"Hey, kau sedang apa sih?" Tanya Luhan hyung, saat mendapati Sehun sama sekali tidak menyahuti panggilannya.

"Tidak tahu" jawab namja muda itu. Ia nampak tidak peduli dengan ekpresi kesal kakaknya saat mendengar jawaban sok dingin dari bibirnya.

"Daripada di rumah begini, lebih baik ikut aku mencari hadiah untuk Minseok"

"Tidak, lain kali saja"

Luhan mencebik kesal. "Orang ulang tahunnya besok kok kapan-kapan saja"

"Cari yang lain! Aku sedang tidak mood"

"Makanya itu aku ingin mengajakmu jalan-jalan" sahut Luhan. "Bagaimana kalau aku mentraktir mu di kedai Bibi Kim? Kau satu sekolah dengan keponakan manisnya itu kan?"

Manis?

Sehun diam dan berpikir. Ibunya, kakaknya, bahkan ayahnya selalu memuji Jongin anak yang manis. Apalagi tingkah kakaknya yang sok ganteng itu selalu menunjukan tatapan memuja untuk namja Kim itu. Kenapa bukan kakaknya saja yang berpacaran dengan Jongin? Kenapa harus dirinya yang disukai oleh namja tak tahu malu itu?

"Tidak, hyung! Sekali tidak, ya tidak"

"Hun" Luhan sebut nama sang adik dengan tatapan yang sulit di baca. "Apa kau benar-benar membenci keluarga Kim? Atau hanya Jongin saja yang kau benci?"

Sehun hanya diam.

"Padahal Jongin sangat menyukaimu" kata Luhan. "Tak apa jika kau membencinya. Tapi kau harus tahu juga, jika waktu bisa merubah seseorang. Kita tidak akan tahu seperti apa kehidupan kita di depan sana"


.

.

.

Jongin menoleh ke arah meja pelanggan saat mendengar bibi Seohyun menyapa seseorang. Dan benar saja, kedua matanya menangkap sosok Oh Sehun dan juga kakak sulungnya yang baru saja tiba di kedai mereka.

"Kalau Sehun apa?" kata Bibi Seohyun.

Sehun hanya diam, seperti orang bisu. Bibi Seohyun tidak merasa tersinggung, karena sudah tahu orang macam apa namja di hadapannya itu. Luhan berdehem pelan, ia jadi tidak enak hati kalau begini caranya.

"Samakan saja denganku, bi" katanya.

...


"Hyung..Hyung" Jeno menarik-narik ujung kaos Jongin.

"Ada apa, Jeno?" tanya Jongin. Ia menyamakan posisinya dengan Jeno yang meringkuk di bawah meja kasir. Usia Jeno baru 6 tahunan, dan duduk di kelas satu SD. Jadi jangan heran kalau Jeno masih sangat polos dan bertambah polos saat bergaul dengan kakak sepupunya itu.

"Wajah Hunnie hyung aneh sekali" dia berbisik pelan.

Jongin menahan tawa mendengar perkataan polos Jeno. "Kenapa begitu?" tanyanya, ikut berbisik.

"Soalnya wajah Hunnie hyung datar sekali. Dia juga jarang bicara. Apa Hunnie hyung itu vampire?"

"Tentu saja bukan. Hunnie hyung itu orangnya memang pendiam. Tapi sebenarnya Hunnie hyung orangnya baik kok"

Jeno melongok. "Baik darimana? Memangnya Hunnie hyung pernah memperlakukan Jongie hyung dengan baik"

Deg..

Jongin langsung terkejut mendengar ucapan Jeno. Benar, apa selama ini Sehun pernah memperlakukan Jongin dengan baik? Jika selama ini hanya Jonginlah yang selalu memperlakukan Sehun dengan sangat baik dan menganggapnya lebih dari sekedar teman sekelas.

"Jongie hyung?"

"Hey, kalian sedang apa di sana?" Luhan menyapa. Dia melongok dari atas meja kasir dan melihat kedua orang itu berada di sana. Jeno berdiri dan menyapa Luhan dengan suara khas anak-anaknya.

"Lulu hyung tahu tidak? Masak kata Jongie hyung, Hunnie hyung itu baik. Padahalkan Hunnie hyung jarang sekali berbicara. Mengajak Jongie hyung bicara saja juga tidak pernah, kok Jongie hyung bisa bilang Hunnie hyung orang baik sih"

Luhan tertawa mendengar ocehan Jeno yang panjang itu. "Itu karena Jongie hyung menyukai Hunnie hyung"

"Suka?"

