakanku, jadi mungkin beberapa keahlian itu akan ku pergunakan." Zhoumi mengangguk. Tiba-tiba saja Zhoumi menatapnya.

"Asalkan jangan menggunakan keahilan badanmu saja." Ingat Zhoumi. Luhan mendenggus namun Luhan setidaknya tau bagaimana arah pemikiran produsernya yang kadang-kadang sangat konyol, kadang sangat membuat marah, kadang penegrtian dan kadang juga sangat intim itu.

"Jangan bodoh Hyung! Aku tidak akan melakukan hal itu!" sergah Luhan secara langsung dengan sangat ketus. Zhoumi terkekeh melihat perubahan raut wajah Luhan. Ia hanya berniat untuk menggodanya.

"Aku hanya memperingatkan. Itu saja. Lagipula bagaimana jika nantinya Oh Sehun—tunangan imitasimu itu akan melakukan hal yang tidak bisa terbayangkan sebelumnya?" Luhan merenungkannya, alis Zhoumi terangkat menandakan ia bertanya dan membutuhkan sebuah jawaban.

"Akan kupastikan itu bisa terkendali." Ucap Luhan dengan langsung. Zhoumi lagi-lagi terkekeh dan mengangguk lalu kembali menyenderkan punggungnya di kursi berlapiskan kulit itu.

"Umm yayaya, aku harap kau bisa mengendalikannya, deer..." Zhoumi mengingatkan, "Namun perlu kau ingat juga bahwa namja bisa kehilangan kendali dan nalarnya jika terlalu dekat dengan yeoja—"

"Yak! Aku namja!"

"Tapi wajahmu cantik seperti yeoja!" Luhan hanya cemberut mendengar kebenaran itu. "Aku pun yakin jika seseorang juga akan sangat bisa kehilangan kendali yang sangat kuat jika ada yang terus menerus memberikan sesuatu yang tidak pernah terima sebelumnya—kau tau maksudku, eh?"

"Yayaya, aku merasa seperti tengah menontonkan siraman rohani darimu. Sudahlah. Aku pulang, dan sekali lagi jangan beritakan masalahku dengan Sehun pada mediamu atau kau akan kuhajar habis!" ancam Luhan. Zhoumi kembali terkekeh dan mengangguk.

"Dengan senang hati My Lady..." ujar Zhoumi berdiri dari kursinya.

Luhan mendengus lalu menyunggingkan senyuman singkatnya dan meninggalkan ruangan kerja Zhoumi. Lelaki itu kembali tersenyum setelah kepergian Luhan dan tangannya mulai mengetikkan sesuatu pada layar laptopnya kembali.

Luhan menghentikan langkahnya setelah kedua lensa matanya bertemu dengan lensa mata Kai yang juga tengah menatapnya, ada sorot kerinduan dan kasih sayang yang mereka berdua pancarkan namun dihati satu sama lainnya akan menyangkal apa yang mata mereka pancarkan tentu saja.

Dengan berat hati Luhan mulai menarik nafas panjangnya dan berlalu begitu saja dari hadapan Kai yang menatapnya, Luhan bertingkah seolah-olah bahwa dia tengah berjalan sendirian dan tidak menghiraukan kehadiran Kai disana. Namja tan itu mendesis didalam hatinya setelah sosok Luhan melalui dirinya tanpa adanya senyuman—ucapan permohonan maaf dan lainnya, dan itu membuat Kai mengumpulkan beberapa alasan yang kini bersarang didalam otaknya.

Lelaki itu berbalik arah menatap kearah Luhan sebelum akhirnya rusa itu menghilang dibalik pintu kaca yang menghubungkan perusahaan dengan lingkungan luar gedung itu.

Kai membalikkan tubuhnya kembali dan mendapati bahwa seorang gadis yang beberapa hari ini menjadi parter barunya tengah berada didepannya dengan menaikkan sebelah alisnya.

"Ohh tak apa." Seperti bisa menebak jalan pemikiran Yoora—lelaki itu langsung menjawabnya.

