Cemburu

Disclaimer: seperti disclaimer" sebelumnya

Warning: Aku ga yakin chapter ini mulus atau engga dibaca.. warning deh, chapter ini diketik dalam beberapa hari yang terpisah. Dan, kasih tahu ya kalau ada typo.

Author's Note: aku selalu merasa agak pusing, aku pikir itu normal. Kemarin kapan untuk pertama kalinya aku mau donor darah, dan ditolak. Ternyata tensi darahku terlalu rendah parah :s

Btw, aku skip percakapan Kaito sama Ran, wkwkwk males amat ngetik momen kaito sama ran. Gara-gara males itu jadi lama. Akhirnya skip aja lah~


Dalam perjalanan ke rumah keluarga Mouri, Kaito berusaha sebisa-bisanya untuk menjauhkan pikirannya dari Shinichi. Dipikirkan pun percuma, tidak ada gunanya. Hanya bikin sakit hati. Tapi percuma. Nanti di hadapan Ran kemungkinan besar mereka akan membahas tentang Shinichi. Hmm.. Kalau dipikir-pikir, Ran tidak tahu bahwa Kaito mengenal Shinichi. Lebih baik pura-pura tidak mengenal Shinichi atau mengaku kalau memang kenal?

Seandainya.. seandainya, Kaito akhirnya bisa mendapatkan Shinichi, akan lebih baik kalau dari sekarang mengaku bahwa mereka memang sudah saling kenal. Jadi tidak akan aneh. Tapi kalau tidak, jelas bahwa lebih baik pura-pura tidak mengenal. Ketika Shinichi pulang kembali pura-pura bahwa itu adalah pertama kali mereka bertemu. Lebih baik untuk kesehatan hati Kaito, untuk pura-pura tidak mengenal Shinichi, kecuali sekedar nama. Pura-pura tidak dekat. Menghindar. Bahkan mungkin tidak perlu ke sini lagi. Daripada menyaksikan Shinichi bersama Ran.

Belum selesai memutuskan untuk bersikap bagaimana seandainya nanti Ran membicarakan Shinichi, pintu kantor detektif Kogoro Mouri sudah di depan mata. Kaito menghela nafas dalam-dalam, lalu mengetuk pintu. Pikiran sama sekali tidak fokus ketika dipersilahkan masuk maupun ketika membuka pintu. Tapi langsung sadar dengan ketika melihat Ran mengusap matanya dengan panik.

Meski sebenarnya Kaito tidak merasakan apapun untuk Ran. Tidak simpati, apalagi empati – Kaito sendiri merasa hancur di sini. Tapi demi image.. Kaito mendekat sambil meraih tissue terdekat – oh, tentu saja dia tidak ingin harus mengusap air mata Ran atau apa. Tapi ini bagus juga, jadi dia tidak perlu basa-basi ke sana-sini memancing percakapan untuk mencari tahu masalah Ran.

"Mouri-san," Kaito menyerahkan tisu yang langsung diambil alih oleh Ran, "Ada apa? Apa ada masalah?"

Ran tersenyum kecil sambil menggelengkan kepalanya sedikit, "Terima kasih, Kuroba-kun. Tapi aku baik-baik saja, kok. Tidak apa-apa."

Huh… Haruskah Kaito menebak langsung kemungkinan terburuk bahwa ini berhubungan dengan Shinichi? Dan mereka akan membicarakan topik tentang Ran dan Shinichi? Tapi dia belum memutuskan skenario apakah 'Kaito mengenal Shinichi' atau tidak. Oh, semoga ini salah. "Apa ini berhubungan dengan.." harus menyebut bagaimana ini? Shinichi? Kudo? "…dengan Kudo Shinichi?" disebut lengkap adalah pilihan yang lebih aman.

Ran memberikan senyuman kecil malu-malu dan menjawab, "Terlihat sejelas itu 'kah?"

Oh astaga...


Conan keluar dari rumah Profesor Agasa dengan tangan siku nyut-nyutan, uugh, Haibara sadis.

