Berhubung perang udah bikin perang futuristik, sekarang giliran bikin perang classic. Dan berhubung Naruto udah sering dikasih common rute, sekarang ganti loli rute. Not recommended for anyone who didn't like relationship with wide age gap.


Disclaimer : Massashi Kishimoto


MAP ada di cover, Notes* Anggap

Konoha : US

Iwa : UK

Kiri : JP


Sejarah itu ada bukan hanya untuk diingat tanggalnya atau dihafal namanya. Jika tujuan ditulisnya buku sejarah hanya untuk menjejalkan informasi semacam itu ke kepala seseorang, bentuk tulisan dalam buku sejarah harusnya adalah berupa daftar tanggal, nama dan kejadian.

Tapi buku sejarah kenyataannya tidak berbentuk seperti itu. Mereka berbentuk paragraf deskriptif dan naratif, mereka ditulis seperti sebuah cerita.

"Aku tahu, aku tahu apa yang ingin coba kau katakan, kau ingin memberikan pidato tentang jawaban ideologis seperti belajar dari kesalahan orang sebelumnya, mencontoh ini dan itu, menghormati siapa dan siapa, lalu dan seterusnya dan seterusnya."

"Kau sama sekali tidak paham!."

Di dalam ruang kecil pengap gelap dengan tembok kayu yang mulai lapuk. Seorang gadis kecil sedang berhadapan dengan seorang pemuda yang masa remajanya hampir habis. Di antara keduanya ada sebuah meja kecil yang penuh dengan kertas dan juga sebuah lilin yang keduanya andalkan sebagai sumber penerangan.

Dan gadis kecil itu baru saja menjatuhkan lilin kecil tadi ke tanah lalu membuatnya mati dengan pukulan kepalan tangannya tadi ke atas meja. Pukulan yang sebenarnya sangat ingin gadis itu lancarkan ke pemuda di depannya.

"Jangan marah begitu. . . nanti kau jadi cepat tua."

Pemuda tadi langsung mengambil lilin yang terjatuh dan menyalakannya kembali. Dengan santai dia kembali duduk tanpa memperdulikan gadis kecil di depannya. Diomeli oleh gadis kecil tadi adalah hal biasa, karena itulah. Kemarahan yang ditujukan padanya sudah terasa seperti angin lalu.

"Lagipula yang perlu kuingat memang hanya nama dan tanggal kan? coba lihat saja pertanyaan yang tertera di lembar soal ini Hanabi."

"Akan kuakui kalau soal-soal ini memang hanya perlu dijawab dengan mengingat nama dan tanggal."

Ada ingatan jangka panjang dan ada ingatan jangka pendek. Dan bagi orang yang punya kesulitan dalam belajar, mengingat jawaban sesuai perkiraan soal yang akan diberikan adalah cara termudah untuk mendapatkan nilai yang bagus.

Tapi. . . .

"Kau baru boleh bilang begitu saat jawabanmu itu benar Narutooo!"

Si gadis kecil mengambil kertas di depannya lalu menempelkan benda itu ke wajah pemuda di depannya. Di kertas itu ada sebuah angka lima besar yang tertulis di atasnya

"Itu. . . aku hanya lupa beberapa hal."

"Lupa itu normal, aku paham! tapi sayangnya kau itu melupakan hal yang tidak normal."

Di kertas soal, ada sebuah pertanyaan sangat mudah yang bisa dijawab siapapun bahkan tanpa mengingat-ingat tulisan di buku. Tapi meski begitu, dia menjawabnya dengan salah.

"Tahun berapa pasukan Konoha mundur setelah kalah dari pasukan koalisi Kiri dan Iwa? bukankah kejadian itu baru terjadi lima tahun yang lalu? Narutooooo!."

Umur Naruto sekarang adalah sembilan belas tahun, dan kejadian yang disebutkan tadi baru berlangsung lima tahun yang lalu. Artinya, waktu itu umur Naruto sudah empat belas tahun. Umur di mana seseorang sudah cukup mengerti tentang apa yang sedang terjadi di dunia.

"Ya, tapi Hanabi, rumahku kan jauh dari sumber informasi. . . "

"Saat kau masih dua belas bukankah kau jadi tutorku? dan kau tidak lupa kalau negara yang kita bicarakan sekarang adalah tempatku lahir?."

"Geh. ."

"Sekarang bilang apa?. . ."

"Maaf. . ."

Meski yang dihadapi oleh Naruto hanyalah seorang gadis kecil berusia dua belas tahun. Tapi tanpa dukungan logika yang kuat, pemuda bernama Naruto yang sedang menunduk di tempatnya sama sekali tidak bisa menolak argumen Hanabi.

"Lagipula bukankah dengan melihatku saja kau harusnya sudah ingat? kalau bukan karena kejadian itu sekarang aku juga tidak akan ada di sini."

"Maaf. ."

Meminta maaf.

"Untuk yang ini kau tidak usah minta maaf, semuanya adalah salah kakeku."

"Maksudmu raja sebelumnya."

Sepuluh tahun yang lalu, negara kelahiran Hanabi mendeklarasikan perang ke negara-negara di sekitarnya untuk mengatasi masalah domestiknya.

Di benua ini, ada sebuah negara yang bisa disebut dengan negara besar bernama Konoha. Negara ini punya penduduk paling banyak dengan luas wilayah paling besar di antara negara-negara lain di sekitarnya.

Selain punya jumlah penduduk yang sangat banyak, negara itu juga punya banyak sekali stok hasil tambang. Dan hal itu membuat negara ini punya perkembangan yang pesat dalam urusan benda-benda yang berhubungan dengan metal.

