Boboiboy © Animonsta Studio

Shoes © nattfrei

Warning: kegajean yg membuat kamu sweatdrop. Plak/?

.

.

.

.

Chapter 6: Crowded

TUUTT

TUUTTT

Nada tunggu yang berdenging membuat seorang wanita berumur kepala 4 resah. Sudah berulang kali ia berusaha memanggil seseorang yang sekarang tak tau dimana keberadaannya. Raut wajahnya mengkerut, hatinya tak tenang. Sekali lihat orang pasti sudah dapat menyimpulkan kalau saat ini ia sedang sangat khawatir.

Maaf, nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif. Cobalah-

"Hahh...," ia terduduk lemas. Sedikit membanting ponsel ke atas sofa. "Dimana kau Yaya? Tadi pagi bilang mau buat biskuit sama Mama, tapi jam segini malah belum pulang,"

"Mama kenapa?"

Merasa terpanggil, Mama menolehkan kepalanya, "Kak Ya Totoitoy. Jam segini belum pulang juga,"

Totoitoy mengangkat pergelangan tangan kirinya, "Tenanglah Ma. Ini belum terlalu sore kok. Mungkin ada rapat lanjutan di sekolah Kak Ya," ia menghampiri Mama, "Masih jam 4 Ma,"

"Kalau ada rapat lanjutan pasti Kak Ya beri kabar tapi-" tubuh Mama tiba-tiba menegang, ada sesuatu yang mengusik pikirannya, "T-tunggu dulu, biasanya jam berapa Kak Ya pulang?

Anak lelaki itu mengetuk jari telunjuknya di dagu, "Emm..., jam 3?" Totoitoy ragu. Ia tidak terlalu memperhatikan waktu saat kakaknya itu pulang ke rumah.

"Oh ya ampun...," Mama menutup mulutnya reflek. Ia bangkit dan bergegas ke atas lantai 2.

Totoitoy yang melihat hal itu memiringkan kepalanya bingung, "Kenapa lagi Ma?"

"Uhh Totoitoy, ini sudah lebih dari 1 jam Kak Ya belum pulang. Mama telepon daritadi pun tidak diangkat," Mama turun dari tangga lengkap dengan penampilan rapinya. Kecepatan berganti pakaiannya sangat menakjubkan, "Kita harus ke kantor polisi sekarang, Mama takut Kak Ya diculik,"

Totoitoy menganga, "M-ma..., tidak usah. Sebaiknya kita tunggu saja. Kak Ya mungkin sedang sangat sibuk sekarang sampai tidak bisa mengabari Mama,"

"Tidak bisa Totoitoy. Ayo, kau mau ikut atau tidak?"

"Ergh...," Totoitoy bingung, ia tak mau Mama-nya tersayang ini sampai melapor ke polisi dan memberikan keterangan bahwa kakaknya telah hilang. Setelah melihat banyak sekali kertas yang digenggam kakaknya semalam, ia yakin sekali kalau kakaknya itu sedang sibuk dan tidak diculik. lagipula siapa yang berani menculik macan garang sperti kakaknya huh?

Ia melirik ke arah dapur. Adonan kue yang harum ditambah choco chips yang menempel terlihat menggiurkan walaupun Totoitoy tau kalau itu masih mentah.

CTAK

Ia memetik jarinya, "Ma, bagaimana kalau aku ikut membantu Mama membuat kue? Adonan itu tinggal dicetak lalu dipanggang kan?"

"Ha! Ayo! Mama juga tak sabar ingin makan biskuit buatan sendiri," dengan cepat Mama melesak(?) pergi ke dapur. Memakai celemek, mencuci tangan dan mulai mencetak adonan, "Ayo Totoitoy!" senyuman hangat menayapa.

Totoitoy bernapas lega. Mamanya ini memang ajaib, perhatiannya dapat teralihkan dengan mudah. "Mama, mama," kepalanya menggeleng maklum. Sedetik kemudian kakinya melangkah ke tempat Mama.

