Ramen Flavor
Disclaimer : All of character by Masashi Kishimoto
Story by Kuroi Sora18
Pair : SasuNaru
Rated : Sementara T dulu selanjutnya suka-suka.
Genre : Romance / Drama

Warning!
Fic ini mengandung unsur BL/ Shounen-ai / Yaoi , alur cerita gaje, update siput, typo berceceran, OOC, cerita mainstream dan unsur gaje yang lainnya. Bagi kalian yang merasa tidak suka, dilarang spam di kotak review saya dengan flame tidak bermutu. Tinggalkan jejak dengan sopan, karena saya hanya akan menerima kritik dan saran yang baik dan membangun. Salam damai... v^^v

Kuroi Sora18 proudly present...
RAMEN FLAVOR
CHAPTER 2 : TARGET

.

.

"Groowll..groowll..
" Kuso!"
"Kini yang dikatakan Sasuke benar-benar jadi kenyataan sekarang. Dia sekarang menjalani dengan baik peran barunya sebagai gelandangan .
" Aku lapar~"
Punggung Naruto merosot dan duduk bersandar di sandaran halte bus. Naruto mengelus pelan perutnya dan memandang sedih perutnya yang mengkerut membentuk cekungan ke dalam. Yah, dia belum makan apapun semenjak dia memutuskan untuk kabur dari manshion. Netranya memandang sekeliling yang telah berganti suasana menjadi malam yang gelap nan sunyi. Hanya lampu remang-remang halte yang sedikit menerangi jalanan yang nampak sepi itu.
Dia sendirian. Demi apa Naruto ingin mewek sebenarnya. Kenapa hidupnya yang serba ada dan menyenangkan jadi jungkir balik seperti ini?! Ia tidak mungkin kembali ke rumahnya hanya karena lapar. Gengsi dong!Dia harus bertahan hidup bagaimana pun caranya.
" Sepertinya memang tidak ada cara lain-"
Naruto melepas jam tangan mahal miliknya. Jam tangan hadiah dari sang kakek yaitu jam tangan bertahtakan empat buah berlian di dalamnya yang nampak berkilau di terpa lampu remang- remang halte. Dia menghela nafas berat.
" Maaf jii-chan, aku terpaksa menjualnya. Aku harus makan dan melanjutkan hidupku. Hontou ni gomenasai!"
Naruto menggenggam jam tangan itu sesaat lalu memasukannya kedalam kantung jaketnya.

.

.

.

SLURUUUUPH~

Naruto menyeruput dengan kuat mie ramen yang ia pesan untuk yang kelima kalinya. Di sampingnya nampak bertumpuk empat mangkuk ramen yang barusan dia santap.

" Kau bersemangat sekali anak muda!" ujar seorang paman pemilik kedai.

" Uwaaahh!"

Naruto meminum kuah ramennya dengan nikmat.

" Ah, aku kelaparan err..."

" Ichiraku Teuchi, itu namaku. Dan gadis di sampingku ini anakku, namanya Ayame."

" Ya, Teuchi-jisan. Ramen buatanmu sungguh sangat enak. Aku baru pertama kali ini memakan ramen seenak ini."

" Kau berlebihan anak muda." ucap Teuchi merendah.

" Oh ya dari tadi Teuchi-jisan terus menyebutku anak muda. Namaku Namikaze Naruto."

Dahi Teuchi nampak mengkerut dalam ketika mendengar marga Naruto.

" Margamu sepertinya tidak asing."

Naruto gelagapan. Oh ya identitasnya kan harus dirahasiakan. Jangan sampai orang-orang tahu jati dirinya yang sebenarnya.

" Ah, masa sih? Sepetinya Teuchi-jisan salah dengar. "

" Sepertinya kau benar."

" Ah, Naru-chan dilihat dari penampilanmu sepertinya kau orang baru di Konoha."

Naruto menggaruk belakang kepalanya ketika Ayame- anak pemilik kedai itu bertanya kepadanya.

