Disclaimer: Haikyuu - Haruichi Furudate, Lagu yang dipakai disini always belongs to its respectful owner

I own nothing but this fic :"3

.

HAPPY IWAOI DAY! 04.01.2017

.

Warning: Musician!AU(atau Composer!AU), rated mature karena saya sadar betapa tidak amannya konten fiksi ini, mainly IwaOi, college days, contains Boys Love, fiksi yang tidak mendidik, possibly OOC, istilah yang tidak dikaji mendalam, imajinasi penulis yang tidak tersampaikan, etc. Definitely not a song fic. Please pay attention ;w;

Note: Demi nyambungnya(?) imajinasi daku dengan anda sekalian, direkomendasikan mendengarkan; Sakuzyo - Imprinting dan Memme - Sky of the Ocean (Vocal by M2U). I've told ya all, I'm imagining Oikawa as M2U. Maaf itu lagunya berbahasa Korea. Tapi menurut daku, suaranya tampan(?) sekali di lagu itu.

Roller coaster-ish chapter! Harap kencangkan sabuk pengaman.

.

.

limelight, a Haikyuu! fanfiction by yana

bagian tiga

Don't like, don't read. You've been warned. Proceed with your own risk.

.

Iwaizumi sedang menenggak kopi hitam sambil duduk mengerjakan tugas di kafetaria Fakultas Teknik. Ia sengaja tidak kembali ke apartemennya karena Oikawa berkata hendak menghampiri Iwaizumi ke fakultasnya. Ia pun tidak perlu banyak berpikir untuk menuruti kemauan Oikawa. Lagipula ada kelas pengganti pada pukul tiga sore. Masih ada sekitar empat-puluh menit lagi.

Bohong sekali, sebenarnya. Iwaizumi hanya tidak tau harus berbuat apa. Sudah seminggu Iwaizumi menolak bertemu dengan Oikawa. Ia menjadikan tugas dan praktikum sebagai kamuflase, ia tidak punya alasan lagi untuk lari dari Oikawa. Jadilah ia menyerah, membiarkan Oikawa menemukannya.

Oke, itu memang bukan kebohongan. Tapi itu masih sebagian kecil dari fakta yang sebenarnya. Iwaizumi tidak mau bertemu dengan Oikawa karena masih kepikiran mengenai kejadian itu. Ia tidak punya jawaban apapun jika Oikawa bertanya atau meminta penjelasan tentang hal yang terjadi tempo hari ketika Oikawa setengah sadar.

Mana mungkin ia bilang, "Ya, sebenarnya setelah gelas yang keempat, aku sudah tidak memperbolehkanmu minum lagi. Tapi kau memaksa, hingga akhirnya aku menyembunyikan botol itu di atas kabinet dapur. Kau tidak terima, kau menggoyangkan kursi yang kugunakan untuk naik. Lalu aku jatuh, menindihmu, dan kita hanya tidak sengaja berciuman." Tamat.

Iwaizumi tidak bisa tidur dengan tenang. Tiap malam selalu stress memikirkan hal bodoh itu. Tidak seharusnya ia terganggu (kalau memang bisa dibilang terganggu) dengan kecelakaan yang terjadi sepekan yang lalu. Lagaknya macam bocah yang baru pertama kali mengalami ciuman dengan seseorang yang sudah lama diincar. Itu bukan ciuman pertama Iwaizumi (jika dengan seorang cowok, memang iya), ia bukan bocah juga! Lagipula, Oikawa bukan perempuan, bukan orang yang ia sukai, bukan objek yang harusnya membuat Iwaizumi sekacau ini!

Hal terburuknya adalah Iwaizumi tidak bisa melupakan rasa yang terkecap saat mereka saling memagut bibir.

Dan yang terburuk dari yang terburuk adalah Iwaizumi sepenuhnya sadar dan tidak mabuk samasekali, pun ia tidak menghentikan Oikawa yang memulai semua kekacauan ini. Iwaizumi yang tidak mabuk seharusnya langsung mengontrol keadaan. Semua aman terkendali, semua senang, tidak ada yang tersakiti.

Tapi nyatanya Iwaizumi tidak mampu melakukannya. Seminggu ini ia terus mempertanyakan sekaligus menegaskan bahwa ia seharusnya tidak terganggu. Kalaupun Oikawa tau semua yang sudah terjadi, Oikawa pasti menganggap mudah seluruh hal ini. Dilihat darimanapun juga, Oikawa adalah tipe cowok populer yang jadi incaran cewek-cewek. Jangan lupa pula, Oikawa selalu flirty dan tebar pesona dimanapun dia berada. Pastilah sebuah ciuman tidak akan terlalu menyakitinya.

Lamunannya teralihkan oleh sosok yang berlari dari arah jam sepuluh. Iwaizumi bergegas mengambil cangkir dari sudut meja, pura-pura meminum kopi yang isinya sudah tinggal ampas. Oikawa melambaikan tangan. Iwaizumi tidak membalas, ia masih berpura-pura sedang meminum kopi.

Sebuah tas punggung berwarna cobalt blue dibanting di kursi kosong, Oikawa duduk di kursi yang pas berhadapan dengan Iwaizumi. Setelah beberapa detik terlewati dengan saling menatap, Oikawa menarik nafas dalam-dalam.