.

.

.

.

.

"Belum bangun juga?"

"Ya...,"

Pemuda bertopi miring menatap sendu sosok perempuan berhijab merah muda yang tengah pingsan di hadapannya. Kira-kira sudah 1 jam ia menunggu perempuan ini untuk bangun. Berbagai upaya mulai dari mengguncangkan tubuhnya, memijit kepalanya, hingga menyelimutinya seolah tak berguna. Memberikannya minyak angin pun sudah, dan lihatlah hasilnya masih nihil.

"Hmh, kita jadi lupa tujuan awal kita datang kesini. Ya kan Gopal?" Fang melipat lengannya di dada angkuh. Wajah nyolot-nyamembuat Gopal yang berada di sebelahnya agak sebal.

"Aw," sisi kanan perut disikut. Gopal mengalihkan pandangannya saat iris violet Fang mengarah kepadanya.

"Kau sengaja hm?"

"Kau ini tak tau kondisi ya Fang? Bayangkan jika kau ada di posisinya sekarang! Pikirkan bagaimana reaksi aku dan yang lainnya jika kau tengah berbaring tak sadarkan diri seperti itu! Coba-"

"Ssssssssssstttttt! Gopal, jangan berisik!"

Ocehan tak bermutu Gopal (menurut Fang) terhenti kala kalimat interupsi dilontarkan pemilik rumah. Gopal memukul pelan mulutnya lantas melirik Fang kesal, "Gara-gara kau!" desisnya.

"Aku tak melakukan apapun," Fang memeletkan lidahnya.

Taufan melirik malas dua orang berbeda suku dibelakangnya. Kali ini membiarkan mereka berdua saling melempar sindiran halus satu sama lain, yah... selama tak terlalu berisik Taufan tak ambil pusing. Perhatiannya kembali tertuju pada si gadis hijab. Ia bertopang dagu, memperhatikan betapa sempurnanya rupa makhluk ciptaan Tuhan ini.

Wajahnya yang seputih susu nampak halus dan bersih, hidung mancung bak orang bule yang dimilikinya sangat pas dan jangan lupakan pipi tembam itu... uhh seakan mengundang siapa saja untuk mencubitnya, Taufan gemas.

Jari-jari panjang kembar tengah terangkat mencoba menyusuri tiap lekukan wajah Yaya. Namun apa daya, setengah senti sebelum kedua kulit itu bersentuhan, lenguhan suara terdengar, "...Nghh,"

"H-hah?" secara cepat telapak tangan itu disembunyikan. Kini Taufan salah tingkah, "A-akhirnya kau bangun!" serunya senang.

"Kak Gempa? Uhh, kenapa aku disini?" Yaya mencoba bangkit dengan tumpuan siku kiri. Sebelah tangannya lagi mendarat di kepala, "Kepalaku pusing sekali,"

Senyum sedikit luntur, Taufan cemberut. Seminggu yang lalu tepat di lorong kelas ia mengetahui ke-eksistensian(?) gadis berparas ayu itu. Taufan tak dapat menampik bahwa dirinya langsung jatuh cinta pada pandangan pertama. Dan lihatlah sekarang bagaimana hatinya terasa panas bagai api membara saat Yaya memanggilnya dengan sebutan 'Kak Gempa'. Tapi Taufan bukan tipe laki-laki egois, melihat kondisi Yaya sekarang bukan saatnya memikirkan masalah ketidak-bisaan(?) gadis itu dalam membedakan tiap Boboiboy, "T-tadi kau pingsan..., masih pusing? M-mau aku ambilkan air?"

Wajah sayu khas orng kelalahan terpancar, "Maaf merepot-"

"Kalian sedang apa sih? Minggir sana! Jangan berdiri di dekat pintu, pamali!" intonasi tajam terdengar jelas disusul ringisan Fang dan Gopal yang hampir terlupakan. Kepala diusap-usap, sekali lagi amarah berupa jitakan seorang Ketua klub bela diri yang paling mengerikan dapat tersalurkan. Taufan dan Yaya menoleh ke asal suara, "Oh, kau sudah bangun, hei 'Putri Tidur'?"

