Best Ending?

S

E

H

U

N

"Ada batas yang tak terlihat diantara Langit dan Bumi, begitu pula kita, ada batas yang tak terlihat antara kau dan aku, dan batas itu adalah 'dia'"

J

O

N

G

I

N

Chapter 06

.

.

.

Cling

Lonceng kecil yang berada diatas pintu masuk Neko café itu berdenting beberapa kali, sosok manis dengan tatapan gusar terarah kesegalah arah, mencari sosok pria manis berkulit tan.

"Jongin!" Serunya tak terlalu keras setelah melihat pria yang ia cari duduk bersama pria manis lainnya.

"Ah, kau sudah datang hyung,"

"Duduklah dulu,"

"Permisi," Jongin melambaikan tangannya kearah seorang pelayan yang hendak melewatinya.

"Aku pesan secangkir mocha latte," pelayan itu mengangguk kemudian melangkah menuju pantry untuk pesanan baru Jongin.

"Ada apa? Kenapa hyung menatapku seperti itu?" Baekhyun yang semula hanya duduk manis pun kini memalingkan wajahnya menoleh kearah Joonmyeon. Dahi pria manis itu mengkerut ke dalam, tidak rileks sama sekali.

"Kau, apa yang sedang terjadi antara kau dan Sehun?" skakmat. To the point. No, basa-basi. Langsung tusuk ke Jantung. Begitulah seorang Joonmyeon.

"..."

Lama pertanyaan itu tak jua dijawab oleh Jongin, hingga pesanan mocha latte milik Joonmyeon datang.

"Nini~" ugh—jika Joonmyeon sudah memanggil Jongin dengan sebutan 'Nini', Jongin tak akan bisa berkutik.

"Hhaaa..." helaan nafas kasar keluar dari mulut Jongin.

"Aku tak tahu hyung,"

Heh!—jawaban macam apa itu JONG!

"Maksudmu?" tekan Joonmyeon, ia tak puas dengan jawaban yang diberikan Jongin saat !

"Dia sudah seperti itu sejak aku menanyakan hubungannya dengan Sehun dua hari yang lalu hyung," kali ini Baekhyun membuka mulutnya—menyindir Jongin yang hanya diam tanpa mau berbagi dengan mereka. Hell yeah! Kalian pikir sudah berapa lama mereka bersama? Setahun? Dua tahun? No! ini adalah tahun ke-21 mereka bersama.

"Aku benar-benar tak tahu hyung," keukeuh Jongin.

"Oke, fine. Aku akan ganti pertanyaanku, sejak kapan Sehun dekat dengan wanita bernama 'Luhan'?" kali ini kedua mata bulat Jongin melebar—darimana Joonmyeon bisa tahu tentang Luhan? Sedangkan, Baekhyun masih tidak mengerti apa hubungan wanita bernama Luhan dengan masalah Jongin dan Sehun?. Ups, sepertinya ia ketinggalan banyak.

"Jangan tanya darimana aku tahu, katakan saja sejak kapan mereka berdua dekat?"

Jongin merasa tak nyaman dengan obrolan kali ini, "Aku rasa sejak ia ke Jeju beberapa minggu lalu"

"Wah, hanya dalam beberapa minggu mereka bahkan terlihat seperti pasangan kekasih?" sarkas Joonmyeon. Jongin yang tahu apa maksudnya hanya meringis.

"Dan kenapa kau diam saja, hum?" tekan Joonmyeon lagi.

Saat ini Jongin terlihat seperti seorang tahanan yang sedang diinterogasi oleh polisi.

"Kau seharusnya melakukan sesuatu, Nini," kali ini Joonmyeon menatap Jongin lembut.

"Aku... aku..."

"Kau takut?"

Jongin menggeleng.

"Bukan seperti itu hyung. Kau tahu aku sangat mencintai Sehun. Bukannya aku tidak mau melakukan sesuatu, hanya saja ini sulit hyung" jari-jemari tangannya bergerak gelisah.