Luhan menganggukan kepalanya. "Tapi..Tapi kenapa harus Hunnie hyung? Kenapa bukan Lulu hyung saja? Lulu hyung baik, tampan lagi"

"Jeno" Jongin mencubit pelan pipi tembam Jeno, agar anak kecil itu berhenti berbicara.

"Ish, Jongie hyung. Pipiku kan nanti melar"

Luhan dan Jongin tertawa. Sehun yang melihat hal itu dari kejauhan hanya merasa ada sesuatu di dadanya yang membuat jantungnya berdegup cepat. Ini pertama kalinya ia melihat Jongin tertawa begitu riang dengan wajahnya yang polos.

.

.

.


Sehun benar-benar tidak mengerti dengan tingkah Jongin yang akhir-akhir ini terlihat lebih terbuka dengan siapa saja. Dengan Minho, bahkan dengan Do Kyungsoo, seorang ketua kedisiplinan yang terkenal dengan tampangnya yang kalem itu.

Dia seperti melupakan perkataannya beberapa hari yang lalu yang meminta Sehun untuk memberinya kesempatan. Yang bahkan Sehun sendiri pun juga tidak tahu untuk apa Jongin meminta kesempatan darinya.

"Kau tahu? Tadi Aku mencicipi bekalnya Jongin. Ternyata rasanya enak sekali" Itu suara Namjoon. Anak kelas 3B yang terkenal dengan hobi ngerappe-nya.

"Benarkah? Aku jadi ingin mencicipinya juga" Kali ini Hongbin yang menyahut.

"Iya, enak sekali. Sudah manis, pintar masak pula. Ah, beruntung sekali kalau jadi pacarnya"

Sehun hanya diam, dan berjalan seolah tidak mendengar apa-apa.

"Itu tadi Oh Sehun kan?" celetuk Bobby, yang baru saja melongok ke tangga.

"Eh? Masak? Kita kan tadi membicarakan Jongin" Kali ini Jimin yang menyahut.

"Biarkan saja" Sahut Hanbin, sedari tadi ia Cuma diam dan membaca buku. "Memangnya salah kalau kita membicarakan Jongin? Lagipula dia juga tidak ada urusannya sama sekali kan dengan Jongin"

.

.

.

.


Jongin melihat ke arah Sehun dari balik buku tulisnya. Namja itu masih terlihat tampan, wajahnya yang datar, nampak serius memperhatikan guru Park mengajar Matematika.

Terkadang ia berpikir, apa dirinya pantas bilamana disandingkan dengan namja pintar seperti Oh Sehun?

"Kim Jongin, ini bukan saatnya melamun!" seru Guru Park.

Jongin tersadar jika dari tadi ia hanya melamun dan memikirkan Oh Sehun tanpa memperhatikan Guru Park yang sedang mengajar.

"Ah, maaf, bu" ucapnya. Ketakutan, ia buru-buru merapihkan mejanya dan berjalan keluar. Karena guru bertubuh bongsor itu tidak akan meminta seorang murid pun pergi dari kelasnya jika bukan murid itu sendiri yang lebih dulu tersadar. Ia pernah mengatakan itu di perkenalan murid baru saat Jongin masih duduk di kelas satu.

...

"Hey, Jongin"

Jongin menoleh, itu Minho. Matanya yang berbentuk almond bulat itu terbelalak, seolah tak menyangka murid sepintar Minho dikeluarkan dari kelas.

"Minho, kau keluar?"

Minho tertawa pelan. "Lagipula aku juga bosan kok berada di kelas itu" jawabnya. Jongin merutuki otak cerdas Minho. Bilamana namja itu dikeluarkan sekali pun juga tidak akan berdampak buruk dengan nilainya. Sementara Jongin? Heol, Matematika sama sekali bukan keahliannya.

"Kau tadi melamuni Sehun, ya?" Tanya Minho. Ia mendudukan tubuhnya di samping Jongin.

"Ah, itu..Hmm..sebenarnya aku—"

"Kau ini mudah sekali ditebak"

Jongin menggaruk tengkuknya, ia jadi malu sendiri dengan tingkah bodohnya saat di kelas Matematika. "Aku hanya memikirkan perkataannya waktu itu"

"Apa? dia mengatakan apa? dia tidak mengatakan sesuatu yang buruk kan?" Tanya Minho, kesal.

Jongin menggeleng, "Tidak kok" katanya.

