.

.

.

.

.

Adakalanya Sehun akan menatap Jongin dengan ribuan tanya yang menyeruak memenuhi massa otaknya. Jongin adalah pemuda aneh yang membuat segaris senyum hadir dalam raut wajah Sehun, dia adalah alasan kenapa Sehun memilih berangkat ke sekolah dan bertahan untuk hari ini. Kim Jongin, pemuda yang jelas-jelas mengikrarkan dirinya sebagai pecinta gundukan melon daripada batangan pisang itu kini duduk disampingnya. Dengan wajah kusut dan bibir mengerucut yang begitu menggemaskan. Tch, bagaimana mungkin Sehun tidak jatuh pada pesonanya?

.

"Si Park Chanyeol homo dadakan itu benar-benar mengesalkan." Jongin mendumal kesal, menghentak kakinya lantas menoleh pada Sehun. "Kau jangan ikut-ikutan, Oh!"

.

Sehun tertawa, sedang Jongin malah mendengus kesal. "Kau mengkhawatirkan aku?"

.

Jongin melotot mendengar pertanyaan ambigu Sehun, apanya yang menghkawatirkan siapa. Jongin hanya memberi pernyataan langsung pada kandidat homo berinisial Oh Sehun itu. kenapa jadi menjurus pada khawatir? Astaga, otak manusia yang terkena virus H0M0 memang menakutkan.

.

"Mengkhawatirkan pantatmu hah?! Sudah kau menyetir saja dengan baik dan benar!" Jongin bersidekap lantas memutar kepala untuk menatap trotoar disampingnya. Semua hal yang akhir-akhir ini menyerang lantas mengukungnya bersamaan benar-benar terasa begitu ambigu. Mulai dari datangnya murid baru yang hampir dia bunuh beberapa minggu yang lalu yang sekarang malah berteman dengannya. Hm, ya setidaknya mereka teman sekelas. Lalu Chanyeol yang berubah halauan tanpa sebab dan mengaku menyukainya, handphone berisi ribuan video jav nya yang kandas entah dimana, surat panggilan sekolah yang sampai sekarang lupa dia letakkan dimana, dan masalah lain yang entah kenapa membuat Jongin mulai sedikit berpikir. "Astaga… kenapa akhir-akhir ini aku sial sekali."

.

.

.

[Chapter 12]

-Blue Sea-

.

.

.

Jongin tak habis pikir dengan Park Chanyeol hari ini. Bagaimana bisa manusia sialan itu bolos hari ini dan menyisakannya untuk dijadikan bulan-bulanan Guru Seo. Oke, Jongin sih memang sudah kebal dengan berbagai petuah dan ceramah gratis sang guru cantik yang terlalu sungkan dia sebut sebagai lansia itu tapi. Hhh, Jongin lelah mengorbankan makan siang berharganya hanya untuk di tanya perihal kebangsatan Chanyeol yang absen tanpa sebab begini. Yakali Jongin bukan ibu si brengsek Park ituloh tapi kalau ada apa-apa selalu dijadikan kandidat nomor satu sebagai narasumber.

.

"Kau mendengar apa yang ibu katakan Kim Jongin!" nah, suaranya yang menggelegar parah makin membuat cacing-cacing di perut Jongin menari zumba di iringi marching band. Jongin mengangguk saja dan menjawab. "Iya, Bu.." sudah, Jongin sudah lemas dan tak punya tenaga untuk berpikir berapa lagi waktu tersisa untuknya. Apa dia msih sanggup menggelinding sampai ke kantin atau malah sekarat ditengah lorong tanpa ada satupun orang mau menolong karena track recordnya yang terlalu menakutkan. Hm, Jongin tidak menakutkan loh padahal. Mereka saja yang terlalu sungkan hanya karena Jongin selalu jadi orang pertama yang ada dibarisan bertahan saat mereka terlibat baku hantam dengan sekolah lain. Hm, Jongin memang tidak terlalu menakutkan kok, hanya saja dia tidak bisa lembut pada manusia-manusia tertentu tanpa menurunkan tinju tangannya.

.

"Ya sudah, kamu boleh pergi."

.

Setelah satu kalimat singkat yang membawa serta kewarasan Jongin hadir tiba-tiba, Jongin membungkuk lantas pamit. Meninggalkan ruang guru dengan satu tujuan pasti. Kantin, Abang Jongin datang!

.

.

.

.

.

Takdir itu tercipta karena manusia berusaha, seperti takdir yang kini mempertemukan Sehun dengan Kim Jongin, pemuda lucu dengan tempramen jungkat-jungkit yang sungguh tak bisa terprediksi. Sehun mengulum senyum melihat tampang kusutnya akibat tertahan diruang guru selama jam istirahat. Jongin pasti kelaparan. Maka, dengan satu uluran tangan Sehun sodorkan plastic berisi roti dan susu ditangannya secara cuma-cuma.