Dengan memanfaatkan bahan tambang yang melimpah itu, kehidupan orang-orangnya bisa dibilang lebih makmur dari penduduk negara-negara di sekitarnya. Sumber pendapatan mereka bukan hanya dari material mentah yang dijual ke negara-negara lain, tapi juga barang jadi yang harganya jauh lebih mahal.

Lalu dengan memanfaatkan surplus penduduk itu, era yang mungkin pantas disebut industrialisasi dimulai. Selain melakukan pengolahan metal negara itu juga mulai mendatangkan berbagai macam material mentah lain dari luar negara lalu melakukan pengolahan dan menjual hasilnya ke negara lain dengan harga yang jauh lebih tinggi.

Menggunakan model bisnis itu, penduduk negara itu jadi semakin kaya dan kaya secara finansial. Meski begitu mereka tidak bisa berhenti bergantung pada negara lain untuk mengurusi dirinya sendiri.

Mereka tidak punya cukup hasil alam untuk memenuhi kebutuhan negaranya sendiri. Dengan banyaknya penduduk yang menempati wilayahnya, masalah pangan menjadi hal yang sangat penting untuk diselesaikan.

Tanpa pangan tidak akan ada pekerja yang bisa digunakan untuk mencari pendapatan. Tapi mereka tidak memiliki area pertanian yang cukup untuk memproduksi bahan makanan yang mampu memenuhi kebutuhannya karena lahannya yang tidak cocok. Oleh sebab itu mereka harus mendatangakan bahan stok dari luar negeri.

Kemudian jika mereka membutuhkan negara lain untuk mengatasi urusan domestiknya, negara lain bisa memanfaatkannya untuk melakukan negosiasi. Menyababkan mereka tidak bisa lagi melakukan monopoli harga terhadap produknya.

Mereka harus menurunkan harga komoditas utama mereka, dan juga mengurangi pemasukan, lalu membuat tingkat finansial orang-orangnya jadi sama dengan negara-negara lain.

Dan untuk mengatasi masalah itu, negara itu akhirnya memutuskan untuk tidak lagi melakukan jual beli produknya dengan negara lain lalu memfokuskan diri untuk membangun pasukan untuk digunakan menginfasi negara-negara di sekitarnya sebagai langkah untuk mengatasi masalah domestik mereka.

Dengan jumlah tentara yang sangat banyak, persenjataan yang lengkap, serta dibantu dengan doktrin sangat kuat yang berbunyi 'kami itu orang pilihan dan kalian itu hanya serangga', 'kami itu yang paling hebat jadi kalian harus menurut', dan 'kami itu pemimpin sedangkan kalian itu orang biasa', satu-persatu negara di sekitarnya mulai jatuh dan wilayahnya mulai diserap ke negara itu.

Semuanya berjalan lancar dan wilayah mereka jadi semakin luas, dan dengan semakin luasnya wilayah mereka, para bangsawannya juga jadi semakin kaya dan ingin jadi lebih kaya lagi. Proses itu terus membentuk berlangsung dan membentuk lingkaran setan.

Setelah menguasai hampir seluruh benua, mereka mulai meluncurkan infansinya ke negara-negara kepulauan di sekitarnya. Tapi kali ini usaha mereka tidak berjalan lancar. Mungkin karena prajuritnya tidak punya pengalaman bertempur di atas air sebab mereka tidak punya perairan, serangan pertama mereka ke sebrang lautan berakhir dengan kegagalan besar.

Sebuah negara kepulauan kecil berhasil menghancurkan angkatan lautanya, dan sebuah federasi negara-negara kecil berhasil menghentikan serangan ke wilayahnya. Dan kegagalan itu memancing kegagalan-kegagalan lain.

Negara yang masih belum diserang di kepulauan utama menyerang balik untuk mencegah daerah mereka diserang, penduduk dari negara yang sudah mereka taklukan memulai pemberontakan, lalu dari kedua garis pantainya serangan dari laut tidak berhenti selama tuju hari tujuh malam.

Akibat semua gerakan perlawanan itu, wajib militerpun diberlakukan. Membuat sebagian besar pekerja diharuskan ikut berperang. Yang pada akhirnya membuat pertambangan kekurangan orang untuk bekerja dan menurunkan jumlah stok persenjataan. Kekacauan itu juga menimbulkan kemampuan finansial negara itu menurun dan budget perang juga jadi ikut turun.

Para bangsawan yang tidak mau memberikan dana ke keraajaan juga mulai menolak perintah dan membuat keadaan internal jadi semakin carut marut.

Lima tahun kemudian, sebelum turun tahta rajanya mendekalarasikan kalau mereka kalah perang meski tujuan awal mereka untuk mendapatkan lebih banyak wilayah sudah terpenuhi. Setelah itu begitu raja baru diangkat, semua pasukannya ditarik mundur dan ditugaskan memperkuat pertahannya di perbatasan.

Dengan begitu, perangpun berakhir. Dan perjanjian non agresipun dibuat.

Dan sebagai jaminan perjanjian perdamaian, anak-anak dan saudara dari keluarga raja yang baru dikirimkan ke negara-negara yang ikut menyetujui perjanjian perdamaian sebagai sandra politik. Dan di antara sandra-sandra politik itu, nama Hanabi termasuk di dalamnya.

"Maafkan aku, tolong maafkan aku! aku benar-benar tidak bermaksud untuk melupakanmu! jadi tolong berhenti menjejalkan informasi tidak berguna itu padaku!."

Informasi yang baru saja Hanabi memang sama sekali tidak berguna untuk Naruto. Sebab dia sudah mengetahuinya. Bagi Naruto, apa yang Hanabi lakukan itu sama dengan memberitahukan padanya kalau Laut itu banyak airnya atau langit itu sangat tinggi.

"Naruto, sekarang dengarkan aku baik-baik dan seriuslah!."

"Iya, iya."

