Aldnoah Zero

Belongs to Project A/Z, Olympus Knights, A-1 Pictures, Gen Urobuchi, Katsuhiko Takayama


Warning! — Ketahuilah saya hanya fans nyasar yang terlalu mencintai Kaizuka Inaho. Dan sejujurnya saya belum pernah sekali pun menonton Aldnoah Zero (baru nonton trailernya doang orz) #AIB

Jadi kemungkinan besar seluruh karakter yang ada akan menjadi OOC parah, mohon dimaklumi— meskipun saya tetap berusaha membuat Slaine dan Inaho tetap sebagaimana mestinya #ZERAH

Saya juga memasukkan beberapa— atau malah banyak? —original character untuk keperluan cerita. Tapi paling bakal jadi karakter yang muncul lalu mati dah selesai /YHA/

Satu lagi— halo, saya author baru di fandom ini. Salam kenal dan mohon bimbingannya ya!


Special thanks to my daughter Kuramichan


Sebelum membaca ada baiknya kalian kencangkan sabuk pengaman karena saya akan membawa kalian terbang menggunakan Kataphrakt bernama— Penistaan 2.0 KzInB. Selamat menikmati


Langit masih menangis— seolah ikut bersedih melihat pertikaian yang terjadi di antara manusia. Tak ada cahaya yang terlihat malam itu— semua lampu di tiap-tiap rumah yang ada di sekitar pecah, entah sengaja atau tidak. Inaho masih terbaring di atas tanah, matanya setengah terbuka, memandang sosok seorang anak laki-laki yang terduduk tak jauh darinya.

Tubuhnya terasa kaku, benar-benar mati rasa. Apa yang terjadi? Mungkin itulah yang saat ini menjadi pertanyaan terbesar dalam pikiran Inaho. Ia mencoba menggerakkan tangannya— namun terasa sulit. Kepalanya pusing dan pandangannya mulai kabur. Ia tidak mengerti mengapa tubuhnya terasa begitu sakit dang perih.

Telinganya berdengung, tak bisa mendengar apapun selain gaungan suara yang terdengar seperti letusan senjata api. Inaho benar-benar tidak berdaya.

Lalu ia merasa tangan kanannya disentuh seseorang— rasanya dingin, mungkin karena hujan masih mengguyur. Inaho masih berusaha memandang wajah orang yang menyentuhnya— siapa? Namun Inaho tetap tidak bisa, yang terlihat olehnya hanya warna merah, tanah, dan kaki dari orang yang menyentuhnya.

Sayangnya, sentuhan itu hilang. Kaki-kaki kecil yang tadi ia lihat bergerak menjauh. Kenapa? Inaho benar-benar tidak mengerti. Ia masih berusaha— berusaha menggerakkan tubuhnya dan mengejar siapapun itu yang telah meninggalkannya. Namun matanya justru tertutup— rasanya terlalu berat. Dan Inaho benar-benar kehilangan kesadarannya.


Ada rasa tak nyaman hadir ketika Inaho membuka mata dan bangun dari tidurnya. Kepalanya pusing— membuat dirinya sempat meringis seraya mencengkram kepalanya sendiri. Tubuhnya berkeringat meski Inaho tidak merasa kepanasan sama sekali dan jantungnya berdetak dua kali lebih cepat disbanding biasanya. Inaho tidak mengerti apa maksud dari mimpinya tadi, kapan Inaho terbaring di tengah jalan seperti itu? Rasanya tidak pernah.

Mungkin itu semua memang hanyalah mimpi semata— lantas mengapa Inaho merasa ada sesuatu yang terlupakan begitu ia terbangun?

"Nao-kun, cepat bersiap!"

Suara kakak perempuannya terdengar dari luar, menarik Inaho kembali pada realita. Ia menggelengkan kepalanya beberapa kali, mengusir rasa pusing yang terus menusuk kepalanya. Disibaknya selimut putih yang menutupi sebagian tubuhnya, lalu ia beranjak turun dari ranjang, pergi menuju kamar mandi.

Lorong terlihat lenggang tatkala Inaho telah keluar dari kamarnya. Tidak heran pikirnya, kemungkinan besar semua orang telah berkumpul di aula puri utama mengingat pertemuan yang telah dijadwalkan. Inaho sadar, sepertinya dia adalah satu-satunya orang yang masih berada di menara ketiga, segera ia langkahkan kakinya dengan terburu.