Lalu ia merengut. Iwaizumi tau ada yang tidak beres dengannya.

"Aku kesal sekali. Tadi ada sosialisasi peminatan jurusanku. Tapi. TAPI, tidak jadi ada mata kuliah forensik. Padahal saat awal masuk kuliah, aku yakin melihat ada Psikologi Forensik di alur studi!"

"Alasannya klise sekali, katanya tahun ini dosen yang bisa mengampu mata kuliah di Psikologi Forensik hampir tidak ada. Yang benar saja!"

Iwaizumi mengerutkan dahi, sebagiannya tidak mengerti maksud Oikawa. Sebagiannya lagi salah fokus, "Sialan, kenapa juga Oikawa harus pakai pelembab bibir!?"

Oikawa memiringkan kepalanya ke kanan, telapak tangannya digerakkan di depan wajah Iwaizumi, "Iwa-chan?"

Iwaizumi terlonjak. Ia menggelengkan kepala sekuat tenaga. Pipinya memerah, takut ketahuan sudah mencuri pandang ke arah bibir lawan bicaranya. "M-Mungkin saja sebenarnya itu hanya satu bab di mata kuliah, bukan peminatan atau konsentrasi di jurusanmu..?"

Lagi-lagi ia menghela nafas berat. Sudah cukup dengan segala hal yang terjadi hari ini! Oikawa tidak ingin Iwa-chan juga menjadi se-menyebalkan orang-orang lain!

Ia menepukkan punggung tangannya ke dahi Iwaizumi, "Iwa-chan demam? Kenapa wajahmu merah?"

Iwaizumi terperanjat dan reflek menepis tangan Oikawa yang berada di dahinya. Ia sedikit memundurkan kursi yang dia duduki. Merasa harus membuang muka ke arah lain, asalkan wajah Oikawa tidak berada pada radius pandangnya.

"Iwa-chan kenapa, 'sih? Aku salah apa? Jangan nyebelin juga dong. Bete gara-gara tugas? Sama kok, aku juga punya banyak."

Aku harus bilang apa? Nyatanya yang membuatku seperti ini adalah dia sendiri.

"Apakah aku sudah melakukan sesuatu yang membuat Iwa-chan terganggu?"

Iwaizumi membuang muka, "Setiap yang kau lakukan selalu membuatku terganggu. Terutama panggilan bodoh itu."

Tadinya Oikawa berencana membahas soal proyek pertama mereka. Tapi jika dengan atmosfer yang seperti ini, mana mungkin mereka bisa bekerja sama? Tak taukah dia, betapa sulitnya ia menyisihkan waktu luangnya untuk pergi ke fakultas yang jaraknya dari ujung ke ujung? Lupakan soal jarak dan waktu. Yang tersulit adalah mendapatkan kesempatan. Oikawa tentu saja sadar, Iwaizumi belakangan ini sedang menjaga jarak.

Sejujurnya Oikawa sudah sangat kesulitan untuk mengendalikan letupan amarah yang sudah memberontak ingin dilampiaskan. Oikawa memilih bungkam. Iwaizumi tidak ingin mengaku kalah. Dan mereka berdua sama-sama bodoh.

Pada akhirnya tidak ada yang mengalah. Iwaizumi pergi saat jam sudah menunjukkan pukul tiga kurang lima menit. Sebelum Iwaizumi benar-benar beranjak, Oikawa sempat mendengar suaranya yang nyaris seperti berbisik,

"Kau tidak akan mau mengetahui hal yang sudah terjadi. Sebenarnya kau–"

Oikawa yakin ia tidak salah dengar.

.

Dua orang yang sama-sama bersikeras menolak realitas. Sepenuhnya menolak atau hanya tidak mempercayai. Manapun yang lebih tepat, jelasnya ada pada perasaan mereka sendiri.

Oikawa samasekali tidak bereaksi. Iwaizumi sudah menganggap dirinya dipermainkan. Memangnya hal itu sebegitu tidak berartinya? Mungkin Oikawa sudah bosan bermain-main dengannya. Mungkin Oikawa sebenarnya bukan tidak sadar, tapi mengalami temporary memory loss. Mungkin Oikawa akhirnya tau betapa tidak berpengalamannya Iwaizumi. Mungkin Iwaizumi berada jauh dari ambang batas ekspektasi Oikawa. Tidak harus diberitau! Iwaizumi sendiri sudah mengerti.

Ia mengerti bahwa dirinya sudah mulai memiliki kebutuhan untuk tetap dekat dengan Si Bodoh itu. Dan Iwaizumi sangat membenci fakta ini. Seharusnya ia tidak boleh terikat apalagi jatuh. Benar-benar pecundang. Lebih pecundang lagi jika Iwaizumi sampai pergi menemui Oikawa hanya karena ingin melihat senyum menyebalkannya.

Meskipun ia sudah berhasil mempertahankan egonya selama hampir dua minggu ini, Iwaizumi masih sering bertanya-tanya. Sampai kapankah ia bisa menjadi sosok yang seperti ini? Melupakan masalah dan mendiamkan masalah samasekali bukan gayanya. Tapi Iwaizumi pun tidak yakin bisa menyebut hal ini masalah–setidaknya dengan Oikawa.

