Faded Away


main pairing Sehun/Kai, slight!Ravi/Kai

rated M for next chapter

sexual content, violance, light d/s relationship, PSTD, death chara

summary : Sehun is fucked up prince and a cassanova from Sokovia.


Tumpukan kertas yang menumpuk di atas mejanya membuat akhir pekan ini terasa seperti neraka karena ia tidak bisa berhenti bekerja. Sebagai editor in chief majalah pria ternama di kota, ia tidak bisa berleha-leha di panthouse-nya dalam masa-masa deadline seperti ini. Seperti tim kreatif, editor dan semacamnya yang tampak lebih menyedihkan daripada dirinya, ia harus ikut bertanggungjawab untuk edisi yang bisa dibilang cukup spesial ini.

Edisi kali ini adalah edisi ke-1000 CQ Korea. CQ pusat, yang berletak di NYC, memohon pada dirinya untuk memberikan konten serta topik yang amat sangat spesial karena seminggu setelah penerbitan edisi 1000 akan ada pesta perayaan besar-besaran di Seoul yang bekerjasama langsung dengan CQ pusat. Ia sudah melihat A-list artis hollywood maupun lokal yang diundang serta pengisi acara yang tidak kalah menariknya.

Suara ketukan pintu membuatnya mengangkat kepala. Selang beberapa detik, sekertaris pribadinya masuk dengan wajah pucat serta ada lingkaran hitam mencolok di bawah matanya. Lihat, ternyata bukan dirinya saja yang dibuat depresi oleh deadline sialan ini.

"Jongin," gadis itu memanggil namanya dengan suara rendah. Nayeon sudah bekerja di bawah bimbingannya selama 3 tahun lebih. Jadi, tidak aneh rasanya kalau gadis itu memanggil namanya ketimbang menggunakan embel-embel Mr. Kim atau Sir. Tapi, kalau ia pikir-pikir lagi nyaris seluruh karyawan di bawah asuhannya memanggilnya dengan Jongin atau kadang Nini (fuck you, Baekhyun dan Jongdae!). "I have a bad news,"

Oh, hebat sekali! Lima hari sebelum penyerahan manuscript terakhir pada publisher majalah. Ia harus mendengar kabar buruk dari sekertarisnya yang terlihat lebih pucat dari zombie.

"Jangan bilang ini menyangkut interview dengan Soojung,"

Nayeon menatapnya dengan tatapan menyesal. Karena, tentu saja, tebakannya benar. Jung Soojung atau Krystal sialan itu pasti berusaha mencoba menghancurkan kariernya. "Dia menolak untuk diwawancara atau apa?"

"Awalnya, dia setuju. Tapi, setengah jam yang lalu PR pribadinya menelpon berkata kalau Krystal harus bersiap-siap menghindari acara penyambutan keluarga kerajaan Sokovia," jelas Nayeon. Bahkan, gadis manis seperti Nayeon saja terlihat ingin membunuh seseorang sekarang.

Jongin mengeraskan rahangnya, menahan berbagai macam umpatan yang ingin dilontarkan khusus untuk mantan tunangannya. Ya, mantan tunangan. Once upon a time, Jongin dan Soojung pernah bahagia bersama. Namun, setelah karier Soojung meroket di dunia fashion yang membawanya ke Milan dan New York Fashion Week. Singkat cerita, gadis itu lebih memilih kariernya dibandingkan Jongin yang selalu menunggunya dengan setia di apartemen sederhana mereka. Merasa kalau hubungan yang lama-lama menjadi sepihak ini tidak lagi pantas untuk diperjuangkannya, Jongin memilih untuk membatalkan pertunangan mereka dan menyanyikan lagu Love Yourself di acara ulang tahun Soojung.

Singkat cerita lagi, Soojung membencinya sekarang.

"Keluarga kerajaan Sokovia akan datang ke sini?" Nayeon menganggukkan kepala. Tiba-tiba saja, sebuah ide gila terlintas di otaknya. Ia tahu kalau mungkin saja ide ini dapat berakhir fatal atau malah dapat menjadikan edisi ke-1000 CQ Korea super spesial melebihi ekspektasi siapapun, termasuk dirinya sendiri.

Jongin akan mencoba mewawancarai salah satu keluarga kerajaan Sokovia. Ia tidak akan membawa Taeyong yang begitu pandai dengan mulutnya. Ia akan membawa recorder kunonya dan mewawancarai salah satu dari mereka dengan metode old style yang dulu sempat membuat Presiden Barack Obama berdecak kagum padanya.

"Nay, bisa kau masukkan namaku ke dalam daftar tamu acara penyambutan itu?"

Nayeon terdiam sejenak, sebelum akhirnya ia menyadari apa yang mungkin Jongin lakukan dengan undangan yang pria itu minta darinya. Dengan tawa serta senyuman, gadis itu kembali mengangguk. "Tidak sulit untuk memasukkan nama orang yang dipilih secara khusus untuk mewawancarai presiden Amerika," Jongin ikut tertawa begitu mendengar pujian tersirat dari gadis itu.

"Thanks, Nay,"

"Tapi, jangan lupa minta nomor Pangeran Sokovia, oke?"

Lalu, Nayeon mengedipkan satu matanya dan keluar dari ruangan.

.

.

Selang dua jam, Nayeon sudah menjamin namanya berada di dalam daftar tamu. Sehingga, Jongin langsung pulang ke rumahnya dan memakai setelan jas terbaik yang dirinya punya. Ia memutuskan untuk tidak membawa BMW-nya dan memesan Uber saja. Setelah sepuluh menit menunggu, jemputannya datang dan berhenti di depan lobby gedung. Ia beranjak masuk ke dalam mobil dan menegaskan lokasi tujuannya sore ini.

Lalu lintas kota Seoul di jam-jam seperti ini selalu padat dan ramai. Ia menyandarkan punggungnya pada jok mobil dan mulai mencari informasi tentang profil keluarga kerajaan Sokovia. Ia cukup tahu banyak mengenai masalah politikal Sokovia, badan intelegen mereka yang bekerjasama dengan MI6 dan juga tenaga nuklir yang mereka miliki. Namun, jujur saja ia tidak tahu sama sekali mengenai keluarga kerajaan yang biasanya tertutup pada media.

Namun,menurut Nayeon yang daritadi mengirim spam tentang tiga pangeran Sokovia. Ketiga pangeran itu tidak setertutup anggota keluarga lainnya.