"Ohh...baiklah kita harus shooting sekarang." Ujar Yoora memperingatkan, gadis itu berlalu dari hadapan Kai dan lelaki itu kembali menoleh kearah pintu kaca terakhir kali Luhan menghilang berharap bahwa Luhan berada disana dan menatapnya juga namun semua itu hanya angannya saja. Siapa dirinya? Dan siapa Luhan didalam hidupnya sekarang? Namja tan itu menyunggingkan senyuman sinis yang ia tujukkan pada dirinya sendiri dengan berfikiran yang sangat konyol.

-PaparazXi-

Luhan terdiam, tidak ada yang bisa ia lakukan kecuali membayangkan bagaimana reaksi Kai saat dirinya melewati namja tan itu tanpa adanya sepatah atau duapatah kata yang mengiringi dan juga senyuman hangat yang biasanya ia suguhkan pada lelaki itu. Luhan hanya merasa sangat percuma melakukan hal itu lagi didepan Kai—dengan kata lain, lelaki itu sudah tidak lagi peduli padanya, bahkan berbicara dan bertemu dengannya saja lelaki itu sepertinya sangat enggan.

Luhan menghela nafasnya. Menunduk. Dan ia merasakan seseorang duduk disampingnya, ia tengah berada ditaman sekarang. Luhan menatap kearah seseorang yang berada disampingnya. Tentu saja, siapa lagi kalau bukan Sehun. Lelaki pucat itu berada disana dengan gaya santainya seperti saat lelaki itu meninggalkan Luhan didepan rumah pria cantik itu sendiri beberapa jam yang lalu.

"Memikirkan Kris? Atau Kai?" seru Sehun tanpa memandang kearah Luhan, lelaki pucat itu memainkan ponselnya lalu memasukannya kembali kedalam saku celananya. Baru memandang kearah Luhan dengan menaikkan alisnya yang tebal itu.

"Tidak juga, aku hanya memikirkan bagimana caranya mendapatkan uang karena—"

"Karena kau sudah keluar dari perusahan media mu itu?" sergah Sehun, Luhan mengangguk dan kini giliran Luhan yang tidak memandang kearah Sehun.

"Ya."

"Itu mudah—kau membutuhkan uang bukan?" tanya Sehun, Luhan mengangguk.

"Setidaknya aku tidak akan menjual harga diriku padamu!" ketus Luhan dan itu sangat terdengar seperti gelitikan ditelinga Sehun dan pikiran lelaki pucat itu terarah pada malam mereka sebelumnya.

"Bukan—bukan itu maksudku! Haha." Jawab Sehun, Luhan menatapnya dengan tatapannya yang kesal dan bibirnya yang cemberut, melihat tatapan tajam Luhan—Sehun menghentikan tawanya. "Tentu saja kau tidak akan memberikan harga dirimu, tapi kau tentunya akan memberikan jasamu bukan?" Luhan menaikkan alisnya tidak mengerti dengan pertanyaan Sehun.

"Jasa?" ulangnya dan Sehun mengangguk.

"Ya, aku memerlukan jasa asisten pribadi baru yang aku butuhkan sekarang ini—dan itu pasti akan mendatangkan uang jika kau menerimanya." Jelas Sehun. Luhan mengangguk.

"Jadi setelah masalah ini berlangsung dan aku kehilangan pekerjaanku kau yang seolah-olah datang dan bertingkah sebagai pahlawan dalam hidupku lalu menolongku, sehingga aku bisa memaafkanmu begitu?" Luhan mengatakannya dengan nada yang sangat kesal, dan tentu saja karena pernyataan Sehun yang seolah-olah memang lelaki tampan itu hanyalah satu-satunya orang yang bertingkah sebagai pahlawan didalam kehidupannya.

"Aku tidak seolah-olah datang dan bertingkah sebagai pahlawan didepanmu!" ketus Sehun, "Aku memang datang dan aku menawarkan sebuah pekerjaan yang bagus—jika kau tidak menyetujuinya tak apa, dan lagipula kau juga tidak kehilangan pekerjaanmu tapi kau yang menghilangkannya." Luhan langsung menatap Sehun dengan berbagai macam pertanyaan yang bersarang didalam otaknya dan lelaki itu bisa langsung menebaknya, "Ingat bahwa aku bisa memataimu dalam waktu satu jam dan bisa memperoleh data yang sangat detail tentang semua kehidupan dan kontroversimu?"

Oh ya, Luhan lupa akan hal itu.