"Dia bilang dia akan memberiku kesempatan di hari Sabtu" katanya. Kemudian matanya terbelalak saat mengingat besok adalah hari sabtu. "Astaga, besok kan Sabtu"

Minho tersenyum lebar, dia tak bisa menahan senyumnya saat melihat tingkah kekanakan Jongin.

"Kalian akan berkencan?" tanyanya.

"Entahlah, mungkin seperti itu" jawab Jongin. Ia menundukan kepalanya. "Tapi ini hanya sehari, kalau tidak berhasil maka aku yang pergi"

"Aku tahu kau belum siap jika harus pergi darinya"

Jongin mengangkat wajahnya. Namun kali ini ia mendapati wajah Minho yang menatapnya dengan tatapan yang sulit sekali diartikan.

"Kau tidak harus melakukan itu—" Ucapan Minho terpotong dengan suara bel istirahat.

"Melakukan apa?" Tanya Jongin, seraya menatap Minho penuh tanya.

.

.

.


Sabtu Pagi..

"Selamat pagi, bibi" sapa Jongin, dia baru saja tiba di ruang makan dengan penampilannya yang sudah rapi.

Seohyun menoleh, dan tersenyum. "Oh, Hey, Sayang" sahutnya. Ia mengambil satu piring kosong dan meletakan satu buah telur dadar dan 3 potong bacon untuk keponakannya itu.

"Sepertinya kau akan jalan-jalan hari ini" Bibi Seohyun berkata. Kemudian ia tersenyum jahil, saat kata KENCAN yang pertama kali muncul di kepalanya. "Ingin kencan, ya? Aduhh, Keponakanku sudah besar rupanya" godanya.

"Tidak kok..Tidak" Jongin menundukan kepalanya malu. Bibi Noh yang mendengarnya juga ikut-ikutan tersenyum. Pasalnya meskipun Jongin sudah beranjak remaja, tak pernah sekalipun anak itu pergi berkencan dengan seseorang. Seohyun tahu jika keponakannya ini sedikit terisolasi dari lingkungan karena sifatnya yang masih cenderung naif dan polos.

"Memangnya Jongie mau kencan dengan siapa?" Tanya Bibi Seohyun.

Jongin mengerucutkan bibirnya, "Kami tidak berkencan kok, bi" ia mencoba berkilah.

Bibi Seohyun tertawa pelan. "Padahal tadinya bibi mau mengajakmu ke Panti. Kau tahu kan? Kalau hari ini Bibi Yoona mengundang kita untuk membantu persiapan acara bakti sosial di Panti?"

"Maaf, bi. Aku lupa"

"Tidak apa-apa, Ngomong-ngomong dengan siapa kau akan pergi?"

"Dengan—"

Ting..Tong..

Jongin melirik jam di dinding. Tepat pukul 8 lewat 2 menit. Sepertinya itu Oh Sehun.

"Nyonya, ada putra Tuan Oh di ruang tamu" Bibi Noh berkata. Dia baru saja kembali dari ruang tamu.

"Kau berkencan dengan si tampan Oh?"

"Kami tidak berkencan, bi" sahut Jongin.

"Lalu apa?"

"Apapun dia menyebutnya, blee" Jongin memeletkan lidahnya, dengan tawa riangnya.

"Dasar anak nakal" seru bibi Seohyun.

Jongin segera beranjak dari duduknya tanpa memakan sarapannya. "Aku pergi dulu ya, bi. Sampai jumpa"

"Hati-hati, sayang" Timpalnya. Kemudian menoleh ke arah Jeno kecilnya yang meletakan sepotong bacon ke lantai dan membiarkan Meow memakannya.

"Jeno"

"T..tapi, bu. Meow kan lapar"

.

.


"Sehun"

Jongin terus berjalan di samping Oh Sehun yang pagi ini terlihat tampan dengan kemeja putih dan sweater biru mudanya. Dia terus berjalan tanpa berbicara, seolah melupakan Jongin yang berada di sampingnya.

"Hm"

"Kita mau kemana?" Tanya Jongin, dia jadi semakin ragu jika hari ini akan berjalan sesuai apa yang ia harapkan. Dilihat dari tingkahnya saja, Sehun seolah enggan untuk berjalan di sampingnya.

Jongin tidak ingin mengoreksi pendapat di kepalanya tentang pemuda di sampingnya itu. Cukup berpikir positif dan menikmati acara jalan-jalan mereka seolah ini adalah terakhir kali mereka bisa terlihat bersama. Meskipun pada kenyataannya Jongin juga memikirkan jika ini benar-benar kesempatan terakhirnya bisa bersama Sehun.

