Warn: Yaoi . Mature . HunKai . KaiUke . BoysLove . Dont Like Dont Read . BitHentai . Long Story


Wind Portal


-Love Forever-

©BocahLanang

.

.

.


Ӝ-Villa


...

Ketika embun pagi mengalir halus merangkai titik-titik menjadi garis pada jendela kereta. Dan cahaya samar halus yang menggoda mata bagaikan kabut lembut menyapa. Pada saat itu pula Sehun membuka kedua matanya. Rasa nyaman dan hangat dapat ia rasakan memenuhi hatinya, berbanding terbalik dengan dinginnya udara diluar kereta.

Kedua telinganya dapat mendengar suara gesekan gerbong kereta yang melaju cepat membelah lembah, memasuki terowongan, dan melewati beberapa jalan raya.

Tidak mampu baginya barang sejenak beranjak dari sofa kasur tidurnya semalam ini, ia menaikkan kembali selimut hingga leher. Kedua matanya melirik sekilas pada jam yang tertanam di dinding gerbong kamar sewaannya. Pukul 5 pagi.

Kedua mata tajamnya perlahan terpejam dan mengeratkan pelukannya pada tubuh hangat namja manis yang sedari malam tertidur lelap di lengannya. Sesekali ia usak rambut halus berwarna pirang itu. Halus sekali. Sehun suka yang ini. Berdekatan dengan Jongin, ia tidak akan bosan sama sekali.

Dikecup lembut kening lebar Jongin. Entah, dahi yang lebar, identik dengan wanita. Lalu alis yang berjarak jauh, pantas saja banyak laki-laki yang salah mengira Jongin perempuan saat pertama kali bertemu. Sehun saja langsung berdebar jantungnya ketika Jongin yang masih kecil dengan rambut panjang berkunjung ke rumahnya. Bahkan Yoona, ibunya menganggap Jongin sebagai anak perempuan hingga sekarang.

"Andai kau wanita, aku tidak segan melakukan semuanya. Kau akan menurut padaku. Dan dengan mudah bertekuk lutut menyerahkan semuanya padaku" -termasuk mengambil rakus hatimu, lanjut Sehun dalam hati.

"Peluk aku dengan benar. Ini masih terlalu pagi untuk berdoa kepada Tuhan agar aku menjadi perempuan, Tuan Sinting Sehun.." suara serak khas bangun tidur Jongin mengalun diantara keheningan, membuat Sehun tersentak kaget di awal. Sejak kapan Jongin bangun?

Jemari tan itu bergerak perlahan. Mengusap perut Sehun yang berotot kencang abs, naik, dan mengistirahatkannya menyampir ke pundak Sehun. Bermain sesaat dengan tulang selangka yang menonjol disana.

"Ya.. Letakkan kakimu diatasku" Sehun menggiring kaki jenjang itu agar memeluknya seperti guling. Sedang kedua tangannya kemudian memeluk balik. membelitkan kaki mereka dibawah sana. Sangat intim dan hangat. Tubuh Jongin semakin merapat dan berakhir bersandar di dada bidang Sehun yang seperti hero marvel kesukaannya.


Saat Jongin suka spiderman, maka Sehun dengan mudah mengecat rambutnya merah, membuat otot tubuhnya atletis namun tetap lurus slender layaknya hero laba-laba itu. Lalu ketika Jongin berpindah menyukai ironman, maka Sehun mulai mempertegas alisnya, memotong rambutnya lebih manly dan membangun otot lebih kokoh seperti sekarang. Tubuhnya sekarang sudah tebal dan bidang layaknya om-om pemain tokoh itu. Jongin semakin menyukai Sehun, meski ia tidak tahu jika Sehun bersungguh-sungguh melakukan segala cara untuk menjadi yang terbaik.

"Ajushi.." bibir penuhnya tiba-tiba saja mengatakan itu ketika kedua matanya terus mengamati dada bidang, leher besar, dan bahu kokoh Sehun dihadapannya. Ia sendiri kaget, bibirnya tanpa sengaja berbicara tentang pemikirannya. Ia bahkan merasakan tubuh Sehun ikut terlonjak.

"A-apa?" kedua mata Sehun menatap ragu-ragu pada Jongin. Kedua mata sayu itu masih terpejam. Bibir tebal yang sedikit terbuka merah merekah segar layaknya mawar yang tertetes embun pagi.