"Permisi ya, aku hanya mau ambil buku paket Kimia," sosok pemuda tinggi berparas tampan masuk ke kamar. Yaya melongo.

"Kak Halilintar, sekalian ambil kalkulatorku! Aku mau pa- Ah Yaya! K-kau bangun? Syukurlah! Bagaimana keadaanmu?" satu lagi pemuda dengan tampang sama masuk ke kamar bernuansa merah.

Yaya memiringkan kepalanya, tubuhnya sedikit bergetar. Kembali, kepalanya menjadi korban kepalan kedua telapak tangan mungilnya, "A-aku sedang mimpi ya? Kak Gempa ada 3? Haha ya... sebaiknya aku tidur lagi,"

"T-TIDAK!"

lmao

Konferensi meja kotak dimulai. Di sisi kanan ada Yaya dan Taufan lalu di sisi kiri ada Fang dan Gopal. Mereka duduk berhadapan dengan Gempa yang duduk di antara kedua kubu sebagai penjelas.

"Biar kujelaskan...," pensil mekanik hitam diketuk, "Aku ini kembar tiga, Yaya. Yang sedang duduk di meja belajar sana adalah kakakku yang pertama," Gempa menunjuk Halilintar yang tengah belajar, "...dan yang disebelahmu adalah kakakku yang kedua," Yaya menoleh dan senyuman jahil didapatnya, "...lalu akulah kemabaran terakhir,"

Yaya membenarkan hijabnya, "B-bagaimana membedakan kalian semua?" ia bertanya pelan.

"Topinya," Fang menyahut, "Kau bisa membedakannya lewat benda yang selalu mereka pakai saat di sekolah. Ketiga kembar ini punya style masing-masing agar dapat dibedakan," kaki kanan dilipat, dagunya terangkat.

"Sikapmu itu bisa membuat orang salah paham," pucuk kepala bersurai ungu ditekan paksa ke bawah, "Maaf ya Yaya,"

"Gopal!" siku imajiner berwarna merah terbentuk.

"Abaikan saja dua orang itu," Yaya kembali memalingkan wajahnya ke Taufan, "Kak Hali memakai topinya ke arah depan cenderung ke bawah," ia mencontohkan, "...jalannya suka nabrak orang karena matanya ketutupan topi," Taufan berbisik.

"Oh?" Yaya menahan tawanya.

"Ekhem!" bohong jika Halilintar tak dengar.

Taufan cengengesan, "Gempa memakai topinya secara terbalik, kau sering melihatnya kan?"

Wakil Ketua OSIS mengangguk mengerti, "Lalu kau sendiri?"

"Seperti ini," kembar tengah berpose (sok) tampan, "Yah... menurutmu siapa yang paling tampan disini? Aku kan? Ya, pasti aku! Haha,"

"Kau keluar topik Kak Taufan...," Gempa merasa malu melihat tingkah kakak keduanya itu. Bisa-bisanya ia narsis di depan gebetan-nya. Eh?

"Biar saja,"

Yaya tersenyum simpul. Wajahnya sedikit memerah saat mengingat bahwa 1 jam lalu ia pingsan karena melihat kembaran sang Ketua OSIS. Sekarang ia mengerti dan paham betul perbedaan dari ketiganya, "...jadi yang tadi buat ribut di kantin itu Kak Taufan?"

"Eh? Ribut apa Yaya?"

"Yang tadi... perihal surat?"

"Ehm maaf," Fang angkat bicara, "Anggap saja kau tidak melihat kekacauan tadi," kacamata dinaikkan walau tidak melorot, "Ya?"

"Ehm... baik," entah kenapa jika pemuda surai ungu itu mengeluarkan suaranya, Yaya merasa sedikit takut. Karena saat ia bicara, aura mencekam tiba-tiba mengusik dirinya dan jujur saja itu membuatnya risih.

