Pelabuhan begitu tenang di malam hari. Aku dapat melihat segalanya dari atas gerbong container berukuran besar ini. Hanya terdapat beberapa pekerja, preman, atau mungkin gelandangan disana. Air laut damai mengambang, terayun, mengombang-ambing kapal besar dan kecil. Menatap jauh, bayangan bulan berkaca cantik terpantul indah dipermukaan air yang bergelombang itu.

Aku menghela nafas sambil memejamkan mata sejenak, berusaha untuk mengusir rasa kantuk. Deru nafas disertai angin yang berhembus. Dentingan dari pelampung di tengah laut membuatku membuka mata.

Apa yang dipikirkan Dazai-san? Kenapa dia mengirimku sendirian untuk melakukan pengintaian? Apa dia tidak takut aku akan membuat masalah? Apa dia lupa jika aku bisa berubah dalam kejapan mata menjadi harimau dan tidak mengingat apapun?

Pikiran berkeliaran. Lelah berdiri semalaman, aku jatuh terduduk. Kedua kakiku tergantung, punggung tumit mengetuk-ketuk container. Apa yang diharapkan Dazai-san dengan mengirimku kesini? Dari banyak kasus yang ditangani, aku sama sekali tidak membantu. Pengalamanku belum banyak hingga seharusnya dia tidak menyuruhku untuk mengintai sendirian. Jika aku merusak pengintaian, bukankah pekerjaan akan gagal dan Dazai-san akan disalahkan karena dia 'lah yang bertanggung jawab.

Tapi, sepertinya Dazai-san sama sekali tidak berpikir untuk menarik perintahnya. Meski sering kali Dazai-san terlihat tidak serius, aku dapat merasa jika dia tahu apa yang harus dilakukan. Dia selalu mengambil langkah yang tepat dalam setiap pekerjaan. Dan, hasil yang didapat pun akan selalu bagus.

Jadi, apa mungkin dengan mengirimku kesini juga adalah langkah yang tepat?

Aku terlalu banyak berpikir sepertinya. Hilang kau pikirkan membingungkan! Aku menggeleng-gelengkan kepala cepat.

"Tempat harimau yang sedang melarikan diri seharusnya bukan disini."

Aku terkaget. Kenal betul suara yang baru saja berdengung di telinga. Secepatnya aku berbalik, bersamaan dengan sesuatu yang melesat, hampir membagiku dalam potongan kecil. Serangan itu bermaksud membunuh, bukan peringatan apalagi perkenalan. Si pelaku sudah kuketahui sebelumnya. Kami telah berkenalan, dalam pertemuan pertama yang menyeramkan menurutku.

Dia… Akutagawa!

.

.


.

Disclaimer:

Bungo stray dogs © Asagiri Kafka

The Heartless dog © devilojoshi

Rated: M

Genre: Romance

Pairing: Akutagawa Ryonosuke x Atsushi Nakajima

Warnings:

Fic ini mengandung unsur Boys Love. Sifat setiap karakter kemungkinan akan berbeda dengan aslinya, out of character. Karena authornya mesum, akan ada beberapa adegan dewasa, kemungkinan LEMON jika saya berkenan.

All of Atsushi point of view.

.

Fic ini dipersembahkan untuk Iztha, sebagai patner in crime satu kapal. Meski awaknya kurang. HAPPY BIRHDAY, BEB~ .. wish you all the best. Wish we can be couple forever. /wut/


Selamat menikmati.


.

.

.

Akutagawa!

Kenapa bisa? Kenapa bisa dia ada disini?!

Aku ketakutan, sangat takut. Bingung harus apa. Memutar otak, mencari celah terkecil untuk melawan—atau kabur, jika bisa.

Akutagawa melontarkan serangan kembali. Aku melompat, berhasil lolos dari ancaman maut kedua. Tempatku berdiri bergetar. Atap container terbelah, tidak bisa lagi menahan berat dan sebentar lagi sepertinya akan roboh.

Aku putuskan untuk melompat turun, berguling beberapa kali dan berusaha berdiri dengan cepat. Bukan waktunya untuk merasa sakit di punggung akibat benturan dengan tanah. Karena akan lebih terasa menyakitkan jika Akutagawa berhasil memotong salah satu bagian tubuhku kembali.

