Mate

An EXO Fanfiction

Rating : T

Pairing : Sekai, Chanbaek, Krisho

Chapter 1 : The One With The Begining

"Ibu harap kalian bisa mengkosongkan seluruh jadwal kalian untuk minggu depan,"

"Memangnya ada apa,Bu?"

"Ayah dan Ibu sudah membeli sebuah rumah untuk kalian dan kalian akan menempatinya minggu depan."

#####

"Sehun aku merasa tidak enak dengan orangtuamu, mereka telah memfasilitasi semuanya. Pernikahan, rumah. Aku... jadi merasa bersalah,"

"Tidak usah merasa bersalah, mereka memang seperti itu. Apapun harus berada di bawah kendali mereka. Jongin, maafkan aku ya, aku tidak bisa mencegah perjodohan ini kau ta-"

"Aku tau Sehun, aku tau,"

Mereka adalah Oh Sehun dan Kim Jongin. Sehun dan Jongin sudah mengenal baik satu sama lain sejak kecil, tapi semenjak Sehun sukses dan menjadi kaya raya seperti sekarang, ia melupakan Jongin dan sudah jarang berkomunikasi dengan Jongin lagi

Dan setelah bertahun-tahun tanpa komunikasi, mereka bertemu lagi. Dengan satu alasan yang mengubah hidup mereka berdua. Mereka dijodohkan dan mereka akan segera tinggal di sebuah rumah yang dibeli oleh orangtua Sehun. Bayangkan saja, mereka sudah jarang – tidak pernah – bertemu lalu sekalinya bertemu mereka akan tinggal bersama, ya walaupun sudah menikah sih tapi mereka merasa hidup tidak adil, ditambah dengan keadaan mereka yang bisa dibilang tidak saling mencintai.

.

.

.

Sepasang kaki jenjang berjalan menelusuri lorong dengan langkah yang cepat dan tepat. Ia tampak tergesa-gesa, tangan kirinya menenteng sebuah paperbag berukuran sedang berwarna merah dan sebuah bucket mawar putih.

Ia menghentikan langkahnya didepan pintu bernomor 614. Tangan kanannya merogoh saku jaketnya, menekan tombol nomer satu.

"Baek, buka pintu depan,"

"..."

Selang beberapa menit, seorang laki-laki bertubuh kecil dan pendek keluar dari pintu tersebut. Ia terkejut saat melihat laki-laki diseberangnya berdiri tegap dan menyodorkan bucket mawar putih yang semula berada di genggamannya.

"Chan-"

"Aku akan menjelaskan hal itu nanti. Selamat hari jadi yang keempat, sayang"

"Ya ampun, Chanyeol aku bahkan tidak mengingatnya sama sekali. Terima kasih, aku mencintaimu,"

"Aku lebih mencintaimu. Sekarang, aku ingin kau mengganti bajumu dan ikut denganku. Ada sesuatu yang mau aku tunjukkan,"

.

.

.

"Aku pulang,"

"Yifannnn. Syukurlah kau sudah pulang,"

"Ada apa myeon? Apa anak-anak membuat ulah lagi?"

"Tidak, hanya saja aku merasa sangat lelah. Mereka sangat aktif, lari kesana lari kesini. Aku harap kau bisa menidurkan mereka selagi aku menyiapkan makanan untukmu, ya ya ya?"

Yifan mengangguk. Pria itu bergegas masuk ke sebuah ruangan yang dijadikan tempat bermain sekaligus kamar tidur untuk anak-anak mereka.

Wu Yifan dan Kim Joonmyeon. Mereka adalah pasangan yang telah menikah selama kurang lebih 6 tahun. Mereka sudah memiliki 4 orang anak. Jarak umur antara anak mereka kurang lebih hanya 1-2 tahun. Itulah sebabnya mereka tampak kewalahan mengurus anak-anak mereka, ditambah dengan apartemen mereka yang tidak begitu luas.

"Apa mereka sudah tidur?"

"Heum, mereka segera tertidur setelah aku menyanyikan lagu tidur untuk mereka,"

"Syukurlah, makanannya sudah siap. Kau mau makan atau mandi dulu?"

"Makan saja, lagipula ada yang ingin aku bicarakan denganmu."

"Ada apa?"

"Aku tahu, ini semua berat bagimu. Anak-anak, apartemen sempit yang jaraknya jauh dari kantorku. Dan aku tidak mau kau menjalani kehidupan pernikahan ini dengan banyak tekanan di hatimu. Jadi, aku putuskan untuk membeli sebuah rumah yang ya.. aku pikir ini cocok untuk kita. Minggu depan kita sudah mulai bisa menempati rumah tersebut."

"Ya ampun..."

"Ma, kita mau pergi kemana?"

"Iya ma, ini hari Minggu dan ini masi sangat pagi,"

"Apa mama belum memberitahu kalian?" tanya Joonmyeon kepada 3 orang bocah di depannya. Pertanyaan tersebut dijawab dengan gelengan dari 3 anak tersebut. Joonmyeon tersenyum.

