Foto-foto yang kau kirimkan padaku, semuanya masih ada di handphoneku...

Kankuakui, aku suka melihatnya, kan kuakui, aku merasa kesepian

Dan semua temanku terus bertanya mengapa aku tak muncul

Sakita rasanyatahu kau bahagia, yeah, sakit rasanya kau tlah lanjutkan hidup

Berat mendengar namamu saat aku tak melihatmu begitu lama

Seakan kita tak pernah ada, apakah ini dusta belaka?

Jika yang pernah kita punya nyata adanya, bagaimana bisa kau baik-baik saja?

karena aku tak baik-baik saja...

Jong-in masih termenung ditempatnya. Kini rasanya ia ingin bener - benar menyerah. Tapi, tidak! Rasa bernama cinta yang sialnya itu tak menghendakinya. Heran, meski tersayat ribuan kali kenapa kakinya masih berpijak ditempat yang sama, Oh Sehun. Dengan pria itu. Jong-in mengelang lesu menatap kepergian Luhan dan Sehun lalu menunduk dalam. Menahan genangan air mata yang siap merebak.

"Pergi ke kamar tamu. Aku sudah menyiapkan air hangat untukmu mandi." Jong-in sedikit terkejut mendapati Sehun kembali lagi ke kamarnya. Namun beberapa saat dia berhasil mengendalikan keterkejutannya. Jong-in berdecak.

"Aku tidak akan mengacau aku janji. Jadi tuan tidak usah khawatir kembalilah keruangan anda tuan." Kata Jong-in berdehem. Setelah melihat tatapan yang Sehun berikan.

"Pergi ke kamar tamu." Ulang Sehun kembali. Jong-in mendengus.

"Ini sudah malam bisakah kau per-"

"PERGI KE KAMAR TAMU SEKARANG!"Jong-in menatap Sehun terkejut lalu kedua tangan Jong-in terkepal. Dengan kasar Jong-in mendorong Sehun.

"Jika kau membenciku lakukan dengan keras jangan setengah - setengah aku tak butuh lagi simpatimu! Brengsek." Dengan wajah memerah Jong-in berjalan keluar, membanting pintu. Meninggalkan Sehun yang mengusap wajahnya kasar.

Jong-in melangkah tergesa - gesa, memasukan dirinya kedalam kamar mandi, tak lagi memikirkan apapun. Beberapa kali hembusan napas terdengar bergemuruh. Sisa kekecewaan masih terasa kental menyelimuti dirinya. Memejamkan mata erat dan mengelang kecil. Dia tak bisa terus berpura-pura lagi. Ini terlalu berat untuk dihadapi. Tapi mengapa? Menggapai pintu kebebasan itu sulit. Ragu, Jong-in masih merasa ragu dengan Sehun. Masih, masih banyak harapan besar untuk bersama Sehun. Enggan, Jong-in akan selamanya enggan meninggalkan Sehun.

Jong-in menenggelamkan dirinya dalam ketenangan. Memejamkan mata sejenak. Berusaha melupakan semua yang terjadi. Waktu bergulir, meninggalkan kedinginan dari air rendamannya yang tak hangat lagi. Segala sesuatu akan selalu ada batasnya untuk pergi. Dengan langkah lesuh Jong-in membasuh dirinya. Menggapai handuk dan menatap tampilan dirinya dalam cermin.

"Hey bodoh pergi saja, kau terlalu idiot untuk tetap tinggal." Bisik Jong-in menatap pantulan dirinya di cermin yang tertutup embun. Setelah itu, Jong-in tertawa terbahak-bahak seperti orang gila. Menunjuk dirinya sendiri dalam cermin.

"Tidak! Aku ingin tinggal. Aku-! brengsek brengsek brengsek! Aku ingin tinggal!" Teriak Jong-in pada bayangannya sendiri. Dan dengan kacau meremas rambutnya frustasi.

Hening sesaat...

"Bodoh kau bodoh Jong-in!"bisiknya lagi menatap cermin yang menampilkan dirinya yang tersenyum. Tak beberapa lama mata Jong-in menukik tajam. Dia benar-benar sudah seperti orang gila.

"Arggghh! Sialan!" Raung Jong-in.