" Yah, itu benar." Dalam benaknya Naruto bersyukur pamornya sebagai pewaris tunggal konglomerat Namikaze tidak terlalu populer.

" Uh, demo - rambutmu berwarna pirang dan matamu berwarna biru, kau keturunan gaijin (1) ya?"

Naruto meringis mendengar pertanyaan Ayame.

" Ayame, pertanyaanmu itu tidak sopan!" Teuchi menegur anaknya sambil menunjuknya dengan sendok sayur.

Ayame cemberut. " Menunjuk orang dengan sendok sayur juga tidak sopan Tou-san! Ah ya, gomen ne Naru-chan. Kupikir kau orang asing yang berwisata kemari. Pantas saja bahasa jepangmu lancar sekali!"

" Ano...Ayame-nee bisakah kau panggil aku Naruto saja?"

Jujur saja Naruto merasa tidak nyaman dengan suffix 'chan' yang melekat di namanya.

" Kau tidak suka ya? "

Ayame menatap sedih Naruto yang kelabakan di bangku pengunjung.

" B-bukannya begitu!"

Naruto merinding disko ketika mata birunya tidak sengaja melihat death glare ala Ichiraku Teuchi -si koki ramen.

" Jadi kau berasal dari mana Naru-chan?"

Ayame mencondongkan badannya kearah Naruto. Air mukanya nampak berbinar-binar mendapati seorang flower boy bertandang ke kedainya. Berbanding terbalik dengan Naruto yang nampak pucat ketika Ayame bertanya asal usulnya.

" Aku berasal dari Suna, haha."

Suna- gurun pasir. Oke, otak dobenya memang sialan. Kenapa bibir dan otaknya tidak sinkron. Padahal dia baru saja makan. Memang totally dobe. Padahal tadinya dia ingin memgatakan Taki - desa kecil di Uzushio. Namun bibirnya dengan watadosnya mengucap Suna.

" Suna?" Teuchi nampak kurang yakin. Adakah yang tinggal di gurun pasir? Oh tentu saja ada! Kaktus , semak creosote, kadal dan ular derik - ya sejenis itulah seorang Namikaze Naruto. Melihat wajah kurang yakin Teuchi membuat Naruto cepat-cepat berkilah.

" Maksudku di pinggiran Suna. Kau tahukan, perbatasan Konoha dan Suna ka? Dari situlah aku berasal."

" Oh ya, dari Distrik Ame ya? Aku tidak cukup tahu tentang wilayah itu sih. Tapi kudengar , disana sering terjadi konflik ya?"

" Haha...tidak juga kok. Ne, Teuchi-jisan boleh kah aku bekerja disini?"

" Apa?"

" Kumohon aku sedang mencari tempat tinggal dan sebuah pekerjaan untuk membantu keluargaku yang err -miskin."

Naruto mulai menggunakan air mata buaya dan puppy eyes miliknya yang melegenda.

" KAU DITERIMA!"

Tiba-tiba Ayame berseru kegirangan.

" Benarkah?" tanya Naruto tidak kalah girang.

" Ne, tunggu sebentar." Ujar Teuchi menghentikan sorak sorai kebahagiaan dua anak muda di depannya.

" Apalagi, Tou-san? Tidakkah kau lihat potensinya?" Ayame menunjuk Naruto yang saat ini sedang memasang wajah innocentnya. "- dengan wajah seperti itu, dia pasti akan mendatangkan banyak pelanggan. Sou ne, Naru-chan?"

" Umm! Aku akan berusaha keras."

" Tapi-" Teuchi masih kurang yakin. Dia bimbang sekarang. Jika dia mempekerjakan Naruto , apakah akan mendatangkan keuntungan? Membiayai hidupnya dan putrinya saja pas-pasan begini.

" Onegaishimasu, Teuchi-jisan!"

" Otou-san!" Ayame meremas adonan mie ramen dengan kuat. Teuchi hanya bisa menelan ludah pahit dibuatnya.