"Iyanya satu kali saja!."

"Iya."

Merasa kalau topik pelajaran sebelumnya sama sekali tidak mengalami kemajuan. Hanabi memutuskan untuk mengubah topik untuk mengganti suasana. Selain itu agar tidak jadi lebih stress lagi Hanabi juga menurunkan level dari pelajaran yang diberikan pada Naruto.

"Baiklah kalau begitu. Sekarang coba sebutkan beberapa jenis nutrisi terpenting yang dibutuhkan seorang manusia untuk tetap hidup! kau tidak perlu terikat angka, meski kau ingat hanya satupun jawabanmu masih akan kukategorikan benar."

"Hay Hanabi, kenapa kau memberikan pertanyaan yang sangat dasar seperti itu?."

"Siapa yang bilang kau boleh bertanya balik!? jawab saja pertanyaanku tadi!."

"Hah. . . "

"Cepat jawab!."

"Air tawar, air gula, air garam, air sungai dan air hujan."

"Aku benar-benar heran bagaimana kau masih bisa hidup sampai sekarang dengan nutrisi semacam itu."

Hanabi tahu kalau Naruto itu sangat miskin sampai uang untuk membeli roti saja tidak punya. Tapi meski begitu dia meras kalau diet Naruto sudah sangat keterlaluan tidak sehat. Jika jawabannya tadi benar-benar serius, dia merasa kalau umur pemuda di depannya sudah tidak panjang lagi.

"Tolong bekerjasama dan seriuslah Naruto, aku benar-benar sudah capek mengajarimu."

Tidak mungkin kan Naruto tidak tahu hal dasar semacam itu?. Lemak, karbohidrat, mineral, protein dan vitamin. Anak kecil juga tahu. Hanabi berharap Naruto segera berhenti bermain-main dan serius menjawab pertanyaannya yang sudah sengaja dipilihkan yang gampang.

"Aku dari tadi sudah serius."

"Pengakuanmu malah membuat perasaanku jadi semakin buruk."

Tempat mereka berada sudah sangat buruk, tapi atmosfir yang berhasil Naruto ciptakan membuat ruangan kecil itu jadi terasa lebih buruk lagi.

"Apa kau ini tidak punya malu Naruto?"

Pertanyaan seperti itu tentu saja tidak ada dalam buku pelajaran.

"Pertanyaan macam apa itu? kau kira aku ini apa?"

Di jaman ini, menemukan anak yang tidak bisa bicara sopan pada orang yang lebih tua darinya itu gampang. Dan menemukan anak yang tidak punya sopan santun malah jauh lebih gampang. Lalu menemukan seorang anak yang bisa menghina mantan kakak kelasnya dengan muka datar sama mudahnya dengan mencari jerami di tumpukan jerami.

Sama sekali tidak perlu usaha.

"Maksukdku, kau itu enam setengah tahun lebih tua dariku tapi masih satu kelas denganku dan tidak malu."

Meski ada banyak sekali anak-anak yang punya tendensi untuk menghina orang lain dan Hanabi baru saja menghina seseorang. Sebenarnya gadis kecil itu adalah orang yang sudah ahli menahan diri untuk tidak mengatakan isi pikirannya.

Dia bisa menghinanya adalah karena Naruto memang pantas dihina.

"Kenapa aku harus malu?"

"Ya itu! pikiranmu itu yang membuatku jadi ingin bertanya sebenarnya kau punya malu atau tidak."

"Biar kukoreski kalimatmu! kau itu enam tahun lebih muda dariku! kau terlalu pintar."

"Biar kuperjelas omonganku! kau tidak lulus selama bertahun-tahun dasar orang bodoh!."

Di negara mereka tinggal sekarang, Kiri. Institusi pendidikan hanya ada dua jenis. Yang pertama adalah sekolah khusus anak-anak bangsawan yang nama orang tuanya terkenal. Dan yang kedua adalah sekolah militer yang kebanyakan muridnya ingin jadi terkenal sebab sebagian besar dari mereka berasal dari keluarga biasa.

Tapi sebab murid sekolah militer itu sangat banyak dan yang masuk ke sana juga dari banyak golongan, menjadi terkenal di sekolah ini butuh banyak usaha. Hanya saja, meski begitu di sekolah ini ada beberapa orang yang sangat terkenal bahkan sampai orang di luar sekolahpun akan tahu nama mereka.

Pertama, Naruto. Anak ajaib yang selalu punya nilai evaluasi tertinggi dalam enam tahun berturu-turut tapi sekarang dikenal sebagai Bapaknya Semua Murid karena tidak lulus selama tiga tahun berturu-turut.

Kedua, Hanabi. Gadis kecil yang selalu sibuk belajar dan bisa masuk ke kelas terakhir dalam kurun waktu tiga tahun saat dia baru berumur dua belas tahun. Lebih dikenal sebagai Putri Buangan karena dia anak ketujuh dari raja negara yang paling dibenci sedunia.

Sebuah negara yang menyerang negara lain karena mereka ingin jadi kaya dan menganggap orang lain itu hanya rumput di pinggir jalan.

Dan Hanabi tidak menyukai keternekenalannya itu. Sebab perang baru berakhir lima tahun yang lalu, luka-luka yang tersisa pada orang-orang yang ikut jadi korban masih sangat segar. Meski dia tidak melakukan apapun, tentu saja dia masih mendapat bagian ketidaksukaan dari banyak orang.

Di antara banyak orang itu hanya Naruto yang memperlakukannya dengan normal, dan dia berterima kasih padanya. Tapi Hanabi masih punya masalah dengan orang di depannya.

"Aku benar-benar penasaran bagaimana kau bisa sampai berakhir seperti ini."

"Maksudmu?."

