Wind Portal


-Love Forever-

©BocahLanang

.

.

.


Ӝ-Begining-Ӝ


...

Sore.

Meski hampir jam di dinding yang bulat itu menunjukkan pukul 4 sore, kedua mata tajam seorang siswa namja yang duduk di kursinya yang paling pojok, dekat jendela itu menatap tajam pada pelajaran didepan.

Tangan kanannya memainkan pena miliknya yang berwarna merah.

Sudah satu jam pelajaran yang dilaluinya untuk sesi terakhir ini, tapi kertas putih bukunya masih belum tercoret tinta sedikitpun meski sudah beberapa kali papan tulis penuh dan dihapus oleh sang guru untuk menerangkan bagian demi bagian pelajarannya.

Lain dengan namja tan yang duduk disampingnya. Namja tan itu mencoret bukunya dengan tulisan rapih. Bukunya bahkan sudah sangat lengkap. Tipikal anak rajin. Rajin mencatat jika tidak mengerti.

"Jong, kau selalu mencatat lengkap semua pelajaran Mr. Kevin. Tapi bukumu terlihat sangat rapih. Kau gunakan untuk bantal ya?" Namja yang sedaritadi hanya memainkan pena itu akhirnya berbisik pada siswa sebangkunya yang tan itu karena ia sendiri bosan.

"Kau tahu sendiri kan, aku hanya mencatat pelajaran dengan rapih jika aku sama sekali tidak mengerti dengan pelajarannya. Ini agar saat ulangan setidaknya aku bisa membaca catatan rapihku dan menghafalkan tiap kata-katanya semampuku." Jongin menjawab tanpa menengok pada lelaki satu mejanya itu.

"Hem.. hanya dibaca saat akan ulangan ya? Pantas rapih seperti buku baru padahal sudah tulisi sampai setengah lebih.." Setelah menyindir secara tidak langsung, namja putih itu kembali menyandar pada jendela. Mengamati papan tulis yang kembali dihapus karena sudah penuh.


Lalu ia melirik buku tulisnya lagi.

Satu semester hampir habis, tapi bukunya ini masih menampilkan halaman pertama yang kosong. Hanya lipatan-lipatan serta bagian ujung buku yang keriting atau kusam karena hujan ia lupa membawa payunglah yang membuat buku kosongnya itu terlihat lama dan cocok disebut buku yang ia beli lima bulan lalu.

"Bukumu mengenaskan, Hun. Buanglah kalau memang tidak mau kau isi." Jongin menasehati secara kasar.

"Buku ini hanya formalitas, Jong. Setidaknya Mr. Kevin tahu kalau aku membuka catatan dan memegang pena." Sehun membuka lembar demi lembar buku tulisnya yang masih bersih putih.

"Kau tidak gerah?" Jongin malah bertanya lain. Tapi Sehun melihat Jongin yang melirik padanya.

"Oh, ya. Mataharinya sudah condong hampir tenggelam. Memang menyorotku dan kau tidak lihat aku berbulir-bulir begini?" Jari telunjuk Sehun menunjuk dahinya yang basah keringat-keringat.

Karena memang rambut Sehun berwarna hitam cepak tanpa poni. Memperlihatkan dahi dan alis tegasnya yang membuat dirinya semakin tampan dan cool.

"Hati-hati nanti ada lalat terpeleset keringat banjirmu itu.." Jongin asal bicara.

"Kurasa kau yang harus hati-hati.. bisa-bisa hatimu yang terpeleset mencintaiku." Seringai tajam Sehun membuat Jongin memutar wajahnya ke kiri hingga benar-benar menatap Sehun disampingnya.

"Dalam mimpimu. Hatiku tidak mungkin jatuh pada lelaki berhidung pantat sepertimu." Jongin mendelik pada Sehun.

Sehun segera memegangi hidungnya dan bercermin. Huh? Hidung pantat? Iya sih hidungnya kalau dari depan terlihat bulat-bulat aneh.. tapi kalau dari samping hidungnya tetap cetar ganteng maksimal.

"Daripada dirimu pesek.." Sehun mencibir musuh abadinya itu. Yang sialnya ia akui cukup –sangat- manis dimatanya.

