Longing For You

Chapter 2 : Why?

(June, 15th 2016)

.

A Mark-Jin fic

(The story is mine and GOT7 is JYP's)

.

.

Thankyou untuk follow, favorite, dan commentsnya! Huhuhu

Beberapa readers bilang kalau ini cerita terinspirasi dari Sanctuary (Short Filmnya GOT7 buat iklan produk Kontak lensanya Thailand). Tapi sejujurnya aku pas bikin ga sadar loh wkwkwk dan baru sadar pas kalian bilang ini di komen wkwkwk gaada niatan terinspirasi dari Sanctuary dan aku baru inget kalo GOT7 punay CF ttg bully bullyan ._. Awalnya tokoh Mark itu Jinyoung, dan Jinyoung itu Mark. Cuman aku mikir kok rasanya monoton ya? Jadi aku balik, Mark yang ditindas hahahah. Maapkeun sayangku! Tapi tenang aja koq, semua akan indah pada waktunya. Dan yang meragukan Jinyoung itu bottom apa bukan. Tenang aja, dia ttp bottom kok! Power bottom! Hahahah.

Terimakasih banyak semuanya! Semoga ga bosen sama ceritanya yak. Dan maapkeun diksi, kalimat atau apalah itu yang berantakan soalnya udah lamaaa banget ga bikin cerita karena kuliah. Ini lagi nganggur jadi pengin lanjut. Cekidor deh!

.

.

Mark memilih tiduran di kamarnya selama 10 hari dan empat hari keluar mencari udara segar. Setelah kejadian yang hampir merenggut nyawanya, seorang satpam menemukannya pingsan babak belur dan menelpon ambulan. Ia tidak terlalu tahu bagaimana reaksi orang tuanya yang jelas ia pasti bisa menebak bagaimana histerisnya sang ibu berteriak memanggil namanya. Tulang rusuknya patah, dan ruas jari kanannya bergeser. Ia butuh dua minggu untuk penyembuhan, karena cedera yang ia punya tidaklah begitu serius -namun cukup untuk membuatnya hampir mati-. Orang tuanya setiap hari bertanya bagaimana bisa dia bisa babak belur seperti itu dan setiap hari pula ia harus diam diri. Hampir saja orang tuanya memanggil polisi dan melacak siapa pelakunya namun dirinya selalu mencegah mereka.

"Ini permasalahanku, jadi aku harus menyelesaikannya sendiri." Ujarnya setiap hari.

Ibunya mengizinkannya keluar hanya untuk sekedar mencari udara segar di taman pribadi milik keluarganya. Lingkungan taman yang ada ternyata membuatnya bosan dan suntuk, tidak ada pemandangan yang baru. Matanya melihat ke arah pintu gerbang yang terbuka lebar. Tidak ada bodyguard yang menjaga ataupun satpam yang bertugas. Ini merupakan kesempatan emas baginya untuk keluar dari lingkungan mansionnya yang pengap.

Pelan-pelan Mark keluar dari lingkungan mewah itu lalu berlari setelah aman. Sejauh-jauhnya Mark berlari sampai lupa dengan cederanya. Setelah agak aman, Mark melambatkan larinya dan berhenti. Nafasnya menderu-deru dikarenakan takut, gugup, dan efek berlari. Mark memilih mampir ke taman bermain di depan kedai kopi tak jauh dari mansionnya.

Mark memang anak dari keluarga yang melebihi cukup. Keluarnya terkenal di seluruh Asia. Berkat usaha properti ayahnya yang sangat mendulang kesuksesan, kini keluarganya sedang merencakan untuk mendirikan suatu resort dan hotel yang nantinya akan Mark kelola ketika dewasa. Walaupun begitu, Mark tidak terkenal di sekolahnya. Dia selalu menyendiri dan tertutup.