Badanku bergetar saat berhasil berdiri. Aku berbalik, hendak berlari karena tidak juga mendapat cara untuk melawan. Terakhir kali aku mencoba untuk memberikan perlawanan, dia membuatku hampir mati kehabisan darah. Aku yakin, jika jeritanku yang ketakutan sekarang membuatnya bahagia. Tapi, baru saja berbalik, sesuatu menyergapku, memotong jalan untuk pergi.

"Rashoumon tidak akan membiarkanmu untuk kabur." Katanya di depan sana. Beberapa kali terbatuk, Akutagawa mengelap bibirnya sambil menatapku tajam. Arti pandangannya tetap tidak dapat terbaca. Manusia ini sangat berbahaya, karena aku sama tidak dapat membacanya seperti saat melihat Dazai-san. Jantungku berdebar, lebih dari ketakutan. Bibirku hampir tergigit karena rasa gugup. Mungkin aku akan melewati tes masuk ke surga sebentar lagi, olehnya jantungku berdegup sangat kencang.

Aku menelan ludah, berusaha untuk kuat dan mencari cara memperpanjang umur. Akutagawa mulai berjalan mendekatiku. Dia tertatih. Aku menatap kakinya. Celananya terlihat robek. Terkaget, dia terluka. Sepertinya bukan karena serangannya sendiri. Setengah tidak percaya. Aku menatapnya dengan mata membulat penuh. Ada seseorang yang berhasil membuatnya terluka!

"Takutlah pada kematian."

Aku menatapnya takut. "Ta-tapi kau tidak akan membunuhku!"

Dia tidak merubah ekspresi, dan masih melangkah mendekat. Aku mundur teratur, berusaha tidak membuat Akutagawa berpikir aku ingin melarikan diri. "Kau tahu aku bisa memotong kakimu. Kenapa aku tidak bisa membunuhmu?"

Cepatlah berpikir!

"Karena…"

Mataku bergerak kemana pun. Ke wajahnya. Kakinya. Rashoumon. Kemana pun, bahkan pada container yang hancur.

"—karena aku adalah target hidup yang seharusnya tidak kau bunuh. Memutuskan salah satu kakiku tidak akan membuatku mati, dan kau pasti tidak akan membiarkanku mati kehabisan darah."

Berhenti. Akutagawa berhenti tiba-tiba. Rashoumonnya menghilang, kembali seperti semula. Sekarang pria depanku sudah terlihat lebih manusiawi. Nampak seperti manusia pada umumnya. Karena jika dilihat dengan mata telanjang, pria yang selalu muncul tiba-tiba berpakaian serba hitam, di malam hari sepertinya sama sekali tidak tergolong manusia sungguhan.

Akutagawa terbatuk kembali, menutupi wajahnya dengan tangan. Oh tidak, dia bukan terbatuk. Dia hanya menyindirku, karena setelahnya dia menatapku tajam. "Kau terlalu percaya diri."

SIAL!

BRAK!

Aku kaget dua kali. Ku kira setelah dia mengatakan kalimat tadi, Rashoumon akan muncul kembali dan—tamatlah riwayatku. Namun, Akutagawa tumbang begitu saja. Sial, aku bingung harus melakukan apa. Dia jatuh dengan posisi badan terkurap. Jujur, perasaanku mengatakan dia emang dalam keadaan yang tidak baik. Berhadapan dengannya saat ini tidaklah berbahaya—tidak, tidak. Dekat Akutagawa walau bagaimana pun keadaannya, sama halnya dengan berdiri depan pintu neraka. Karena, bagaimana jika tiba-tiba saja Akutagawa bangun kemudian membunuhku saat mencoba untuk menyelamatkannya adalah sebuah ancaman bagi Rashoumon?

Mereka yang diberkati jika sudah tidak sadar tidak akan berbahaya kan? Kemampuan mereka tidak akan tiba-tiba saja diluar kendali?

Hiii! Atsushi bodoh!

Manusia paling bodoh, karena akhirnya aku malah berjalan mendekat. Melihat keadaan Akutagawa dengan lebih teliti. Mengamati wajahnya yang nampak kesakitan.

Sial!