Salah satu alasan mengapa Kerajaan Sokovia memiliki hubungan yang baik dengan Korea Selatan adalah karena pangeran (atau sekarang menjadi Raja Sokovia) mereka menikah dengan seorang wanita biasa dari Korea. Seperti kisah-kisah dongeng Disney, mereka bertemu di acara tahunan PBB yang kala itu diadakan besar-besaran di Pulau Jeju dengan keamanan super ketat. Dan mereka jatuh cinta tepat setelah mata mereka bertemu di lantai dansa.

Sehingga, tidak aneh kalau mungkin banyak wanita di Korea yang mengharapkan keajaiban itu juga terjadi pada mereka malam ini. Mungkin juga, Krystal adalah salah satu dari mereka dan entah mengapa dugaan itu membuat Jongin merasa begitu kecil.

Pangeran tertua Kerajaan Sokovia bernama Sebastian DeVeline. Pangeran yang lima tahun lagi akan menyandang kehormatan sebagai raja itu amat dicintai oleh rakyatnya. Ia memiliki perangai yang mencerminkan bagaimana seorang raja harus bertindak. Sehingga bukan hanya rakyat Sokovia saja yang mendukung dirinya sebagai raja, melainkan juga dunia. Jongin mengamati wajah tampan Sebastian yang benar-benar mirip Raja Erik DeVeline. Hanya mata cokelatnya saja yang pria itu ambil dari ibunya.

Pangeran termuda bernama Vernon DeVeline. Ia baru saja menyelesaikan pendidikan SMA-nya dan dikabarkan akan mengambil jurusan hukum di Cambridge. Vernon memiliki wajah campuran antara ayah dan ibunya. Ia juga memiliki nama Korea yang diambil dari marga ibunya–Oh Hansol.

Selanjutnya, Pangeran kedua Kerajaan Sokovia yang langsung menarik perhatian Jongin karena begitu banyak skandal yang melibatkannya bernama Alvaro DeVeline, tapi pria itu menegaskan kalau publik harus memanggilnya Oh Sehun. Karena, well, Alva- Sehun adalah kebalikan dari Sebastian. Pria itu lebih mirip ibunya dengan wajah asli Korea dan hanya memiliki mata biru ayahnya. Berbeda dari dua pangeran sebelumnya, Sehun keluar dari MIT dan menurut Buzzfeed, pria itu hanya seorang full-time pengangguran yang hidup dari statusnya sebagai pangeranserta kekayaan orangtuanya. Inti dari beberapa artikel yang Jongin baca, Oh Sehun is a fucking mess. Tipikal pangeran yang publik benci dengan lifestyle liarnya, mobil mewah, skandal dengan model-model cantik, dan perangai buruk.

"Tuan Kim, kita sudah sampai,"

Sebelum, Jongin sempat menegakkan tubuhnya. Pintu mobil dibuka oleh petugas hotel. Ia secara otomatis memasang wajah profesional yang biasanya ia gunakan saat bertemu klien. Setelah, memberikan beberapa lembar won. Ia beranjak keluar dan kilatan kamera lamgsung menyambut begitu kakinya menapak pada tangga lobby depan hotel. Jongin masih memasang ekspresi yang sama. Seluruh wartawan, jurnalis maupun fotografer mengenal siapa dirinya dan berlomba-lomba untuk mendapat informasi ataupun foto darinya. Untungnya, ada pembatas serta polisi yang khusus dibayar hotel untuk berdiri di depan pembatas yang memisahkan mereka semua dengan para tamu yang berjalan di karpet merah. Sehingga, para tamu dapat berjalan di karpet merah dengan perasaan tenang dan keamanan terjaga.

Jongin berjalan menyusuri karpet merah menuju ke dalam hall paling luas di dalam Four Seasons. Ia menyebutkan namanya pada panitia acara yang langsung mengenali siapa dirinya. Wanita berwajah cantik dalam balutan gaun merah itu tersenyum dan mempersilahkannya masuk. "Enjoy your night, Mr. Kim," katanya dan Jongin hanya membalasnya dengan seringai.

Ia melangkah masuk ke dalam hall dan menemukan beberapa publik figur yang pernah diwawancarai atau ditemuinya di acara-acara seperti ini. Jongin berjabat tangan dengan beberapa pejabat negara serta mengobrol sebentar dengan para CEO muda yang salah satunya adalah kakaknya sendiri. "Jongin,kau tidak bilang kalau kau akan datang. Kita bisa berangkat bersama kalau kau mengabariku sebelumnya," Joonmyun tiba-tiba saja berdiri di sampingnya dan menawarkan segelas wine.

"1975?" tanya Jongin setelah menenggak setengah gelas.

Joonmyun menggeleng. "1980, Nini,"

Jongin nyaris menyemburkan wine mahal itu karena, sungguh, jika ada yang mendengar Joonmyun memanggilnya Nini. Ia akan mengamuk dan mencekik Joonmyun dengan dasi anehnya itu. "Baekhyun dan Jongdae adalah pengaruh buruk yang harus kau hindari," ujar Jongin yang mendapat respon berupa tawa keras dari kakaknya.

"Tapi, mereka sangat menghargai lelucon garingku daripada kau," Jongin bersumpah kalau Joonmyun terdengar seperti sedang merengek padanya.

Jongin menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Ia menatap kakaknya dengan tatapan terluka (yang tentu saja pura-pura, tapi Joonmyun biasanya terlalu emosional untuk menyadarinya). "Jadi, kau lebih memilih para bajingan itu daripada adikmu yang sangat manis ini," Jongin kemudian tertawa sarkastis untuk semakin menyudutkan Joonmyun.

Joonmyun menatapnya dengan serius lalu menjawab, "Ya, tentu saja." alis Jongin nyaris bersatu serta mulutnya menganga. Ini bukan reaksi yang diinginkannya. Seolah tahu apa yang Jongin pikirkan, Joonmyun mengacak rambut adiknya lalu terbahak keras. Sepertinya, CEO muda itu sudah tidak peduli lagi dengan image-nya di depan publik. "Hei, aku cuma bercanda. Tentu saja, aku lebih memilih Nini-ku tersayang,"

Wajah Jongin memerah karena ia yakin ada banyak orang yang memperhatikan mereka sekarang, termasuk mantan tunangannya yang daritadi tidak berhenti memutar mata karena tingkah kakaknya. "Fuck you, hyung," bisik Jongin. Dalam pikirannya, Jongin sudah siap untuk membunuh Baekhyun dan Jongdae setelah ini.