Udara di luar terasa menyegarkan, dan matahari yang bersinar hangat. Di taman itu tidak ada orang yang mampir ataupun lewat. Hanya dirinya seorang. Mark memilih duduk di bawah rindangnya pohon dan mengamati sekitar. Suasana sangat damai karena sepi. Tiba-tiba ia merasa harus mengingat sesuatu. Otaknya bekerja penuh untuk mencari memori tersebut.

Kalau begitu berikan aku 500.000 won dan Youngjae bebas. Kau harus memberikannya padaku hari Minggu pagi, di tempat ini juga

Deg… Mark merasakan jantungnya terhenti seketika. Ini sudah dua minggu dan berlalu sedangkan dia belum bisa menepati janjinya. Wajahnya memucat mengingat Youngjae, orang yang disukainya. Ia takut Youngjae akan semakin tersiksa karena ulah keparat itu. Dengan cepat Mark bangkit lalu berlari menuju halte bus.

.

.

Keringat bercucuran dan kerongkongannya kering. Matahari semakin terik dan udara pun semakin panas. Mark melompat masuk ke lingkungan sekolah lewat pagar tembok dan mencari Youngjae. Dirinya memutari bangunan sekolahnya sampai tiga kali. Mark tidak tahu dia tinggal dimana dan bekerja dimana saja. Kini dia berdiri di depan ruang kelasnya.

"Ayolah Mark…" desah Mark gelisah. Mondar-mandir tidak karuan, dia mencoba mencari ide bagaimana bisa menemukan Youngjae. Batinnya tidak enak dan merasa ada satu hal besar yang akan terjadi.

Drap… drap… drap…

"Yah, Mark Tuan."

Park Jinyoung

Jangan jadi pengecut Mark…. Mark menggumam dan menutup rapat matanya. Dari suara yang ia dengar ia tahu kalau dia Park Jinyoung. Tapi untuk apa Jinyoung ada di sekolah ketika sedang libur?

Mendengar suara Park Jinyoung saja Mark sudah enggan membalikkan badan. Tangannya mengepal ketakutan. Memar di badannya belum sembuh total apalagi tulang rusuknya. Masih terasa sangat pegal sejak ia berlari tadi. Harusnya ia duduk dan istirahat.

"Kau tidak mau berbalik menatapku, huh?" Mark terlonjak kaget mendapati Jinyoung berbicara di depan mukanya. Matanya terbuka seketika dan mundur dua langkah. Jinyoung melihat Mark dari atas ke bawah, lalu ke atas lagi. Dia tersenyum melihat keadaan Mark yang lumayan menyedihkan untuk saat ini. "Sakit?"

Mark terdiam. Dia bingung harus menjawab apa. Dilihatnya Jinyoung yang tersenyum meremehkan. Mark menyembunyikan tangan kanannya yang patah lalu menggeleng. "Dimana Youngjae?" tanyanya dengan nada bergetar.

.

.

Mark benar-benar ingin mati ditempat sekarang juga.

Park Jinyoung keparat itu…

Menghajar Youngjae sampai babak belur.

Melihat orang yang disukainya terkapar tak berdaya di depan mukanya sendiri membuat hatinya merasakan sakit yang amat sangat. Dirinya sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi. Ingin melawan rasanya percuma, Park Jinyoung lebih kuat daripada dirinya. Untuk berjalan menuju arahnya pun rasanya takut kalau tiba-tiba Jinyoung akan memukulkan sesuatu seperti yang ada di drama yang biasa ibunya tonton.

"Mark Tuan, betapa teganya kau membiarkan orang yang kau sayangi babak belur sedangkan kau sendiri bersantai di rumah dan melupakan kewajibanmu," Jinyoung menepuk bahu Mark pelan.

Mark menatap mata Jinyoung sengit. Dirinya tidak berkata apa-apa selain menangis dalam hati.

Matanya menatap Youngjae miris. Rasa sayangnya sedang diuji saat ini.

Apakah dia harus menebus uang yang diminta Park Jinyoung?