Iwaizumi sudah bosan tertelan habis oleh inferioritasnya sendiri.

Haruskah ia menjemput penjelasan yang diharapkan? Yang benar saja. Memangnya dia siapa? Memangnya mereka apa? Teman? Kolega? Atau malah teman-dengan-keuntungan? Yang jelas, tidak seharusnya Iwaizumi berharap lebih.

Betapa buruknya peruntungan Iwaizumi di ranah afeksi. Platonis atau romantis, keduanya sama-sama ironis.

Persetan dengan semua ini! Iwaizumi hanya ingin batas konkrit. Sejauh mana ia boleh melangkah? Dia hanya ingin kawan baik. Tapi bukannya seorang sahabat tidak mencium sahabatnya sendiri?

Iwaizumi sudah bosan memikirkan masalah yang entah nyata atau imajiner. Ha, lucu sekali. Mungkin Oikawa sekarang sedang bergurau dan bersenang-senang dengan teman-teman wanita–atau pria.

Lalu bagaimana nasib kolaborasi mereka? Lebih tepatnya, nasib Iwaizumi di dunia musik? Ia kembali karena Oikawa sudah menguraikan lukanya. Tapi orang yang sama juga menyebabkan luka lain menganga lebar-lebar.

Seharusnya ia sudah tidak peduli tentang eksistensi berwujud Oikawa Tooru. Tapi nyatanya Iwaizumi merasa degup jantungnya sempat melewatkan satu ketukan, hanya karena Oikawa Tooru. Ia ingin tertawa satir. Kemana perginya semua kekecewaan, kekesalan, dan ketidakberdayaannya?

"Iwaizumi, gawat. Oikawa menghilang. Ia me-reject teleponku, sekarang ia mematikan ponselnya. Aku barusan login ke akun informasi akademik miliknya, ia sudah empat kali berturut-turut tidak masuk kelas!"

Sejujurnya yang jadi pertanyaan besar bagi Iwaizumi adalah bagaimana Hanamaki bisa tau password akun keramat yang isinya dapat menyebabkan mahasiswa kejang-kejang lagi menangis Bombay.

"Tenang, tolong jelaskan padaku kenapa kau bisa berpikiran Oikawa menghilang."

"Ya itu tadi pokoknya. Oikawa tidak akan bolos jika bukan karena sakit. Jika sakit pun biasanya ia paling banyak bolos tiga kali berturut-turut. Tapi ini sungguhan aneh! Kurasa ia tidak sedang sakit."

"Kau sudah lihat ke apartemennya?"

"Belum. Aku baru sadar keanehan ini saat di kelas tadi. Aku tidak bisa keluar dari kelas, aku ada kuis sebentar lagi. Issei juga sedang ada kelas. Kau hari ini sudah tidak ada kelas lagi, 'kan?"

"Baik, tenangkan dirimu. Kau ada kuis di depan mata. Jangan berpikiran yang tidak-tidak. Aku akan ke apartemennya sekarang juga. Berikan alamat apartemen Oikawa."

Seketika pesan dari Hanamaki masuk di L1N3, Iwaizumi langsung bergegas mengambil dompet, ponsel, dan kunci mobil lalu berlari menuju tempat mobilnya terparkir. Ia yang biasanya selalu memeriksa rumah sebelum pergi, kali ini tidak mempedulikannya. Kalau sampai ada yang terbakar atau apa, urusan belakangan.

Beruntung sekali jalanan cukup lengang. Ia bisa agak kebut-kebutan di jalan raya. Beberapa kali ia hampir menerobos lampu lalu lintas dan menyebabkan dirinya sedikit was-was. Persetan dengan hal lain. Yang jadi prioritas utamanya adalah sampai di apartemen Oikawa secepat mungkin.

Kenapa juga ia harus peduli? Tidak diragukan lagi, dirinya memang orang paling bodoh yang ada di abad ini. Lalu kamu mau bilang apa ketika sudah bertemu Tooru?

Setidaknya... Setidaknya ia ingin membalas budi kepadanya. Oikawa memang membuatnya terluka tapi ia juga pernah menyembuhkan luka yang lain. Oikawa memang sering membuatnya kesal tapi Iwaizumi tidak pernah sekalipun membenci dia.

.

Iwaizumi sampai di depan pintu apartemen yang diindikasikan sebagai apartemen Oikawa. Sudah beberapa menit ia tak bergeming dari sana. Haruskah bel ini dipencet? Atau ia hanya harus mengetuk pintu? Argh! Kenapa ini begitu sulit untuk dilakukan!?

Napasnya tertahan sesaat setelah bel itu ditekan. Begitu terdengar suara derit pintu, Iwaizumi rasanya ingin kabur. Dengan raut muka yang datar, Oikawa berdiri setengah menyandar di kusen pintu.

Oikawa tidak bilang apapun. Gestur tubuhnya hanya mengisyaratkan Iwaizumi untuk masuk ke apartemennya. Tanpa berkomentar, Iwaizumi berjalan melewati Oikawa. Dibelakangnya, pintu ditutup dengan bunyi bedebam keras. Jika Iwaizumi cukup peka, ia akan tau air muka Oikawa sempat menggelap sesaat.