Hanabi tidak menjawab. Dia tetap diam dan mengingat-ingat Naruto yang dikenalnya dulu.

Saat Hanabi berumur lima tahun Ibunya menyuruhnya untuk belajar di ibu kota Konoha di sekolah bangsawan. Tapi Hanabi tidak mampu beradaptasi dan dikeluarkan lalu disuruh pulang secara halus setelah berada di sana selama hanya satu tahun.

Sayangnya ketika pulang perjalanannya dia buat tidak lancar.

Dia pulang bersama dengan rombongan penjual budak, dan setelah melihat banyak hal dia tidak lagi bisa menahan diri dan keributanpun pecah. Akhirnya terpaksa membeli semua budak yang dibawa oleh penjual budak. Lalu meski dia baik-baik saja secara fisik, secara finansial dia sudah jadi sekarat karena perbuatannya tadi.

Tanpa punya pilihan lain Hanabi membawa mereka semua pulang ke teritorinya. Membuat pekerjaan ibunya untuk mengatur urusan domestik teritorinya bertambah dan akhirnya jatuh sakit.

Di saat itu Hanabi menggantikan tugas Ibunya mengurus masalah administrasi dan hasilnya ternyata jauh lebih baik dari pekerjaan Ibunya. Saat itu ibunya sadar kalau meski Hanabi punya masalah dengan pelajaran etika untuk bangsawan, dia punya bakat yang jauh lebih berguna.

Agar bakat putrinya bisa dikembangkan ibunya mengundang tutor dari luar untuk memberikan pendidikan pada Hanabi sebab tidak ada sekolah selain di ibu kota. Tapi tutor yang dipanggil tidak bisa menerima permintaan ibunya dan berakhir hanya dengan mengirimkan anaknya saja.

Anak itu adalah Naruto.

Dalam kurun waktu satu tahun, Naruto yang saat itu baru berusia dua belas tahun memberikan pendidikan pada Hanabi. Tapi meski yang diajari hanyalah anak lima tahun dan yang mengajari adalah anak dua belas tahun, apa yang keduanya pelajari bukanlah hal-hal dasar saja.

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, Naruto adalah anak ajaib yang bisa dibilang jenius di segala bidang. Pengetahuannya sangat luas, jalan pikirannya di luar kotak, dan yang paling penting penjelasannya sangat mudah untuk dimengerti. Oleh karena itulah meski Hanabi harus mempelajari konsep baru atau susah yang belum pernah dia temukan sebelumnya, dia masih bisa mengerti dengan mudah.

Naruto yang dulu itu seperti orang bijak yang terjebak dalam tubuh anak kecil. Jika dia punya paman mantan polisi yang jadi detektif swasta mungkin saat itu dia sudah jadi pemimpin gerombolan anak kecil yang ingin memecahkan kasus pembunuhan.

Selain itu, Naruto juga adalah satu-satunya orang yang bisa mengerti bagaimana otak Hanabi bekerja dan tidak berakhir memandangnya dengan tatapan kalau seakan dia itu orang aneh.

Begitu Hanabi mendengar kabar kalau dia akan dijadikan sandra politik di negara tempat Naruto tinggal lalu ditempatkan di sekolah di mana pemuda itu berada. Dia merasa senang. Sebab setidaknya, di tengah-tengah orang asing tidak dikenal yang tidak menyukainya dia masih punya sekutu.

Kemudian, meski tidak bermaksud menghina tapi Hanabi juga merasa kalau anak-anak seumurannya itu rata-rata bodoh. Dan sebab cara berpikir mereka terpaut jauh satu sama lain, berbicara dengan mereka saja menjadi hal yang melelahkan.

Karena itulah saat sudah dimasukan ke kelas tahun pertama, Hanabi langsung belajar dengan lebih keras untuk bisa mendapatkan evaluasi tinggi dan diberi hak untuk naik meski umurnya masih di bawah standart. Dia ingin segera lulus dan segera keluar dari sekolahnya sekarang.

Dalam jangka tiga tahun setelah ulang tahunnya yang kesembilan. Akhirnya Hanabi mampu melompati banyak kelas dan sampai di kelas tahun terakhir. Berpikir kalau perjuangannya untuk keluar sudah hampir selesai dan dia bisa menemui Naruto yang sudah lulus.

Tapi begitu dia naik ke kelas terakhirnya, dia dikejutkan oleh sesuatu.

Naruto masih ada di sana, dia tidak lulus selama tiga tahun berturu-turut, lalu yang terakhir.

"Kenapa sekarang kau jadi orang tidak berguna seperti ini?."

Naruto tidak lagi seperti dulu, sisa-sisa kehebatannya dulu tidak ada lagi. Dan sekarang dia bukanlah apa-apa kecuali orang tidak berguna. Hal itulah yang paling mengejutkan bagi Hanabi. Bisa dibilang dia sudah jadi orang lain, dengan kata lain Naruto yang sekarang dan Naruto yang Hanabi kenal dulu adalah dua orang yang berbeda.

"Mau bagaimana lagi, bukankah kau sendiri yang bilang kalau orang jeniuspun akan jadi biasa saat umurnya dua puluh?."

"Ugh. . ."

Hanabi mengepalkan tangan kanannya tapi dia tetap menahan diri untuk tidak segera memukul sesuatu lagi.

Yang mengatakan hal tadi memang dia. Dulu saat Naruto bertingkah sombong di depannya dia mengatakan hal itu dengan maksud untuk membuat Naruto merasa kalau masa depannya sama sekali belum jelas dan gelap. Tapi yang membuatnya kesal bukanlah penyesalannya.

"Kau . . . benar-benar. ."

Melainkan fakta kalau bahkan Naruto tidak menyangkal saat Hanabi menyebutnya sebagai orang tidak berguna.