Ataukah ia harus menelpon polisi?

Youngjae terlihat hampir pingsan dan matanya melihat Mark sayu. Mulutnya bergetar ingin mengatakan beberapa kata namun tak sanggup. Hanya deru nafasnya yang tersengal yang bisa didengar.

"Apakah uang itu sangat berguna?" tanya Mark. Jinyoung terdiam. Tangannya ia masukkan pada celana jeans kotornya lalu mengangguk.

"Tentu, tanpa uang aku tidak bisa hidup,"

"Lalu apa yang Youngjae telah perbuat sampai kau meminta uang padanya?" tanya Mark, berusaha memancing Jinyoung.

Jinyoung terlihat kesal. Dengan lancang dia menarik kerah baju Mark sampai dirinya sangat dekat dengan wajah pemuda bermarga Tuan itu. Seketika nyalinya ciut.

"Apa yang ingin kau tahu, huh? Itu bukan urusanmu‼" Setelah berkata seperti itu, Jinyoung melayangkan tinjunya ke wajah Mark.

Youngjae mengangkat tangan kanannya lemah. Air mata mulai menetes dari matanya dan terisak. Jinyoung berpaling dan berjalan ke arah Youngjae.

"Cu-kup…" isak Youngjae. Suaranya sangat menyedihkan dan lemah. Namun selemah-lemahnya seseorang tidak akan membuat hati Jinyoung goyah. Hatinya sudah terlalu keras dan akan sulit untuk melunakkannya.

"Mintalah uang padanya kalau kau ingin semua ini berakhir." Pinta Jinyoung datar.

Beberapa kali kau meminta padaku untuk memeras hartanya tidak akan ku lakukan, karena dia tidak ada urusannya denganku, batin Youngjae. Prinsipnya adalah berusaha untuk tidak meminta belas kasihan orang lain apalagi meminta hartanya. Biar dia yang menanggung semua resiko asalkan orang lain tidak terkena dampaknya.

"Berhenti kau!" Mark mendorong Jinyoung agar menjauh dari Youngjae. Matanya menatap marah pada Jinyoung.

Dirinya berusaha mati-matian untuk tidak menjadi pengecut dan membela Youngjae. Namun seperti kejadian sebelumnya, keberanian yang ia kumpulkan sepertinya salah karena pemuda di hadapannya saat ini makin tersinggung dan murka.

Langkahnya perlahan mundur dengan ketakutan karena Jinyoung kini maju perlahan. Pandangannya tertuju ke arah Youngjae dan Jinyoung secara bergantian. Rasanya untuk menelan ludah sangat susah apalagi melawan Jinyoung. Kalau saja ia tidak mendorong dan berteriak tepat di depan mukanya seperti tadi, uh… ia sangat menyesal saat ini.

Brak!

"Kurang ajar kau!"

Seketika nafas Mark tercekat melihat Jinyoung jatuh tertonjok seseorang.

Im Jaebum, ketua klub menari dan basket. Seseorang yang berhasil membuat Mark iri setengah mati karena dia sangat berani, tidak seperti dirinya yang gegabah dan pengecut. Dan paling penting adalah Jaebum itu sepupunya.

"Terimakasih telah mengabariku," Jaebum melambaikan ponselnya seraya menyeringai. Mark tersenyum kaku setelahnya.

Jaebum menatap ganas Jinyoung yang ada di bawahnya sekarang. Kakinya menginjak pinggang Jinyoung lalu beralih menendang punggungnya dengan keras. Dia terlihat murka saat ini.

Tidak ada yang berkata. Mereka terdiam dan saling memandang dengan penuh amarah. Mark tidak yakin tapi ia benar-benar melihat pandangan sedih dan kecewa dari kedua mata Jaebum.

Dan juga mata Jinyoung yang berkaca-kaca.

Jinyoung bangkit perlahan. Masih dengan memandang Jaebum, ia pergi dari lokasi.