PRANG! Darah darah segar mengalir dari telapak tangannya , membuat Jong-in terkejut disusul dengan Suara gedoran dan teriakan Sehun yang tiba-tiba menggelegar keras, membuat Jong-in bertambah panik. Dengan bergetar Jong-in melangkah mundur dari pecahan beling yang juga telah melukai kakinya. Tak begitu parah, mengambil napas berusaha terlihat biasa. Tapi entah mengapa hatinya merasa resah, dia hanya takut menghadapi Sehun yang masih berteriak-teriak diluar pintu.

"-gin Jong-in ! Buka sekarang!"dengan kemarahan mutlak Sehun akhirnya kehabisan kesabaran, Jong-in tak kunjung membukakan pintu. Dia mendobrak paksa pintu dan menemukan Jong-in yang tengah memantung menatap pecahan kaca. Jong-in mengalihkan tatapannya pada Sehun.

"Ini ak -aku tak sengaja terjatuh lalu semuanya terjadi. Aku akan membersihkanya dan mengatur ulang cermin dengan yang baru." Melepas tautan matanya dengan Sehun yang menatap dirinya tajam Jong-in dengan cepat berjongkok dan mengambil beberapa sepihan kaca yang tercecer di bawah telapak kaki telanjangnya dengan terburu-buru.

Sehun melangkah dengan cepat, menarik Jong-in berdiri dengan sentakan kasar, karena amarah tiba-tiba merasukinya.

"Apa ini? Kau terluka!"geram Sehun menatap luka ditangan Jong-in.

"Ini bukan apa-apa."

"Bukan apa-apa katamu! Aku tau kau pasti akan membuat masalah. Lihat! Sekarang kau telah menambah bebanku." Sehun berjalan menyeret Jongin keluar.

"Tunggu. Aku belum selesai membere-"

"Berhentilah, aku lelah sekali. Jangan melawanku terus." Lirih Sehun. Membuat Jong-in bungkam seketika. Matanya tak sengaja menangkap tatapan sendu Sehun. Beban? Iya tentu saja selama ini Jong-in hanya beban Sehun. Jika diingat - ingat rasanya dulu Jong-in bahkan tak pernah membuat Sehun benar - benar bahagia.

Sehun menyeret Jongin mendudukkannya dikasur. Dengan kesal menatap darah yang berceceran dilantai.

"Aku akan membersihkanya."ujar Jong-in melihat reaksi Sehun. Sehun memalingkan tatapannya pada Jong-in. Lalu mengambil handuk kecil yang tersampir diatas ranjang.

"Gunakan ini untuk menahan lukamu. Jangan bergerak sebelum aku kembali." Guman Sehun lalu pergi.

Selang beberapa saat Sehun sudah Kembali dengan kotak P3K dan air hangat. Pria albino itu tak mengatakan apapun, tapi Jong-in paham dari gestur pria itu, bahwa sekarang dia telah membuat perasaan Sehun memburuk.

"Aku bisa melakukannya sendiri." Jong-in berusaha mengambil alih kotak P3K itu. Sehun tak mengindahkan ucapan Jong-in lalu mendudukkan dirinya disisi Jong-in. Meraih tangan Jong-in dan membersihkanya dalam air. Jong-in meringis, ini bener-benar perih Jong-in bersumpah. Setelah membersihkan tangan Jong-in, pria albino itu secara cekatan membersihkan sisa2 darah menggunakan kapas dan mengambil alkohol. Membuat Jong-in terkejut dan menarik tangannya cepat. Namun, Sehun menahannya.

"Kumohon jangan gunakan itu."

"Menangis saja, jika tak tahan. Itukan, keahlianmu."kata Sehun sinis. Seraya memberikan alkohol ketelapak tangan Jongin. Membuat pria Tan itu mengerang tertahan.

"Aku sudah menduga akan terjadi hal - hal macam ini. Kau tak pernah belajar untuk dewasa. Sedikitpun, tak pernah. Dulu dan sekarang sama saja. Kau tak pernah berkaca pada masa lalu. Berhenti bertingkah seperti ini. Kau selalu tak bisa mengendalikan dirimu. Melukai dirimu seperti ini. Hal ini membuatku semakin sulit untuk mempercayaimu. Belum beberapa menit yang lalu kau bilang takan mengacau, lalu lihat. Kalau mungkin aku tak tau tentang ini. Dan kau menyembunyikannya. Pada akhirnya semua orang akan tahu dan menyalakanku. Apa itu keinginanmu untuk membuatku tampak buruk bagi orang lain." Kedua manusia yang berada di ruangan itu, mulai dilingkupi aura tak menyenangkan. Jong-in mengepalkan tangannya kesal. Sementara Sehun masih menahan diri agar tak segera meledak. Ruangan ini penuh dengan emosi yang kian memuncak.