"Ah! Yaya, apa kau kenal dengan gadis berkacamata?"

"Ada banyak gadis berkacamata di sekolah Kak Taufan-"

"Eit! Jangan panggil aku dengan sebutan 'Kak' okay?" jari telunjuk main menyosor/? Tepat di tengah mulut mungil Yaya, "...panggil namaku saja," kedipan manja ia keluarkan. Kemana perginya Taufan yang malu-malu saat Yaya masih pingsan tadi?

Gadis itu terkejut, iris hazelnya membulat lucu, "Tapi kau kan 1 tahun lebih tua dariku...,"

"Sshh, tolong ikuti saja kemauanku,"

Si topi miring mengembangkan senyum gentle membuat sang lawan bicara sedikit bersemu. Fang dan Gopal sweatdrop sedangkan Ketua OSIS berusaha menahan hasrat ingin meninju kakak tengahnya yang mode gombalnya tengah on itu.

"Yaya, bisa tolong kau lanjutkan membuat proposal pensinya? Aku mau membuat cemilan dulu,"

"Oh ya! Tentu saja, maaf karena pingsan jadi aku tidak bisa membantu banyak,"

"It's okay...,"

Pucuk kepala gadis merah muda itu ditepuk, dan ya... wajahnya pun makin memerah. Astaga... tenanglah jantung.

Melihat reaksi Yaya, Taufan langsung melancarkan tatapan maut pada adik bungsunya. Ugh, posesif. Padahal belum jadi siapa-siapanya.

Cluk/?

"Aw! Kenapa mataku dicolok/? Awuh~" mengaduh kesakitan, alat gerak atas Taufan reflek menyentuh kelopak matanya.

Gempa mengangkat bahu, "Habisnya...,"

"Habisnya apa?!"

"Lupakan,"

"Oi Gempa! Awhh~"

"Yaya, tolong cepat ya,"

Satu-satunya perempuan di rumah itu mengangguk cepat, "Iya!" lalu segera bangkit menuju meja dimana laptop keluaran terbaru masih terbuka.

"Eh tapi, pertanyaanku belum dijawab! Si gadis kacamata!" Taufan berseru. Mode ngulur waktu 1.

"Kenapa memaksa sekali hah?" kacamata Fang mengkilap.

"Aku tidak bisa menunggu! Aku bisa mati penasaran-" Mode ngulur waktu 2.

"Sebegitu ingin tahunya atau ada maksud lain?" Gopal mengorek lubang telinganya lalu mengelapnya ke seragam Fang.

"Akh! Jorok, ewh~"

lmao

"SELESAI!"

"Akhirnya...~"

Mouse kanan ditekan, dokumen otomatis tersimpan. File dengan nama 'Proposal Pentas Seni' sukses dibuat dalam kurun waktu... hmm... 3 jam?

"Ya ampun... ini sangat terlambat...," Yaya merogoh kantung rok panjangnya hingga dalam, namun benda yang dicarinya tak ketemu. Lantas ia mengecek isi tasnya, berharap benda tipis berlayar 'super amoled' itu tergeletak disana. dan... "Duh... kemana ponselku? Aku harus menghubungi orangtuaku,"

"Uhm..., tunggu sebentar," Gempa sedikit berlari ke ruang tengah. Ia menutup kedua telinganya kala suara game yang keras merambat masuk. "Hei Fang, dimana ponsel Yaya?"

"Mana aku tau~! Gopal tembak yang disana! Taufan kau maju duluan!"

"Alright captain!" Gopal dan Taufan serempak mengikuti perintah.

"Jangan bercanda, ponselnya terakhir ada di tanganmu! Cepat berikan,"

"Argh, Taufan lindungi aku! Darahku hampir habis," teriakan Gopal melengking semakin membuat riweh ruang tengah.

"Susah! Ugh!"

Gempa tak bisa menerima ini. Diabaikan adalah salah satu hal yang paling tidak ia sukai, "KALIAN BERTIGA BISA BERHENTI SEBENTAR TIDAK?!" habis sudah kadar kesabarannya.