"Andai aku masih kecil, aku akan dengan senang hati tidur setiap malam bersamamu, ajushi" jemari Jongin kini naik dan membingkai wajah tampan Sehun.

"Masih terlalu pagi untuk berdoa pada Tuhan agar aku jadi ajushimu, dasar beruang tukang tidur" akhirnya Sehun dapat membalas Jongin dengan impas.

"Fuck you.." terlihat kesal namun kehangatan tubuh Sehun membuatnya terperosok dalam kantuk yang nyaman.

"Yes, I already fuck you. Tidurlah lagi, perjalanan masih panjang" Sehun mengeratkan pelukannya sehingga tanpa sengaja tubuh Jongin sedikit menindih tubuh tinggi putih Sehun. Benar-benar menempel.

"Tunggu dulu. Kenapa kita tidak dibalut sehelai pakaian satupun? Hei! Jangan pura-pura tidur manusia jahanam! !" keterkejutan baru Jongin sadari ketika penisnya bersentuhan dengan penis Sehun dibawah sana. Secara langsung. Sama-sama setengah tegang karena serangan fajar. Jongin hanya dibalut singlet biru tua untuk menutupi tato di punggungnya. Ia bersyukur dalam hati.


Ketika matahari sudah menampilkan sudut 45 derajat dari terbitnya, mereka berdua sedang duduk tenang di warung kopi kecil pinggir jalan. Sehun duduk tepat didepan Jongin. Diantara keduanya adalah meja bundar kecil, entah namun warung kopi ini bergaya klasik dan sangat nyaman. Banyak kakek dan lelaki paruh baya meluangkan waktu mereka untuk sekedar mengecap rasa racikan warung kopi ini.

"Ini tambahan pesanan kalian. Dua gelas kopi hitam." seorang pelayan cantik dengan nametag Irene menurunkan gelas hangat itu dari nampannya.

"Terimakasih." Jongin tersenyum hangat padanya sedang Sehun masih diam sibuk membaca buku kecil dengan motif daun-daun. Judul buku pada covernya di tutup rapi lakban hitam. Mencurigakan, seolah tidak ingin siapapun tahu apa sebenarnya nama buku yang dibacanya.

"Kalian sedang dalam perjalanan menuju bukit Viridian?" wanita cantik itu terlihat sangat ramah, bahkan berbasa-basi untuk sekedar membuat pelanggan nyaman di warung kopi kecil itu.

Jongin bingung. Tapi melihat perlengkapan yang Sehun bawa, dan jenis pakaian traveling yang mereka kenakan sekarang, sepertinya memang begitu.

"Ya." Tiba-tiba Sehun menyahuti meski masih dengan menatap serius bukunya.

"Ah.. aku jadi ingat, bukit Viridian memiliki mitos bahwa setiap pasangan yang datang kesana maka akan langgeng. Dan dari pengelihatanku, kalian sangat cocok satu sama lain" Irene tersenyum manis melihat Jongin yang gelagapan dan reaksi Sehun yang sedikit berjengit terlonjak dari kursinya. Pose gagah sombong itu hancur luluh lantak. Benar-benar tidak pandai menyimpan perasaan.

"A-a-tidak, a-apa maksudmu?" beberapa kali kedua mata Jongin berkedip seolah matanya jadi sakit. Semacam kemasukan gajah, jerapah, atau mahkluk raksasa semacamnya. Ia benar-benar gugup.

"Semoga perjalanan kalian menyenangkan!" Irene berteriak jauh disana sebelum masuk kedalam ruang dapur yang tertutup. Jongin semakin salah tingkah, jadi ia memilih menyeruput langsung kopi hitam miliknya setelah menyodorkan milik Sehun kehadapan pria yang masih fokus pada buku 'rahasia'nya.

"Sial. Panas!" ingin ia menyemburkan minuman hitam itu kewajah Sehun, namun itu terlalu tidak sopan untuk dilihat para orang tua yang sedang bercengkrama menikmati kopi mereka. Membuang kopi di ruangan ini sama saja menginjak harga diri seluruh penikmat kopi di dunia.


"Pelan-pelan bodoh.. Kopi ini baru kita pesan. Masih panas" Sehun beranjak dari duduknya untuk duduk disamping Jongin yang masih menutup mulutnya dengan kedua tangan seolah hal sia-sia itu dapat berguna.