Berhentilah menjadi orang baik, dan bukannya malah memangku tubuh Akutagawa yang jelas lebih besar dan berat ini!

Atsushi bodoh!

Aku tidak berhenti meruntuk pada setiap tindakanku sendiri. Meninggalkan pekerjaan, dan justru menolong musuh. Oh tidak, Dazai-san pasti akan memaksaku bunuh diri setelah pekerjaan ini selesai. Semoga tidak. Kumohon tidak.

.

.

.


Aku membawa Akutagawa pada sebuah penginapan terdekat. Motel, lebih tepatnya. Bukan mauku membawanya kesana tapi keadaan yang memaksa. Tidak ada tempat lain yang bisa dijadikan singgahan, memikirkan cadangannya saja tidak terlintas. Keadaan Akutagawa makin memprihatinkan. Aku beberapa melihat wajahnya mengkerut, suhu badannya meningkat—dapat kurasakan dari sentuhan kulit kami. Hm, lagipula kenapa orang ini selalu memakai pakaian hitam serba tertutup dan panjang seperti ini sih. Menyusahkan saja.

"107… 108, ini dia!"

Aku membuka pintu bernomor 108 itu. Cepat-cepat mencari tempat tidur. Membaringkan tubuh lemah dari manusia yang jika bangun mengerikan ini.

"Hah~…" punggungku sangat pegal. Pinggangku seperti akan copot.

Akutagawa terbaring dengan pakaian kotor jadi kubuka bajunya. Pertama coat hitam panjangnya yang sangat merepotkan ini. Kenapa dia senang sekali menggunakan ini sih? Apa dia kedinginan? Atau memang karena dia mafia, jadi harus menggunakan pakaian seperti ini? Biar terlihat menyeramkan? Terus saja aku bertanya-tanya, hingga coatnya sudah berhasil kusingkirkan. Oh, melelahkan juga rasanya. Tapi—apa kemeja putihnya juga harus kulepas?

"Berani sekali kau, Nakajima Atsushi."

HAH?!

Oh aku seharusnya tahu jika pilihan membawanya kesini, guna menyelamatkannya itu tidak benar. Lagipula jika Akutagawa tidak benar-benar sekarat! Atsushi bodoh!

Aku harus lari.

Tapi—BRAK!

—sepertinya Akutagawa tidak akan pernah melepaskanku.

Dia terduduk di atas punggungku. Setelah berhasil membuatku terjatuh. Dia memang sengaja membuatku jatuh dengan dagu terbentur lebih dahulu, atau apa sih? Ini sangat sakit. Bibirku jadi tidak sengaja tergigit hingga berdarah seperti sekarang. Lagipula, berat tubuhnya ini membuatku kesusahan untuk bernafas. Apa dia ingin membunuhku pelan-pelan?

"Kau cukup pintar untuk membuka coatku terlebih dahulu." Dia merunduk dan berbisik seperti itu padaku. Kurang ajar. Tapi aku takut mengucapkannya, jadi aku hanya bisa meringis nyeri saja. "Menyedihkan. Segeralah berubah menjadi harimau, dan kau tidak akan lagi kesusahan untuk bernafas." Jika bisa sudah kulakukan dari tadi.

"Agkh!"

Sekarang dia menarik tanganku ke belakang. Menahannya dengan keras. Aku benar-benar tidak berkutik. Apa aku akan berakhir disini?

.

.

.


_Tbc_


A/N: Fic pertama di fandom ini, dan saya langsung kasih rated M untuk yang asem-asem, dipersembahkan buat kapal tersayang buakakaka /dihajar/. Oke baik, jangan Rashoumon saya. Fic ini diperuntukan khusus untuk Iztha, beb tersayang saya yang sedang berulang tahun.

HAPPY BIRTHDAY BEB. SEMOGA FIC INI MENGHIBURMU. AKU KHUSUS BIKIN ASUPAN KOKORO INI BUAT KAMU. LOVE YOU BEB~

.

Lanjutannya bakalan aku update pas tanggal 29 Mei tengah malem, biar masuk tanggal 29 di ffn. Kan aku publish masuknya tanggal 28 di ffn, tapi 29 buat tanggal kamu lahir beb XD

.

.

Thanks for reading...