" Baiklah, kau diterima."

" Yey!" Naruto dan Ayame langsung berhigh-five begitu mendengar keputusan Teuchi.

" Arigatou gozaimasu!" Naruto berojigi dengan ekspresi bahagia.

.

.

.

Dahi Sasuke mengkerut-kerut tidak nyaman ketika telinganya disambangi bebunyian besi saling bertubrukan dari arah dapur. Sedikit merenggangkan ototnya Sasuke akhirnya terbangun tepat pukul 7 pagi. Satu jam lebih telat dari biasanya. Yah hari ini hari libur, jadi rencana Sasuke hari ini adalah menghabiskan waktunya untuk bersantai di rumah saja.

" Sasu~ke ~ "

Suara panggilan Itachi membuat pelipis Sasuke sedikit menonjolkan uratnya. Sang kakak memanggilnya seperti anak TK yang memanggil kawannya. Dengan ekspresi 'ogah-ogahannya' yang seperti biasa, dia bangun dari tempat tidur dan berjalan gontai menuju dapur sederhana mereka.

" Ah, ohayou!"

Itachi menyapa Sasuke dengan senyum cerahnya.

" Hn. Ohayou." sahut Sasuke singkat. Dia duduk di meja makan yang telah disajikan menu sarapan yang disiapkan Itachi. Seperti biasanya, hanya ada roti dan selai. Sasuke menatap kakaknya yang sedang berusaha menuang segelas susu terakhir mereka di kulkas.

" Gomen ne, hanya ini yang bisa aniki sajikan untukmu. Kau pasti sangat bosan ya?" tanya Itachi dengan senyum yang dipaksakan. Sasuke mendengus. Bosan? Yang benar saja?! Tiap hari kerongkongannya hampir tersumbat karena tiap hari makan roti tawar selai. Bukannya tidak bersyukur, dia hanya ingin kehidupannya jadi lebih baik.

" Tidak apa-apa. Bisa makan pun sudah untung."

Sasuke mulai menggigit roti yang diolesi selai blueberry yang berasa asam di lidahnya.

" Ah, jika gajian nanti...Aku janji akan mentraktirmu di restoran kenalanku."

" Jangan aneh - aneh! Lebih baik simpan uang hasil kerja kerasmu untuk dirimu sendiri. Aku tidak apa - apa."

" Biarkan aniki sesekali membuatmu senang, Sasuke. Selama ini kau yang selalu berusaha keras menghidupi kita berdua."

" Jika kau ingin membuatku senang, dari pada memikirkan hal yang tidak penting lebih baik cepat habiskan sarapanmu, baka aniki! Rotimu mengundang beberapa lalat berterbangan disini."

Itachi menghela nafasnya lalu mengambil gelas susu miliknya dan menenggaknya hingga tinggal separuh. Lalu dia beralih mengunyah rotinya.

" Ngomong-ngomong, bagaimana luka lebam di pipimu? Apa sudah baikan?"

" Ah, daijoubu."

Drrrrrttt...drrrrttt...

Bunyi getar ponsel milik Sasuke membuat si empu mengambilnya. Mengetahui nama si pemanggil yang tertera di layar ponselnya, Sasuke segera berjalan keluar rumah.

" Ada apa menelponku pagi-pagi begini?"

" Ada misi untukmu Sasuke." terdengar samar suara seorang pria dari seberang telepon.

" Katakan, Juugo."

Sejenak Sasuke seperti mendengar seseorang saling berbisik membicarakan sesuatu. Tapi Sasuke tidak mau ambil pusing dengan apa yang pria itu bicarakan. Dia adalah seorang agen rahasia. Tepatnya seorang agen dari kepala mafia terkenal di Jepang. Dimana ada misi , disitulah uangnya berada. Ini sudah berjalan selama 5 tahun dan Itachi tidak mengetahuinya. Sasuke merahasiakan 'pekerjaan sampingannya' selain kurir ini demi kebaikan sang kakak yang menjadi kekuarga satu-satunya semenjak kedua orang tuanya berpulang kepada Yang Kuasa.