"Biar. Hidung yang bagus itu Cuma milik Kris hyung.. kyaa.." Jongin mulai fanboying lagi untuk kakak kelas mereka yang lulus tahun lalu.

"Cih.." Sehun berdecih ria lalu kembali berkaca.

'Apa aku harus oprasi plastik untuk hidungku agar seperti Kris hyung?' Sehun sibuk berfikir untuk jam-jam kedepannya.


Sementara Jongin sadar dari kegilaannya, kembali sibuk mencatat karena Mr. Kevin memang cepat dalam menulis.

Suara Mr. Kevin yang tinggi, rambut dibelah tengah, dan kacamata botol tebal itu membuat Jongin serta Sehun yang notabene keduanya adalah siswa nakal urakan, jengah dengan pelajaran ini.

Tentusaja.. Sejarah.

"Besok biar aku yang mencatat Sejarah Korea agar siswa-siswa kelak mengenang namaku besar-besar seperti layaknya kebiasaan untuk bangun sesudah tidur." Sehun menggerutu.

"Tapi ada loh yang sesudah tidur tidak bangun." Sindiran Jongin membuat Sehun malas.

"Aku tidak membicarakan yang sekarat, Jongin." jemari putih Sehun hendak menjitak kepala musuhnya itu, tapi akhirnya hanya mengambang di belakang tengkuk Jongin tanpa sempat menyentuh.

Rambut light brown keemasan Jongin terlihat lembut dan indah. Sehun ingin menyentuhnya, membelai rambut itu, menyisirnya dengan jemarinya secara perlahan dan penuh perasaan.

"Oh Sehun perhatikan pelajaranku!" Mr. Kevin membentak Sehun yang kedapatan memandangi Jongin cukup lama.

"Ne, Mr. Kevin." Sehun mengangguk dan kembali memegang pena merahnya. Berpura-pura menulis pada buku kosongnya padahal tangannya mengambang, menulis di udara.

"Suaranya persis seperti Kevin minion ya? Hehe.." Jongin terlihat mencoba mencairkan suasana hati Sehun yang dongkol.

"Ya. Kelulusan besok akan kubelikan dia celana jeans yang persis seperti yang digunakan oleh Kevin minion." Bibir Sehun yang tipis itu mengumpat dan berjanji-janji manis memuakkan bagi Jongin.

"Dasar perayu. Aku sekarang tahu kenapa kau menjadi playboy sejak dulu." Jongin yang memang selalu bersama dengan Sehun dalam suka duka itu pun merasakan umpatan cinta Sehun sejak dulu.

"Ya. Harusnya kau tahu itu dari dulu. Kita tidur bersama dan mandi bersama saat kecil. Aku juga sering memberikanmu bunga setiap hari. Hm.. tapi semenjak JHS hingga kita hampir lulus SHS seperti sekarang, kita sudah tidak pernah mandi dan tidur bersama lagi.." seringai Sehun bertambah lebar melihat pipi Jongin yang merona samar.

"Kita sudah dewasa pabbo. Itu memalukan. Lagipula kita menjadi musuh yang bersaing sehat kan?" Jongin mencoba mengalihkan suasana.


"Itu hanya alasanku saja agar kau tidak semakin jauh menghindariku, Jongin." Sehun menerawang ke masa lalu keduanya.

Sejak Sehun mendapat kekasih pertamanya, Jongin semakin menjaga jarak, Jongin juga tidak seceria dulu, tidak lagi mengajaknya menginap, mandi bersama dan tidur bersama lagi. Dan persahabatan mereka semakin merenggang ketika Sehun di cap sebagai playboy dengan puluhan mantan.

Jongin sendiri juga sibuk dengan ekskul dance dan berbagai kegiatan lainnya.

Jadilah Sehun merasa kehilangan dan akhirnya menantang Jongin untuk beradu ini itu.

Seringnya mereka berakhir adu jotos di lapangan sekolah.

Hampir seminggu sekali mereka mendapatkan luka tonjok dari satu sama lain. Romantis ya?

Dan luka di pelipis kanan Sehun hadiah dari pukulan Jongin tadi pagi masih membekas meski darahnya sudah sedikit mengering.

Ia sengaja mengalah menerima beberapa pukulan Jongin asalkan bisa sedekat itu dengan Jongin. Bahkan sentuhan kasar Jongin itu disyukurinya.