Luhan terdiam. Pria cantik itu tidak bisa begitu saja menerima pekerjaan yang mungkin saja ada hal yang tidak Luhan ketahui didalamnya dan menambah daftar kehidupan kelamnya.

"Bagaimana?" tanya Sehun sekali lagi dan Luhan hanya menyunggingkan senyuman yang ia buat-buat didepan Sehun, "Jangan seperti itu." Celoteh Sehun. Dan itu sama sekali tidaklah penting didalam pendengaran Luhan. "Baiklah, kau bisa memikirkan tawaran ini setelah kau berada dirumah!"

"Rumah? Oh God! Adakah tempat yang lebih menyebalkan daripada didalam rumah itu!" ketus Luhan. Pria cantik itu langsung teringat dengan Ayahnya, dan ia tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi ayahnya setelah mendengar bahwa ia sekarang tidak lagi bekerja dan tentu saja Luhan tidak mempunyai uang lalu lelaki itu akan meminta pada siapa? Dan pastinya ada barang yang akan menjadi korban setelah lelaki itu mendengarnya atau bahkan Luhan sendiri yang menjadi korbannya. Namun hatinya harus bisa kuat melawan Ayahnya yang bahkan tidak bisa lagi disebut sebagai Ayah itu.

"Itu rumahmu" delik Sehun.

"Itu bukan Rumah tapi Neraka! Kukira kau tau semuanya tentang ku lalu mengapa kau tidak mengerti bahwa aku ingin keluar dari tempat itu namun aku tidak bisa huh?!" delik Luhan dengan kesal.

"Aku tau itu, maka dari itu aku menawarimu menjadi asistenku dan kau pasti akan sering meninggalkan rumah itu atau bisa kau bayangkan saat aku tour bahwa selama berbulan-bulan kau tidak lagi datang kerumah itu! Lalu ayahmu akan mendapatkan uang tanpa kau perlu mendengarkan ocehannya dan bertatap muka dengannya!" jelas Sehun memanfaatkan keadaan dan arah jalan alur didalam kalimat Luhan.

Pria cantik itu terdiam. Berfikir.

"Apakah akan seperti itu?" ujarnya menatap kearah Sehun. Lelaki pucat itu mengangkat bahunya.

"Bisa jadi. Itupun jika kau mau menerimanya, jika tidak ya tidak mengapa."

"Jadi berapa yang akan kau berikan padaku jika aku menerimanya?" tanya Luhan. Sehun berfikir.

"Entahlah, Siwon yang biasanya menggaji Assistentku." Jelas Sehun.

"Apakah ada hal yang lainnya daripada sekedar 'assistent' untukmu?" selidik Luhan.

"Ada."

"Apa?"

"Well—yang publik tau adalah kita bertunangan, right?" Luhan mengangguk, "Dengan kau menjadi asistentku maka kau akan terus bersama dan dekat denganku dimanapun dan kapanpun dan itu akan memperkuat bahwa kita memang bersama." Kalimat penjelas itu seketika membuat Luhan ingin mutah didepan Sehun.

"Itu sama sekali tidak membantu kehidupan nyataku—" seru Luhan tidak terima dengan usulan yang Sehun pikirkan itu.

"Memang iya, tapi itu hanya sementara karena aku mulai berfikir aku terlalu jauh menyakitimu dan mungkin masalah yang aku perbuat dengan melibatkanmu akan setara dengan masalah pertama kita, dan itu mungkin akan terdengar seperti—"

"Balas Dendam?" lanjut Luhan dan Sehun sedikit mengangguk ragu.

"Yaa, apapun itu sebutanmu." Ucap Sehun, "Dan jujur aku juga sudah bosan mendengarkan ceramahan Eomma ku terhadap tindakan—"

"Balas Dendammu?"

"Ya, balas dendamku padamu dan Eomma menginginkan aku untuk menyudahinya." Luhan tersenyum mendengarnya.

"Ohh sungguh Wanita yang sangat pengertian." Luhan masih tersenyum dan tanpa Sehun sadari bahwa matanya terus saja memperhatikan senyuman Luhan yang sangat menawan dan indah itu—sangat manis dan tulus, lelaki pucat itu belum pernah melihat Luhan tersenyum seperti itu sebelumnya. "Lalu sampai kapan aku akan terus bertingkah sebagai 'tunangan' palsumu itu hmm?"