Joonmyun hanya tersenyum karena setelah itu seorang klien lamanya datang menghampirinya dan mereka mengobrol banyak mengenai perusahaan mereka. Jongin beberapa kali mendengar nama ayahnya dan bagaimana hebatnya pria itu karena bisa menjadi salah satu pemasok persenjataan bagi NIS dan FBI. Namun, ia memilih untuk diam dan mendengarkan karena ia tidak ingin membahas-

"Jadi, Jongin, apa kau memiliki rencana untuk ikut melanjutkan bisnis ayahmu?"

-hal semacam itu.

Joonmyun menatapnya dengan tatapan menyesal, yang artinya pria bajingan ini adalah klien penting yang tidak boleh ia kecewakan dengan sindiran tajamnya. Jongin memalsukan senyumnya dan menjawab dengan formal, "Saya tidak tertarik dengan bisnis ayah saya."

"Oh, tidak perlu formal begitu-"

"Maaf, Tuan Jang. Sepertinya, saya harus mulai bekerja. Ada banyak orang penting di sini," Jongin tiba-tiba saja menjabat tangan, "senang bertemu dengan anda."

Lalu, ia melangkah pergi meninggalkan pria itu serta kakaknya. Ia berjalan lurus menuju Krystal di seberang ruangan. Gadis itu menyadari kedatangannya, sehingga ia menjauhkan diri dari rekan modelnya. Seperti biasanya, gadis itu terlihat cantik dan sangat menawan. Jongin yang selama ini mengaguminya kembali jatuh ke dalam pesona yang tidak bisa dihindarinya. Krystal menyeringai puas saat mendapati Jongin sedang mengamatinya dari atas sampai bawah.

"Alexander Wang?" tebak Jongin. Ia masih mengamati gaun mewah Krystal.

"Yes, but the crap talk, okay? Aku tahu apa yang kau lakukan di sini dan, ya, aku akan melakukan wawancara itu," Krystal menatapnya rendah karena gadis itu berpikir kalau ia berhasil mengendalikannya.

Jongin menarik seringai. Kali ini, ia tidak akan membiarkan Krystal membodohinya lagi. Sudah cukup dengan segala macam permainan yang dulu sempat mereka mainkan, karena jujur saja Jongin tidak berniat untuk menang lagi sekarang. Ia sudah muak dengan Krystal–dengan semua hal menyangkut gadis itu. "Sayang sekali, babe, aku datang ke sini untuk mewawancarai salah satu anggota kerajaan," balas Jongin ringan. Pria itu kemudian berjalan menjauh sebelum Krystal sempat membuka mulut. Ia bahkan tidak menoleh ke belakang untuk melihat reaksi mantan tunangannya.

Jongin mencari bangku yang memiliki namanya. Setelah menemukannya, ia duduk di sana dan berjabat tangan dengan beberapa orang di sekitarnya. Seorang panitia acara mengumumkan kalau sebentar lagi keluarga kerajaan Sokovia dan presiden Korea akan tiba di dalam hall dan meminta para tamu untuk duduk di tempat yang telah disediakan. Jongin melempar senyum pada kakaknya yang berada tidak jauh darinya.

Ketika, seluruh lampu di bawah maupun di atas panggung menyorot ke arah panggung sebagai spotlight utama. Seluruh tamu berdiri dan bertepuk tangan saat presiden beserta istrinya berjalan masuk dari belakang panggung yang kemudian disusul oleh anggota keluarga kerajaan. Mata Jongin langsung tertuju pada Sehun yang tidak mengancing jasnya dan membiarkan kaos v-neck hitamnya terlihat. Garis v pada kaos Sehun begitu rendah sampai-sampai Jongin bisa melihat kalung Sehun dengan lambang negara Sokovia menggantung di lehernya.

Seperti acara penyambutan lainnya, acara ini berlangsung dengan sangat membosankan. Jongin yakin Vernon yang daritadi menekan perutnya sudah sangat lapar sekarang. Sementara itu, Sehun yang dari awal sudah memasang wajah bosan nyaris tertidur di sebelah Sebastian yang daritadi menyikut lengannya. Ketika, panitia memberikan tanda pada presiden untuk memulai sesi selanjutnya; yang lebih suka Jongin sebut sebagai acara-makan-besar-di-hotel-berbintang. Vernon dan Sehun terlihat bersemangat, sementara Sebastian hanya menyunggingkan senyum sopan.

Panitia menuntun keluarga kerajaan serta presiden turun dari panggung menuju meja mereka yang berada persis di bawah panggung. Berbeda dari meja lainnya, hidangan yang telah disediakan di meja itu jauh lebih berkelas dan mungkin adalah yang terbaik di kota.

Setelah presiden serta anggota kerajaan duduk di bangku mereka, jamuan makan pun resmi dimulai. Para pelayan segera menghidangkan makanan ke meja para tamu. Jongin bersumpah kalau ia tidak ngiler saat salah satu pelayan menaruh sepiring Pasta Cannelloni di depannya. Seorang pria di sampingnya menahan tawa saat melihat ekspresi wajah Jongin. Ia berdeham pelan lalu berkata, "Tampaknya kau sangat menyukai pasta."

Jongin beralih menatap pria itu dan berusaha amat keras untuk tidak memerah. Karena, sungguh, ia tidak ingin mempermalukan dirinya untuk kesekian kalinya malam ini. Meskipun, ia sudah lama tidak bertegur sapa dengan ayahnya. Ia tetap seorang Kim yang selalu menjadi sorotan di mata para pebisnis, pejabat negara dan publik. "Ya, bisa dibilang begitu,"

"Kim Jiwon, tapi kau bisa memanggilku Ravi," ujar pria itu sambil menawarkan tangannya.

What the fuck. Kenapa ia tidak mengenali penulis favoritnya yang selama ini ia rekomendasikan di majalahnya sampai-sampai seluruh karyawannya mengira ia memiliki affair rahasia dengan penulis itu?!