" Temukan seseorang untuk tuan. Jika kau berhasil menangkapnya kau akan diberikan hadiah besar. Misi ini sangat penting bagi tuan. Jadi bisakah kau jangan abaikan misi ini?"

" Memangnya dia siapa?" tanya Sasuke sedikit penasaran. Tuannya itu menyuruhnya untuk menemukan seseorang, memangnya apa hubungan orang itu dengan tuannya? Ayah?Ibu?Kakek?Nenek?Anak? - tidak mungkin, tuannya itu adalah seorang bujang lapuk.

" Seorang anak laki-laki berumur delapan belas tahun. Foto dan data-data yang lainnya akan kuberikan nanti di tempat biasa jam 8 malam nanti.

" Hanya itu?"

" Ah. Pastikan jangan biarkan satu orangpun yang mengetahuinya. "

"Hn. Baiklah-baiklah! Aku mengerti. "

PIP

Sambungan teleponnya akhirnya terputus. Saat akan berbalik menuju dapur untuk melanjutkan sarapannya dia di kejutkan oleh suara debuman piring jatuh. Sasuke sontak saja langsung berlari menuju dapur dan melihat sang kakak berdiri gemetaran.

" Ada apa, aniki? Kau baik-baik saja?"

" Hn. Aku baik-baik saja. Sepertinya hari ini aku kurang enak badan. Maaf mengagetkanmu." ujar Itachi sembari berjongkok untuk memunguti pecahan piring yang berserakan di lantai kusam rumahnya. Namun Sasuke cepat-cepat menenteng kakaknya untuk berdiri dan menyeretnya ke dalam kamarnya.

" Biar aku saja yang membereskannya. Hari ini kau istirahat saja."

" Heh~ otoutoku jadi baik apa-apa nih?Aku selalu saja merepotkanmu."

" Sudah tahu bikin repot kenapa kau selalu saja melakukan hal-hal aneh sih?!"

" Aku hanya ingin berbuat sesuatu untuk otouto tercintaku."

Itachi tersenyum lebar ketika melihat semburat warna merah di wajah adiknya. Ah~ Itachi tidak pernah lupa jika sewaktu kecil dia senang sekali jika mendapat pujian darinya.

" Urusai! Baka aniki!"

Sasuke dengan segera beranjak dari kamar sang kakak dengan wajah yang merona. Itachi terbahak-bahak dibuatnya. Namun berikutnya dia onyxnya memandang kearah jendela keropos di kamarnya.

" Ne, siapa itu Juugo." gumamnya entah kepada siapa.

.

.

.

Ayame membalikan papan tulisan 'CLOSED' menjadi 'OPEN' yang tertempel di jendela kaca dengan ekspresi bahagia. Kedai ramen yang diberi nama Ichiraku itu hari ini buka pukul delapan pagi. Dua jam lebih awal dari sebelumnya karena hari ini kedai itu kedatangan pegawai baru yang merupakan seorang anggota keluarga konglomerat. Meskipun mereka tidak tahu sih.

" Are you ready, Naru-chan?" teriak Ayame. Teuchi yang sedang menyiapkan adonan mie di dapur hanya menghela nafas. Dia melirik pemuda berambut pirang yang sedang sibuk merapihkan kemeja serta dasi kupu-kupunya.

" Gezz, anak itu dia mau kerja apa mau fashion show sih?" gerutu Teuchi di sela-sela kegiatannya meremas-remas adonan mie.

" Ayame-nee, kurasa ini terlalu berlebihan."

Naruto muncul dengan setelan kemeja warna putih berlengan panjang dengan dasi dan celana panjang berwarna hitam.

" Uwahhh, kakkoi! Kau keren sekali, Naru-chan! Tapi aku lebih suka melihatmu memakai baju maid. Pasti manis sekali."