"Aku tidak mengerti" tuntut Joonmyeon.

Jongin menghela nafas panjang, menegakkan tubuhnya lalu menatap Joonmyeon tepat di matanya, "Meskipun pada akhirnya cinta yang kumiliki tidak sanggup membuat Sehun merasa cukup, dan memilih cinta yang lain, pada saat itulah aku menyerah,"

Joonmyeon menatap Jongin dengan tatapan kesal, "Kau bodoh!"

Jongin hanya tertawa kecil, "Aku memang bodoh hyung, karena aku hanya punya cinta untuk Sehun"

"Saat kau sudah menyerah, jangan lupa bahwa kau masih punya kami," kali ini Baekhyun berbicara, memeluk tubuh Jongin erat.

"Terima kasih, Baek-hyung, Suho-hyung,"

'Aku harap kau tidak akan semakin terluka, Jonginie,'—batin Joonmyeon prihatin.

.

.

.

Seminggu telah berlalu sejak hari itu, tidak ada yang berubah semua masih sama, hubungan antara Sehun dan Jongin masih datar, tidak harmonis namun tidak mendingin. Kebiasaan Jongin berubah, ia bangun lebih pagi dibandingkan Sehun, menyiapkan sarapan seperti biasa, meninggalkan note kecil di atas meja makan, dan memulai aktifitasnya sendiri, tanpa menunggu Sehun.

Sedangkan Sehun, belakangan ini ia makin sering pulang larut malam, melihat Jongin yang telah tidur memunggungi dirinya, hanya meninggalkan secarik kertas diatas piyama yang telah ia siapkan seperti biasa. Sehun tak pernah mencoba menanyakan pertanyaan 'kenapa', 'sejak kapan' tingkah sang 'istri' menjadi tak bersahabat seperti itu. Ia hanya meng-ignore semua hal yang telah terjadi. Pikirannya hanya dipenuhi 'kerja' 'kerja' dan 'kerja' serta sedikit tentang 'Luhan', jangan tanyakan Jongin ada diurutan ke berapa.

Sama seperti malam ini, Sehun pulang sekitar pukul 02:35 am, setelah sebelumnya ia menghadiri pesta bersama para karyawannya. Ia bahkan menghabiskan hampir 10 botol soju—arak khas korea. Dan seperti biasa Jongin pasti sudah terlelap di kamar mereka. Sehun yang terlalu banyak minum soju melangkah dengan sempoyongan ke kamar mereka. Sebelah tangannya berpegangan pada tembok—menahan berat badannya supaya tidak jatuh—sedangkan satu tangannya bergerak menggoyangkan simpul dasi yang terasa mencekik lehernya. Setelah lepas, ia pun bernapas dengan lega.

Melihat tubuh sexy Jongin yang membelakangi dirinya, entah mengapa gairah Sehun terasa memuncak. Dengan sempoyongan ia berjalan menghampiri Jongin yang masih terlelap. Dengan perlahan ia meraba kaki jenjang 'istri'nya hingga menyingkap selimut yang terpasang apik di tubuh Jongin. Gairah itu makin memuncak begitu ia melihat piyama putih yang sedikit transparan—melekat dengan apik di tubuh Jongin. Dengan kasar, ia melepas kancing kemeja yang ia kenakan, membuka ikat pinggang serta zipper celana bahannya—hingga memperlihatkan celana dalam putih garis hitam dengan tonjolan di selangkangannya.

Bagai harimau yang siap menerkam mangsanya—Sehun dengan satu sentakan menurunkan celana piyama Jongin—beserta pakaian dalamnya. Dan tanpa peringatan—setelah ia sempat meludahi lubang milik Jongin dan mengusapnya sesaat, serta meludahi penis miliknya yang telah teracung tinggi, ia melesakkannya dengan kasar membuat tubuh Jongin yang tadinya terlelap kini terlonjak kaget, Jongin menjerit sakit.