Dibimbingnya Jongin untuk menghadap padanya lalu tanpa aba-aba ia mencium bibir penuh merah yang lembut dan manis itu. Jongin yang terkejut tentusaja membuka sedikit bibirnya. Kesempatan itu tidak Sehun sia-siakan untuk menelusupkan lidahnya kedalam sana. Ia lilitkan lidahnya pada lidah Jongin. Ia belai lalu perlahan ia sesap.

"Ngh.." desahan Jongin bersamaan kedua mata sayunya yang menutup lalu ia pasrahkan tubuhnya untuk direngkuh Sehun kedalam pelukan hangat di daerah lembah yang dingin itu. Kedua tangannya meremat jaket hitam yang dikenakan Sehun secara sensual. Lumatan Sehun pada bibirnya semakin beringas. Namun kemudian Sehun menarik lidahnya sehingga masuk kedalam rongga mulut lelaki tampan itu. Disedot, dibelit lembut dan kuat berkali-kali. Saliva Sehun benar-benar menghilangkan rasa terbakar lidahnya akibat kopi hitam panas tadi.

Setelah cukup lama, Sehunpun melepas rautan. Lidah Jongin terjulur begitusaja setelah disedot intens dan lama hingga lemas. Saliva yang menghubungkan bibir keduanya dihapus oleh jemari Sehun, dan ia jilat lidah Jongin yang terjulur, beberapa kali sebelum menarik tisu yang disediakan diatas meja. Ia bersihkan saliva yang mengotori bibir dan dagu Jongin. Ciuman mereka terlalu bergairah dan berantakan tadi.

"Sudah lumayan tidak sakit kan?" suara Sehun mengembalikan kesadarannya, kedua matanya yang sayu terpejam itu perlahan terbuka. Memperlihatkan wajah tampan Sehun yang mengamatinya sangat dekat seolah ia benar-benar harus diamati sedekat itu.

"Jangan dekat-dekat! Aku bukan bakteri yang perlu mikroskop untuk dilihat atau kau adalah seorang dengan miopi mata minus 50!?" Jongin mendorong bahu Sehun kencang, hampir saja namja dengan rambut hitam cepak itu jatuh terbentur kerasnya lantai lalu mati sia-sia.

"Aku hanya mengobati lidahmu, kenapa malah emosi? Mau bertengkar lagi seperti tadi malam?" Sehun mendorong balik lalu mulai menggerayangi tubuh Jongin. Ia barusaja membuka jaket biru langit yang dikenakan Jongin, lalu kini mulai satu persatu melepas kancing kemeja merah muda itu.

"Hei! Memangnya kita bertengkar seperti apa semalam diatas ranjang? Kenapa harus buka baju dan-" oh astaga. Kilasan balik kejadian semalam akhirnya berlomba-lomba memenuhi ingatan pemuda tan itu. Jadi itulah sebabnya ia terbangun dengan keadaan tanpa baju didalam pelukan hangat Sehun yang berkeadaan sama dengannya.


Sialan.

"Minggir kita sebaiknya segera berangkat ke bukit saja!" Jongin menyentak tangan Sehun lalu dengan serampangan menarik resleting jaketnya untuk kembali mengunci. Bergegas bangkit dari kursi, melangkah menuju kasir. Warung kopi ini nemiliki mesin cash yang kuno. Benar-benar klasik. Mungkin jika mesin itu dijual di kota maka harganya akan sangat tinggi.

Penjaga kasir menanyakan apa yang dipesan Jongin tadi. Hm.. bahkan pelayanannya juga sederhana. Tidak mencatat pesanan pelanggan.

"Aku membayar empat cangkir kopi hitam. Oh ya, dan sepiring manisan" Jongin menjawab dengan lancar, lalu penjaga kasir itu memberitahukan totalnya, begitupun Jongin memberikan uangnya.

"Terimkasih sudah berkunjung ke warung kopi kami, semoga Tuan menikmati hari ini dengan baik. Sampai jumpa" penjaga kasir itu tersenyum ramah sembari mengulurkan uang kembalian pada Jongin. Jongin hanya mengangguk dan berbalik. Namun matanya sekelebat melihat nametag penjaga kasir itu. Yeri. Hm.. seperti masih sekolah menengah, pantas saja memanggilnya dengan sebutan tuan.