Sehun jujur tidak sanggup jika Jongin menjauhinya. Jadi sejak JHS, tak terhitung berapa banyak perkelahian yang mereka lalui hampir enam tahun hingga kelas tiga SHS kini.

Sehun sengaja mencari perkara semata-mata agar Jongin tetap terikat padanya, sekalipun sebagai musuh yang selalu bersaing.

"Kau.." Jongin menghentikan gerak penanya. Ia seolah barusaja mendengar sebuah rahasia besar. Tentusaja besar karena ia merasa dibodohi.

"Lupakan." Tubuh Sehun segera menyandar pada jendela kembali, lalu memejamkan kedua matanya berusaha tidur. Jongin tahu itu artinya Sehun tidak mau bicara lebih.

Dan itu membuat Jongin berpikir lebih, membuat konsentrasinya untuk pelajaran Mr. Kevin terdistraksi begitusaja.


Kriiinngg...

Bunyi bel pelajaran berakhir. Tepat jam 4 sore.

Mengembalikan kesadaran Jongin dari pemikiran-pemikiran paranoidnya.

"Nah. Sekian pelajaran hari ini. Ingat, besok pagi saya mengadakan ulangan harian untuk bab tiga ini. Gunakan kesempatan ulangan besok sebaik mungkin untuk menambah nilai rapor semester satu, anak-anak." Mr. Kevin berujar sebelum meninggalkan kelas. Seluruh siswa mengeluh karena bab tiga ini memiliki materi yang cukup banyak dan menyangkut silsilah serta peristiwa-peristiwa kerajaan jaman joseon.

"Aku mencatat semua tapi aku tidak mengerti sama sekali!" Jongin berteriak ketika kelas benar-benar telah kosong.

Sejarah adalah kelemahan dari seorang Kim Jongin.

Deretan meja bersih tanpa tas menandakan sekolah telah berakhir tepat pukul 4 tadi.

Meninggalkan dua namja yang malas beranjak dari kursi mereka.

"Kau tahu tradisi pengorbanan untuk dewa?" Sehun bertanya tiba-tiba, menunjuk pada gambar ilustrasi pada buku cetak dimana terdapat aula besar dengan gentong emas dan orang yang akan dipancung. Disekelilingnya terdapat ratusan rakyat dan keluarga raja duduk disingga sana tinggi.

Suara tiba-tiba Sehun cukup mengagetkan Jongin.

"Ah?! Kukira kau tidur atau mati menjadi ikan kepanasan disitu! Kau mengagetkanku, dasar Mr. Flat.." gerutuan Jongin membuat Sehun mendengus kesal namun tersenyum di akhir.

"Kau pikir aku bisa kuat tidur di tempat panas, huh?" dimasukkannya buku tulis kosong dan pena merahnya secara asal kedalam tas selempangnya.

"Lalu kenapa kau selalu memilih duduk di situ? Tidak pernah mengijinkanku bertukar duduk?" Jongin ikut mengemasi peralatan sekolahnya.

"Aku khawatir kau bertambah hitam." Jawaban Sehun membuat Jongin segera menjewer telinga namja putih tampan berambut hitam cepak itu.

"Aaa.. sakit! Lepaskan Kkam!" Sehun hanya berteriak tidak melawan.

"Rasakan itu." namja Tan itu beranjak duluan meninggalkan kelas, dan meninggalkan musuhnya itu sendirian.

"Agar aku bisa mendekat melihat wajah manismu dengan alasan melihat papan tulis." Gumaman lirih Sehun terbawa angin.


"Hei tunggu aku, Jongin!" Sehun segera beranjak dari kursi dan menyusul Jongin yang sudah berada di lorong kelas.

Grep!

"Hei dilarang-"

"Jari tanganku sedikit terkilir saat basket tadi, bisa kau pijat selama perjalanan pulang?" tatapan Sehun membuat Jongin mendengus sebal tapi patuh juga pada akhirnya.

"Nah, seperti itu.. aigo.. tanganmu halus, baby." Sehun tersenyum melihat jemari Jongin yang memijat lembut jemari tangan kanannya.

"Ini yang membuatmu tidak menulis saat pelajaran Sejarah?" dengan telaten Jongin memijat setiap sendi jari-jari panjang Sehun.