Jongin langsung menjabat tangannya. Tiba-tiba saja, ia tidak bisa menatap mata pria itu dan juga tidak bisa mengontrol semberut memerah di pipinya. Ia yakin kalau ia tidak sengaja (atau mungkin sengaja) meremas tangan Ravi karena pria itu kemudian tertawa. "Aku tahu siapa dirimu. Terima kasih karena selalu merekomendasikan bukuku, Jongin,"

"Uh," ayo, Jongin, stop being such a loser, "ya, your welcome, Mr. Ravi,"

"Mungkin, someday aku bisa mentraktirmu kopi sebagai ucapan terima kasih,"

Jongin nyaris menangis bahagia setelah mendengar perkataan Ravi. Ia menarik nafas panjang dan menjawab dengan anggukkan kepala, "Aku menunggu traktiranmu itu." Fuck yes!

Sejenak, mereka hanya saling berpandangan membuat beberapa orang di sekitar mereka menjadi tidak selera makan atau merasa risih. Seseorang berdeham keras membuat mereka secara refleks membuang muka. Jongin yakin wajah sampai lehernya sudah memerah sekarang dan saat ia melirik diam-diam ke arah Ravi, pria itu juga terlihat sama malunya dengan dirinya. Kalau sudah begini, ia tidak yakin ia bisa menghabiskan pasta favoritnya tanpa harus merasa malu atau mencuri pandang ke arah Ravi.

"Permisi, aku harus ke toilet," kata Jongin dengan suara rendah.

Ia bangkit berdiri dan ia yakin Ravi tengah memperhatikannya sekarang. Dengan senyuman kaku, ia berjalan menuju meja wine dan berniat untuk menghabiskan seluruh gelas di sana. Ia tahu kalau Ravi tertarik padanya dan jujur saja ia pun merasakan hal yang sama. Namun, yang menjadi masalah sekarang adalah Ravi sudah mengaku pada publik kalau dirinya gay tiga tahun yang lalu, sementara dirinya akan selalu menjadi "anak konglomerat Kim dan mantan tunangan Krystal Jung" di mata publik yang setiap perbuatannya akan selalu menjadi sorotan. Bertatapan mesra dengan seorang penulis terkenal adalah salah satu perbuatan yang mampu menarik perhatian media. Asumsi yang sebenarnya tidak pernah terjadi mulai dilontarkan. Jongin menenggak gelas ketiganya. Ia berencana untuk melanjutkan acara minumnya ini ke bar di luar hall. Seingatnya, ada bar di lantai dua.

Jongin tahu kalau ada sebagian dari dirinya yang berteriak gay sejak ia duduk di bangku SMA. Saat, dirinya berganti pakaian sebelum pelajaran olahraga dimulai. Ia beberapa kali mengamati teman-temannya secara diam-diam. Ia juga merasakan suatu perbedaan saat ia menonton video porno biasa dan gay porn. Ia sadar kalau ia orgasme lebih cepat saat membayangkan dirinya berada di bawah seorang pria daripada berada di atas seorang wanita.

"Kau peminum yang luar biasa," ujar seseorang dari sampingnya.

Jongin menoleh ke arah orang itu dan menemukan Oh Sehun sedang berdiri di sampingnya dengan seringai serta kaos v-neck rendah yang membuat Jongin tidak fokus. "Yang mulia," ujar Jongin dengan nada sarkastis.

Bibir Sehun berkedut nyaris akan menarik senyum untuknya. "Call me Sehun,"

"Prince Sehun?" goda Jongin.

Namun, Sehun sama sekali tidak merasa senang dengan panggilan itu. "Just Sehun," kali ini, suaranya terdengar lebih menuntut. Memerintah. Dan entah mengapa, itu membuat Jongin merasa ingin mengetes kesabaran Sehun jauh lebih.

Apa seorang pangeran akan menghukumnya jika ia bertindak diluar zona nyamannya malam ini? Let's find out.

"Ikut aku ke bar di lantai dua," ajak Jongin. Ia nyaris menggenggam tangan Sehun karena ia tidak ingin seorang pangeran menolaknya.

Sehun terdiam sejenak, lantas melirik kedua orangtuanya yang masih sibuk mengobrol dengan presiden Korea yang menurutnya lumayan keren untuk seorang presiden yang selama 24 jam harus menjadi panutan bagi rakyatnya. Matanya tanpa sengaja bertemu dengan Sebastian. Pria itu menggelengkan kepala sebagai larangan. Dan karena itu, ia harus ia memutuskan untuk menerima ajakan pria asing ini. "Ayo," ujarnya membuat pria setengah mabuk itu tersenyum. Well, he's kind of cute.

"By the way, Kim Jongin," ujar pria itu.

Oke. Apa ia harus memperkenalkan dirinya juga? "Kau tahu siapa aku," kata Sehun pada akhirnya. Ia mengikuti Jongin dan berusaha keras untuk tidak dikenali oleh orang-orang di sekitarnya.

"Tentu saja, aku tahu," gumam Jongin saat mereka berhasil menyelinap keluar dari hall.

.

.

Bar di lantai dua hanya diisi oleh beberapa orang warga negara asing yang terlalu mabuk untuk menyadari siapa Sehun atau mereka memang tidak mengenalnya. Bartender yang bekerja di belakang meja pun tampak tidak begitu peduli asal Sehun memberinya tip besar. Jongin kembali membuat Sehun berdecak kagum dengan lima gelas vodka yang berhasil pria itu tandaskan. "Sepertinya, malammu benar-benar buruk," gumam Sehun sambil menenggak gelas ketiganya.

Jongin menatap lurus padanya dan kemudian menekan satu jari pada bibirnya. Sehun hanya terdiam balas menatapnya. "Kau tahu, minggu ini benar-benar melelahkan untukku. Tapi, tentu saja, malam inilah yang paling melelahkan. Krystal Jung, jalang itu, membuatku ingin menciumnya dan juga mencekiknya. Kim Joonmyun, kakak super sempurnaku itu, entahlah dia terlalu sempurna sampai-sampai semua orang lebih menyukainya daripada diriku. Lalu, Ravi, Oh, Ravi, dia nyaris membuatku terlihat gay di depan semua orang," Jongin tertawa keras sambil menyusuri bibir Sehun dengan jarinya. "sstt, ini rahasia, oke? Aku, Kim Jongin, diam-diam gay. Yeay!"

Dan entah atas dasar apa, empat orang asing yang berada cukup jauh dari mereka itu juga berteriak 'Yeay!' lalu dua dari antaranya jatuh tidak sadarkan diri ke lantai membuat bartender di belakang mengumpat kesal.