"Apa maksud dari ucapanmu. Sudah kukatakan aku bisa mengurus diriku sendiri. Jadi jika kau merasa keberatan untuk sekedar menjagaku. Aku tak masalah karena aku masih memiliki satu tangan yang kuat dan kedua kaki yang bisa digunakan. Berhenti mengatakan jika aku masih terlihat buruk. Karena sekuat apapun aku dihadapanmu. Akan terlihat sama, aku tetap buruk." Sehun hanya tersenyum meremehkan. Pria itu dengan telaten membalut luka Jong-in dengan kain kasa.

"Ingat alasan kau masih disini. Apa yang dulu pernah kau katakan. Kau ingin aku kembali,kan? Padaku? Atau selama ini kau bertahan karena masih mengharapkan hartaku. Hah! Aku lupa kau sama sekali tak pernah mencintaiku, kan. Kau hanya perduli tentang hartaku."

"Kau tak pernah paham! Aku mencintaimu, Oh Sehun."air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. Sehun hanya tertawa. Membuat Jong-in tertunduk, Jong-in tau pernyataan apapun yang dia ucapkan hanya lelucon untuk Oh Sehun.

"Sehun kumohon. Aku mencintaimu." Jong-in menatap Sehun tepat kekedua matanya.

"Sehun jawab aku."ulangnya putus asa.

"Apa kau punya tawaran yang menggiurkan untukku? Jika aku menjawabnya?"

"Apapun. Aku akan menyetujui apapun yang kau perintahkan." Sehun

"Bagus." Sehun terdiam untuk beberapa detik. Lalu senyum terukir cerah dari wajahnya yang tengah kelam.

" Hancurkan Chanyeol untukku. Kau bisa?" Jong-in membulatkan matanya.

"A-apa?"

"Hancurkan hatinya, Jong-in."

"Aku tak mengerti."

"Biar aku jelaskan. Chanyeol... dia terus mengusikku. Dia mengatakan hal-hal yang buruk. Dan dia juga membuat sepak terjang yang pesat untuk melawanku. Beberapa waktu ini, dia bahkan mulai mencuri bisnisku sedikit - demi sedikit. Kau tau alasannya?" Jong-in mengelang. Sehun menarik wajah Jong-in menghadapnya.

"Kau Jong-in. Kau. Bagaimana kau banggakan. Apa sekarang kau sedang berpikir untuk berhianat padaku." sinis Sehun. Jong-in menggelangkan kepalanya cepat.

"Tidak!"

"Apapun caranya buat dia jatuh dan mundur."kata Sehun tegas. Jong-in terdiam.

Chanyeol pria yang selalu ada saat dirinya susah, selalu menyemangatinya, tersenyum untuknya dan membuatnya tertawa. Jong-in tak sanggup melakukannya. Itu sama saja menyakitinya juga.

"A- aku akan membuatnya menjauhi dan tak mengusikmu. Aku akan berusaha berbicara padanya Chanyeol pasti mengerti. Aku..." Sehun mengangguk paham.

"Sudah kuduga kau akan menolaknya. Akhirnya inilah jawabanmu. Mengecewakan." Sehun berdiri tanpa menoleh pada Jong-in.

Jong-in meraih tangan Sehun.

"Tunggu~ aku akan melakukannya. Aku akan melakukannya demimu, Sehuna." Ini kesempatan terakhir. Untuk Jong-in meraih kepercayaan Sehun lagi. Sehun berbalik menghadap Jong-in. Menghapus sisa-sisa air mata di mata Jong-in. Lalu membawa Jong-in dalam pelukannya. Jong-in menyesap bau Sehun yang sangat dia rindukan. Memejamkan mata, menikmati perasaan indah ini. Sehun mengusap lembut rambut Jong-in.

"Lakukan dengan baik." Bisik Sehun. Jong-in mengangguk pelan. Dengan begitu Sehun melepaskan pelukannya. Akan tetapi, Jong-in masih mempertahankannya.

"Tidurlah bersamaku malam ini."

"Aku harus kembali. Luhan menungguku."

"Tidak! Kumohon. Sekali saja."

"Jong-in." Ulang Sehun. Jong-in tergagap melepas pelukannya.