"Hari ini sudah cukup, entah kenapa aku merasa sangat lelah sekali."

"Kalau begitu istirahatlah, aku akan membereskan semuanya."

"Sortir saja punyamu, aku akan membereskan barangku sendiri."

Yang perlu Naruto bereskan hanyalah alat tulis dan juga kertas-kertas sisa ujiannya, oleh sebab itu Naruto tidak perlu waktu lama untuk menyelesaikannya. Tapi untuk Hanabi, sebab yang dibawanya adalah beberapa buku referensi lebar, tebal dan berat. Dia masih kesulitan membereskannya. Atau lebih tepatnya, kesulitan mengangkat dan menatanya.

"Bagaimana kalau kau menitipkannya di sini saja, besok kau mau ke sini lagi kan?."

Hanabi sama sekali tidak lemah, meski memang fisiknya jauh dibawah Naruto tapi sebab sekolah mereka adalah sekolah militer. Gadis kecil itu juga mendapat pelatihan fisik meski hanya pada taraf minimal.

Hanya saja penampilannya sama sekali tidak meyakinkan. Selain tubuhnya yang lebih kecil bahkan untuk gadis seumurannya, dia juga memberikan impresi kalau jika kau memeluknya terlalu erat maka tubuhnya remuk. Membuat siapapun yang melihatnya jadi tidak ingin memberikan beban apapun padanya.

Dan Naruto juga mempunyai impresi semacam itu terhadap Hanabi.

"Ummmm. . .kurasa kau ada benarnya juga. . . aku akan menitipkan buku-bukuku di sini."

Naruto mengambil buku referensi Hanabi lalu menaruhnya di tempat yang sama dengan kertas-kertas ujian Naruto.

Hanabi memang sering marah pada Naruto, sering menghinanya, dan tidak pernah berhenti mengungkit-ungkit kesalahannya. Tapi bukan berarti dia itu gadis yang tidak bisa diajak bicara. Ketika dia diberitahu sesuatu yang benar, dia akan mempertimbangkannya dengan serius meski yang mengatakannya adalah orang yang tidak disukainya.

Inilah yang membedakan dirinya dengan anak-anak lain seumurannya yang sedang dalam masa melawan. Dia tidak melawan hanya karena dia tidak ingin menurut.

"Kalau begitu aku pulang dulu."

"Ya, hati-hati di jalan."

"Apanya yang hati-hati di jalan, kau juga ikut.."

"Heh kenapa? aku tidak bisa membanggakannya tapi kau harusnya sudah tahu kalau aku ini laki-laki yang tidak suka mengikuti budaya merepotkan."

Mengantar wanita yang sudah membantunya pulang ke rumahnya karena sudah malam adalah kehormatan seorang laki-laki. Lalu sebagai orang yang sudah dewasa, menjaga seorang anak kecil agar tidak bertemu dari bahaya adalah sebuah tanggung jawab. Tapi bagi Naruto, kedua norma itu bukanlah sebuah hal yang penting.

"Aku sudah tahu! dan aku juga tidak butuh perhatian berlebih semacam itu! hanya saja ini sudah malam dan kita belum makan malam jadi aku ingin mengajakmu sekalian."

"Setelah kau pulang aku akan segera makan."

"Makan apa? air sungai? kurasa daripada makan kegiatanmu itu lebih cocok disebut minum."

"Maaf saja tapi semiskin apapun aku, aku tidak akan minum air sungai mentah-mentah."

"Jadi kau benar-benar serius ingin minum air sungai sebagai makan malam."

"Tidak, hari ini aku makan air gula."

"Sama saja bodoooooohhh!."

Merasa kalau melakukan pembicaraan lebih jauh hanya akan membuang waktu saja. Hanabi langsung memegang telapak tangan kanan Naruto dengan erat kemudian menarik pemuda itu ke arah pintu keluar dengan paksa.

"Sebelum itu aku mau tanya dulu, kau berencana mengajaku makan di mana? di pinggir jalan? di pinggir jalan kan? um pasti di pinggir jalan."

"Kenapa kau seingin itu makan di pinggir jalan? di sini itu bukan pusat kota jadi di pinggir jalan itu adanya hanya snack."

"Jadi?."

"Aku belum bisa masak jadi aku tidak bisa mengunangmu makan di tempatku."

"Um, terima kasih meski kau mengundangkupun aku tidak akan datang."

Hanabi ingin marah dan bertanya ada masalah apa dengan tempatnya sampai Naruto setidak mau itu datang ke sana. Tapi Hanabi tahu kalau dia membawa topik itu pembicaraan mereka akan jadi terlalu panjang dan lebar karena itulah dia menahan diri.

"Di sekitar sini hanya ada satu restaurant jadi kita akan ke sana."

"Maksudmu restaurant yang penuh orang itu? yang di kanan dan kirinya itu penuh dengan orang, yang ramai, yang berisik itu."

"Kau tidak perlu sedetail itu menjelaskannya, aku juga tahu, jika kau tidak suka keramaian kita bisa mencari tempat duduk yang agak sepi."

"Itu malah lebih buruk."

"Ha? dari tadi sebenarnya kau ini kenapa?."

Naruto menampar pipinya sendiri lalu menepuk pundak gadis kecil di depannya.

"Mungkin kau tidak tahu Hanabi, tapi laki-laki di sini itu jaraknya sangat jauh."

Pernikahan di bawah umur delapan belas itu adalah barang yang biasa. Bahkan tidak jarang remaja berusia empat atau lima belas tahun sudah berstatus menikah. Hal ini berlaku untuk perempuan dan juga laki-laki, bahkan salah satu teman laki-laki Naruto sudah ada yang menikah saat umurnya baru lima belas tahun.