"Bibirmu lembut," bisik Jongin seraya mendekatkan wajahnya pada Sehun. "Apa bibir seorang pangeran selalu seperti ini?"

Jujur saja, Sehun tidak tahu. Jadi, ia mengangkat bahunya dan membiarkan Jongin melakukan apa yang pria itu mau. Jongin kembali berbisik padanya, "Seharusnya, aku mewawancaraimu sekarang. Tapi, aku terlalu mabuk dan, God, aku menyukai aroma tubuhmu."

Tiba-tiba saja, Jongin memeluk tubuhnya dengan posisi yang sangat tidak nyaman. Kepala Jongin kini bersandar pada dada bidangnya, sementara tangan pria itu melingkar erat pada pinggangnya. Sehun sempat berpikir untuk mendorong pria mabuk ini karena 1). Jongin mulai membuatnya tidak nyaman 2). entah mengapa celananya terasa sesak 3). ia bukan gay 4). nope, he's still not gay. Walaupun, Jongin menggerutu dengan bibir membentuk pout sekarang dan ia menganggapnya sangat imut.

"Aku akan meminta PR pribadiku untuk memberikan beberapa informasi eksklusif untukmu. Jadi, Kim Jongin, kau bekerja di majalah apa?"

"CQ Korea," gumam Jongin dengan mata terpejam.

"Oke, aku akan memberitahu PR-ku besok pagi sebelum aku kembali ke Sokovia," Jongin mengeratkan pelukannya sebagai tanda kalau ia mendengar Sehun. Sebelum, Sehun sempat memint Jongin untuk melepaskan pelukannya. Jongin sudah tertidur lelap dan bahkan mendengkur pelan.

Sehun melirik ke arah bartender yang sedang mengurus dua orang pria asing itu seolah meminta bantuan padanya. Bartender itu melempar tatapan tajam padanya lalu berteriak, "Aku tidak peduli kau pangeran atau bukan. Urus masalahmu sendiri, bro. Aku sudah memiliki dua masalah yang aku urus saat ini!"

Sehun menghela nafas panjang. Ia memutuskan untuk membawa Jongin ke kamarnya karena ia tidak mungkin meninggalkan pria itu di sini. Dengan hati-hati, ia melepaskan pelukan Jongin dan kemudian menaruh tangan pria itu pada pundaknya. Sementara itu, tangan berpindah merangkul pinggang Jongin. Ia manaruh beberapa lembar uang di atas meja bar. Sebelum, ia melangkah pergi menuju lift.

Fuck. Padahal, ia sudah menyelipkan sebuah kondom di dalam saku celananya dengan harapan ia bisa membawa pulang salah satu model papan atas Korea ke kamar hotelnya malam ini. Namun, lihat apa yang didapatnya sekarang. Seorang pria yang bahkan masih tidak yakin dengan orientasi seksualnya dan kini sedang menghembuskan nafasnya di leher Sehun.

Sehun menekan tombol lift dengan wajah murung.

What a great night..

.

.

Jongin terbangun dengan kepala pening serta dorongan untuk memuntahkan seluruh isi perutnya. Hal pertama yang dicarinya setelah ia membuka mata adalah toilet, kemudian ponselnya dan barulaha ia menyadari kalau ia berada di dalam kamar hotel tanpa seorang pun yang dapat menjelaskan mengapa ia berada di sini. Tidak mungkin ia melakukan one night stand karena setelan jasnya masih lengkap seperti kemarin. Selain itu, tidak ada note klise yang ditinggalkan oleh patner seksnya kalau ia benar-benar berhubungan seks dengan seseorang semalam.

Dengan perasaan yang benar-benar buruk, Jongin mengecek ponselnya dan mendapati kalau waktu menunjukkan pukul 12 siang. Selain itu, ada 6 notifikasi kakotalk dan 12 panggilan tak terjawab. Ia memilih untuk mengecek kakaotalk-nya karena mungkin saja ini berhubungan dengan pekerjaan.


Nay : Jongin, omfgg apa yang kau lakukan semalam?! PR Oh-fucking-Sehun menghubungi kantor kita sekitar setengah jam yang lalu

Nay : dan kau tahu mereka bersedia menjawab seluruh pertanyaan mengenai Sehun atas izin Sehun sendiri

Nay : WTFFFF mereka juga menawarkan foto photoshoot spesial Sehun yang belum pernah dipublikasikan sebagai cover depan

Nay : WTFFF KAU PASTI TIDUR DENGANNYA KAN?!

Nay : OMFGGG JAWAB AKU NINI APA KAU TIDURNYA DENGANNYA?!

Nay : apa kau juga memberikan nomorku padanya?


Jongin nyaris membenturkan kepalanya ke tembok karena ia mulai mengingat apa yang ia lakukan pada Sehun semalam. Ia yakin seratus persen kalau ia tidak tidur dengan pangeran Sokovia itu. Namun, ia juga yakin kalau ia melakukan sesuatu yang sama memalukannya dengan meniduri Pangeran Oh-fucking-Sehun. Dengan perasaan kesal terhadap kebodohannya sendiri, Jongin mengetik balasan kakaotalk untuk Nayeon.

Jongin : Fuck you, Nay


.

.

CQ pusat mengirimkannya rangkaian bunga spesial dari NYC sebagai tanda pencapaiannya karena telah berhasil mewawancarai Pangeran Oh Sehun yang beberapa kali masuk ke dalam top fifteen pria paling hot di dunia.

Nayeon masih mengganggunya karena ia tidak ingin membuka mulutnya sama sekali setiap gadis itu menanyakan Oh Sehun dan seperti apa penisnya ("Fucking hell, Nay! Aku tidak tidur dengannya dan dia bahkan bukan gay!"). Selain itu, beberapa karyawan yang kebanyakan wanita juga mulai menyebakarkan rumor tentang gay affair-nya dengan Sehun yang sama sekali tidak benar.

Namun, yang terpenting ia berhasil melewati masa-masa deadline melelahkan itu dan tanggapan masyarkat pada edisi CQ kali ini sangatlah baik. Dalam waktu kurang dari sehari, Jongin mendapat laporan dari bagian marketing kalau mereka harus memesan ribuan majalah lagi pada kantor percetakkan. Para pembaca juga meninggalkan komentar positif serta pujian di website mereka mengenai edisi ke-1000 ini. Selain itu, CQ pusat juga sangat puas dengan konten edisi kali ini yang menurut mereka sangatlah spesial dan menarik.