"Kita akan pindah rumah, kita tidak akan tinggal disini lagi. Sekarang, mama mau kalian semua ikut papa ke mobil dan duudk yang tenang. Mengerti?"

"Aye, aye kapten,"

Joonmyeon menghela napasnya berat. Dia tidak menyangka akan meninggalkan apartemen yang telah menjadi saksi bisu kehidupan pernikahannya dengan Yifan. Walaupun ia senang dengan rumah yang akan segera mereka tempati, tapi apartemen ini menyimpan sejuta kenangan yang tak bisa tergantikan dengan apapun di dunia ini.

Junmyeon meraih ponselnya dan segera melangkahkan kakinya meninggalkan dapur. Setelah memastikan apartemennya kosong, ia mengunci pintu apartemennya.

"Ini kuncinya," Junmyeon menyerahkan kunci apartemennya kepada Minseok, yang duduk tenang dibalik meja yang bertuliskan "Customer Service".

"Aku tidak pernah menyangka kau akan meninggalkan apartemen ini, Jun. Jika ada waktu senggang, main mainlah kesini ya. Kami akan merindukanmu." Junmyeon menyunggingkan senyum manisnya. Dirinya sendiri juga tidak pernah menyangka akan pergi meninggalkan apartemen yang begitu berkesan untuknya.

"Sayang, bisa kita pergi sekarang?" suara berat Yifan menginterupsi Junmyeon dan Minseok yang sedang asik mengobrol.

"Hei naga, berjanjilah padaku. Kau akan membuat Junmye bahagia, aku tidak mau melihat ia datang kerumahku tengah malam engan mata yang sembab dan memerah. Awas, jika ha itu terjadi. Akan kucincang milikmu!" ancam Minseok sambil menunjukkan jarinya ke bagian privat Yifan. Yang diancam hanya bisa menganggukkan kepalanya.

Junmyeon dan Yifan segera msuk ke dalam mobil mereka. Mereka melambaikan tangan mereka kepada Minseok yang mengantarkan mereka sampai pintu depan.

"Kau siap?"

"Ya, aku siap"

.

.

.

Baekhyun memasukkan beberapa boneka berbentuk hewan yang lucu ke dalam sebuah kardus besar berwarna coklat. Ia begitu serius dengan aktivitasnya hingga tidak menyadari bahwa seseorang berkuping lebar sedang mengamatinya sambil bersender di ambang pintu.

"Apa kau yakin akan membawa itu semua, Baekby?" tanya Chanyeol.

"Ah, Chan sejak kapan kau disini?"

"Sejak kau mulai memasukkan boneka-boneka itu kedalam kardus. Kau terlihat sangat sibuk hingga tidak menyadari ada aku," Chanyeol memajukan bibirnya. Dia merasa sebal.

"Apa-apaan ini, kenapa kau cemberut? Kau merasa cemburu dengan bonekaku ini? Ayolah Chan, bukannya mengabaikanmu hanya saja aku sedang bingung. Boneka ini akan kuapakan ya? Aku tidak akan membawa boneka ini ke rumah baru kita tapi aku tidak tau akan kuberikan ke siapa," sekarang gantian Baekhyun yang cemberut. Tangannya berhenti memasukkan boneka-boneka miliknya ke dalam kardus.

Ya, boneka-boneka tersebut milk Baekhyun. Ia memang tidak bisa hidup tanpa boneka. Bahkan saat tidur, ia masih meletakkan beberapa boneka miliknya di sisi kiri tempat tidurnya. Chanyeol tentu saja tidak keberatan dengan hal tersebut, ya walaupun kasur mereka terasa lebih sempit tapi Baekhyun memang tidak bisa dipisahkan dari boneka-bonekanya.

"Kau yakin tidak ingin membawanya, Baekby?" tanya Chanyeol kepada Baekhyun. Tangan lebarnya mengambil sebuah boneka bebek berwarna kuning. Mengamati boneka tersebut lekat-lekat.

"Aku yakin Chan. Aku ingin menjadi pribadi yang lebih dewasa kedepannya, aku ingin rumah baru ini menjadi salah satu permulaan kehidupan baru kita," ujar Baekhyun kepada Chanyeol.

"Baiklah, jika itu maumu. Aku rasa kita bisa menyumbangkan boneka-boneka ini ke panti asuhan,"

"Benarkah? Apakah kita bisa pergi sekarang?"

"Tidak bisa sayang, kita harus segera memereskan barang-barang kita karena agen perumahan yang akan kita tempati sudah menghubungiku sejak tadi. Besok saat semuanya sudah beres, kita akan ke panti asuhan, okay?" jelas Chanyeol panjang lebar. Baekhyun hanya bisa mengangguk mengiyakan suaminya. Mereka lalu bergegas membereskan barang-barang yang akan mereka bawa.