"Jangan bertindak macam - macam. Tidurlah, Sehun mengecup keningnya pelan. Meninggalkan Jong-in yang mulai merasakan lututnya melemah dan terjatuh dengan butiran air mata yang mengalir deras isakan - isakan mulai terdengar. Entah kenapa hatinya terasa semakin sakit, melihat kembali Sehun pergi meninggalkan nya.

Sehun termenung menatap Jong-in dari celah kecil pintu. Dia mencengkram gagang pintu dengan keras. Hatinya teremas sakit. Hanya kakinya yang masih betah menapak. Sehun mengelang, bukan saatnya menjadi lemah. Dan dia akhirnya pergi. Meninggalkan isakan Jong-in di belakang.

Siang beranjak sore, Jong-in menyimpan sepatunya dirak lalu melangkah masuk. Bernapas lega karena tak melihat Luhan. Dan, Jong-in pikir Sehun seperti juga belum pulang. Setelah menyimpan tas Jong-in mengambil penyedot debu dan mulai membersihkan apartemen Sehun dengan alunan musik yang ia putar dari MP4 pemberian Chanyeol. Ah mengingat pria itu, Jong-in dirundung kesedihan. Beberapa hari ini menghindari pria itu bukanlah perkara mudah. Dia bahkan selalu mengusir Chanyeol saat pria itu bersi keras untuk bertemu dengannya. Mengasari Chanyeol dengan verbal. Sudah berhari-hari juga Chanyeol selalu melemparkan tatapan sendunya saat bertemu dengannya, yang ia tutupi dengan senyum hangat, tapi Jong-in tau Chanyeol terluka. Chanyeol tak pernah sekalipun marah, dia hanya mengganggukan kepalanya, mengerti. Jong-in menggelangkan pikiran tentang Chanyeol dia tak bisa selemah ini.

"Ada apa?"

"Ohh Sehun? Kapan kau-"

"Aku sedari tadi ada disini. Kau terlalu fokus melamun." Jong-in tersenyum kikuk. Sehun terlihat saat baik hari ini. Perkembangan yang bagus, Jong-in.

" Aku hanya sedang memikirkan kuliahku."

"Ada masalah?

"Ani ani... Hanya tugas, bukan masalah besar."

"Kau tidak akan melamun jika bukan masalah besar. Kemarilah~" Jong-in mengikutinya.

"Luhan tadi belajar memasak bersamaku. Dan cukup banyak. Jadi kau harus menghabiskan semuanya." Kata Sehun ketika merasa sampai dimeja makan.

"Apa Luhan pandai memasak."

"Semakin baik, kurasa. Jangan khawatir ini baik. Aku telah mencobanya. Duduk dan makanlah."

"Apa dia tidak akan marah." Sehun tertawa. Membuat Jong-in merasa amat bahagia.

"Dia bukan hantu yang akan memarahimu jika dia tau kau memakannya. Tidak, dia tidak. Makanlah."

"Terimakasih, Sehun Hyung." Kata Jong-in dengan gestur canggung. Jujur sudah terlalu lama baginya untuk kembali berinteraksi hangat seperti ini dengan Sehun. Dia sudah terlalu terbiasa dengan perannya menjadi pembantu.

"Kau memanggilku, Hyung? Bukankah kau tak suka memanggilku dengan embel-embel, Hyung. Apa kau merasa asing padaku."

"Bukan begitu. Hanya saja. Terlalu lama bagi kita untuk bertindak seperti ini. Aku merasa gugup dan canggung."

"Hilangkan perasaan itu, aku tak ingin kau melihatku dengan pandangan asing itu. Makanlah." Sehun beranjak pergi, jejak hangat di wajahnya menghilang tergantikan oleh wajah dingin ya. Marah, Sehun jelas terlihat marah tapi Jong-in bahkan tak tahu apa yang terjadi padanya. Pria itu memilih untuk mulai menyantap makanan yang tersaji dihadapannya. Tidak buruk.