"Untuk acara kali ini, kami akan meng-handle semuanya," ujar Baekhyun di meeting mereka kali ini. Jongin hanya menganggukkan kepala karena, sungguh, ia membutuhkan istirahat. Kalau ia tidak mendapatkannya, mungkin ia akan berakhir di UGD dan Joonmyun akan menggenggam tangannya setiap ia bangun dengan sangat dramatisnya seolah ia akan mati saja akibat overworked.

"Jadi, Nini, kerjamu hanya mengundang Oh Sehun sebagai salah satu tamu A-list kita," Jongdae menepuk bahunya lalu menyeringai, "kalian bersahabat baik, bukan?"

Seluruh pasang mata di dalam ruangan meeting tertuju padanya. Jongin membeku di tempat sama sekali tidak bisa membantah karena tekanan yang diberikan semua orang di ruangan ini. Ia sadar setelah dirinya berhasil menjadikan Prince of Sokovia itu sebagai cover majalah semua orang diseluruh divisi kantor seperti menaruh banyak ekspektasi terhadap dirinya. And it feels suck. Karena Jongin selalu menghancurkan setiap ekspektasi orang lain terhadap dirinya.

"Bagaimana? Kau bisa, kan?" kali ini, giliran Seolhyun yang angkat bicara. Wanita jalang yang bekerja di divisi fashion itu menantang dirinya dengan seringai menyebalkan. Jongin yakin kalau dia masih berteman dengan Krystal.

Otak Jongin membeku karena ia tidak bisa memutuskan mana jawaban yang tepat. Sehingga, refleks tubuhnya mengambil alih dan mengangguk sebagai jawaban yang cukup tak diduga oleh semua orang, kecuali Jongdae dan Baekhyun. "Sempurna. Aku yakin pesta perayaan kali ini akan sangat meriah," ujar Baekhyun nyaris memekik.

"Mungkin, akan menjadi pesta paling dinantikan tahun ini," tambah salah seorang karyawan yang disambut oleh anggukkan dari karyawan lainnya. Sementara itu, Jongin hanya bisa tersenyum geti.

Setelah meeting berakhir, ia setengah berlari menuju ruangan divisinya di lantai 5. Ia tidak membalas sapaan dari para pegawainya dan hanya berjalan lurus menuju meja Nayeon yang berada di luar ruangannya. Nayeon yang sedang membaca gosip terbaru di salah satu situs nyaris meloncat kaget begitu Jongin menaruh dua tangan pada mejanya lalu berkata, "Aku butuh nomor Oh Sehun sekarang juga."

"Untuk apa?"

"Sesuatu,"

Nayeon menyilangkan tangan di depan dadanya. Ia memegang kontrol penuh sekarang. "Aku harus tahu untuk apa kau meminta nomornya terlebih dahulu. Kalau kau tidak memberitahuku, aku tidak akan menanyakan nomor Sehun pada PR-nya,"

Jongin memutar matanya dan kemudian mulai menjelaskan situasi yang dihadapinya sekarang pada Nayeon. Gadis itu menganggukkan kepala sambil melemparkan tatapan simpat. Karena pada dasarnya, Kim Jongin adalah korban dari kekonyolan Jongdae dan kecemburuan seluruh wanita di kantornya, termasuk Nayeon sendiri. "Aku akan menghubungi PR Sehun setelah aku menyelesaikan laporan penjualan edisi 1000 ini," janji Nayeon.

Jongin nyaris mencium Nayeon karena mungkin hanya wanita itulah satu-satunya orang yang dapat dan mau membantunya sekarang. "Kau seperti malaikat, Nay," bisik Jongin membuat Nayeon bergidik ngeri.

"Maaf, kau bukan tipeku," canda Nayeon dan dibalas oleh jari tengah Jongin.

Nayeon terkekeh geli melihat wajah tidak senang Jongin lalu berkata, "Tapi, asal kau tahu saja Sehun sedang sibuk dengan model-model cantiknya di L.A sekarang."

Well, itu bukan sebuah kejutan untuknya. Oh Sehun memang memiliki reputasi sebagai womanizer yang membuatnya semakin seksi di mata para wanita. "Aku tidak peduli yang terpenting sekarang aku harus membuatnya datang ke acara kita. Kalau tidak, kehormatanku akan dipertaruhkan,"

Setelah itu, Jongin masuk ke dalam ruangannya dan Nayeon memutuskan untuk segera menelpon PR Sehun yang memiliki suara super seksi.

.

.


Do Kyungsoo (asshole #1) : aku memberikan nomormu pada Jongin Kim


Sehun langsung bangkit bangun setelah membaca pesan Skype PR-nya itu. Seorang model Victoria Secret yang sedang berbaring di sebelahnya mulai menaruh tangan pada pahanya. Ia segera mengetikkan balasan Skype Kyungsoo.


me : why, hyung?! WHYYYY

Do Kyungsoo (asshole #1) : sekertarisnya bilang penting.

me : So what?! do u want to fuck his secetary?!

Do Kyungsoo (asshole #1) : use hangeul, jerk. kau bahkan tidak bisa menggunakan bahasa inggris dengan baik dan benar.

me : fUckKk yOu


"Aku harus kembali ke kamar," ujar Sehun pada gadis yang sejak kemarin menjadi penghuni tetap kamarnya itu, "kau tunggu di sini, oke?"

Gadis itu hanya menganggukkan kepala, menuruti semua keinginan Sehun tanpa sekalipun mempertanyakannya atau membantah. Well, the perks of being Prince. Tidak ada satu pun orang yang berani membantahnya dan apa yang diinginkannya selalu berhasil didapatkannya. Sehun meninggalkan kolam renang indoor hotel dan berjalan menuju lift dengan shirtless serta kacamata hitam yang menutupi mata birunya. Beberapa orang pegawai hotel serta tamu hotel melirik ke arahnya, menikmati pemandangan yang tidak biasanya mereka dapatkan dari seorang pangeran. Sehun mengedipkan satu matanya pada seorang wanita paruh baya yang daritadi mendelik tajam ke arahnya, sebelum ia keluar dari lift.