"Sa—sakit..." rintihnya dikala benda besar milik suaminya menerobos dengan paksa.

"Ughh...nggghhhhh..." Sehun yang masih diantara alam sadar dan tidak, menghiraukan rintih kesakitan Jongin. Ia bahkan mempercepat gerakannya hingga ranjang yang menjadi alas mereka berderit-derit ditengah malam yang sunyi.

"Ber—ngghhh—henti...ahhh... Sehhh...huunnnn...ti..tidak..." Jongin yang masih lemas berusaha melepaskan diri dari rengkuhan Sehun, namun percuma. Sehun terlalu larut dalam kenikmatin sehingga ia melupakan—mengabaikan rintihan sang 'istri' yang berkali-kali mengatakan untuk berhenti.

Hingga, pada akhirnya puncak kenikmatan pun tiba. Sperma Sehun keluar berulang kali didalam lubang Jongin—yang mungkin lecet dibeberapa bagian.

Jongin yang masih berada dalam rengkuhan Sehun. Menangis. Meratapi nasib hinanya yang diperlukan bagai binatang oleh suaminya sendiri.

Baru saja beberapa menit berlalu, Sehun ternyata masih belum puas, ia pun melanjutkan kegiatannya, lagi-lagi mengabaikan terlukanya seorang Kim Jongin.

.

.

.

Sehun yang bangun dengan kepala pusing—seperti diberi penahan beban berkilo-kilo. Ia bahkan tak menyadari kondisi kamarnya saat ini. Pakaian berserakan dimana-mana, pintu kamar yang sedikit terbuka, lalu Jongin yang terbaring tertelungkup dengan bekas air mata yang telah mengering.

Drrrtttt...drrrttttt...

"Haishhh!" Sehun mengacak rambutnya—berusaha menghilangkan efek pusing yang ia rasakan.

"Ya, hallo?"

"Hun! Kau baru bangun?!"

Sehun menjauhkan sedikit ponsel dari telinganya, "Kenapa hyung?" tanyanya malas.

"Aissh! Kau lupa kita ada meeting penting hari ini?!" Sehun bahkan bisa membayangkan ada dua tanduk muncul diatas kepala Kris.

"Ya, ya aku berangkat sekarang," ujarnya malas.

"15 menit! Lebih dari itu awas saja kau!" ancam Kris lalu terdengar suara 'Tuutt' panjang mengakhiri sesi percakapannya mereka.

Ketika ia ingin menuruni ranjang, disebelahnya terbaring Jongin dengan kondisi yang bisa dibilang 'berantakan'. Ia terkejut. Ia mulai berpikir, apa yang telah terjadi semalam. Mengapa Jongin terbaring dengan kondisi seperti itu. Namun, belum sempat ia mengolah semua yang terjadi. Jongin lebih dulu bangkit perlahan, kemudian melangkah sambil tertatih menuju kamar mandi—membiarkan tubuh telanjangnya terlihat. Sehun membelalakkan matanya ketika ia melihat banyaknya bekas biru keunguan di sekujur tubuh Jongin. Ia merasa menyesal...

.

.

.

Sehun masih belum bisa melupakan kejadian tadi pagi. Ia masih berusaha mengumpulkan semua kepingan-kepingan ingatannya, hingga sebuah getaran di saku celananya menghancurkan usahanya.

'Lu-noona?' batinnya.

"Hallo? Ada apa noona?"

"Hun...hiks... hikss..." dahi pria tampan itu berkerut.

"Ada apa? Kenapa noona menangis?" terdengar sedikit panik. "Hun... maaf...bisakah kau datang kemari?" dengan suara sengau dan sedih, entah mengapa perasaan Sehun saat ini cemas.

"Tetap disana, jangan kemana-mana!" titah Sehun. Ia langsung mematikan sambungan telepon sepihak, berbalik arah—kembali ke basement dengan sedikit berlari—melupakan janji pentingnya untuk meeting.