"Entahlah, namun aku yakin ini tidak akan lama—mungkin sampai satu bulan lagi maka aku akan mengatakan hal yang sejujurnya pada media, tentang ini!" jelas Sehun dengan ragu. Memangnya ia sudah siap mendengar kritikan? Oh itu bisa diatur kembali nanti.

"Kau gila!" pekik Luhan didekat telinga Sehun dan membuat lelaki itu menutup telinganya.

"Kendalikan suaramu!"

"Uh! Kau gila jika menuntutku selama itu Oh! Dan satu minggu ini bersama denganmu adalah satu minggu paling mengerikan dalam hidupku kau tau!" Luhan mengatakannya dengan sangat kesal namun Sehun sama sekali tidak memperdulikan teriakan dan ucapan kasar pria cantik itu padanya—ia tidak ambil pusing tentang itu.

"Bisakah kau kendalikan suaramu itu Luhan! Kau membuatku tuli!" seru Sehun tidak kalah ketusnya. Luhan memejamkan matanya sejenak lalu menarik nafasnya. "Ya, aku membutuhkan mu selama itu karena aku dengar bahwa Irene akan menikah beberapa minggu lagi dan kau tau apa artinya itu eoh?!" delik Sehun. Kini Luhan yang tersenyum dengan sinis nya mendengar berita yang terlampau sangat duka didalam pendengaran Sehun namun sangat mengindahkan jika lelaki itu menderita didalam pikiran Luhan.

"O—oh!" ujar Luhan mencoba menstabilkan nada suaranya, "Tapi aku juga harus menuliskannya disetiap sudut kamar dan rumah serta otakmu itu bahwa. Aku. Bukan. Pelampiasamu." Luhan menekankan dikata-kata terakhirnya, "Dan aku sama sekali tidak menyukai jika kau terus saja memperalat ku dengan menggunakanku semaumu dalam membandingkanku dengan Irenemu itu, perlu kau ingat dan garis bawahi bahwa kami berbeda. Aku dan Irene sangat berbeda Hun! Kita berbeda!" Jelas Luhan menekankan semua kalimatnya, Luhan mengatakannya dengan sangat perlahan dan menaikkan alisnya setelahnya.

"Yayaya—tapi kau perlu tau juga bahwa kau tidak bisa seenaknya saja menangis didalam pelukanku karena Kris atau Kaimu itu!" Sehun tidak ingin kalah dengan kalimat-kalimat Luhan yang sangat mengancam itu.

"Aku tidak ingin menangis didalam pelukanmu, lagipula kau yang memelukku terlebih dahulu!" Bela Luhan, tapi itu memang benar. "Dan satu hal lagi. Aku tidak suka kau berperilaku sangat berengsek seperti tadi malam."

"Tapi kau menikmatinya kan?" goda Sehun. Luhan langsung bangkit dan meninggalkan lelaki pucat itu sendirian disana, sudah bisa Luhan tebak kearah mana topik pembicaraan mereka jika pria cantik itu tetap saja berdiam disana. "Hey sweetheart! Jangan mengelaknya bahwa kau juga menginginkanku bersama denganmu tadi malam dan berakhir seperti itu!" teriak Sehun yang ikut bangkit dan mulai berjalan dibelakang Luhan.

"Diam kau Oh Idiot!" teriak Luhan. Sehun terkekeh.

"Berapa kali aku harus katakan bahwa namaku 'Sehun'!" teriak Sehun dan ikut mempercepat langkahnya.

Luhan terus saja melangkahkan kakinya tanpa memandang kearah Sehun yang mengejarnya.

"Terserah apapun panggilanmu Idiot!"

"Hey Luhan!"

"Diam! Dan menjauhlah dariku!"

"Kau menerima tawaranku hey?!" teriak Sehun, dan sungguh beruntung karena disana hanya ada mereka berdua.

"Diam!"

Sehun berlari kearah Luhan lalu menggendong Luhan diatas bahunya dengan berlari, dan sungguh berat badan Luhan tidak begitu terasa didalam gendongannya. Berapa memang berat pria rusa ini? Namun satu hal yang Sehun tau—tubuh Luhan sangat ramping dan juga mulus.