Ini.. Diluar ekspektasi Iwaizumi mengenai tempat tinggal Oikawa. Ia selalu mengasosiasikan Oikawa dan gaya hidup mewah. Tapi apartemennya sangatlah biasa, seperti mahasiswa kebanyakan. Bukan apartemen yang harga sewanya selangit seperti dalam bayangannya. Tidak luas, tapi tidak terlalu sempit juga. Hanya ada ruang yang dipisahkan dengan sekat-sekat semi-transparan. Ada satu hal yang tidak meleset jauh dari perkiraannya.

"Apartemenmu bahkan lebih kacau dari yang kubayangkan."

"Heh!? Maaf ya, aku ini sibuk, nggak seperti Iwa-chan yang banyak kosongnya." Oikawa mendengus. Ia membuang muka dan mengerucutkan bibirnya. Trait Oikawa yang biasanya sudah mulai terlihat kembali.

"Oh, sibuk? Sampai-sampai bolos kelas tiga kali berturut-turut."

Oikawa membuang muka. Menatap kosong ke arah luar jendela

Rambutnya sedikit kusut. Lengkungan di dekat tulang selangkanya terlihat lebih cekung. Pakaian sekadarnya. Kantung matanya lebih tebal dari biasanya. Bibir yang biasanya menyeringai sekarang tertutup rapat.

Duduk asal di salah satu sudut futon, Iwaizumi tidak mengalihkan pandangan sedikitpun dari Oikawa. Ia ingin tau hal yang sudah terjadi. Ia ingin tau tentang Kageyama. Ia ingin tau alasan Oikawa tidak datang ke kelas. Ia ingin tau segalanya.

Tak pernah sadar, sebenarnya Iwaizumi sudah benar-benar terlahap habis. Oikawa tidak menyisakan satu celah kosong pun dari keserakahan dan kerakusannya. Tidak akan mungkin Iwaizumi memiliki kesempatan lari darinya.

Samasekali tidak memiliki kesempatan ketika Oikawa melompat ke arahnya. Menindih tepat di atas. Dipaksa rebah di atas futon. Gerakan Iwaizumi terkunci, tak bisa bangkit.

Atau sebenarnya bisa, tapi mereka akan mengalami insiden yang sama dengan beberapa minggu lalu.

"Kenapa kau kesini?"

Tentu saja dia sadar, tidak ada nama panggilan bodoh yang biasanya. Suara Oikawa yang terlalu rendah. Tak yakin pernah mendengar–atau menghadapi–Oikawa yang seperti ini. Iwaizumi memutuskan tidak menjawab. "Pergi dariku. Kau berat, Oikawa."

"Memangnya kau kira, dirimu itu siapa? Setelah menghilang, mengacuhkan, lalu tiba-tiba ada di depan apartemenku. Aku berhak dapat penjelasan."

"Aku tidak bodoh. Kita berdua sama-sama tau ini tidak ada kaitannya dengan insiden itu." Bertahanlah, jangan mencekik Oikawa karena dia memang menyebalkan. "Jika ini ada hubungannya dengan insiden itu, kau mungkin sudah membanting pintu tepat saat kau melihatku datang."

"Benar sekali! Wah Iwa-chan ternyata punya otak ya. Nggak sakit?" Oikawa tertawa. Suaranya masih terlalu rendah dari yang biasa didengarnya. "Aku hampir akan mencekik Iwa-chan kalau kesini tanpa tau situasi."

Iwaizumi mencengkeram belakang kepala Oikawa. Tak bisa lagi mengontrol suaranya yang hampir terdengar seperti raungan. "Itu tidak lucu. Aku bisa membunuhmu disini, sekarang juga."

Ekspresi terkejut Oikawa kentara sekali. Dia sangat bisa mengendalikan diri, langsung berubah ke seringai di detik berikutnya, "Iwa-chan, aku punya fetish aneh. Aku suka ketika belakang kepalaku dicengkram."

Otaknya korslet lagi. Tentu saja itu tak bisa dianggap sebagai hal selain sebuah candaan. Kau tidak akan mengungkapkan hal seperti fetish kepada temanmu, benar 'kan?

"Aku benar-benar ingin menciummu, Iwa-chan."

Sebelum Iwaizumi sempat membanting Oikawa ke sisi futon yang kosong, bibirnya sudah dipagut keras. Tidak, tidak, tidak! Iwaizumi tak mau lagi menjadi seperti kemarin. Dirinya bukan mainan!

Oikawa sungguhan menciumnya. Jauh berbeda dari ciuman saat mabuk, kali ini ia lebih menginvasi. Berkali-kali ia memagut. Giginya mengigiti pelan bibir bawah Iwaizumi. Ia tau Oikawa tak seharusnya dituruti. Tapi Iwaizumi pada akhirnya membuka belahan bibirnya. Segera lidah Oikawa melanjutkan invasinya. Mereka memperebutkan dominansi. Saliva mulai mengalir dari sudut bibir. Meski tidak ingin melakukan ini, setidaknya karena insting Iwaizumi terus membalas. Keduanya tidak ada yang mau mengalah. Ini sedikit terlalu panas.