.

"Tsk!" Kris kesal setengah mati menunggu Sehun yang tak kunjung datang. Hampir setengah jam ia menunggu Sehun, tapi ujung hidung pria tampan itu bahkan tidak—belum terlihat.

Ia ingin melempar sesuatu untuk melampiaskan rasa kesalnya. Apapun itu tolong berikan ia sesuatu.

"Tuan, apakah kita harus mengundur rapat hari ini?" sang sekretaris berjalan mendekati Kris dengan tatapan takut-takut.

"Tunggu 5 menit lagi, aku akan segera kembali," iapun dengan segera mengeluarkan ponselnya, kemudian menekan tombol yang sudah ia hafal diluar kepala.

"Tut...Tut...Tut...Tutt..."

"Sial!" umpatnya. Ia kembali menekan nomor tadi, namun hasilnya sama, tak diangkat.

"Kemana si brengsek Oh itu!"

Ia menekan nomor lain—Jongin. "Halo? Jong, apa Sehun masih disana?"

"..."

"Apa?!" Kris makin kesal.

"Sampai sekarang pun tidak memperlihatkan batang hidungnya didepanku!"

"..."

"Sudahlah, nanti aku hubungi Sehun lagi. Terima kasih ya Jong, maaf mengganggu waktumu, sampai jumpa."

Dengan langkah kesal, ia menuju ke dalam ruang rapat tanpa kehadiran si brengsek Sehun!.

.

.

.

Setelah Jongin meletakkan ponselnya kembali diatas nakas, pikirannya melayang entah kemana.

"Mungkinkah kau pergi bersamanya?"

.

Sehun pulang pagi hari, memakai pakaian yang sama seperti yang ia pakai kemarin.

Jongin yang tengah memakan serealnya menoleh begitu sang suami masuk ke dalam rumah, mengernyit melihat tampilan yang kusut.

"Kau...darimana?" sejenak ia abaikan sereal yang baru ia habiskan setengah.

Sehun yang mendengar suara lembut 'istri'nya menoleh sambil meletakkan jasnya diatas sofa.

"Kakeknya Lu-noona meninggal kemarin pagi, jadi aku menemaninya mengurus kremasi kakeknya," Jongin yang mendengar nama Luhan disebut mengernyit tak suka.

"Sehun? Bisakah kau menjaga jarak dengan Lu-noonamu itu?" ujar Jongin dengan nada tak suka.

Sehun yang baru saja melepas simpul dasinya memalingkan wajah menatap Jongin.

"Huh? Kenapa aku harus menjaga jarak?"

"Hmmm... tidak, hanya.. hanyaa.."—Jongin bingung bagaimana untuk mengungkapkan keresahannya selama ini tanpa membuat Sehun salah paham.

Sehun menghela nafas berat, "Dengar Jong, aku tidak ada hubungan apapun dengan Lu-noona, jika itu yang kau pikirkan. Kami hanya teman,"

Setelah itu Sehun meninggalkan Jongin yang masih diam terpaku menatap kearahnya.

'Sekarang 'hanya' teman, tapi semakin sering kau bertemu dan bersama dengannya, kalian bukan lagi 'teman' tapi akan segera menjadi 'teman hidup', bukankah begitu?' batin Jongin nelangsa. Ia hanya menatap sereal dihadapannya dengan tatapan nanar, hingga bulir air mata menetes jatuh.

TBC

.

.

.

Spoiler

"Kemana kau kemarin hah?"

.

"Hyung... akankah aku bertahan hingga akhir?"

.

"Lu-noona, kenapa akhir-akhir ini kau menghindariku?"

.

"Aku tidak ingin menjadi pihak ketiga dalam rumah tanggamu, Hun"

.

.

.

"Cinta? Apakah kau masih mencintaiku? Masihkan perasaan itu tertuju untukku? Jika ia kenapa aku merasa cintamu palsu?"

.

.

.

See You Soon~

(^_^)