Tapi meski begitu, biasanya yang menikah di umur yang sangat muda itu adalah perempuan. Tidak seperti laki-laki yang nantinya harus bekerja sampai mati untuk menghidupi keluarganya, wanita tidak punya tuntutan finansial dan lebih diharapkan untuk mengurus rumah dan keluarga. Oleh sebab itulah jarang ada pria yang menikah saat masih belum berusia dua puluhan.

Sekarang masih belum ada hukum yang menentukan batas umur minimal untuk seseorang bisa menikah dengan orang lain. Karena itu, pada dasarnya semua orang bisa menikah saat mereka ingin menikah, mampu menikah, punya pasangan untuk dinikahi, dan diijinkan untuk menikah oleh orang tua masing-masing.

"Jadi apa? kau mau bilang kalau jarak serangmu juga sangat jauh?."

"Bukaaannn!. . . kau itu pintar kenapa kau tidak paham hal semacam ini? di komunitas sosial kita yang sekarang gadis kecilpun sudah dianggap sebagai target serangan!."

"Aku bukan gadis kecil!."

"Ya, ya, ya! aku tahu itu! kau itu cuma anak kecil! tapi meski begitu di tempat ini kau itu sudah bisa menerima lamaran seseorang."

". . . . ."

Ada banyak alasan kenapa seorang gadis kecil bisa jadi target seorang laki-laki. Pertama, prospek dan investasi. Ada banyak orang yang masih mengaggap perempuan sebagai tropi maupun perhiasan yang gunanya untuk dipamerkan dan menaikan pamor. Mencari wanita cantik yang belum punya pemilik itu susah, karena itulah target dialihkan ke anak-anak perempuan yang kelihatan punya nilai investasi. Jika mereka dimiliki ketika masih kecil, ketika mereka sudah dewasa mereka bisa jadi tropi yang bisa dipamerkan.

Kedua, masalah ekonomi. Tidak ada yang mau menyebtunya sebagai perdagangan manusia, tapi praktek di mana keluarga miskin memberikan anak gadisnya yang masih kecil kepada orang kaya dengan meminta kompensasi material masih ada.

Ketiga, politik. Untuk menjaga hubungan antar keluarga bangsawan, cara paling sederhana adalah dengan melakukan pernikahan. Dalam kasus ini, dijodohkan dari kecil agar tidak diganggu hubungannya lalu menikah cepat adalah hal yang normal. Bahkan pangeran di ujung sana baru saja menikah dengan teman masa kecilnya yang baru tiga belas tahun.

Keempat, selera. Percaya tidak percaya, laki-laki yang menyukai gadis kecil itu jumlahnya sangat banyak. Ada banyak jenis suka, seperti suka imutnya, suka tingkahnya, atau suka secara biologis. Tapi yang jelas, jumlah orang yang menyukai gadis kecil itu sangat banyak.

"Lalu kenapa makan di luar tidak baik. . . . . . semua penjelasan panjang lebarmu tidak ada hubungannya dengan rencana makan malam kan?. . . ."

Hanabi ingin mengatakan sesuatu, tapi dia terlalu malu untuk mengatakannya sehingga dia harus bekerja keras untuk memanggil keberniannya.

"Apa kau . . . ."

Dan alasan terakhir bisa adanya hubungan pria dan wanita dengan seorang gadis kecil adalah, si pria terlalu cepat jatuh cinta pada gadis yang masih terlalu kecil dan si gadis kecil masih belum cukup pengalaman untuk secara logis memikirkan resiko dari hubungannya karena dia masih anak-anak.

"Bo-doh!. . ."

Naruto menggunakan jari telunjuknya untuk mendorong kening Hanabi dengan sedikit keras. Hanabi yang tidak siapun kepalanya langsung mendongak ke atas karena dorongan tadi. Membuatnya bisa melihat wajah Naruto yang menunjukan ekspresi kalau dia barus saja melihat orang paling bodoh sedunia.

"Maaf saja tapi anak kecil sepertimu itu sama sekali bukan seleraku! kau ini pendek, kurus, kecil, dadamu rata, kakimu kurus dan tidak sexy, dan mukamu itu seperti anak. . . tidak-tidak. . kau itu memang anak kecil jadi muka anak kecil itu normal. . yang jela. . "

Ada banyak hal yang sudah berubah dari Naruto, tapi ada juga hal yang tidak berubah-berubah dari pemuda di depannya. Dan salah satu dari hal itu adalah mulut menyebalkan pemuda itu.

"Diaaam kauu!."

Hanabi memukul perut Naruto dengan sekuat tenaga tapi pukulannya meleset. Dan dia memukul tepat satu jengkal di atas pusar tepat di bawah rongga dada. Membuat Naruto langsung menjatuhkan diri ke lantai untuk meredam rasa sakitnya. Jika pukulannya lebih keras Naruto akan dalam bahaya, tapi sebab Hanabi tidak punya kekuatan sebesar itu selain rasa sakit harusnya tidak ada organ dalam Naruto yang kena masalah.

Setelah beberapa menit rasa sakitnya akan hilang.

"Aagghhh. . . . . jika kau ingin makan, makan saja sendiri, aku ingin isitrahat dulu."

Tapi tentu saja Naruto tidak ingin memberitahukan fakta itu pada Hanabi. Dengan erangan rasa sakit yang dilebih-lebihkan, gerakan yang dibuat kelihatan sakit, dan cara jalannya yang dibuat tidak stabil Naruto memberitahukan Hanabi kalau dia tidak lagi bisa berjalan keluar dengan bebas. Dia memberikan pesan kalau dia benar-benar perlu istirahat dan tidak mau keluar dari kamarnya.

"Ma-maaf. . . aku tid. . ."