" Iie! Siapa juga yang mau memakai baju seperti itu! Ne, jadi apa yang harus aku kerjakan?"

" Ahh..etto. Kau harus menyambut pelanggan , melayani pelanggan, mengantarkan pesanan pelanggan, bersih-bersih, mengepel, menyapu, mencuci piring , me-"

" Yamete! Tidak usah diteruskan aku sudah paham."

" Bagus kalau kau sudah , sekarang lebih baik kau menyambut dan membawa pesanan saja."

Naruto pun mengagguk patuh. Dia berjalan menuju pintu masuk dan mulai melakukan pekerjaan pertamanya.

.

.

.

7.30 PM at Black Heaven Bar.

Sasuke berjalan santai memasuki pintu masuk bar yang dihiasi lampu warna-warni yang sinarnya seperti mencolok mata siapapun yang memandangnya. Nampak juga beberapa orang memasuki bar yang paling terkenal di kota Konoha itu. Setelah sampai di dalam, mata onyx Sasuke menelusuri area bar sekaligus diskotik itu untuk mencari seseorang yang menghubunginya tadi pagi.

" Yo, Sasuke!" Suigetsu berteriak memanggil Sasuke dari arah meja counter. Mendengus singkat sebelum dia berjalan menuju kearah temannya yang berprofesi sebagai bartander itu.

" Tumben jam segini kau mampir kesini? Ne, kau mau pesan apa? "

" Ie." Sasuke mengibaskan telapak tangannya menolak tawaran Suigetsu. "-aku cuma sebentar. Jadi aku tidak mau membuang-buang uangku untuk minum-minum." lanjutnya sambil menompang dagu memandang malas kearah dancefloor yang mulai ramai.

" Level kepelitanmu ini sudah lebih dari ambang batas, Sas. Ngomong-ngomong kalau bukan untuk minum-minum, terus untuk apa kau datang kemari. Eh, jangan bilang kau kangen padaku ya?"

" Cih, secuil pun tidak." Sahutnya judes.

" Hooo... apa karena kau ingin cuci mata disini? Aku lumayan banyak kenalan wanita cantik disini. Kalau kau mau, aku bisa mengenalkan beberapa padamu."

" Kekkou desu!"

" Kalian sedang mengobrol apa?"

Kedua pasang mata pun secara kompak menoleh kearah pria berambut orange yang baru saja duduk di sebelah Sasuke.

" Ah, Juugo-san!Ohisashiburi!"

" Yo, Sui!"sapanya ramah. Sementara Sasuke nampak acuh tak acuh dengan kehadiran nampak menatap malas deretan botol wine yang berderet rapi di rak yang terletak di belakang Suigetsu.

" Mau pesan apa?" Suigetsu dengan sigap menanyakan pesanan.

"Kopi saja."

" Ha'i." timpal Suigetsu malas. Dia pun menyiapkan pesanan Juugo dengan segera. Sementara Sasuke nampak mengalihkan pandangannya ke dance floor meski orang yang ditunggunya sudah ada di sampingnya.

" Jadi mana dokumen yang kau janjikan padaku?"

" Kau orang yang to the point ya! Tenang saja aku membawanya." Juugo pun menggeledah isi ranselnya dan menyerahkan amplop berwarna coklat kepada Sasuke. Sasuke membuka amplop yang diberi simpul tali kecil berwarna merah. Dia merogoh amplop itu dan dia menemukan potret seorang bocah berusia 3 tahun yang sedang tersenyum lebar.

"Nani kure?"

" Itu misimu. Data-datanya semua ada. Kau tinggal mencari orangnya dan membawanya ketempat tuan berada."

Sasuke mendengus seperti dipermainkan. Mencari orang hanya berbekal foto bocah?! Matanya melirik tajam kearah Juugo yang tengah mengaduk-aduk kopi di cangkirnya.

" Kalian mempermainkanku?Apa tidak ada foto terbaru? Kau pikir wajah orang akan tetap sama?"