Kedua tangannya masih sibuk membenahi dasi hitamnya. Inaho melirik arlojinya, jam 07.30 sedangkan pertemuan dimulai tepat jam 8. Inaho sedikit bersyukur masih ada setengah jam lagi sehingga ia tidak perlu merasa terlalu khawatir akan keterlambatannya.

Menemui tangga melingkar di hadapannya, Inaho tanpa pikir panjang segera meluncur turun melalui pembatas tangga. Pertama kalinya Inaho melakukan hal seperti itu, namun karena ia tak ingin membuang terlalu banyak waktu jadilah ia memilih jalan praktis tersebut.

Inaho masih harus setengah berlari melewati koridor yang menghubungkan menara kedua dengan puri utama. Sampai di aula, sudah banyak orang dengan pakaian serba hitam seperti dirinya berkumpul. Beberapa ada yang mengobrol dengan satu sama lainnya, beberapa ada yang berdiam diri di pojokan— bersandar dan sibuk membaca buku.

Inaho memandang sejenak sebuah lambang kuda hitam raksasa dengan rantai yang melilit tubuhnya yang terlukis di langit-langit aula sebelum melangkahkan kaki mendekati kumpulan remaja yang merupakan teman-temannya.

"Yo, Inaho! Tumben datang paling akhir." Calm memukul bahunya— membuat Inaho menjadi sedikit terhuyung hingga menabrak orang lain. "Pasti sepi sekali ya tadi, fufu."

Inaho tak membalas, ia hanya diam mendengarkan obrolan tidak penting teman-temannya selagi matanya memandang bendera di ujung ruangan dengan lambang yang sama dengan yang ada di langit-langit. Seekor kuda hitam perkasa yang dililit oleh dua rantai dengan pose berdiri di atas kedua kaki belakangnya seolah berusaha menjatuhkan rantai-rantai tersebut.

Itu adalah lambang organisasi hitam yang kini menaungi Inaho. Klein Famiglia— salah satu keluarga mafia yang dianggap sebagai ancaman besar bagi keluarga mafia lainnya. Inaho sendiri heran sejak kapan ia dan kakaknya tergabung dalam keluarga Klein. Setiap kali ia bertanya, Yuki— kakaknya —selalu menghindar. Namun Inaho sendiri sedikit tidak peduli mengapa kini ia menjadi salah satu mafioso keluarga Klein, selama ia dan kakaknya bisa hidup tanpa kekurangan itu sudah cukup. Meski pun ia harus terlibat dalam misi-misi tak berperikemanusiaan yang membuat tangannya terlumuri oleh darah. Inaho tidak peduli.

"Perhatian semuanya!"

Inaho mengernyit, lalu melirik arlojinya kembali. Belum jam 8 tepat, namun seorang wanita berbalut stelan kemeja berwarna krem dengan lambang Klein Famiglia di dadanya berdiri di atas panggung pendek di depan aula. Wanita cantik berambut coklat kemerahan tersebut jelas adalah salah seorang anggota paling penting dalam keluarga Klein. Tangan kanan terpercaya sang don— Avherryl Saervelon.

"Akan saya umumkan maksud jadwal berkumpulnya kita hari ini." Avherryl kembali memberi jeda, seluruh anggota terdiam— tak terkecuali seorang gadis di sebelah Avherryl, sang orpheus, Nina Klein.

"Avherryl-san lagi ya yang mengumumkan… hffft, kenapa bukan boss saja sih yang turun langsung?" di sebelah Inaho, Calm mengeluh. Untuk kali ini Inaho merasa perlu membalas keluhannya. "Yang kutahu, terkadang seorang Don Mafia tidak akan turun tangan secara langsung karena identitasnya masih perlu dirahasiakan."

"Maksudmu?"

"Untuk mengantisipasi pengkhianat yang bersembunyi di antara kita." Jelas Inaho singkat. "Namun memang suatu hal yang cukup aneh melihat Orpheus kita justru kerap kali ikut mengambil peran dalam berbagai misi yang jelas mengancam nyawanya dan mengakrabkan diri dengan kita— bawahannya."

"Itu istimewanya Nina." Inko menambahkan. "Meskipun dia adalah satu-satunya keturunan boss dan orang yang akan menjadi penerusnya, dia seolah tidak peduli pada nyawanya sendiri dan lebih mementingkan teman-temannya— maksudku, bawahannya."