-PaparazXi-

Ini sudah kesekian kalinya Luhan harus memejamkan matanya dan menarik nafasnya dengan dalam. Matanya sudah memerah menahan amarah yang sangat mengganjal didalam hatinya yang terasa akan meluap begitu saja. Belum cukupkah selama bertahun-tahun ini dia selalu melakukan hal yang sangat membuat Luhan kehilangan kesabarannya. Belum cukupkah semua tahun itu?

"Dengar!" Luhan sudah bisa menilai kemarahan yang terpancar dari sorot mata lelaki didepannya itu, siapa lagi kalau bukan Ayahnya sendiri, "Aku bukan budakmu! Aku bukan bank berjalanmu! Dan aku bukan sumber uangmu!" teriak Luhan didepan Yunho secara langsung, dan dengan reflek juga Yunho langsung menampar Luhan dengan sangat keras dan membuat pria mungil itu terhuyung kesamping.

Keadaan rumah mereka sudah sangat berantakan karena sedari tadi Yunho selalu saja membanting benda-benda yang bisa ia jamah dengan jemarinya. Tak kalah juga salah satu barang antik kesayangan ibunya, dan itu semakin membuat Luhan membenci lelaki itu—sangat mendasar didalam hatinya.

Yunho menjambak rambut Luhan dan sama sekali Luhan tidak memperlihatkan bahwa cengraman tangan itu terasa sangat pedas dan sakit dikulit kepalanya. Yang ia tau hanya lelaki itu musnah dalam kehidupannya—untuk selamanya. Kesabaran Luhan sudah habis karena terus saja memendam amarah yang menghilangkannya.

"Beraninya kau berteriak didepanku jalang!" ucap Yunho didepan wajah Luhan, "Siapa yang mengajarimu seperti itu hmm? Artis itu? Kai? Atau lelaki berengsek lainnya yang mengajarimu! Hah!" teriak Yunho. Luhan menutup matanya dan kembali membukanya setelah ia merasakan bahwa ia punya nyali untuk menatap mata tajam ayahnya itu.

"Tidak! Ada lelaki yang 'lebih' berengsek daripada mereka yang mengajariku!" gertak Luhan menjawabnya, Yunho menaikkan alisnya menandakan sebuah jawaban, "Ya. Kau sudah tau jawabanku bukan?" tanya Luhan, "Kau! Kau yang mengajariku berteriak didepanmu tadi! Mengucapkan kalimat kasar didepan wajahmu! Dan kau tentunya lebih berengsek daripada mereka yang kau sebutkan itu!"

Sebuah tamparan yang sudah pasti sangat membekas akan terlihat dikedua pipi—rahang dan beberapa goresan benda tajam didalam kulit mulus Luhan itu.

"Beraninya kau!" tangan Yunho sudah mengepal hendak menghantam tubuh Luhan lagi namun terhenti setelah mendengar teriakan Luhan, pria cantik itu sudah menangis sekarang, tubuhnya terasa sangat remuk namun ia tidak akan menampilkannya didepan lelaki itu, tidak untuk sekarang atau selamanya.

"Ya. Kau yang mengajariku memakai kalimat kotor! Kau yang mengajariku bertingkah seenaknya saja dan egois! Kau yang mengajariku untuk untuk bersikap jalang didepanmu! Kau yang menyebutku Jalang! Jika itu yang kau inginkan dalam mengajariku lebih lama lagi aku akan melakukannya! Menjadi jalang adalah hal yang mudah. Aku bisa melakukannya dalam hitungan detik! Tapi mendapatkan akal pikir sehat adalah hal yang tidak bisa kau lakukan dalam hitungan tahun! Kau paham akan hal itu hah!" teriak Luhan dan lagi-lagi Yunho menamparnya dan kali ini membuat sudut bibir serta hidung Luhan berdarah. Pria mungil itu hanya tersenyum sinis memandang darah yang berada diatas telapak tangannya.

"Beraninya kau mengatakan semua itu didepanku!" teriak Yunho dengan suara bass nya yang sangat menggelegar dan terdengar seperti hantaman sebuah meteor dibumi. Mata lelaki itu sudah menyala dan penuh dengan amarah yang sudah tidak bisa tertahan lagi.