"Tidak tahu" katanya.

Jadi mereka hanya berjalan-jalan saja tanpa arah dan tujuan.

"Oh, bagaimana kalau kita melihat pertunjukan yang digelar oleh anak-anak panti. Kau mau tidak?"

Sehun berhenti, ia menatap ke dalam mata Jongin. Entah mengapa ia berharap bisa melihat tawa riang Jongin yang waktu itu ia lihat saat Jongin bersama Jeno dan Luhan hyung.

"Sehun?"

"Aku tidak suka acara seperti itu"

Kemudian melanjutkan langkahnya, sehingga ia berada beberapa langkah di depan sana. Jongin hanya menatap Sehun dalam diam. Mungkin benar, dia tidak akan pernah bisa membuat Sehun menoleh ke arahnya.

Cinta begitu indah, namun begitu menyakitkan dalam waktu yang sama. Jongin tahu, jika cinta punya beribu-ribu wajah yang tentu akan berbeda bagi setiap orang yang memandangnya.

"Tapi kau belum pernah mencobanya kan?" Tanya Jongin, ia sedikit tergesa-gesa menyamai langkah Sehun. "Ayolah, untuk hari ini saja. Ku yakin kau pasti akan suka"

Sehun menatapnya dalam diam.

"Hanya untuk hari ini" Jongin mengulangi kata-katanya. "Tidak untuk seterusnya" lanjutnya. Ia mencoba menahan semuanya, meskipun wajahnya mulai terasa panas.

"Baiklah" ucapnya.

Jongin tak bisa untuk tidak tersenyum senang saat mendengar ucapan Sehun yang bersedia untuk pergi bersamanya ke Panti Asuhan milik bibi Yoona. Jadi dia bisa membantu bibi cantiknya itu menyiapkan keperluan-keperluan untuk pertunjukan anak-anak panti yang rencananya akan dilaksanakan hari selasa.

...


Sehun tidak akan pernah menyangka jika akhirnya ia bisa melihat tawa riang Jongin saat namja itu tengah berada di kerumunan anak-anak panti. Seperti berlarian, bernyanyi, dan membantu anak-anak panti menghias panggung dengan beberapa hiasan-hiasan pesta.

"Anak itu selalu bersemangat" Seorang yeoja berparas cantik berjalan dengan sebuah nampan berisi jus limun di tangannya.

Sehun berbalik badan. Sedari tadi ia hanya diam dan memperhatikan interaksi Jongin dengan anak-anak panti lainnya.

"Kau pasti Sehun kan? Putra Oh Kibum"

"Maaf, darimana anda tahu?"

Yoona mengulas senyum simpul. "Ibumu adalah sahabat dekatku dan Seohyun saat di SMP dulu"

"Benarkah?"

"Kami juniornya ibumu. Kau tahu? Ayahmu dulu sangat cuek pada ibumu. Tapi saat Donghae sunbaenim berpacaran dengan Yunho Sunbaenim ayahmu terlihat kesal bukan main. Jadi mulai saat itu ayahmu selalu berusaha untuk mendapatkan hati ibumu" Yoona tertawa kecil saat mengingat masa-masa sekolahnya di SMP. "Ah, cinta..Siapa yang tahu"

Bibi Yoona menuangkan limun ke dalam gelas dan menyodorkannya untuk Sehun. "Kau mau tahu tidak cerita tentang orangtuanya Jongin?" tanya bibi Yoona.

"Tidak usah, bi" Sehun menolak halus.

"Yah, padahal menurutku kedua orangtua Jongin juga punya kisah cinta yang sangat mengesankan" sahut Yoona.

Yoona menghela nafas, "Apa kau lapar? Aku membuat banyak bacon pie hari ini"

...


Jongin tersenyum saat melihat Sehun yang tengah duduk di sebuah pondok yang sengaja di bangun di pekarangan panti asuhan milik bibi Yoona. Namja itu terlihat sedang menikmati bacon pie dan segelas limun serta beberapa tumpuk buku bacaan milik bibi Yoona.

Ia berjalan mendekati Sehun dan menyapanya. Sehun hanya menoleh, ia kembali fokus dengan buku bacaannya dan bertingkah seolah hanya ada dirinya seorang di pondok itu.