Sekali lagi, Chanyeol menyodorkan gelas kosongnya pada bartender yang kebetulan adalah Byun Baekhyun. Baekhyun hanya menyanggupi permintaan Chanyeol, karena Baekhyun mengerti akan keadaan Chanyeol, tentang bagaimana rumit kisah itu dengan sahabatnya, Jong-in. Mungkin Chanyeol juga butuh pelampiasan atas masalah ini. Tak jauh berbeda dengan Jong-in yang terlihat murung beberapa kali, setiap pertemuannya dengan Chanyeol. Seperti ada sesewatu yang menahan Jongin untuk bertemu Chanyeol. Dan Baekhyun tahu satu orang yang ingin melihat Jong-in tersiksa adalah Sehun. Pada dasarnya, Baekhyun hapal betul bagaimana hubungan mereka, meskipun Chanyeol teramat menyukai Jong-in tapi bagi pria Tan itu sosok Chanyeol adalah kakak dan sodara yang selalu ada untuknya sama seperti dirinya pada Jong-in. Dan bagaimana patahnya perasaan Jong-in untuk membuat orang yang sudah dianggapnya keluarga terluka seperti ini. Terasa benar-benar keterlaluan. Baekhyun akan membuat perhitungan kali ini dengan pria angkuh itu, Mr. Oh. Kehidupan sahabatnya bukanlah sebuah permainan yang bisa dimainkan seenaknya. Baekhyun sudah jenuh dengan semua ini.

"Tolong Vodka." Seorang pria mendudukkan dirinya disamping Chanyeol.

"Hanya Vodka, Kris Hyung. Dan kemana saja kau? Ngomong - ngomong?" Kris menggangguk kecil. Lalu menatap Chanyeol.

"Bisnis. Sehun ingin menjauhkanku dari Korea."

"Aku tak sangka, Sehun sebenarnya adalah pria berdarah dingin." Sinis Baekyun lalu menyerahkan pesanan, Kris.

"Keadaan yang membuatnya begitu. Lagipula itu kesalahanku dia tak suka aku terlibat dalam masalahnya. Kenapa dengannya? Ini pasti bukan bisnis." Tunjuknya pada Chanyeol yang menelengkupkan wajahnya pada meja. Sambil bergumam yang tak jelas.

"Bukankah hanya ada satu nama yang membuatmu harus pergi? Dan membuat Chanyeol seperti sekarang. Ini karena Jong-in kan?"

"Begitulah." Desah Kris. Pria itu menghembuskan asap rokoknya pada Chanyeol. Membuat Chanyeol terbatuk-batuk. Kris tertawa.

"Abaikan dia, Hyung. Dia sedang berada dalam keadaan buruk."

"Lalu apa yang terjadi padanya." Tanya Kris. Baekhyun mengisi kembali gelas kosong Chanyeol. Mengabaikan Kris.

"Berhenti membuatnya mabuk."cegah Kris.

"Apa kau baru mengenalnya? Kau taukan Chanyeol akan mengamuk jika tidak kuberi."

"Sehunnn~ brengsek. Dia tak perlu seperti itu." Cicit Chanyeol. Ia terbangun lalu menatap Kris. Kris hanya mendudukan kembali Chanyeol. Dan kembali pada Baekhyun. Meminta penjelasan.

"Sebenarnya aku mulai muak. Sehun pria itu aku tak tahu isi otaknya. Sepertinya dia menyuruh Jong-in untuk menjauhi Chanyeol. Aku tahu maksudnya. Sehun hanya ingin menyiksa Jong-in. Pria itu pasti tahu jika Jong-in tak punya siapa-siapa dan Chanyeol yang selalu membantunya. Apa masalahnya. Dia tak punya keluarga, Hyung. Lalu apa tak boleh bagi Jong-in untuk memiliki sandaran. Sementara Sehun berada diatas penderitanya. Bersenang-senang. Ini benar-benar sudah tak sehat. Masalah ini bisa mempengaruhi psikologis Jong-in. Jika dibiarkan berlarut - larut." Kris termenung. Ucapan Baekhyun benar adanya. Jong-in dan Sehun harus dipisahkan. Sehun harus berhenti dengan dendam bodoh ini. Sehun harus melanjutkan hidup begitu pula Jong-in. Berputar-putar dalam masalah ini hanya akan membuat keduanya hancur.

"Kau benar... Aku, kau, Chanyeol mungkin Luhan. Kita harus segera memisahkan mereka. Tapi aku khawatir pada Sehun juga, Baek."

"Dia baik - baik saja, Kris." Baekhyun berujar sarkasme.

"Tapi..."

"Akan kucoba, sendiri."

"Apa yang kau akan lakukan, Baek. Jangan macam-macam. Terlebih dengan Sehun."