Realitas atau hanya persepsi, ciuman ini jauh lebih memabukkan dari yang sebelumnya. Mungkin karena ia terlalu memikirkan ini. Mungkin karena Oikawa jauh lebih dominan daripada yang sebelumnya. Mungkin karena mereka sepenuhnya sadar.

Entah siapa yang lebih dulu menarik diri, yang jelas karena keduanya sudah kehabisan napas. Wajah mereka masih terlampau dekat. Benang saliva terputus dan jatuh. Sama-sama mengatur napas yang memburu. Saling memandang. Mungkin tidak ingin terpisahkan sedikitpun. Oikawa yang tampak membuat pergerakan pertama. Dan Iwaizumi tidak akan membiarkannya.

Dengan beberapa gerakan cepat, Iwaizumi membalik posisi dengan mudah. Ganti dialah yang menindih Oikawa. Sejujurnya ada perasaan puas ketika berhasil memerangkap seseorang di bawahnya. Yang terperangkap mungkin akan kesal atau setidaknya agak kecewa. Tapi reaksi Oikawa tidak pernah terbesit sedikitpun di pikirannya.

Tersenyum tulus. Sudah lama tak tampak–atau memang ini senyum Oikawa yang paling murni sepanjang sejarah kebersamaan mereka. Pipinya sedikit terkembang karena senyum itu, ada semburat tipis di kedua sisinya. Bibirnya memerah dan permukaannya basah, tidak percaya bahwa pelakunya adalah Iwaizumi sendiri. Bola mata Oikawa begitu bening, hingga dirinya bisa melihat pantulan bayangan wajahnya di permukaan itu. Iwaizumi tersihir, entah yang keberapa kalinya.

Oikawa menangkup wajah Iwaizumi dengan kedua tangannya. Ia mengecup pipinya perlahan sebelum berkata,

"W-well, haruskah aku jujur? Ciumanmu bahkan jauh lebih baik dari yang kubayangkan, Iwa-chan."

Not to mention, It's the best one.

Baru kali ini Iwaizumi berpikir–secara sadar–bahwa Oikawa itu luar biasa manis. Lagi-lagi diluar dugaannya. Dia tampak salah tingkah. Pipinya makin bersemu merah. Iwaizumi tidak lagi bisa menahan impuls untuk tertawa. Memang Oikawa selalu melakukan apapun sesuka hatinya. Memodifikasi atau memanipulasi? Sama saja. Iwaizumi pasti jadi korbannya.

Selagi Iwaizumi tertawa geli karena tingkahnya, Oikawa yang sebenarnya ingin tertawa juga–tapi tidak mau, karena yang jadi bahan tertawaan adalah dirinya sendiri–dengan sengaja pengalungkan tangannya dan memeluk Iwaizumi. Ia menelusuri sedikit kontur punggung berotot itu. Tangannya yang satu lagi mengelus tengkuk dan rambut Iwaizumi. Tanpa menghentikan semua itu, Oikawa perlahan berujar,

"Aku haus. Kubuatkan teh ya. Akan kuceritakan semuanya."

Mana mungkin Iwaizumi bisa menolak keinginan Oikawa.

.

Mereka berbicara hanya dengan pandangan. Di atas kursi yang saling berseberangan. Oikawa yang melanjutkan menulis draft lagu. Iwaizumi yang menyesap teh dari mug keramik. Oikawa melempar asal kertas yang menurutnya cukup bagus. Iwaizumi mengikuti setiap pergerakannya.

Tidak ingin mengejar hal yang memang ingin diketahuinya. Terang saja Iwaizumi memang lebih suka ketika seseorang jujur dan terbuka padanya dengan kehendak mereka sendiri. Tapi ketika atmosfer pada Oikawa terlihat mulai berpindah, Iwaizumi tidak boleh membiarkannya.

"Orang berkata kau itu jenius karena mampu menguasai lebih dari 13 alat musik," Iwaizumi membereskan lembaran berisi not balok yang berceceran di lantai. Bergerak maju, hanya terpaut dua langkah dari Oikawa. Tatapan mereka beradu, "tapi bagiku kau idiot. Mana ada orang yang berlatih berjam-jam sehari hanya untuk penggemar imajiner. Kau bahkan hanya dapat sedikit penghasilan dari bermusik. Berhenti saja."

"Aku tidak pernah ingin menjadi profesional dalam hobi bermusikku ini. Tapi aku tidak pernah bisa mengelak, bermusik itu menyenangkan. Aku berusaha untuk diriku sendiri. Walaupun seseorang jenius mengalahkanku, pasti perlu waktu yang tidak sebentar." Senandung tipis muncul setelahnya.

"Aku tau kau mengumpat, kau pasti kesal karena KingofEDM belakangan ini semakin viral dibicarakan. Kau tidak bisa apa-apa melawan jenius dari lahir. Aku saja tak habis pikir karya sekompleks itu dihasilkan oleh seorang bocah baru akil baliq." Hiperbolis sebenarnya, Iwaizumi tidak tau umur aslinya. Kageyama sekarang sudah memasuki akhir tahun ketiganya di SMA, jadi dia tidak bisa dibilang bocah baru puber.