"Ah, permisi. Apa kau tahu pelayan yang tadi memberikanku pesanan tambahan? Sebelumnya pesananku dibawakan oleh Seulgi, lalu saat memesan lagi dintar oleh.. Irene. Ya, namanya Irene. Dia sangat cantik.." Jongin mengingat-ingat nama di nametag itu. Wanita yang memberikannya dua gelas kopi hitam lagi.

"Oh.. kau bertemu Irene? Itu sangat langka, Tuan. Apakah Tuan tadi memesan ke sini untuk tambahan itu?" Yeri terlihat sangat terkejut. Dan memang saat masuk ke warung ini Sehun memesan di kasir. Lalu saat Jongin merasa ingin menambah kopi, ia hanya bergumam lalu Irene datang dengan dua cangkir kopi.

"Tidak, aku hanya bergumam ingin tambah.." lalu kedua mata Jongin membulat lebar. Apa yang terjadi?

"Tenang saja, Tuan. Irene adalah wanita yang baik. Ia bekerja disini dengan hatinya" senyuman manis Yeri meluluhkan ketegangan.


"Ah.. jadi dia bekerja disini?" dielus dadanya yang berdetak gugup. Ia pikir ia terlalu paranoid tadi.

"Iya, namun tahun 1649 tubuhnya ditemukan tewas di lembah bukit Viridian. Ia terperosok saat hendak bekerja kemari. Hingga kini hantunya masih melayani pelanggan yang tulus menginginkan tambahan kopi" penjelasan Yeri membuat dahi mulus Jongin dipenuhi bintang-bintang. Ia langsung lemas dan untungnya Sehun yang sudah selesai mengenakan ransel dan mengemas barang yang ditinggal Jongin di meja, sudah menghampirinya dan sigap menangkap tubuhnya yang akan terjartuh.

"Irene noona sangat baik pada pacarku. Dia bahkan mendoakan kami. Salam untuknya ya?" Sehun tersenyum sembari memapah tubuh pingsang Jongin.

Yeri tak bisa menahan tawanya.

"Tentusaja, oppa. Pacarmu sangat cantik dan baik" sembari menunjuk Jongin yang lemas. "Aku akan berkunjung ke makam Irene noona nanti sore, dan menyampaikan salam darimu" Yeri mengacungkan jempolnya. Mereka ternyata sangat dekat. Bisa dibilang warung ini adalah warung langganan Sehun setiap berkunjung ke daerah Viridian ini.

Beberapa koin Sehun berikan pada Yeri. Seperti biasa, uang itu akan Yeri gunakan untuk membeli bunga, menghias makam Irene noona.

"Aku kira Irene noona hanya muncul dihadapam pegawai disini, ternyata Sehun oppa dan kekasihnya spesial" kedua binner Yeri mengamati langkah kaki Sehun yang memapah Jongin hingga menghilang di persimpangan jalan.


Jongin cukup lama bermimpi kosong dan terbangun tiba-tiba. Benar-benar istirahat yang tidak nyaman. Ia angkat lengannya dan mendapati jam di pergelangan tangannya menunjukkan pukul empat sore.

Oh sial. Entah ia selalu saja mengumpat setiap bersama Sehun. Hidupnya tidak pernah tenang. Pasti selalu bertengkar. Dan yang tadi itu.. Jongin enggan mengingat perkenalan dengan hantu cantik tadi. Ia takut dengan semua hal berbau mistis.

"Kau sudah bangun? Lama sekali tidurmu" Sehun masuk dari pintu kayu kamar sederhana ini. Aroma sejuk kabut masih kentara meski hari beranjak sore. Jongin hanya mengangguk pelan dan mulai duduk dari ranjang kecil itu.

"Kita dimana?" diedarkan pandangannya. Kamar ini seutuhnya terbangun atas konstruksi kayu. Termasuk lantainya. Hangat sekali. Cocok dangan iklim perbukitan daerah Viridian yang dingin sejuk.

"Kita di villa, kau terlihat sangat pingsan hingga tidur mengigau lama sekali ya.." nada mengejek Sehun kali ini benar-benar merusak suasana indah tadi. Jongin langsung sebal dan beranjak pergi dari ranjang empuk itu hanya untuk menonjok perut Sehun dengan kepalan tangan kanannya.