"Aku tak tahan melihat Jong-in seperti ini, setiap hari murung. Seharusnya sebagai seseorang yang dia anggap kakak. Aku bisa menjaganya. Dulu dan sekarang aku selalu dihantui rasa bersalah karena tak mencegah Jong-in dan Sehun bersama. Hal bodoh itu! Membuatku pusing!" Kris terdiam. Dia paham. Tapi ada dua pihak yang juga harus ia pikirkan. Seandainya Kris adalah dukun mungkin ia akan bisa melihat bagaimana perasaan Sehun yang sebenarnya. Jadi ia tak usah berpusing ria seperti sekarang. Hah. Menyebalkan.

"Kris!"seru Chanyeol.

"Hi Yeol. Aku Kris." Baekhyun hanya memutar mata. Menggelang geli.

"Kris tolong aku."

"Kau seperti bocah idiot, Chanyeol."

"Aku tidak sedang bercanda!"

"Aku tahu kau hanya sedang mabuk." Chanyeol menundukkan kepalanya.

"Aku mabuk karena Jong-in tak ingin melihat ku."bisik Chanyeol terlihat menyedihkan. Kris menepuk bahunya.

"Oh ayolah Chan, kau terlihat bukan seperti dirimu." Kris berusaha menghibur. Sementara Baekhyun hanya memperhatikan. Chanyeol terlihat sangat tulus pada Jong-in. Seharusnya Chanyeol yang bertemu lebih dulu dengan Jong-in. Harapan kosong Baekhyun.

"Setelah sekian lama, ahkhirnya aku menemukan seseorang yang berarti dan hanya dalam beberapa menit dia menjauhiku tanpa sebab. Bukankah itu kejam. Seharusnya dia menjelaskan apa yang terjadi tapi dia hanya berjalan pergi dan meninggalkanku." Bisik Chanyeol. Seketika air matanya mengalir, Chanyeol semakin menunduk wajahnya. Tiba - tiba Chanyeol terjatuh kearah Kris dengan posisi seperti berpelukan. Kris menyangganya menepuk punggungnya pelan.

"Untuk sekarang lupakan dulu Chan," Kris menepuk - nepuk punggung Chanyeol.

"Bantu aku, Kris." Setelah mengatakan itu Chanyeol tertidur.

"Sepertinya tanggung jawab Chanyeol aku berikan padamu." Kris mendengus.

"Dia sahabatmu, kan?"

"Bukankah? dia juga sahabatmu, Hyung."

"Kita tak sedekat itu untuk dipanggil sahabat."

"Chanyeol bilang kalian teman dekat semasa Senior High' School."

"Oke baiklah dia memang temanku, aku hanya malas membawanya. Kau tau dia bukan anak kecil. FYI, tanganku mulai kram. Dia benar-benar tumbuh dewasa, adik kelas bodohku yang satu ini."

"Baiklah baiklah kita bawa bersama - sama setelah aku membereskan ini."

"Sehun kapan kita akan mencari tempat untuk pertunagan kita, ini sudah beberapa kali kau menundanya." Keluh Luhan menaiki mobil dengan kesal.

"Ini bukan waktu yang tepat untuk membicarakan hal ini, kan? Aku tidak benar-benar sengaja untuk menundanya. Jika kau mau, carilah sendiri. Aku sudah menyarankannya, sejak awal." Sehun menyalakan mobil dan meninggalkan perusahaanya. Luhan mengalihkan pandangannya kearah jendela yang terbuka. Menghirup udara malam.

"Apa aku tak lebih penting dari urusan perusahaanmu?"

"Dengar Lu, apa selama ini pengorbanankupun belum cukup. Dulu kau pergi lalu kembali dan aku menerimamu kembali. Aku tak pernah protes dengan kesibukanmu dan pemintaanmu. Hanya karena hal sepele seperti ini kau terus merengek dan seakan-akan aku pria kejam yang selalu mengabaikanmu. Kau tau sendiri perusahaanku sedang mengelar peluasan besar - besaran dan ini bukan hal yang bisa kuabaikan begitu saja. Mengertilah." Mendengar serentetan kata - kata Sehun yang terkesan memojokkannya, Luhan hanya tetap mengalihkan tatapannya kearah gelapnya langit.

"Dan inipun sama halnya. Ini bukan masalah sepele ini tentang hubungan kita."

"Ini hanya pertunangan Lu, kita tahu hal ini tidak terlalu darurat untuk dilakukan."

"Aku tahu tapi aku tengah khawatir!"