–Iwaizumi tidak perlu mengenal Oikawa selama bertahun-tahun hanya untuk dapat mengerti. Meski ia tau apa yang dikatakan, diekspresikan, dan dikonstruksi oleh Oikawa kepada dunia di luar dia nyaris seluruhnya bohong, Iwaizumi tetap bisa menangkap kejujuran yang ada di celah-celah kecil. Ada banyak sekali, di balik sosok pekerja keras yang jarinya kapalan karena senar biola.

Oikawa menggertakkan gigi beberapa kali. Ia meremas lembaran kertas draft komposisi lagu barunya. Lagu mereka. Pulpen bertinta biru muda dihantamkan ke lantai. Tembok berlapis poster usang band Visual Kei era 90-an jadi korban pelampiasan amarah.

"BOCAH SIALAN!"

Iwaizumi tidak bisa berbuat hal lain. Hanya menunggu.

Banyak cara untuk menumbuhkan kembali harapan. Iwaizumi bukan tipe orang yang dapat memberimu kalimat-kalimat bijak, kalimat penyemangat, atau sejenisnya. Jika Oikawa tidak mampu bangkit setelah mengetahui segala ketidakberdayaan dan ketidakmampuannya, maka Oikawa memang pantas untuk kalah. Menyerah saja.

Dia bergerak turun dari kursi. Tangan kirinya menggenggam pergelangan tangan Iwaizumi. Memaksa mereka berpindah ruangan. Kembali ke kamar Oikawa. Melihatnya yang langsung memeluk lutut ketika duduk di ujung futon, Iwaizumi tidak tau harus berkata apa. Sederhana, ia duduk di sampingnya. Menggenggam tangannya. Memberinya penguatan.

"Kau tau... Iwa-chan? Sebenarnya dia.. KingofEDM–atau Kageyama Tobio, adalah adik kelasku semasa SMP. Bahkan sebenarnya.. Aku sempat mempermainkan dia. Aku tau dia suka padaku–sebatas kekaguman tapi dia saat itu tidak tau bedanya."

Napasnya tercekat. Iwaizumi tidak ingin tau tentang hubungan mereka dulu. Tapi, tapi, jika dengan ia menjadi pendengar akan membuat Oikawa membaik. Ia bisa mengesampingkan perasaan ngilu yang membuat dadanya sesak.

"Iwa-chan," Oikawa meraih di area rahang Iwaizumi, menelusuri perlahan garis tegas itu hingga ke belakang telinganya. Memaksanya terus menatap tepat di mata, "tidak perlu berpikiran sejauh itu. Aku murni membenci dia. Aku hanya ingin menghancurkan dia. Tapi pada akhirnya, aku menghancurkan diriku sendiri. Aku berlatih lebih keras dari siapapun. Aku pulang hingga larut malam. Aku jatuh. Ligamen robek. Aku masih memaksa berlatih. Hingga aku akhirnya benar-benar tidak bisa melompat."

"Mungkin jika kita bertemu lebih awal, Iwa-chan akan menghentikanku. Iwa-chan akan memarahiku. Atau mungkin akan langsung menghantamku. Aku memang keras kepala tapi kurasa Iwa-chan lah yang bisa mengendalikan itu. Kita memang belum lama ini bertemu. Dan aku sangat menyesali itu."

"Kau membuatku terdengar seperti orang yang bersalah disini." Iwaizumi tertawa getir. Oikawa hanya tersenyum tipis. Lengan Iwaizumi dipeluknya. Ia mulai mencondongkan berat tubuhnya kepada Iwaizumi.

"Bisakah kau bayangkan, dua orang yang paling kubenci; Ushiwaka dan Tobio, mereka sekarang juga ada di dunia musik? Ha, lucu sekali. Padahal aku sudah keluar dari lapangan, tapi aku masih harus dihantui oleh keberadaan mereka di tempat lain."

"Aku tidak tau alasan Tobio masuk ke bidang ini. Kalau Ushiwaka, kurasa dia ikut terseret Tendou, karena Tendou berhenti main voli setelah lulus SMA. Tapi Ushiwaka ada di genre yang berbeda dariku jadi aku tidak terlalu terganggu. Iwa-chan sudah dengan lagu barunya KingofEDM?"

Tentu saja Iwaizumi tau. Lagu itu jadi sangat viral di kalangan pemain rhythm game. Hampir setiap forum sedang membicarakan lagu itu. Imprinting. Segeralah benang merah semua perkara ini terlihat jelas.

Jelas sekali ini bukan persoalan Kageyama yang memang jadi bahan pembicaraan. Bukan hanya karena ketenaran karya-karya Kageyama. KingofEDM biasa berada pada genre yang tidak jauh dari drum & bass. Tipikan EDM ala barat yang disukai banyak orang. Tapi kali ini, dia mengkomposisikan lagu yang hampir satu genre dengan Oikawa. Hanya butuh waktu sekejap mata bagi dia untuk menyusul Oikawa. Padahal Iwaizumi tau, Oikawa berusaha mati-matian untuk bisa sampai di level ini.

Mereka tak lagi bertukar kata. Iwaizumi menarik Oikawa ke pelukannya. Mendekapnya erat. Membiarkan Oikawa mendengar degup jantungnya. Tidak akan membiarkan Oikawa lepas dari radius pandangnya. Sekali lagi memaafkan. Sekali lagi harus belajar. Oikawa Tooru adalah seseorang yang memalukan. Tetapi Iwaizumi Hajime lebih memalukan.