Tidak. Dia sengaja melakukannya, dia sengaja memukul Naruto. Yang tidak sengaja dari perbuatannya adalah untuk suatu alasan pukulannya meleset ke tempat yang lebih berbahaya. Oleh sebab itulah dia tidak berhenti bicara untuk membela diri.

"Sudahlah. . .jika aku menunggu sampai besok rasa sakitnya juga akan hilang, kau pulang saja."

"Um. . ."

Hanabi mengangguk dan berjalan menuju pintu masuk. Setelah dia berada di luar dia kembali melihat ke arah Naruto, tapi dia langsung memalingkan pandangannya dan segera menutup kembali pintu di belakangnya.

Hanabi ingin kembali masuk dan menemani Naruto, tapi dia tahu kalau Naruto tidak ingin ditemani olehnya dan lebih suka kalau dia pergi. Oleh karena itulah, dia pergi dan berjalan menjauh dari tempat tinggal Naruto.

Sedangkan di dalam.

"Huuhh. . . .akhirnya dia pergi juga."

Naruto menghela nafas panjang dan duduk di tempat tidurnya. Ulu hatinya masih sedikit terasa sakit, tapi rasa sakit itu pelan-pelan mulai memudar.

Setelah lima belas menit, rasa sakitnya benar-benar hilang dan dia sudah bisa bergerak seperti biasa.

"Gadis itu, kenapa dia bisa sebodoh itu?."

Yang Naruto maksud bodoh bukanlah bodoh dalam masalah akademik ataupun kepolosan gadis itu yang dengan mudahnya percaya dengan ekting buruk Naruto. Tapi kebodohannya karena tidak bisa menyadari posisi dirinya sendiri.

Meski Hanabi hanya anak ke tujuh dari raja di negaranya dan tidak memiliki hak untuk naik tahta, tapi tetap saja dia itu adalah seorang putri raja dengan nilai politk besar. Meskipun tidak menginkannya tapi dia membawa nama ayah dan negaranya di atas pundak kecilnya itu.

Meski aneh dan menurut Naruto tidak normal, tapi gadis sekecil Hanabi sudah dianggap dewasa bagi mayoritas orang. Naruto tidak punya perasaan yang aneh terhadap Hanabi dan jarak umur mereka membuat Naruto hanya menganggap Hanabi sebagai adik kecilnya.

Tapi di mata orang lain, apa yang Naruto dan Hanabi lakukan adalah interaksi antara lawan jenis. Hubungan antara laki-laki dan perempuan, bukannya anak kecil dengan orang dewasa. Oleh sebab itulah rencana Hanabi mengajaknya makan di luar jadi masalah.

Murid-murid di sekolah sudah tahu kalau Hanabi itu adalah orang yang dikucilkan dan tidak punya teman, mereka juga tahu kalau Naruto adalah orang yang levelnya sudah keterlaluan tinggi secara umur dan punya mulut menyebalkan sehingga melihat dua penyendiri itu berteman sama sekali bukan hal aneh.

Pekerja di sana, guru dan staffnya juga tahu kalau Hanabi ditugaskan untuk membimbing Naruto dalam masalah akademik sehingga melihat mereka berdua saja bukan sesuatu yang baru. Mereka makan bersama sambil berdebat, mereka berjalan bersama sambil saling hina, atau mereka berdua tertawa dan berteriak-teriak di dalam tempat tinggal Naruto juga bukan hal aneh bagi mereka semua.

Tapi ketika di luar hal itu dipandang lain.

Apa yang akan dipikirkan orang biasa saat melihat seorang perempuan dan laki-laki keluar dari satu tempat yang sama di malam hari. Apa yang akan orang lain pikirkan ketika melihat sepasang perempuan dan laki-laki makan bersama di tempat umum di mana dan mempertontonkan keakrabannya. Lalu apa yang akan mereka pikirkan ketika keduanya memilih tempat sepi dan menghilang dari pandangan.

Mereka baru saja melakukan sesuatu, mereka sepasang kekasih, mereka ingin melakukan sesuatu

Meski tidak semua orang berpikir seperti itu tapi pasti ada yang akan memikirkannya, dan ketika mereka sadar kalau Hanabi adalah orang penting mereka akan berpikir kalau membicarakannya adalah topik yang menarik. Lalu ketika mereka menganggap sesuatu itu menarik, mereka akan membicarakan pada orang-orang yang mereka anggap dekat.

Hal itu akan terus berulang dan berulang, lalu ketika informasi sudah disebarkan ke banyak orang informasi itu akan jadi rumor. Dan begitu sebuah informasi berubah menjadi rumor, mereka akan mulai memutar balikan kenyataan, menambahkan imajinasinya sendiri, lalu melebih-lebihkan apa yang mereka dengar dan yang terakhir. Mereka akan menyebarkannya lagi.

Hanabi. Gadis kecil itu masih terlalu polos dan naif. Jika dia ditanya mengenai rumor tentangnya dia akan menjawab dengan kejujuran. Tapi kejujuran ataupun kebenaran tidak ada gunanya untuk diberitahukan. Sebab yang dicari adalah hiburan.

"Ah. . . aku harus makan apa sekarang?."

Ketika membayangkan rumor macam apa saja yang akan mengelilingi gadis kecil itu perut Naruto jadi merasa tidak enak.

Naruto pergi ke bagian lain dari rumahnya dan mencari gula, tapi yang dia temukan hanyalah sebuah wadah kosong.

"Geh. . . sepertinya aku benar-benar harus ke sungai."

Tentu saja dia tidak ingin mengambil air sungai lalu memasaknya untuk makan malam. Jika beruntung mungkin dia bisa dapat ikan, jika dia tidak beruntung mungkin dia masih bisa mendapat blueberry liar yang jumlahnya sedikit, kalau dia sial mungkin dia tidak akan dapat makan malam.