PIP

Game di-pause, Gempa bernapas lega, "Berikan Fang."

"Aku... tidak ingat taruh dimana,"

"Kau bercanda kan?" Gempa memang tersenyum, tapi keringat tetap mengucur di belakang lehernya.

"Aku serius, Gempa,"

Hening.

KRIK KRIK

"GYAAAAA~ Bagaimana ini?! Cepat cari!"

Ckckck, sepertinya ini adalah hari paling sibuk di kediaman Boboiboy bersaudara.

lmao

"Hah?" Yaya baru saja tiba di ruang tengah setelah mendengar teriakan aneh.

"M-maafkan kami Yaya! Selama kau pingsan tadi, ibumu terus menghubungi tapi tidak ada satupun dari kami yang mengangkat telepon beliau. Kami tak tau harus bilang apa, d-dan-" Taufan berbicara secepat kereta melaju.

"Dan Fang mencopot baterainya, lalu sekarang... hi-hilang!" Gopal melanjutkan monolog Taufan yang terpotong.

Sementara Fang yang namanya disebut-sebut terus mencari hingga ke sudut terpencil dari tiap ruangan. Salahkan tangannya yang seenaknya melempar ke sembarang arah benda milik orang lain.

Gempa pun tak mau kalah. Merasa sedikit bersalah, karena secara tak langsung ialah penyebab ponsel Wakil OSIS-nya ini hilang.

"Ada ribut apalagi sih? Aku tidak bisa belajar karena kalian berisik!" Halilintar berkacak pinggang. Kacamata minusnya bertengger manis di atas kepala, rambutnya tersingkap hingga keningnya terlihat jelas.

"Woah~"

CLINK

2 orang diantara mereka behenti bergerak. Kening Halilintar yang mulus sangat menarik perhatian.

"Halilintar... kau terlihat berbeda," Gopal memberikan komentarnya.

"Mirip karakter anime...," Taufan menambahkan.

CTAK

"Jangan pernah sekali-kali menyamakanku dengan karakter 2 dimensi. Aku sangat benci itu," Halilintar yang temperamental, tak bisakah sehari saja kau tidak mengeluarkan jurus bela dirimu?

Gempa, Fang dan Yaya terdiam.

Halilintar ikut terdiam.

Gopal dan Taufan meringis kemudian diam juga.

Hening lagi.

"Katakan masalahnya sekarang atau aku praktekkan lagi jurus bela diri yang aku kuasai,"

"Ponsel Yaya hilang...," Gopal berbisik.

"...Fang penyebabnya," tadi itu Gempa dan Taufan yang bilang.

"Uhm... maafkan aku?" Fang mengangkat kepalanya.

"Hhh...," Yaya mendesah pelan.

"Dasar otak udang. Kenapa tidak coba dihubungi pakai telepon rumah? Ponsel gadis itu akan berbunyi dan bisa langsung ditemukan!" si mata merah menghembuskan napas geregetan, menepuk keningnya sendiri secara brutal.

Loading... 5%

68%

100%

"KAN BATERAINYA DICOPOT! GAHHH!"

.

.

.

.

.

Ekhem, tes halo 1 2 3

Annyeonhaseyo yeoreobun~ jal jinaeyo? Ahaha~ apa kabar kalian semua? Eh kok sepi?u_u Ahh~ maafkan saya karena baru bisa melanjutkan fanfic ini. ugh, saya minta maaf sekali.

Akhir-akhir ini mood nulis sama baca saya emang lagi down/? Dan imbasnya yah... bisa dilihat sendiri kan? bagaimana teganya saya menelantarkan fanfic bertema gaje ini wkkw~

Makasih banget buat yang udah setia menunggu fanfic ini up sampai sekarang, makasih karena udah sabar kahaha~ sayang kalian deh~ chu~

uhm, udah deh segitu aja. Kkk~

Lvoe,

nattfrei.