Kamar Sehun berada di lantai 12 yang merupakan lantai khusus untuk tamu penting. Ia menempelkan jari pada layar yang menempel pada pintu lalu pintu kamar terbuka secara otomatis. Selang beberapa menit, ponsel Sehun berdering dan nomor tidak dikenal muncul di layar ponselnya. Sehun sudah bisa menebak siapa orang yang menelponnya ini.

"Apa yang kau inginkan dariku?" tanya Sehun terus terang. Jika, Jongin ingin membahas soal malam itu. Ia tidak memiliki waktu untuknya. Lagipula, tidak ada yang perlu mereka bahas juga. Karena jujur saja, ia sudah melupakan Jongin dan apapun yang terjadi malam itu.

"Minggu depan CQ Korea akan mengadakan pesta perayaan edisi ke-1000 kami. Aku harap kau bisa datang,"

Oh. Well, that was unexpected. "Beri aku tiga alasan mengapa aku harus datang," Sehun menyisir rambutnya yang mulai panjang dengan tangan. Damn, ia baru ingat kalau ia memiliki janji makan siang dengan Vernon jam 2 nanti.

"Umm, oke, pertama, kami menyediakan makanan dari koki terbaik di kota. Kedua, aku berjanji kalau ini akan menjadi salah satu pesta paling keren yang pernah kau datangi. Ketiga, akan ada banyak model cantik yang datang,"

Tanpa Sehun sadari, ia menarik seutas senyum yang kemudian meredup saat ia bercermin. "Mungkin, aku akan datang," jawab Sehun jujur. Ia benar-benar akan mempertimbangkan pesta Jongin yang kedengaran tidak begitu buruk.

"Kau harus datang,"

Jongin terdengar amat mengharapkan kedatangannya dan ia ingin tahu mengapa. Apa ada sesuatu yang Jongin rencanakan? Ini bukan pertama kalinya Sehun berhadapan dengan seseorang yang bekerja di bidang yang sama dengan Jongin. Ia tahu seperti apa orang-orang itu. Mereka bisa menjadi sepolos anak anjing dan kemudian berubah menjadi selicik ular.

"Apa aku akan melihatmu mabuk lagi?" tanya Sehun sebagai sebuah peringatin bagi Jongin kalau ia tidak akan melupakan malam itu (walaupun, kenyataannya ia sedikit lupa).

Sejenak, Sehun hanya mendengar keheningan dari seberang sana. Sebelum akhirnya, Jongin menjawab dengan ragu, "Mungkin saja? Kita bisa mabuk bersama,"

Sehun langsung mendengus keras. "Dan kemudian, aku harus membawamu ke kamarku lagi. Oh, tidak. Aku tidak ingin melakukannya lagi. Kau lumayan berat, kau tahu,"

"Maaf soal malam itu. Aku benar- Hey, aku tidak seberat itu!"

Sehun menjauhkan ponsel dari telinganya. Siapa yang menyangka kalau seorang pria juga bisa sensitif jika disinggung mengenai berat? "Ya, ya, terserah," sahut Sehun tidak peduli. Namun, lagi-lagi ia menarik senyum.

"Fuck you, Yang mulia. Intinya, kau harus datang!"

"Oke, oke," Sehun memutar mata karena ia membenci panggilan 'Yang Mulia' yang selalu mengingatkan Sehun akan siapa dirinya sebenarnya. "aku akan datang,"

Lalu, ia memutusukan sambungan sebelum Jongin memanggilnya dengan embel-embel pangeran atau Yang Mulia.

Sehun memakai kaos serta jeans yang dipakainya semalam. Ia memakai snapback berlogo DC dan sepatu Vans-nya. Gayanya yang kasual sama sekali tidak mencerminkan seorang pangeran yang diinginkan rakyatnya. Terkadang, Sehun merasa kalau mereka lupa bahwa keluarga kerajaan tidak jauh berbeda dengan mereka. Sehingga, kadang mereka berpikir kalau apapun masalah besar yang mereka hadapi adalah tugas kerajaan untuk membereskannya.

Mungkin, karena itu jugalah ia lari ke Amerika dan meninggalkan seluruh tanggungjawabnya sebagai pangeran.

Sebut dirinya sebagai seorang pengecut. Karena ia memang seorang pengecut yang tidak pernah merasa siap untuk melindungi rakyatnya seperti ayahnya atau berani menjamin kesejahteraan rakyatnya seperti Sebastian. Ia hanyalah seorang pangeran yang dibenci oleh rakyatnya sendiri dan hanya bisa mempermalukan keluarga kerajaan dengan masalah serta skandal yang dibuatnya.

Sehun mengendarai mobil Ferarri-nya melintasi jalanan L.A yang lapang. Vernon sudah menunggunya di restoran Taco yang jauh dari selera keluarga kerajaan. Sehun yakin kalau neneknya akan mendengus jijik apabila ia mendengar kalau mereka baru saja makan siang di sana. Tidak banyak orang yang tahu mengenai Sokovia di Amerika. Sehingga, Sehun dapat berpura-pura menjadi warga biasa dan melakukan berbagai macam hal yang tidak seharusnya seorang pangeran lakukan.

Ia masuk ke dalam restoran dan langsung menemukan Vernon di pojok restoran. Adiknya itu sudah memesan beberapa menu Taco favoritnya. Sehun menjilat bibirnya sendiri merasa begitu bergairah untuk menelan semua Taco itu. "Hey, lil bro," sapa Sehun lalu duduk di hadapannya.

"Hyung, kukira kau tidak akan datang," Vernon menarik senyum yang tidak terlihat tulus. Sehun dengan cepat dapat menyadari kalau ada sesuatu yang mengganggu adiknya.

"What's wrong?"

Vernon menundukkan kepala. Pemuda itu terlihat ingin menangis sekarang dan Sehun menduga kalau ini adalah suatu masalah yang menyangkut keluarga mereka. "Hey, you can tell me, Hansol," bujuk Sehun sambil menepuk pundak adiknya.

Vernon memberanikan diri untuk menatap kakaknya. Sehun dapat melihat kesedihan serta depresi yang bercampur dalam mata adiknya yang bahkan belum genap dua puluh tahun itu. "Kau tahu kalau sebentar lagi aku akan memulai semester pertamaku di Cambridge," kata Vernon memulai ceritanya. Sehun mengangguk. Tentu saja, ia tahu. Meskipun, ia jarang menyisihkan waktu bersama adiknya. Ia selalu memantau Vernon dari jauh.