" Itulah tantangannya. Tapi kau bisa mencarinya jika kau membaca profilnya terlebih Namikaze Naruto. Kau pasti tahu konglomerat kaya dari Uzushio. Dialah pewaris tunggal perusahaan raksasa Namikaze Corp."

" Aku tidak begitu mengenalnya." ujar Sasuke disertai kerutan di dahinya. Dia memang tidak pernah nonton televisi lagi semenjak Itachi - baka anikinya yang sok tahu itu meletuskan televisi satu-satunya di kamarnya. Semenjak itu dia ogah bergabung dengan anikinya jika soal menonton televisi. Anikinya pasti akan meracuninya dengan tayangan sinetron tidak jelas dan kartun bocah aneh yang episodenya diulang- ulang terus jika memang si Namikaze itu terkenal pasti dia pernah dimuat di majalah kan?

" Mereka memang tidak pernah mengekspos keluarga mereka lagi di media semenjak anak pertama mereka meninggal karena kecelakaan."

Sasuke kembali mengamati foto itu. Rambut pirang dan mata biru. Melihatnya dia jadi teringat dengan anak yang dia temui tempo hari di jalan kecil menuju diskotik. Terlebih dia mempunyai nama kecil yang sama. Hanya saja dia mempunyai marga yang berbeda.

" Ada apa? " Juugo memandang Sasuke yang nampak mengamati foto itu dengan serius.

" Apa dia punya kembaran?"

" Setahuku tidak. Dia hanya punya satu saudara laki-laki yang kini sudah meninggal. Ne, ada apa? Kau tahu sesuatu?"

" Tidak ada."

" Hei kalian sedang membicarakan apa sih?Sepertinya serius sekali." Celetukan Suigetsu membuat Juugo cepat-cepat mengalihkan topik pembicaraan mereka kearah suasana diskotik yang mulai ramai.

.

.

.

Jam dinding yang menggantung di dinding kedai sudah menunjukan pukul sepuluh malam. Nampak pengunjung kedai satu persatu mulai meninggalkan kedai itu dan pulang ke rumah masing-masing atau pergi entah kemana. Hari ini adalah hari pertama Naruto bekerja dan itu sudah sukses membuatnya terkapar tak berdaya di meja.

" Ah...tsukareta~"

" Kau memang membawa berkah, Naru-chan! Hari ini omset kita naik 20% berkat bantuanmu!"

Ayame berseru girang sambil menghitung uang di area kasir. Sedangkan Teuchi- dia nampak sedang sibuk membereskan peralatan dapur dan menghiraukan ocehan anak perempuannya.

" Aku lelah sekali. Aku tidak menyangka akan jadi semelelahkan ini."

" Itulah yang namanya bekerja. Rasanya memang melelahkan, tapi jika sudah terbiasa nanti juga terasa menyenangkan." sahut Teuchi yang baru saja keluar dari dapurnya. Dia duduk di sebelah Naruto sambil mengeringkan tangannya yang basah sehabis mencuci.

" Ne Naruto, malam ini kau tidur di hotel lagi? Aku sarankan padamu sebaiknya kau sewa apartemen saja dari pada menginap di hotel. Hotel disini tidak terlalu bagus, kau hanya akan menghabiskan uangmu dengan sia-sia."

" Aku bahkan tidak sempat memikirkan itu." Naruto terpaku sejenak. Hasil penjualan jam tangannya tidaklah terlalu banyak. Jika dia menginap di hotel terus menerus, uangnya akan habis sebelum gajian turun. Gezz, hidup mandiri ternyata sesusah ini! Gerutunya dalam hati.

" Kalau kau mau, aku punya kenalan yang menyewakan apartemen khusus laki-laki di dekat rumah kami. "

Naruto langsung memandang ayah satu anak itu dengan pandangan berlinang-linang air mata.

" Yah tentu saja aku mau, boss!"

Ayame pun hanya tersenyum simpul melihat kelakuan Naruto yang menurutnya seperti anak kecil itu

.