Inaho tersenyum tipis— terlalu tipis hingga ia tak terlihat seperti seorang yang tengah tersenyum. Percakapan singkat mereka berakhir ketika sebuah layar proyektor turun dan menampilkan foto sebuah lambang organisasi lain. Lambang sebuah bunga biru yang dililit oleh seekor ular hijau.

"Mereka sudah beberapa kali menyerang anggota-anggota kita yang tengah melaksanakan misi. Seharusnya— perang antara mereka dan kita telah berakhir sejak sebelas tahun yang lalu semenjak deklarasi perdamaian telah dicetuskan. Namun, mereka kembali menyerang kita dari belakang, membunuh satu persatu anggota kita yang sendirian. Maka dari itu boss sudah memutuskan…" Avherryl menarik nafas, "untuk merencanakan serangan balik pada mereka— Saazbaum Famiglia."

Aula kembali ricuh, bisik-bisik dari tiap anggota yang mengenal Saazbaum Famiglia mulai mempertanyakan tindakan penyerangan mereka. Kenapa mereka kembali memicu perang? Kenapa mereka kembali berniat menjatuhkan Klein Famiglia?

Mungkin, di antara mereka, hanya Inaho lah yang diam. Bukan karena sifatnya yang memang pendiam sejak awal, namun sepertinya hanya ia satu-satunya yang tidak mengenal Saazbaum Famiglia atau hubungan mereka dengan Klein Famiglia. Dan untuk saat ini Inaho merasa bodoh sekali tidak mengenal mereka sama sekali.

"Yang benar saja." Inko terdengar terkejut. "Saazbaum seharusnya sudah menjadi rekan kita kan?! Kenapa mereka justru ingin mengulang kembali masa lalu?"

"Heee… serius nih akan ada perang lagi?"

Mendengar kedua temannya tampak mengenal Saazbaum Famiglia membuat Inaho merasa ingin segera menyingkir dari aula dan pergi ke perpustakaan untuk membaca sejarah antara Saazbaum dan Klein. Atau mungkin bertanya pada kakaknya— setidaknya dia tidak bertanya soal mengapa mereka bergabung dengan Klein Famiglia kan?

Inaho memandang lambang Saazbaum, rasanya ia pernah melihat lambang itu sebelumnya. Bukan dari buku-buku sejarah atau website gelap tempat orang-orang seperti mereka— dan dirinya —berkumpul. Tapi dimana?

"Ukh."

Inaho kembali mencengkram kepalanya—dan sedikit menjambak rambutnya sendiri. Kepalanya kembali terasa pusing saat mimpi buruk tadi kembali terlintas. Saat kedua kaki— tidak, tidak hanya dua tapi empat. Ada seorang lagi di sana, mengenakan seragam hitam. Dan sesuatu yang terjatuh saat mereka berlari— sebuah lencana.

"Inaho? Kau baik-baik saja?"

Calm memandang Inaho khawatir saat tubuh sahabatnya itu menjadi sedikit limbung dan menabraknya.

"Inaho?" Calm kembali memanggil seraya sedikit mengguncang bahu Inaho. "Inaho!"

"Ah— ya?"

Inaho buru-buru berdiri tegap ketika hampir seluruh pasang mata di aula memandang ke arahnya. Inaho menggeleng pelan, berusaha mengusir rasa pusing.

"Aku baik-baik saja." ujarnya tegas— dengan nada super datar —untuk meyakinkan mereka yang memandangnya.

Inaho menghela nafas lega— sekaligus lelah —setelah mereka kembali terfokus pada pidato Avherryl tentang rencana penyerangan balik terhadap keluarga Saazbaum.

"Saazbaum... ya..." gumamnya.

Saazbaum— lencana yang terjatuh dalam mimpinya tadi malam, memiliki lambang yang sama— lambang Saazbaum Famiglia.

Lantas— apa artinya?


A/N Halooo~ saya kembali membawakan fik a/z u-fu~

Dan karena saya menggunakan latar Mafia!AU jadi saya benar-benar membelokkan beberapa fakta soal a/z. Yang tadinya Lemrina suka sama Slaine saya belokkan suka sama Asseylum contohnya /ngaco/INI CONTOH GAES/

Jadi jangan kaget seandainya ada sesuatu yang tidak sesuai dengan anime aslinya wwwwwww

Untuk penjelasan soal apa itu orpheus dan sebagainya akan hadir di chap depan~ te-he~ /ngapain tehe kamu/