Dia tidak habis pikir. Banyak sekali orang yang mengatakan bahwa dia tidak peka. Padahal dia itu detektif. Dia bisa melihat dan menghubungkan jauh lebih banyak hal daripada orang-orang kebanyakan. Dalam kasus Kaito juga, dia 'kan tahu kalau kaito cemburu. Dan dugaannya sama sekali tidak salah kalau melihat bagaimana Haibara berbicara. Lalu kurang peka gimana lagi coba?

Omong-omong tentang Haibara, padahal dia berteman dengannya lebih dulu. Kenapa dia malah berada di pihak Kaito dengan sangat total? Kalau boleh berpendapat, menurutnya justru Haibara yang tidak peka. Kesal kalau ingat sebelum ini dia penasaran sekali siapa yang disukai Kaito, dan tidak ada yang cukup peka untuk bersedia memberitahunya bahwa yang dia cari itu adalah dirinya sendiri. Aargh memalukan sekali.. (Conan terhenti sambil menutup mukanya dengan kedua tangan)apalagi waktu itu cara Kaito memberitahu jawabannya seperti itu adalah jawaban yang sangat sangat terlalu mudah.

Untuk membela diri, Kaito sering sekali menggoda berbagai wanita, sebagai KID. Jadi ya mana mungkin Conan mengira bahwa Kaito justru ternyata gay. Dan pedopil. (Conan melirik dinding kaca di toko sebelahnya) Dengan kondisi seperti ini, dia sama sekali tidak menyangka akan bisa menjadi target cinta orang berumur setara dengan umurnya yang asli. Bahkan Ran pun tidak, tidak peduli betapa mirip Conan dengan Shinichi, pasti tetap tidak. Ran hanya menganggap Conan seperti adik laki-laki. Meski itu karena Conan sendiri yang menutupi, tapi tetap saja, Conan yang dia anggap dan perlakukan seperti anak kecil itu adalah Shinichi. Kalau begitu, Ran bukan menyukai 'diri' Shinichi, tapi hanya 'umur' Shinichi? Ugh, lupakan, ini topik yang tidak menyenangkan untuk dipikirkan.

Hmm, tapi Kaito bisa suka pada Conan.. (Conan bertanya-tanya memandang wajahnya sendiri sambil menaikkan alis) Tapi kenapa? Apa yang kira-kira disukai Kaito dari yang seperti ini? (Conan memberikan padangan tajam tidak suka pada bayangannya sendiri) Dengan muka yang seperti ini. Eh, ganteng juga sih. Conan jadi ingin tertawa pada pikirannya sendiri.

Uups, fokus-fokus. Susul Kaito. (Conan berjalan lagi) Kalau yang begini saja Kaito sudah suka, mungkin dia akan lebih suka lagi pada Shinichi yang tentu saja lebih ganteng. (Entah kenapa Conan merasa senang) Oh, mungkin dia memang suka. Makanya dia sering menyamar menjadi Shinichi. Tunggu saja sampai dia dengar bahwa Haibara sudah menyelesaikan penawar APTX yang permanen. Itu pasti akan jadi kejutan yang menyenangkan untuk Kaito.

Tidak jadi.

Batal.

Karena begitu sampai, Conan malah melihat Kaito berpegangan tangan dengan Ran.


Ran kaget karena Conan tiba-tiba masuk tanpa salam. "Eh, Conan-kun.." lebih kaget lagi karena Conan langsung menyambar tangan Kaito yang sedang dipegangnya. "Hei, jangan kasar tidak sopan begitu dong," Ran menegur Conan sambil melepaskan cengkeraman tangan Conan pada Kaito.

Conan memberikan tatapan ragu campur takut, "Ran.. nee-chan.."

Ran bangun untuk duduk di lututnya di depan Conan agar sejajar dan menghela nafas. "Maaf ya, Kuroba-kun. Biasanya Conan-kun tidak sekasar ini kok.." kata Ran sambil mengusap-usap rambut di kepala Conan, ingin menenangkan Conan. "Tapi memang.. setiap kali ada laki-laki di dekatku, Conan-kun selalu mengacaukan suasana," Ran tertawa kecil, "Tapi dia tidak pernah sampai sekasar ini, sungguh."

"Hmm, menurutmu, kenapa dia melakukan hal seperti itu?" tanya Kaito

"Kalau menurut Sonoko, ini karena Shinichi yang menyuruh Conan-kun.." Ran menggelengkan kepalanya, "Oh iya, sampai lupa tidak menyuguhkan apa-apa. Conan-kun juga.. kamu sudah makan?"