"Lalu apa yang bisa aku lakukan lagi hah?! Kau ingin aku menjadi jalang? Aku bisa mewujudkannya—tapi Ibu tidak ingin aku menjadi seperti itu! Ibu mengatakan bahwa aku harus mematuhuimu selama dia tidak ada! Tapi aku tidak bisa mematuhi keinginanmu dengan menjadikan diriku sendiri Jalang murahan! Wanita yang sudah mati itu tidak mengizinkanku! Wanita yang selalu kau sebut sudah mati itu tidak mengizinkanku menjadi seperti itu!" gertak Luhan dengan amarah yang sama-sama memuncak didalam hatinya. Kepalanya sudah sangat pusing dan berat.

"Diam!" teriaknya, lelaki itu menatap Luhan dengan dalam, "KELUAR DARI RUMAHKU!" dengan jarinya yang menunjuk Luhan hanya tertawa hambar melihatnya.

"Itu adalah suatu kehormatan yang sangat tinggi darimu! Terimakasih!" Luhan bangkit dari lantai itu, mengambil tasnya kembali dan mulai berjalan pergi meninggalkan rumah seperti neraka itu yang keadaannya sudah tidak bisa lagi disebut sebagai rumah.

Yunho mengusap wajahnya sendiri dengan telapak tangan kasarnya lalu tangannya kembali membanting gelas yang berada dimeja sebelahnya.

Luhan berjalan dengan amarah dan air matanya yang sudah memuncak itu meninggalkan rumah itu. Kepalanya sangat berat dan terasa sangat pusing, mungkin karena hantaman keras dari telapak tangan Ayahnya itu yang membuatnya seperti ini, sampai akhirnya sebuah mobil hendak menabraknya.

Luhan langsung tersadar dan menatap kearah pengendara mobil itu yang mulai menggerutu dan keluar dari mobilnya, namun sosok pengendara itu yang semakin mendekatinya terlihat membuyar dan tidak lagi konstan, lalu semuanya gelap.

-PaparazXi-

"Dia mengalami hantaman yang sangat keras dikepalanya." Ujar seorang lelaki yang berprofersi sebagai Dokter itu kepada Sehun, "Dan lihat luka pada sekujur tubuh dan wajahnya. Aku sangat iba melihatnya."

Pandangan mata Sehun terarah menuju kearah sekujur tubuh Luhan yang sedikit memperlihatkan goresan serta luka lebam yang bersarang ditubuhnya. Lelaki itu mengangguk.

"Apa dia akan segera sadar?" tanya Sehun.

"Aku harap begitu, dia akan merasakan rasa sakit yang luar biasa dari persendian tulangnya. Dan segera berikan obat yang aku berikan jika ia merasakan nyeri itu." Sehun menatap pada dokter pribadyinya itu dan mengangguk.

"Baiklah, terimakasih."

Sang dokter mengangguk dan tersenyum lalu berjalan keluar dari kamar Sehun ditemani oleh Seohyun—Eomma Sehun yang berdiri disamping putranya itu. Wanita itu mengantarkan dokter pribadi keluarga mereka sampai pintu utama sedangkan Sehun tetap menemani Luhan yang masih tidak sadarkan diri.

Lelaki pucat itu yang tadi hendak menabrak Luhan dan awalnya lelaki itu bertujuan untuk meminta jawaban dari Luhan namun ia sudah menjumpainya terlebih dahulu dengan keadaan yang berbanding terbalik dengan beberapa jam yang lalu sebelum lelaki itu meninggalkannya dirumah itu.

Sehun duduk ditepi ranjangnya yang luas itu, menatap kearah luka-luka Luhan yang sangat terlihat dan mengerikan itu. Apakah ini yang rasanya neraka didalam rumah Luhan? Tentu saja ini jawabannya.

Wajah Luhan membiru dibeberapa tempat dan paling menonjol disekitar pipi dan rahang nya, tangan Sehun menyentuhnya dan menjauhkan tangannya lagi setelah Luhan mendesis didalam tidurnya. Lelaki pucat itu mengusapkan tangannya sendiri diwajahnya lalu bangkit dan meninggalkan Luhan dikamarnya.


TO BE CONTINUED

:D


TADAAAA! Kejutan(?) aku update langsung 2 hehehe. sekali lagi aku ngerasa kalo aku harus nuntasin remake ini dalam waktu yang lebih cepat/? faktornya buanyakk hehehe aku akan lanjut terus insyallah sampai selesai aamiinnnnn.