"Apa kau suka bacon pie-nya? Bacon Pie buatan bibi Yoona adalah bacon pie terenak yang pernah ku cicipi" Jongin membuka suara, memang agak berlebihan jika memuji seperti itu. Tapi Jongin memang begitu, tingkahnya sangat polos dan naif.

Lama mereka terdiam, Jongin pun memilih untuk ikut membaca buku. Bibi Yoona berjalan ke arah mereka dengan dua piring pasta untuk keduanya. "Anak-anak, saatnya makan siang" kata yeoja itu.

"Ah, bibi..Jadi membuat bibi repot. Aku kan biasa mengambil makan sendiri"

Bibi Yoona mengulas senyum di wajah cantiknya. "Oh..Hari ini kan hari spesial Jongie membawa pacar"

Jongin melotot mendengarnya. Ia harap, kalimat bibi Yoona barusan tidak berdampak buruk bagi hubungannya dan Sehun untuk ke depannya.

"Habis tadi bibimu menelpon seperti itu sih katanya"

"Ish, bibi Seohyun menyebalkan" Jongin mencebik lucu.

"Aigoo, Jongie. Kau manis sekali sih" Kata bibi Yoona. Ia mencubit gemas pipi Jongin.

"Adududuhh..sakit, bi"

Bibi Yoona tertawa. "Baiklah! Jangan lupa dihabiskan lho pastanya. Sehunie, dimakan ya! Bibi marah jika kalian tidak menghabiskannya" Yoona pura-pura mengancam.

"Sehun" Jongin sebut nama itu—seraya meletakan satu piring di hadapan Sehun. "Jangan dipikirkan ya ucapan bibi Yoona! Bibi memang suka bercanda"

"Aku sama sekali tidak ambil pusing soal itu" ujar Sehun.

...


Sehun hanya menjadi pendengar yang baik saat Jongin yang terus bercerita tentang anak-anak dan cita-citanya yang ingin menjadi seorang guru Taman Kanak-Kanak bilamana kelak ia dewasa. Ia sama sekali tidak tahu mengapa Jongin menginginkan pekerjaan seperti itu. Kecuali Jongin yang sangat menyukai dunia anak-anak serta tingkahnya yang kelewat polos.

"Tapi aku tidak yakin bisa menjadi seorang guru TK" katanya perlahan. Di sampingnya Sehun duduk diam, sesekali memeriksa ponsel canggihnya.

Jongin menundukan kepalanya. Apa dari tadi Sehun merasa bosan? Hati Jongin tersentak, ia menggigiti bibirnya perlahan.

"Kenapa?" tanya Sehun.

Jongin mendongak, mana tahu telinganya salah dengar. Tapi nyatanya tidak! Kedua telinganya masih sangat berfungsi dan tadi itu memang Sehun baru saja bertanya padanya.

"Maaf?"

"Kenapa kau tidak yakin jika kau bisa menjadi seorang guru?"

Ia tersenyum tipis, membuat jantung namja Oh itu berdebar-debar. "Karena aku bodoh" jawabnya. "Aku tidak sepintar dirimu atau pun yang lainnya"

Taman kota terlihat tidak terlalu ramai. Lampu-lampu menyala indah menghiasi sepanjang jalan. Namun Jongin masih bisa melihat beberapa pasang kekasih yang sedang duduk-duduk atau sekedar berjalan-jalan saja menghabiskan malam weekend mereka. Mereka nampak mesra dan romantis. Dimana sang namja dengan penuh cinta menggenggam erat tangan yeoja-nya. Membuat Jongin merasa sedikit iri. Ia melirik tangan Sehun yang pucat dan sedikit lebih besar dari tangannya.

Berpikir dalam diam, bagaimana rasanya diggenggam tangan itu? Apakah senyaman yang pernah ia pikirkan?

"Kau memang bodoh dan tak tahu malu" kata Sehun. Ia menyandarkan punggung lebarnya pada sandaran bangku taman.

Jongin menunduk lesu.

"Itulah sebabnya kau tak pernah menyukaiku" Jongin berkata. Namun masih bisa mempertahankan senyum di wajahnya.

"Tapi aku berjanji, jika aku akan menjadi orang yang pintar dan tidak membuat siapapun malu padaku" dia berkata lagi.

"Sehun" Jongin sebut nama itu.

Sehingga yang punya nama menoleh, menatapnya tanpa ekpresi. Jongin hanya berharap jika kali ini Sehun mau benar-benar menoleh ke arahnya dan mendengarkan isi hatinya yang paling dalam.