"Apa yang kau khawatirkan...?"

"Kau jelas tau apa yang membuatku tak nyaman kim-"

"Jongin?"ujar Sehun seketika memotong ucapan Luhan. Sementara Luhan hanya menatap geram.

Jong-in mengayunkan kakinya pelan. Menunggu bis terakhir yang akan membawanya pulang. Hanya tinggal dirinya dan 2 wanita lagi yang tengah asik mengobrol, menunggu bis. Jong-in memikirkan kembali ucapan Baekhyun siang tadi di SIU. Baekhyun mengatakan padanya untuk berhenti dan dia yang akan bertanggung jawab. Jong-in sama sekali tak paham apa yang sedang dia bicarakan. Hanya saja, kadang Jong-in juga takut Baekhyun melakukan hal yang gegabah. Pria itu memang sangat menyayanginya. Cita - cita Baekhyun adalah memiliki seorang adik, namun sayang hal tak pernah terjadi. Dan Jong-in rasa Baekhyun adalah kakak terbaik di dunia.

"Jong-in..."

"Oh! Sehun?" Jong-in berdiri dengan terkejut.

"Masuklah." Perintah Sehun. Membuat Luhan geram.

"Sehun apa kau tak salah?"

"Lagipula kita satu tujuankan."

"Tapi, biasanya kita tak menawarkan tumpangan padanya. Ini pertama kalinya dan aku, wow! terkejut." Luhan tertawa masam diakhir.

"Aku akan menunggu bis, terimakasih atas tawarannya." Jong-in tersenyum dengan gugup lalu melangkah mundur. Tapi kembali tatapan itu, tatapan Sehun yang ia berikan saat di ruang makan tempo hari terlihat lagi. Jong-in bisa merasakan emosi meletup-letup yang Sehun sembunyikan dari kilatan matanya.

"Masuk Jong-in."

"Aku-"

"Sekarang!" Setelah mendengar suara tak mengenakan Sehun dan tontonan kedua wanita yang bercengkrama tak jauh darinya. Jong-in menarik napas dan membuka pintu penumpang. Mendudukkan dirinya dengan canggung. Luhan tertawa.

"Sehun ada apa ini. Kau membuatnya disini. Oke aku yang keluar. Luhan mulai membuka sabuk pengamannya.

"Keluar dari sini dan hubungan kita berakhir."

"Apa maksudmu." Luhan menatap Sehun terperangah. Sehun hanya memasangkan kembali seatbelt yang terlepas. Pemandangan itu tak luput dari pandangan Jong-in. Luhan mengambil kesempatan ini untuk membuat Jong-in terluka.

"Lu, maaf aku terlalu keras padamu hari ini. Ok." Sehun memberikan senyum. Membuat Luhan merenggut kesal lalu memberikan ciuman singkat disudut bibir Sehun. Pria albino itu berdehem lalu kembali ketempat duduknya. Sementara Luhan tersenyum puas menatap Jong-in yang kini tengah mengalihkan pandangannya ke arah luar.

"Bungkusan apa itu Jongin."

"A-ah. Ini Coat."

"Kau berbelanja."

"Ani. Ini dari Kris Hyung."

"Kris?"guman Sehun.

"Kau bertemu Kris, dimana?" Sela Luhan.

"Disekitar SIU." Jawab Jong-in singkat.

"Apa yang kau lakukan dengannya."

"Hanya mengobrol biasa." Sehun menatap Jong-in dari sepion dengan curiga, membuat Jong-in mengalihkan tatapannya.

"Tak ada yang kau sembunyikan?" Tanya Sehun sarkasme.

"Ani..." Katanya ragu.

"Bagus."

Luhan berhenti dipersimpangan jalan karena tiba-tiba orang tua pria itu menghubunginya. Menyuruhnya untuk menghadiri sebuah pertemuan, sehingga mau tak mau Luhan harus hadir. Pria itu memberikan ciuman dan pergi. Apa yang Jong-in harus lakukan lagi pula Jong-in sudah terbiasa dengan hal itu. Kini tinggal Jong-in dan Sehun berada dalam keheningan. Sehun nampak serius mengemudikan mobilnya. Setelah percakapan tentang Kris. Jong-in merasakan ketegangan yang aneh dari Sehun. Dan Jong-in berusaha menganggap semuanya baik - baik saja.

"Ini bukan kearah yang seharusnya, kan?" Sehun tak menjawab, pria itu masih serius menyetir.