"Pa, baru saja mengabariku kalau ia akan mengeluarkanku dari Cambridge,"

Sehun mengepalkan tangannya erat setelah mendengar informasi itu. Ayah mereka adalah seorang raja yang bijaksana, tapi menurut Sehun dia bukanlah seorang ayah yang baik. Ya, dia memang bisa memerintah rakyatnya dan membuat mereka bersatu. Namun, ia tidak bisa menyatukan kembali keluarganya yang terpecah belah. Sangat ironis, bukan?

"Mengapa?"

Vernon terdiam sejenak lalu memejamkan mata sambil menjawab, "Dia ingin mengirimku ke Irak,"

"APA?!" Sehun berteriak keras membuat beberapa orang menoleh ke arah mereka. Tapi, persetan dengan mereka semua, Sehun tidak peduli. "Ia tidak bisa mengirimmu ke sana," kau masih 18 tahun, goddamnit.

"Ia juga tidak bisa mengirim Sebastian karena ada banyak hal yang harus dia urus di Sokovia. Selain itu, ia juga tidak bisa mengirimmu ke sana karena menurutnya kau terlalu fucked up," Ouch. Itu cukup menyakitkan hati Sehun. "jadi, pilihan satu-satunya adalah aku!"

"Untuk apa dia mengirim salah satu dari kita bertiga ke sana?"

"Seseorang harus memimpin tentera Sokovia di sana,"

Sehun mengernyitkan dahinya. "Aku tidak tahu kalau kita sedang berperang,"

"Ayah dan Sebastian merahasiakannya selama ini," balas Vernon. Pemuda itu terlihat semakin frustasi dan Sehun tidak ingin melihat adiknya seperti ini lebih lama lagi. Ia tidak ingin ayah mereka kembali mematahkan impian Vernon seperti pria itu mematahkan miliknya. Ia tidak akan membiarkan adiknya yang baru saja legal maju memimpin perang di Irak.

Untuk kali ini saja, ia akan melakukan apa yang seharusnya ia lakukan sejak dahulu. Ia tidak akan lari dari tanggungjawabnya.

"Hansol, bilang ayah aku akan pergi ke Irak menggantikanmu,"

.

.

Selang tiga hari setelah ia menelpon Sehun, Jongin memutuskan untuk mengambil cuti sampai pesta perayaan di akhir pekan ini.

Ia mengantre di kasir Starbucks dengan syal yang membalut lehernya. Sebentar lagi, musim dingin akan tiba. Ia dapat merasakan udara yang semakin tidak bersahabat dengan tubuhnya sekarang. Joonmyun serta ibunya berulang kali memperingatkannya dan berhenti sebentar di penthouse-nya hanya untuk memberikan sepaket vitamin. "Green Tea Latte," ujar Jongin saat ia berada diantrean paling depan.

"Atas nama?"

"Kim Jongin," jawab seseorang dari belakang Jongin.

Jongin menoleh ke belakang dan mendapati Ravi tengah tersenyum lebar padanya. "Hei, seperti janjiku. Aku akan mentraktirmu," lalu, pria itu mengedipkan satu mata padanya.

Setelah, Ravi membayar pesanan Jongin dan miliknya sendiri. Mereka menunggu pesanan mereka sambil menonton acara TV yang bahkan tidak begitu mereka perhatikan. Jongin berusaha setengah mati untuk membuka obrolan mereka dengan topik yang menarik. Namun, saat ia akan membuka mulutnya. Siaran berita berubah menjadi breaking news yang menyita perhatian seluruh pengunjung Starbucks.

"Baru saja, dikabarkan kalau Pangeran Oh Sehun dari Sokovia akan memimpin para tentara Sokovia yang selama sebulan ini tengah berperang melawan teroris di Irak. Tujuh orang Sokovia masih menjadi tahanan para teroris dan berikut adalah cuplikan konferensi pers yang digelar Kerajaan Sokovia sejam yang lalu,"

Tayangan berubah menjadi rekaman acara konferensi pers. Jongin menatap lekat-lekat Sehun yang kini berdiri di atas podium dengan sepuluh microphone yang menempel di meja podium. "Atas nama Kerajaan Sokovia, saya Pangeran Alvaro DelVeni akan berjuang membebaskan saudara kita dan mengembalikan mereka pada keluarga mereka masing-masing dalam keadaan selamat. Saya berjanji atas nama keluarga kerajaan dan nama saya sendiri. Peace with us, Sokovia!"

Setelah itu, kamera menyorot keluarga kerajaan yang berdiri memberikan standing applouse yang kemudian disusul oleh semua orang di dalam ruangan. Ravi mendekatkan diri padanya dan berbisik, "Kasihan sekali dia. Keluarganya sendiri yang memilihnya untuk mati di medan perang." Jongin hanya menganggukkan kepalanya, masih tidak memercayai apa yang baru saja ia dengar dan lihat.

Tiba-tiba saja, Jongin merasa mual.

.

.

Rin's note :

5,8k omfg dalam setengah hari dan ngetik di keypad touchscreen karena keyboard aku totally broken. dan sekarang tab aku juga bermasalah.. huhu poor me.

Anyways, sorry for not updating.. bulan ini aku merasa terbeban banget dengan tugas dan ulangan. Sampai rasanya too much banget dan kadang aku harus nahan nangis karena aku capek banget. A bit curhat nih, pernah nggak sih kalian ngerasain rasanya jenuh banget sama hidup kalian? Aku lagi ngalamin masa-masa itu sekarang. Aku ngerasa hidupku monoton banget and im only sixteen omfg tapi aku udah ngerasa begitu :((

sooo, what do you think of this fic? aku harap typo nya nggak terlalu banyak dan ini nggak bikin kalian bosen hehe.. aku bakal fast update ff ini karena aku mau langsung tamat gitu. Setelah itu, baru update ff lainnya.

a lil trivia :

a). Sokovia itu nama negara yang kuambil dari film Avangers: Age of Ultron

b). awalnya aku mau bikin ff ini 3k doang tapi jadinya begini...

c). vernon di sini itu adalah Vernon from Seventeen dan Sebastian di sini adalah Sebastian Stan (Winter Soldier)

d). aku tadinya mau bikin ini romcom gaje eh jadinya malah ada unsur-unsur angst (next chapter)

p.s siapapun tolong buat ff hunkai dengan au!captain america.. sehun as cap & nini as bucky omfgg

p.s.s follow me on askfm (ferineee)