"Kriteria untuk menjadi kekasihmu itu seperti apa?" tanyanya.

Sehun malah berpikir seperti; Apa Jongin memang selalu tersenyum? Meskipun hatinya mungkin terluka. Sungguh memperlihatkan betapa sederhananya sosok satu ini dalam memandang suatu persoalan.

"Apa jika aku mengatakannya, kau akan mencoba untuk menjadi tipeku?" Sehun malah balik bertanya. Sekilas ia melirik arlojinya. Pukul setengah 8 malam. Itu artinya lumayan lama dia pergi bersama Jongin.

Sekarang giliran Jongin yang terdiam. Ia mengalihkan pandangannya ke arah tiang lampu taman yang menyala.

"Apa kau akan melakukan apa yang aku sukai meskipun itu bertentangan dengan hatimu?"

Jongin mengangguk pelan. Namun ada keraguan di matanya. Sehun tertawa sangau. "Kau terlihat ragu" ejeknya.

Jongin membulatkan kedua matanya mendengar ejekan Sehun. Inilah yang ia takutkan. Bilamana Sehun terlalu jauh dari jangkauannya.

"Aku mengerti" katanya, terdengar seperti bisikan.

Kali ini Sehun menoleh, ia melihat Jongin tepat di mata. Dimana ia bisa melihat maniks bulat itu berkaca-kaca. Jongin seolah menahan isakan di bibirnya.

"Ini tidak akan berhasil" katanya. Hatinya terluka, namun ia mencoba untuk tidak cengeng. Seolah ia berkata, tidak apa-apa, Sehun. Aku sama sekali tidak apa-apa! Namun nyatanya tidak! Ia terluka.

Jongin beranjak dari duduknya.

"Terimakasih untuk hari ini" ucapnya. Ia membungkuk hormat. Kemudian pergi meninggalkan Sehun begitu saja.

Sehun terdiam. Ia hanya melihat punggung sempit itu berjalan menembus malam. Ia bertingkah seolah tak peduli, namun ada perasaan mengganjal saat ia menatap punggung Jongin yang semakin menjauh. Inilah Ego seorang Oh Sehun! Yang tinggi dan sulit sekali terjangkau.

...


Pukul 10 malam. Dan Sehun sudah tiba di rumahnya dengan segala macam omelan ibunya yang manis dan juga kakak sulungnya yang menyebalkan.

"Kemana saja kau seharian ini? Kau membuatku cemas" Kata sang ibu, kesal.

Sehun hanya diam. Dan membuat Donghae menghela napas pelan. Suaminya dan putra bungsunya ini benar-benar tipe irit bicara yang menyebalkan dan membuatnya kerap kali mengelus dada.

Donghae memegang ponselnya. Dia baru saja menghubungi suaminya yang sedang dinas keluar kota tentang kecemasannya terhadap putra bungsu mereka.

"Sehun kau benar-benar" gumam Donghae.

Luhan menghela napas pelan. "Sabar, bu! Anak itu sepertinya sedang ada masalah" katanya. Sembari menghibur sang ibu.

Donghae mengangguk pelan. Untung saja ia masih memiliki Luhan. Sebagai satu-satunya orang yang sering mengajaknya berbicara lebih banyak dibandingkan suaminya dan juga si bungsu.

Kringg...Kringg..

Suara telepon rumah berbunyi. Donghae menoleh saat mendengar suara bibi Kang mengangkat telepon dan berbicara dengan seseorang diujung sana. Tak lama kemudian bibi Kang meletakan gagang telepon dengan wajah khawatir.

"Ada apa, bi?" tanya Donghae.

"Dari nyonya Kim, nyonya" jawabnya. "Dia mencari keponakannya. Katanya Jongie belum juga pulang"

"Astaga" Nyonya besar Oh itu terkejut mendengarnya.

"Nyonya Kim bilang Tuan muda Sehun pergi dengan Jongie sejak pagi tadi"

"Oh Sehun" geram yeoja dua orang anak itu.


.

.

.

TBC

.

.

A/N

Hey..

AKU UPDATE LAGI..

Dan cuma mau ngucapin, Selamat Menunaikan Ibadah Puasa buat kamu2 semua.

Aku tahu ceritanya mudah di tebak. Tapi yakin kalian bisa menebaknya?

Yakin kalo cerita ini bakalan Happily Ever After?

Yakin?

Hehehe..Coba tebak apa yg akan aku lakuin untuk Endingnya!

...