.

.

Setelah Teuchi menutup kedai ramen milik mereka, kini Ayame dan Naruto berdiri di depan pagar sebuah bangunan tua yang terdiri dari dua lantai dengan tujuh pintu di masing masing bangunan apartemen itu 'sedikit' terlihat bobrok termakan usia dengan cat tembok berwarna kuning kusam namun cukup nyaman untuk ditinggali. Di halaman nampak bunga mawar tumbuh kurang terawat hingga batang-batangnya menjalar ke sisi rumah.

" Asuma-san! Asuma-san!"

Tettt...Tett..Tettt!

Ayame memencet bel rumah dengan beringas. Naruto sendiri dia malah asyik celingukan melihat-lihat keadaan apartemen yang akan disewanya.

Tetttt...Tettt...Teeeettttt...

" Ha'i! Ha'i! Berhentilah merusak belku, Ayame!"

Dari lubang jendela nampak seorang pria berusia 35 tahun muncul dengan sebatang rokok terselip di mulutnya.

" Yak! Dari mana saja kau, Asuma-san?!" Ayame berseru dengan wajah menyeramkan ketika si pemilik apartemen baru menunjukan batang hidungnya. Dengan wajah kusut dan mata menyipit karena ngantuk, Sarutobi Asuma - si bujang lapuk pemilik apartemen dengan santainya keluar kamar melalui lubang jendela kamar apartemennya. Persetan dengan tata krama, dia melangkah dengan bertelanjang kaki menuju Ayame dan Naruto yang berdiri di depan gerbang.

" Ada perlu apa kalian malam-malam datang kemari?"

" Kau pasti habis pulang dari diskotik kan? Aku mencarimu karena ada yang ingin menyewa apartemen milikmu, Asuma-san!"

" Hooh, kebetulan sekali! Tadi pagi penghuni kamar 008 baru saja pindah. Kalau kau mau menyewanya kuberi kau harga 8000 yen per bulannya. Bagaimana?"

" Heh~ tidak bisa kau beri dia harga yang lebih miring lagi? Apartemenmu ini kan sudah bobrok dan sudah mau roboh, kau sewakan dengan harga tinggi begitu?"

Sekilas urat pelipis Asuma terlihat menonjol karena kesal karena gadis berambut coklat -si anak tukang ramen itu menghina istana tercintanya.

" Itu sih, terserah dia. Aku bisa saja menyewakannya ke orang lain jika dia tidak mau."

" Baiklah, aku sewa apartemenmu Asuma-san."

" Ya sudah. Kau mau lihat tempatnya? Adik dari penghuni kamar 009 itu kurang bersahabat dengan penghuni apartemen yang kau jangan cari ribut dengannya." Ujar Asuma . Mereka bertiga melangkah menaiki tangga menuju lantai dua.

" Arigatou, Asuma-san. Akan ku ingat kata-katamu." ujarnya sambil tersenyum.

.

.

.

Tepat pukul enam pagi, Sasuke sudah sampai di apartemennya. Semalam setelah menemui Juugo, Sasuke memutuskan untuk menemani Suigetsu bergaja di meja counter sampai shiftnya berakhir pukul tiga dini hari. Namun karena takut mengganggu kakaknya, dia akhirnya menginap di rumah Suigetsu yang terletak tidak jauh dari diskotik. Kaki berbalut celana jeans berwarna dark blue melangkah menaiki tangga. Sementara matanya terfokus dengan foto di tangannya yang diberikan Juugo semalam. Sampai di depan pintu tetangganya, dia terbuat terheran dengan bebunyian aneh dari pintu bernomor 008 itu. Seperti terdengar suara derap langkah kaki yang semakin tedengar jelas. Pintu terbuka dan membuat kedua orang itu saling menatap satu sama lain dengan pandangan terkejut.

" Dobe?!/ TEME?!"

.

.

.

.

Tukang Bikin Cimol

( TBC ) *dibakarmassa*