"Bisa jadi.." seringai Sehun tercipta kembali.

"Aku sudah sampai." Jongin melepaskan tangannya begitusaja dari tangan kanan Sehun, benar-benar mencampakkan namja tampan putih itu.

"Tidak mempersilakanku masuk? Aku lapar." Dengan gestur mengusap perut, Sehun mencoba meyakinkan Jongin.

"Tidak. Kau tadi menghabiskan bekalku hingga tak tersisa. Pembohong yang buruk, Tuan Oh." Lirikan mata Jongin membuat wajah Sehun menjadi flat kembali.

"Itu kan saat istirahat pertama, Jongin. Istirahat kedua aku habiskan dengan bermain basket, jadi aku sudah lapar lagi." Ditunjuk kembali perutnya.

"Aku tidak percaya. Sekalipun kau tidak makan tiga hari aku tidak lagi memperbolehkanmu masuk kedalam rumahku. Itu mutlak jadi-"

"Loh? Sehun? Ayo masuk! Kebetulan aku mau belanja untuk makan malam. Kau bisa temani Jongin kan? Sudah lama kau tidak mampir kemari, wah kau lebih tinggi dari Jongin dan tambah tampan saja." Yuri, ibu kandung Jongin yang tan manis itu menyapa teman lama sang anak.

"Ne, bibi. Aku akan menjaga Jongin seperti dulu selama bibi pergi ke minimarket." Sehun tersenyum tampan dan membungkuk sopan.

"Panggil saja Eomma, kau sudah kuanggap sebagai anak. Lagipula siapa yang tidak menginginkan anak setampan dirimu, Sehun." Yuri kembali menyanjung namja putih kelewat tampan itu. Membuat anak kandungnya jengah.

Diabaikkan dan dikatai lebih pendek dan tidak lebih tampan dari Sehun secara tidak langsung.


"Jongin. Kenapa kau diam saja? Cepat persilakan Sehun masuk. Eomma tidak mau kalau sampai Sehun menilai buruk dirimu. Bisa-bisa Eomma tidak jadi memiliki Sehun sebagai anak Eomma." Tangan Yuri menepuk pelan pantat bulat anak tannya yang manis itu.

"Ah Eomma! Jangan sentuh butt berhargaku!" Jongin segera beranjak cepat membuka pintu.

"Begitu caranya, Hun. Kalau Jongin merajuk atau tidak mau kau perintah, sentuh buttnya seperti yang kulakukan tadi. Mengerti?" ibu berumur empat puluh tahun itu berbisik layaknya ibu penggosip pada Sehun.

Sedangkan Sehun yang tidak tahu harus menjawab apa hanya terkekeh dan mengangguk-angguk canggung.

"Masuklah, Eomma akan belanja dan memasakkan makanan kesukaanmu." Ibu yang sudah berumur empat puluh itu masihlah cantik seperti baru berumur tiga puluh kurang.

"Ne, hati-hati Eomma.." Sehun membungkuk dengan senyum yang tak bisa luntur dari wajahnya.

"Astaga, kau benar-benar tampan! Pastikan Jongin menjadi istrimu oke? Selamat bersenang-senang didalam Sehunna~" Yuri melambaikan tangannya dan segera memasuki mobil hitamnya.

"Bersenang-senang? Seperti.. melihat Jongin berganti pakaian?" Sehun bergumam asal sembari melihat mobil hitam yang dikendarai Yuri mulai menjauh.

"Oh astaga! Kau akan ketinggalan Oh Sehun sialan!" Sehun mengumpat pada dirinya sendiri menyadari kalimat sebelumnya yang mungkin saja terjadi dan memang selalu terbayang dalam benaknya selama ini.

Segera ia memasuki rumah kediaman Kim yang mewah itu. Menguncinya, melepas sepatu dengan asal dan berlari menuju lantai dua. Ia ingat kamar Jongin ada dipojok sana. Dan semoga belum pindah.

Dan semoga ia masih bisa melihat Jonginnya berganti pakaian didepannya.


-TBC-


Ini FF tentang aneh-aneh lagi, hehe..

Silakan di review ya!

Semoga FF ini tidak mengecewakan karena idenya sangat bagus menurutku, hehew..

Salam HunKai! ^^