"Sehun? Ada ap-?"

"Kita sampai." Jong-in menengok keluar. Terkejut.

"I-ini kan..."

"Ada masalah? Kau sering kemari bukan. Bersama Chanyeol. Kau lapar, kan." Sehun keluar tanpa menunggu Jong-in.

"Apa kita akan makan disini. Maksudku kau?"ini restoran class standard, dan itu bukan standard Sehun. Meskipun Chanyeol yang hampir setara Sehunpun menyukainya, untuk Sehun rasanya kurang nyaman. Dan Jong-in sangat terkejut bahwa Sehun tahu kebiasaan dia dan Chanyeol yang sering datang kemari. Dari mana? Kenapa?

"Hmm." Jong-in terdiam melihat Sehun yang mulai memasuki kedai kecil itu.

"Kau tak ingin masuk." Jong-in terkesiap lalu berjalan cepat menghampiri Sehun.

Setelah mereka memesan tempat dan buku menu. Sehun mulai memilah - milah makanan. Sementara Jong-in memperhatikan keadaan sekitar. Semua orang tak berhenti menatap Sehun penuh minat. Terlebih dengan penampilan Sehun dan mobil mahalnya yang terparkir apik di depan. Walaupun waktu telah menunjukkan pukul 10 malam tapi kedai ini tetap ramai peminat. Jong-in mengalihkan kembali tatapannya pada Sehun. Pria itu begitu sempurna dan Jong-in semakin merasa kecil untuk berada disampingnya. Dia tak boleh egois untuk membuat seseorang seperti Sehun tetap disampingnya.

"Jong-in."

"Iya."

"Aku memanggilmu sedari tadi."

"Oh." Sehun menatap tajam Jong-in.

"Apa yang sedang kau pikirkan?"

"Kau." Tatapan Sehun melunak.

"Kenapa?"

"Kau semakin terlihat sempurna dan aku merasa semakin mengecil bila dekat denganmu."

"Pesan makananmu."

"Luhan sangat beruntung."

"Jong-in!"

"Wow Jong-in. Aku pikir tadi bukan kau." Seseorang menepuk pundak Jong-in pelan.

"Ini aku nuna."

"Apa kau kemari dengan pacarmu?" Sehun mengalihkan pandangannya dari buku menu, setelah mendengarkan perkataan wanita yang sedang bercakap dengan Jong-in. Menatap Jong-in.

"Chanyeol temanku, nuna."

"Benarkah tapi kau sangat mesra denganya. Lalu siapa ini." Jieon menatap Sehun tertarik. Sementara Sehun tetap menatap Jong-in yang terlihat gugup.

"S - Sehun Hyung ini Jieon nuna pemilik kedai ini dan Jieon nuna ini Sehun Hyung dia..." Jong-in menatap tepat kedua mata Sehun. " Dia... Atasanku." Setelah itu Jong-in menggalihkan tatapannya.

"Oh Senang bertemu dengan-"

"Tolong pesanan, makanan kami dipercepat." Kata Sehun membuat Jieon menggangguk kikuk lalu berpamitan pergi.

Setelah kejadian itu tak ada lagi percakapan yang dilakukan keduanya hingga tiba diapartemen.

Sehun melangkah masuk diikuti Jong-in dibelakangnya. Pria itu tampak banyak bicara langsung membuka pintu kamarnya.

"Sehun."Jong-in memanggilnya sebelum pria itu menutup pintu.

"Hmm"

"Apa aku melakukan kesalahan?"

"Tidak."

"Boleh ak- aku memelukmu. Hanya sebentar." Kata Jong-in menundukkan kepalanya. Sehun menghembuskan napas. Melangkah mendekati Jong-in lalu melingkarkan tangannya.

"Jong-in kenapa kau jadi selemah ini. Kau selalu menundukkan wajahmu. Kau masih Kim Jong-inkan." Jong-in hanya terdiam dan mengeratkan pelukannya. Rasanya ingin menangis dia memang menyedihkan sekarang. Jong-in mendorong Sehun hingga pelukannya terlepas.

"Aku sudah bilang akan memelukmu sebentar." Jong-in mundur sambil tersenyum.

"Selamat malam." Katanya sebelum berbalik menyisakan Sehun yang menatapnya.

" .In" ejanya

"Selamat malam." Balas Sehun pada bayangan yang menghilang.

TBC

"