Ia jatuh cinta pada Oikawa Tooru. Caranya mengerucutkan bibir ketika dia sebal. Sifat manipulatifnya yang alami. Caranya memaksakan kehendak. Keegoisannya. Caranya memainkan ujung rambutnya ketika dia malu. Matanya yang berkilauan saat melihat film alien-alien kesukaannya. Sifat menyebalkannya.

Dan semua tentangnya.

.

"Iwa-chan, hari ini aku ada janji ketemuan dengan teman. Iwa-chan harus ikut, ya."

"Hah? Memang harus ikut ya. Males ah."

Oikawa berseru, "Jahat banget sih! Nanti kalau aku diculik orang, gimana?"

Tak perlu berpikir panjang, Iwaizumi melemparkan bantal leher yang tadi digunakannya. Telak mengenai jidat Oikawa.

"Aduh! Sebenarnya aku ada project dengan mereka. Kali ini aku yang mengisi vokalnya! Ah, akhirnya ada yang memahami betapa merdunya suara Oikawa-san."

"Mati saja, unkoyarou."

"Geh!? Kemarin kusoyarou, sekarang unkoyarou!?"

Oke, baru saja sampai di depan pintu tempat janjian Oikawa dan temannya, Iwaizumi sudah merasakan aura tidak menyenangkan. Mana ada janjian buat kerjaan, di bar, siang bolong?!

Memang nggak beres. Oikawa bukannya curiga atau apalah, dia dengan santainya mendorong pintu bar itu dan melenggang masuk. Dia celingukan mencari seseorang. Iwaizumi hanya mengekor di belakangnya.

Baru sedetik Iwaizumi duduk di kursi dekat counter. Seorang berambut berantakan–seperti bangun tidur–memicingkan mata ke arahnya. Tunggu, sepertinya kok pernah lihat orang itu. Dimana ya..

"Oya oya, siapa ini?"

DRUMMERNYA BRAIN & BLOOD!?

Kalem, Iwaizumi memang menggemari lagu mereka. Tapi tak pernah terpikir ia akan bisa bertemu secara off-stage dengannya. Apalagi kalau ternyata orang ini menyebalkan seperti Oikawa–

"Perkenalkan, yang gaya rambutnya mirip jambul ayam ini namanya Kuroo Tetsurou. Pernah lihat kan? Drummernya Brain & Blood." Oikawa menunjuk laki-laki tinggi dengan rambut sewarna hitam arang yang sedang menyeringai.

Telunjuknya berpindah ke orang yang satu lagi. Rambutnya lebih spektakuler lagi, warnanya silver? Atau putih? Dengan gradasi warna hitam di beberapa bagian rambutnya. "Kalau yang ini namanya Bokuto Koutarou, alias DJ Bokutowl."

"Aku Iwaizumi–atau BusyBeetle." Iwaizumi mengulurkan tangannya, "Aku suka musik karya bandmu. Perpaduan genre musik yang bagus, aku jarang tau ada yang mengkombinasikan metal dan musik simfoni. Dan hasilnya luar biasa."

Sesungguhnya tidak berlebihan. Iwaizumi sudah menggemari musik-musik karya dari Brain & Blood sejak setahun ini. Band dengan delapan orang member; 4 orang dengan instrumen modern, 3 orang dengan instrumen klasik, dan seorang vokalis yang memiliki range suara dari yang rendah hingga yang sangat tinggi.

"Oikawa, temanmu ini benar-benar punya selera yang bagus," Kuroo menyeringai. Ia mengayun-ayunkan tangan Iwaizumi yang sedang berjabat tangan dengannya.

"Gak! Bandmu cuma punya composer yang sedikit berbakat. Selebihnya nggak bagus." Oikawa sewot. "Lagian Iwa-chan jahat banget. Kau tak pernah sedikitpun memuji karyaku!"

"Kita bisa jadi teman baik." Kuroo merangkul pundak Iwaizumi dan menyeringai ke arahnya. "Ya, tampaknya kau juga sering jadi korban drama Oikawa." Iwaizumi membalas seringai Kuroo.

"HEIHEIHEI, Kuroo! Jangan selingkuh!" Bokuto mendesak paksa celah di antara Iwaizumi dan Kuroo. "Eh belum kenalan denganku kan. Panggil saja Bokuto. Atau Bo saja juga tak apa."

"Jangan khawatir, kau akan selalu jadi My Best Bro." Kuroo memeluk sambil menepuk-nepuk punggung Bokuto.

"Kuroo!"

"Bokuto!"

Lalu mereka kembali saling memeluk.

Well, apakah mereka pasangan? Memangnya ada yang sampai cemburu cuma karena sahabatnya merangkul orang lain–dengan jenis kelamin sama? Belum lagi pelukan Bokuto di pinggang Kuroo yang… Way too intimate to be classified into platonic relationship?

Iwaizumi terlalu serius berpikir hingga ia tidak sadar Oikawa sudah berada di sebelahnya. Sebenarnya sedikit terlalu dekat. Oikawa berbisik di telinga kirinya.