"Jaebum-ah…"

Jaebum tidak menjawab. Dia menghirup nafas sedalam-dalamnya dan menggeleng. Pemuda itu berhutang penjelasan pada Mark.

"Youngjae, kau tidak apa-apa?"

Youngjae. Ia lupa untuk menolongnya.

Mark berjalan menuju ke arah Youngjae dan melihat keadaannya. Darah mengucur dari kepalanya dan muaknya lebam seperti Mark dulu. "Youngjae kau tidak apa-apa? Tolong bertahanlah." Mark memangku Youngjae dengan cemas.. Tangannya yang berada di kepala Youngjae bisa merasakan kalau kucuran darah segar itu makin deras. Mark bisa merasakan kalau air matanya tumpah pada saat itu. Tangannya bergetar tidak karuan dan nafasnya tersengal.

Youngjae menghirup nafas pelan sebelum jatuh pingsan di tangan.

"Oh tidak," Jaebum menatap Mark cemas.

Dan Mark hanya bisa menatap Jaebum dengan air mata berlinang, memohon agar dia membantunya melakukan sesuatu.

.

.

"Bagaimana kau bisa menemukan Youngjae ada di sekolah?"

"Entahlah… akupun tidak tahu." Desah Mark. Rambutnya berantakan dan seluruh badannya sakit. Perban di jarinya belum diganti dan kini sakitnya mulai terasa lagi, sedangkan tangan lainnya memegang pipinya yang kena tonjokan Jinyoung. Walaupun sudah diobati dan dibalut plester rasa sakitnya masih terasa. Mark merasa lebih baik sakit gigi dibanding tidak bisa bicara karena ditonjok. Apalagi ditonjok dua kali dalam sebulan.

Jaebum dan Mark duduk di depan UGD rumah sakit. Youngjae mengalami masa kritis dan pendarahan yang dia alami cukup serius sehingga membuatnya tidak sadarkan diri. Dokter belum bisa memastikan kapan Youngjae akan tersadar dan apa dampak yang akan dialami Youngjae setelah ia bangun.

Banyak pertanyaan yang hinggap di otak Mark saat ini.

Kesalahan apa yang Youngjae perbuat sampai-sampai Jinyoung berani berbuat kekerasan padanya?

Mengapa Jinyoung butuh uang dengan angka cukup fantastis? Apakah ia sedang terlilit hutang? Atau hanya untuk senang-senang?

Dan… mengapa Jaebum terlihat kecewa dan sedih pada Jinyoung?

Semuanya ingin ia tanyakan apalagi yang terakhir pada sepupu di sampingnya kini. Tapi yang keluar adalah "Apa kita harus memanggil polisi?"

Jaebum mendesah dan menggeleng. "Jangan."

"Kenapa?" dirinya mulai curiga saat ini. "Dia pantas dipenjara. Ini salahku juga karena aku seperti berusaha melindunginya dari Ayah dan Ibu. Aku hanya ingin menyelesaikan perkaraku sendiri tanpa bantuan mereka. Dan aku tidak tahu kalau akan menjadi agak rumit seperti ini," Mark menghela nafas dan menepuk punggung Jaebum.

"Ayo lapor polisi sebelum semakin rumit. Jinyoung akan menjadi-jadi setelah ini, aku yakin sekali."

Jaebum menggeleng cepat lalu bangkit. Tangannya meremas kaleng kopinya lalu melemparnya ke tembok dan jatuh tepat di keranjang sampah.

"Jaebum!" Mark berdiri, berusaha menghentikan Jaebum namun pemuda itu berjalan keluar.

Hal ini semakin membingungkan untuk Mark. Mark memandangi koridor yang Jaebum lewati dengan pandangan penasaran.

Kenapa Jaebum tidak mau melaporkan Jinyoung pada polisi?

.

To Be Continue

.

BTW punya niatan bikin oneshoot tentang JinGyeom (Gyeom-Pepi) pada mau ga? hehe