Tentusaja Sehun mengerang tertahan, pukulan Jongin yang baru bangun tidur tetaplah sakit. Jongin lelaki dan kuat. Meski ia masih bisa berdiri sehabis ditonjok, ia tetap membungkuk sakit disana sembari melirik pada Jongin yang melangkah menuju meja kecil disudut ruang dekat pintu.

"Villa siapa?" Jongin kembali bertanya dengan mulut penuh roti hangat yang lembut. Enak sekali roti ini.

"Villa yang aku beli. Ini Villa milik Irene noona, aku membelinya saat kita masih kelas satu sekolah menengah pertama." Pernyataan Sehun ternyata membuat Jongin tersedak. Jadi Sehun segera menyodorkan gelas air hangat yang dibawanya sedari tadi pada beruang coklatnya.

"Kau?! Kata Yeri, Irene noona sudah mati! Apa kalian mempermainkanku? Bagaimana bisa rumah ini tetap berdiri utuh, bersih, tidak kotor lapuk jika pemiliknya saja sudah meninggal sejak tahun 1649?" ditarik kerah kaos lengan pendek putih yang Sehun kenakan. Ia emosi, tapi ini sudah jadi kebiasaan. Joka mereka tidak bertengkar sehari saja rasanya tidak ada bumbu kebahagiaan bagi keduanya.


"Tentusaja setelah berpuluh tahun Irene noona meninggal rumah ini dijaga oleh Yeri dan beberapa pegawai warung kopi tadi. Mereka hanya sekedar mengepel lantai dan membersihkan debu lalu mengunci kembali rumah ini. Sekitar seminggu tiga kali atau sesuka mereka." Sehun menggiring Jongin untuk duduk di kasur. Perlahan tangan mereka saling bertautan. Itu romantis.

"Mereka hanya membersihkan, tidak tinggal disini? Jadi bagaimana kau bisa membeli rumah ini?" meski bertanya, Jongin terlihat menyuapi Sehun dengan roti di tangannya. Satu roti untuk berdua. Padahal di meja sana masih ada tiga potong roti hangat lainnya.

"Arwah Irene noona menghampiriku saat aku berjalan melewati warung kopi. Ia mengajakku masuk dan memberikan kopi hitam seperti tadi. Tanpa memesan lewat kasir. Dia arwah yang sangat pengertian" suara Sehun terdengar samar ketika ia sibuk mengunyah. Wajahnya menjadi lucu, dan Jongin terkekeh pelan.

"Iya, dia sangat pengertian. Apakah semua diberi perhatian yang sama?"

"Tidak, Irene noona hanya memunculkan dirinya dihadapan para pegawai warung kopi. Maka dari itu mereka sangat kagum padaku saat itu. Bahkan mereka tercengang ketika Irene noona menawarkan rumahnya untuk dibeli padaku" dapat ia rasakan jemari Jongin yang bergetar dalam genggamannya. Jongin tetap takut hantu hingga sekarang rupanya, manis sekali.

Sejenak mereka dilanda kesunyian yang hangat. Jongin perlahan merebahkan kepalanya pada pundak kokoh Sehun. Jadi Sehun dengan senang hati mendekatkan tubuhnya, hingga benar-benar bersanding lalu saling mengayunkan kaki mereka yang tidak menapak di lantai kayu karena duduk di ranjang yang tinggi. Udara sore hari yang sejuk dan semilir angin sore menerbangkan daun-daun kuning diluar terlihat melalui jendela tua itu.

"Kenapa kau yang ditawari untuk membeli rumah ini? Tidak orang lain?"

"Karena bahkan arwah pun dapat melihat bahwa aku orang paling baik di dunia ini" Sehun tersenyum bangga sembari menyeruput air di gelasnya yang tidak sehangat tadi. Cuaca di lembah sangat dingin, jadi air hangat dapat dengan mudah menyesuaikan dengan suhu. Atau bahkan air di bak mandi yang sedingin air es.


"Kau sangat sombong, Tuan Tampan" Jongin mencubit pinggang Sehun dan berakhir mereka saling mencubit diatas ranjang. Berguling dan tertawa. Hingga selimut dan cover bed berantakan kusut.

"Sudah, aku bisa mati tertawa jika kau begitukan terus" kedua tangan tan itu menyangga dada bidang Sehun agar tidak menindihnya.

"O.. tentusaja aku akan membuatmu mati dalam kebahagiaan, Jongin" Setelahnya mereka sadar posisi ini begitu yah.. ambigu.