Naruto mengganti pakaiannya dengan pakaian yang mudah untuk digunakan bergerak, setelah itu dia bersiap keluar menuju sungai tanpa membawa apa-apa. Pancing tidak akan berguna dan jaring dia tidak punya, tapi meski begitu dia punya hal lain yang bisa dia gunakan untuk menangkap ikan.

Kalau ikannya ada.

Dan begitu dia membuka pintu lalu mulai berjalan menjauhi rumahnya, dia bertemu Hanabi yang sedang berjalan ke arah rumahnya.

"Eh? kenapa kau keluar?."

"Ke-kenapa kau kembali lagi? apa kau lupa sesuatu?."

Naruto mencoba mengalihkan pembicaraan ke arah di mana dia tidak harus ditanyai tentang keadaan tubuhnya. Tapi taktiknya tidak berguna dan dengan muka bingung Hanabi membalikan arah pembicaraan mereka.

"Bagaimana dengan keadaanmu?."

"Aku sudah baikan?."

Hanabi memperhatikan Naruto dengan teliti, dan dia tidak menemukan ada yang salah dengan Naruto. Lalu, merasa kalau kebohongannya sudah diketahui Naruto sudah bersiap memberikan banyak alasan yang jelas tidak akan mempan digunakan pada Hanabi. Jadi bisa dibilang dia sudah menyiapkan mental untuk diomeli lagi oleh Hanabi.

"Syukurlah"

"Eh? ka-kau tidak marah?."

"Kenapa aku harus marah? yang salah kan aku, harusnya aku yang minta maaf?"

Begitu Naruto melihat muka bersalah gadis kecil itu, dia langsung merasa kalau dadanya baru saja ditusuk oleh sesuatu. Normalnya diberikan perhatian oleh seseorang adalah sesuatu yang menyenangkan. Tapi sayangnya, perhatian yang Naruto terima hanya membuatnya sakit dan merasa bersalah.

Kebohongannya dibalas dengan kekhawatiran. Kemalasannya dibalas dengan perhatian. Dan ketidakmauannya dibalas dengan keperdulian.

"Hanabi. . . kau tidak perlu repot-repot seperti itu. . . tidak makan satu atau dua kali tidak akan membuatku mati, lagipula aku sudah biasa. ."

"Jangan pelihara kebiasaan buruk semacam itu!."

Melihat tatapan polos gadis itu menyakitkan, melihat wajah khawatirnya membuat Naruto malu pada dirinya sendiri, dan melihat nafas gadis itu yang agak memburu membuat Naruto kalau dia baru saja menjadi orang yang benar-benar jahat.

Meski memang Hanabi itu menyebalkannya minta ampun, tapi pada dasarnya dia hanyalah gadis kecil baik yang terlalu cerewet. Setiap omelan yang diberikannya adalah untuk kebaikan Naruto. Fakta kalau Hanabi bisa marah pada Naruto atas kesalahannya sendiri adalah bukti kalau gadis itu sangat perduli pada pemuda itu.

Persis seperti seorang Ibu. Bahkan tingkat kecerewetan gadis itu sudah setara dengan Ibunya di rumah. Jika gadis itu sudah sepuluh tahun lebih tua, Naruto akan langsung percaya kalau Hanabi adalah seorang ibu dengan banyak anak.

"Jika kau hanya tidak ingin makan di luar aku hanya perlu membawakannya untukmu, dan sebab aku juga belum makan maka aku harus meminjam tempatmu! kurasa . . itu bukan ide buruk."

Hanabi melihat ke arah Naruto dengan tatapan yang artinya 'apa tidak boleh?'.

"Hah. . . "

Jika kau masih bisa menolak setelah ditunjukan ekspresi memohon seperti itu mungkin kau bukan lagi manusia.

"Kalau begitu cepat masuk, aku akan membantu."

"Tentu saja kau harus membantu!."

Naruto mengambil kantong berisi makanan dari tangan Hanabi, setelah itu mereka berdua masuk dan menyiapkan peralatan makan malamnya. Dan begitu keduanya kembali duduk berhadapan, Naruto bilang. . .

"Aku tidak punya uang untuk menggantinya, tapi kau bisa menganggapku berhutang padamu!."

"Tidak perlu! jika kau memberiku hak semacam itu mungkin sebulan lagi kau sudah menjadi budaku! jadi terima kasih."

"Geh. . . "

Sebanyak itulah hutang Naruto pada Hanabi selama enam bulan ke belakang. Dan jika Naruto ingin menghitungnya, maka hutangnya akan terus menumpuk sampai enam bulan ke depan. Karena itulah Hanabi tidak menganggapnya sebagai hutang, sebab dia tahu kalau kemungkinan Naruto bisa membayarnya sudah hampir nol.

"Tapi jika kau benar-benar ingin membayar hutangmu, kau cukup bekerja sekeras mungkin dalam belajar selama enam bulan ke depan."

Hanabi tersenyum.

Setelah mendengar kata-kata penyemangat itu, Naruto hampir saja secara reflex berjanji untuk berusaha lebih keras demi Hanabi. Tapi di saat-saat terakhir dia berhasil menahan diri dan menghentikan dirinya untuk menuruti keinginan Hanabi.

"Maaf, tapi aku tidak tertarik dengan nilai bagus lagi."

"Kalau begitu setidaknya kau harus lulus test besok."

"Jika itu aku masih bisa berusaha."

"Ah . . . besok kurasa aku juga akan kecapekan lagi."

"Jangan langsung kehilanagan harapan seperti itu!."

"Selamat makan."

"Woi!."

Keduanyapun memulai makan malamnya, dan setelah selesai Hanabi langsung pulang ke tempatnya sendiri tanpa diantar.


Thanks.