Conan menggeleng, "Aku mau makan keluar sama Kaito-niichan."

Ran ragu untuk melepaskan Conan pergi bersama orang yang baru saja hampir dia gigit, "Uh, baiklah.. tapi kamu harus akur lho dengan Kuroba-kun, jangan kasar, malah hibur dia kalau bisa, oke?"

"Kenapa?" tanya Conan dengan nada bandel.

"Kamu curiga bahwa aku tadi mendekati Ran-neechan mu, huh?" tanya Kaito dengan nada menyindir.

Conan balas memandang Kaito dengan galak, hampir mendesis.

"Shhh.. Conan-kun," Ran menolehkan kepala Conan agar menghadapnya. "Dengarkan aku. Kuroba-kun tadi sama sekali tidak menggodaku. Lagian, dia menyukai orang lain, kok. Dia tadi cerita padaku dengan sedih kalau dia baru ditolak oleh orang yang dia cintai."

Conan tertegun. "O-oh.. jadi.." dia kehilangan kata-kata.

"Aku tadi menggenggam tangan Kuroba-kun untuk menghibur dia. Karena dia tadi bercerita sedih sekali sampai mau menangis. Dasar, orang yang disukai Kuroba-kun itu benar-benar tidak peka! Kalau saja aku tahu namanya, biar aku cari dan aku hajar dia!"

Conan salah tingkah.

Kaito menahan tawa. "Mouri-san, sudah sudah. Aku pikir, Conan sudah mengerti kok."

"Oh," Ran melepaskan Conan. "Oke.." membiarkan Kaito meraih Conan dan menggendongnya di pinggang.

"Kami pergi dulu ya, Mouri-san," pamit Kaito.

"Daa, Ran-neechan," Conan melambaikan tangan.

"Hmh, hati-hati.." jawab Ran juga sambil melambai.


"Hei," Conan berusaha menolehkan kepala Kaito agar mau memandangnya. Ingin melihat mata Kaito. Kebetulan posisinya membuat kepala mereka tidak terlalu jauh.

Tapi Kaito menolak. "Jangan membuatku terpaksa menurunkanmu."

"Oh.. maaf," Conan dengan patuh berhenti.

"Maaf juga karena aku terlalu memandang tinggi kemampuanku. Aku tidak sanggup pura-pura peduli pada Ran untuk mencari tahu ada apa dengannya. Malah jadi aku sendiri yang curhat padanya."

Ada jeda yang terlalu lama untuk disebut alami, baru Conan menjawab, "Tidak apa-apa."

Kaito melirik dengan penasaran, tapi ada lagi hal lain yang mengganggu, "Ada apa dengan lengan kirimu? Daritadi gerakannya aneh."

"Oh, ini tadi Haibara mengambil darahku sambil memarahiku. Jadi nyut-nyutan. Sepertinya dia menggunakan jarum yang lebih besar dari biasanya, lebih lama dari biasanya juga.."

"Nyut-nyutan? Mau aku pijit?"

"Kaito, kamu tidak harus.." tapi Kaito tidak peduli. Conan jadi kasihan, sebegitu suka kah Kaito padanya? "Hei, dengar, aku punya kabar bagus," Conan senang sekali mengingat kabar bagus ini.

"Hmm?"

"Penawar racun APTX 4869 yang dibuat Haibara sudah selesai lho. Akhirnya.. Akhirnya! Aku bisa kembali lagi menjadi Shinichi. Kali ini permanen!" Conan girang sekali sampai dia terlihat bercaha dan menyilaukan.

Tapi cahaya Kaito justru mati seketika, "Oh."

"Iiih, datar sekali. Padahal aku sedang senang. Aku pikir kamu juga akan senang."

"Iyaa, aku turut senang untukmu," Kaito menepuk kepala Conan dengan lemas.

"Bohong," sahut Conan.

Tentu saja Shinichii.. mana bisa Kaito senang mendengar kabar seperti itu. Mana sanggup. Kabar itu lebih terdengar seperti the end di telinga Kaito. Game over. Sekali Conan kembali menjadi Shinichi secara permanen, dia pasti langsung lari ke pelukan Ran.