"Ehm.. kau membayar berapa untuk villa besar ini?" mencoba memecah kecanggungan, jadilah Jongin kembali bertanya. Ia belum tahu seberapa besar villa ini namun dari jendela saja ia bisa lihat pemandangan indah matahari terbenam dan ada atap lagi dibawah. Jadi ini Villa bertingkat.

"Aku ditawari murah, para pegawai kesulitan untuk hidup saat itu. Yeri yang masih kecil dan yatim piatu butuh popok dan peralatan bayi, warung sedang sepi karena saat itu tempat ini belum terkenal. Mereka sudah menyebarkan selebaran penjualan villa ini namun setelah para warga memberi tahu rumah ini berhantu, para pembeli dari luar kota segera pergi dengan memaki" Wajah Sehun menjadi datar namun gurat sedih dapat Jongin tangkap. Ia giring Sehun untuk merebahkan diri diatasnya. Ia dekap lelaki yang menyembunyikan wajah di ceruk leher tan miliknya. Terasa menggesek dan menghirup dalam-dalam disana.

"Pasti itu saat-saat sulit bagi mereka" diusapnya punggung lebar Sehun diatasnya. Lelaki putih itu benar-benar besar. Ia serasa diselimuti oleh tubuh yang menindihnya kini. Hangat. Berat. Seperti sedigala, Sehun mengendus mencium aroma lehernya.

"Sebenarnya mereka enggan menjual villa ini, namun arwah Irene noona merasa sedih melihat para pegawai yang keausahan. Jadi ia berinisiatif dan mengajak para pegawai untuk mencari pembeli villa"

"Mereka terlalu sayang dengan rumah ini"

"Ya, jadi aku membayar lebih. Aku juga memberi gaji pada mereka setiap bulan, penghasilan warung seratus persen dijadikan modal untuk membeli keperluan warung. Meski aku sudah membantu tapi tetap saja aku tidak bisa tinggal disini." nada suara Sehun terdengar sedih. Jemarinya meremat jaket biru muda yang Jongin kenakan.

"Kau sudah menjadi bos yang terbaik, Sehun. Aku bangga padamu. Buksnkah itu berarti mereka tetap akan dengan senang hsti mengunjungi villa ini dan bersih-bersih seperti dulu? Jadi bahkan meski dibeli rumah ini tetap mereka yang merawat. Mereka tidak akan kehilangan rumah ini" Jongin tersenyum dan mengusak rambut hitam Sehun. Dipeluknya tubuh kokoh diatasnya dengan erat.

"Terimakasih sudah mengerti aku, Jongin" Sehun tersenyum senang dan balas memeluk. Tak lama keduanya terlelap.

Biarlah besok mereka melanjutkan perjalanan. Mereka ingin saling berpelukan dan berbagi kehangatan tubuh untuk malam yang dingin ini.


-TBC-


Halo..

maaf telat sekali upnya

karena sedang lihat lihat maba pada daftar *alasan yang berbahaya

Oke, ini ch menceritakan Sehun yaa.. kasihan dari kemarin ternyata author terlalu berpihak menceritakan kehidupan Jongin melulu. Perasaan Jongin, masa kecil Jongin, Keadaan Jongin. Sehunnya cuma jadi pemeran sampingan yang sampiiiiingggg banget sampai kalah dari Prince Baekhyun yang bahkan dibahas tentang masa kecilnya yang sakit-sakitan.

Jadi karena Sehun dari kemaren terus aja Sehun yang sama Jongin, bukan Sehun pribadi, kini muncullah side story Sehun pribadi, hehe *Sehun bergaul juga kok, gak cuma Jongin yang gaul sama banyak sunbae ganteng. Sehun bahkan gaul sama arwah cantik, hehehe

Sekali lagi mian atas keterlambatannya


Thanks for review:

aisyaicha, Viukookie, 2436, AKhofidah, lightdarklord88, ParkByunSoo, BellaHunkai, Chogiwillis, milkylove000017000, jongiebottom, dyla28, mocchabear

Thanks buat yang dah bacaa, yg dah revieww, yang dah likee, yang dah favoritee, dan dah followw!

cie cie yang suka ff WindPortal, hehe

Thanks yang udah nunggu dan mantengin terus ff ini, semangat ya HunKai Shipper!


Salam HunKai!