Setelah hampir dua jam, beberapa laki-laki berbadan besar dan tegap memasuki apartemen mereka. Mereka mulai mengangkat kardus-kardus besar dan memasukkanya ke sebuah mobil box yang terparkir di bawah.

"Hati-hati ya, yang ini barang pecah belah,"

"Ah, yang ini tolong pastikan jangan tertindih kardus lain ya,"

"Biar aku saja,"

"Baekhyun, ayo. Kita harus segera berangkat, mereka sudah menunggu kita," Chanyeol mengulurkan tangannya yang disambut baik oleh Baekhyun. Mereka berjalan beriringan menuju lantai dasar gedung apartemen tersebut.

.

.

.

"Iya ibu,"

"Menurutlah pada Sehun, ia tahu apa yang terbaik untukmu,"

"Iya, aku akan menurut padanya,"

"Kau tidak boleh menangis, kau harus menjadi Jongin yang mandiri. Jika ada waktu, main-mainlah ke Daegu. Kami akan selalu menyambutmu dengan baik, mengerti?"

Cairan bening keluar dari mata indah Jongin. Bahunya bergetar. Ia akan segera menempati rumah baru bersama Sehun di Seoul. Ini pertama kalinya Jongin tinggal jauh dari orangtuanya. Ya walaupun ada Sehun, tapi Jongin ini adalah tipe anak yang tidak bisa jauh dari orangtua. Memang sih selama ini ia tinggal di rumah orangtua Sehun, tapi paling tidak rumah orangtua Sehun masih terletak di Daegu.

"Pasti ibu, Jongin akan main ke rumah ibu jika ada waktu senggang," Jongin berusaha menahan bulir air matanya. Ia tidak mau jika ibunya tahu bahwa ia sedang menangis, ia tidak mau membuat ibunya kecewa.

Setelah beberapa saat, Jongin memutus sambungan teleponnya. Meletakkan ponselnya di kasur dan mulai menangis. Membiarkan air mata yang ia tahan mati-matian lolos dengan derasnya. Jongin menundukkan kepalanya, bahunya bergetar hebat, tangannya mengepal keras. Tangisnya terhenti saat sebuah tangan kokoh membawa badannya ke dalam rengkuhan yang hangat menenangkan.

"Sehun? Maaf ya, aku malah disini tidak membantumu,"

"Apa kau tidak apa-apa? Kau tampak..."

Jongin mengangguk. Ia tidak mau Sehun merasa khawatir karena melihatnya menangis. Pria tan itu mengangkat pantatnya, niatnya mau kembali merapikan barang-barang mereka. Tapi Sehun menahannya, mempererat pelukannya pada badan Jongin.

"Ada apa?" heran, Jongin mengusapkan telapak tangannya di lengan Sehun.

"Biarkan dulu seperti ini, sebentar saja," Jongin hanya bisa menuruti kemauan pasangannya tersebut. Ia balas memeluk Sehun dengan erat.

"Jong, aku tau ini berat bagimu. Ini juga berat bagiku, semuanya terasa mendadak. Aku bahkan belum siap dengan semua ini, an aku tahu kau pun demikian. Jadi jika kau merasa kita tidak harus pindah, aku bisa mengatakannya kepada Ayah dan Ibuku,"

"Bukan, bukan seperti itu maksudku. Bukannya aku tidak mau pindah, hanya saja aku butuh waktu untuk menyesuaikan diriku dengan lingkungan sekitarku. Lagipula aku tidak mau mengecewakan ayah dan ibumu," Sehun menghela napasnya panjang-panjang saat mendengar jawaban jeluar dari mulut Jongin. Ia menangkap keraguan di mata Jongin.

"Tapi, berjanjilah padaku. Kau tidak akan menangis secara diam-diam seperti yang baru saja kau lakukan. Aku tidak mau terbangun di tengah malam dan melihatmu menangis. Aku tidak mau kau menjalani kehidupan denganku dengan terpaksa Jongin,"

"Aku berjanji. Tapi, jika aku ingin menangis apakah boleh menangis bersamamu?"

Sehun terkekeh mendegar pertanyaan Jongin. Ia kembali menenggelamkan kepala Jongin ke pelukannya yang sebelumnya sempat terangkat, memeluknya dengan erat.

"Tentu saja boleh sayang,"

Dan Jongin bersumpah jantungnya baru saja berhenti berdetak saat mendengar panggilan Sehun yang ditujukan untuknya.

.

.

.

Notes :

Hola... soo this is my first story. Maaf banget kalo mengecewakan, karena ini sebenernya gatau gimana caranya ngepost di ffn XD. So ini masi coba-coba dan semoga ga failed. Tolong reviewnya yaa, enaknya ini dilanjut atau di delete?

So, ya salken ya semua. Dont call me 'thor' pwease, kalian bisa panggil aku Moily atau apalah terserah kalian yang penting aku cewek. K bye gatau mau nulis apa lagi. So... reviewnya please