"Iwa-chan, abaikan saja dua orang ini. Mereka memang selalu sebodoh ini."

Iwaizumi berjengit mundur karena wajah Oikawa memang terlalu dekat dengannya.

.

"Aku tidak tau seorang fansku menguntit, bahkan sampai di apartemenku. Sekarang mereka berbondong-bondong datang. Bahkan membuat tenda di sekitar. Aku tidak bisa pulang, Iwa-chan."

Iwaizumi masih sibuk merakit ulang amplifier yang tadi diperbaikinya. Ia tidak terlalu memperhatikan dan merespon Oikawa yang sedang kebingungan. Setelah rampung memasang, Iwaizumi mengambil kabel jack yang akan menghubungkan gitar akustiknya dengan portnya. Senyum tipis terbit saat suara berhasil dihasilkan kembali oleh amplifier itu. Kecepatannya memperbaiki sesuatu sudah naik signifikan.

"Aku menyesal sudah membuka topeng yang dulu kupakai saat manggung. Sekarang hidupku tidak akan tenang."

Oikawa mengeluarkan biolanya dari hardcase. Asal meletakkan wadah tersebut di salah satu sudut studio Iwaizumi. "Aku mau menyetem biola. Berikan kunci G, Iwa-chan."

Iwaizumi mengeluh, 'Kenapa tidak kau lakukan sendiri dengan keyboard di depanmu itu?', tetapi ia tetap menggenjreng senar gitarnya dan memberi kunci G pada Oikawa. Orang macam apa yang bisa menyetem biola tanpa tuner. Oikawa menyetem dengan menyamakan kunci dengan instrumen lain, hanya dengan sekali atau dua kali dengar. "Lagi, Kunci D, E, dan A."

Setelah Oikawa tidak menuntut chord lagi, Iwaizumi fokus pada dunianya sendiri. Ia mengambil lembaran kertas dan sebuah pulpen, meletakkannya di meja kayu. Ia duduk di kursi lalu memangku gitar. Berbagai nada random mengudara, ia sedang mengeksplorasi. Mencoba mencari padanan nada yang sesuai dengan suasana lagu komposisinya.

Iwaizumi memperhatikan gelagat Oikawa. Dia tidak fokus seperti biasa, juga tidak berisik. Tatapannya kosong. Rasanya aneh sekali saat Oikawa yang biasanya berceloteh panjang lebar jadi mendadak diam. Mungkin dia sungguhan bingung akan pulang ke mana.

"Oikawa."

Ia tidak merespon. Jemari tangan kirinya masih menekan dawai biola. Sedangkan tangan kanannya menggerakkan busur. Barangkali ia melakukan semua itu tanpa kesadaran penuh, tapi suara yang beresonansi menciptakan melodi yang... Memang mengagumkan. Setidaknya bagi Iwaizumi. Teknik bermainnya lah yang paling dikaguminya diam-diam. Hampir setengah tahun orang ini mengacaukan hidupnya, membuatnya repot sekaligus kesal. Keberadaan Oikawa seperti merasuk dan jadi kebiasaan di hari-hari Iwaizumi. Ia sudah tidak bisa membayangkan ketiadaan si bodoh ini di masa depan. Mungkin membiarkan dia terus berada disisinya tidak akan terlalu buruk.

"Baiklah, kau boleh tinggal disini. Tapi kau harus bayar sewa, setidaknya pakai tenaga. Kau harus melakukan pekerjaan rumah tangga; bersih-bersih, memasak, mencuci, dan seterusnya."

Oikawa menoleh secara slow-motion. Mulut membeo, Oikawa menjatuhkan busur biola yang tadi digenggamnya.

"Eh?"

.

Brain & Blood; anak-anak Nekoma. Kuroo sebagai drummer, Inuoka sebagai keyboardist, Lev sebagai bassist, Kenma dan Yaku sebagai violinis, Yamamoto sebagai vokalis, Kai sebagai cellist, dan Fukunaga sebagai gitaris. Nggak bisa membayangkan Yamamoto jadi vokalis? Kalian harus bisa, karena cuma dia yang cocok imagenya sama jenis suara vokalisnya Nocturne Moonrise.

DJ Bokutowl; Bokuto

.

IwaOi atau OiIwa? Why not both? *lalu author dilempar gara-gara gak jelas*

Ciao, author kurang ajar ini akhirnya nongol. Kapan terakhir kali daku menampakkan diri? Authornya bahkan sudah di semester yang sama dengan IwaOi di fiksi ini. Iya, semester empat. Dan semester ini akan memakan daku hidup-hidup. *ugly sobs*

I'm not a fan of angst or hurt/comfort. Seriusan daku gatau gimana bikinnya. Maafkan saya. Konflik? Tidak akan ada konflik eksplisit disini. I made every conflict into one type; psychological.

Terima kasih sudah membaca (juga yang nge-review, nge-fav, nge-follow)! Feedback, if u don't mind? Jangan ragu buat ungkapin kesan-pesan kalian. Selalu daku tunggu~ Selamat hari IwaOi untuk kalian. April mop juga sih wwwwwww

Sampai jumpa di chapter berikutnya. Ciao!

.

.

.

01.04.2017 | white poppies, furo.