.

Jongin diam, dengan mata menyelidik dan alis bertaut curiga pemuda itu mengamati satu plastic transparan ditangannya tanpa mau bersuara. "Bukan kacang," ucap Sehun kemudian. Setelah insiden roti kacang waktu itu Sehun sudah belajar banyak hal tentang Kim Jongin. Dia tahu betapa bebal manusia bermarga Kim itu, makanan yang tidak bisa dia makan, dan hobi anehnya─terlibat tawuran serta huru-hara. Ya, sekilas dia mengerti tentang Kim Jongin. Dan dari itu semua Sehun juga memahami betapa penting peran Chanyeol dalam kehidupan Jongin. Mereka bersahabat begitu lama, hampir seumur hidup mereka. Namun, tentu saja itu tak akan mengubah rasa yang terlanjur tumbuh dalam relung hati Sehun pada pemuda Kim itu.

.

"Makanlah, aku tau kau lapar." Sehun mengambil tangan Jongin, dia berikan plastik beserta isi tanpa peduli Jongin masih menatapnya curiga. Terkekeh singkat sebelum melanjutkan. "Jongin, serius. Kau tampak lebih menggemaskan jika seperti itu. kau tidak mau aku khilaf lantas melakukan hal iya-iya padamu detik ini juga bukan?"

.

Jongin bereaksi cepat, ia mengumpat sambil misuh-misuh menatap kandidat bibit homo dihadapannya ini sebal. Ah, Jongin bahkan hampir melupakan pernyataan cinta sialan Oh Sehun kemarin sore. Pertanyaannya, kenapa Jongin jadi di kelilingi manusia homo macam mereka sih? Apa sekarang ada virus aneh yang belum terdeteksi dan menyerang syaraf lantas menjadikan para pejantan itu jadi tanggung?

.

"Kau berisik sekali Oh, thanks." Membuka satu plastic roti lantas mengunyahnya sambil berjalan, Sehun mengangguk mengiyakan. Keduanya berjalan beririgan tanpa bersuara, Jongin hanya berjalan menyusuri lorong menuju atap sedang Sehun hanya mengikuti Jongin tanpa alasan khusus. Atau, dengan alasan yang sama semenjak mereka dipertemukan? Entahlah.

.

Hamparan langit biru yang tampak begitu tenang menyapa netra keduanya, hela nafas Jongin membuat Sehun tertarik untuk menoleh. Ada begitu pertanyaan dalam otak Sehun, pertanyaan semacam kenapa Jongin begitu menarik? Kenapa Jongin begitu menggemaskan? Kenapa Jongin membuat Sehun tersenyum hanya dengan melihat wajah kesalnya? kenapa─ "Chanyeol jadi aneh sekali…"

.

Sehun diam-diam menghela nafas kesal, Chanyeol. Kenapa mendengar nama itu saja Sehun jadi tak suka begini. "Kenapa dengan dia?"

.

Jongin duduk, menengadahkan wajah pada langit sambil mengangkat tangannya seolah coba menggapai awan. "Dia jadi lebih aneh dari biasanya."

.

"Hm, aku tidak tahu jadi tidak akan berkomentar." Mendengar jawaban Sehun Jongin menatapnya sengit. Pikirnya Sehun benar-benar merusak suasana, setahu Jongin pemuda Oh ini tidak semenyebalkan ini waktu pertama kali mereka bertemu sebagai tersangka dan korban pembunuhan. "Sudah tahu begitu kenapa masih bersuara?!"

.

Sehun tersenyum, lagi. "Kalau aku diam kau nanti jadi merasa sendirian dan tak didengar."

.

"Mana ada!" Jongin menyalak, Sehun malah terkekeh bahagia. "kenapa kau jadi sensitive begini, sedang PMS ya?"

.

Melotot tak terima, Jongin berbalik menatap Sehun kejam. "Kau mengolokku? Mau kubuktikan kalau aku laki-laki hah?!"

.

Sehun masih tampak tenang, mengendikkan bahu seraya berujar. "Kalau kau mau striptease disini silahkan, aku akan dengan senang hati menyaksikan sambil bertepuk tangan."

.

Manusia homo biadab macam apa Oh Sehun itu?! astaga..

.

"BANGSAT! OH SEHUN HOMO SIALAN! MATI SAJA KAU!"

.

Lantas perihal keanehan Chanyeol itupun berlalu dengan cepat, terganti oleh gelak tawa yang bergemuruh dalam sela nafas tersengal keduanya yang memilih untuk bermain kejar-kejaran bersama matahari yang mengabadikan momen indah keduanya. Mengabaikan bel berdentang yang menyatakan jika jam pelajaan telah dimulai, mengabaikan panas yang membuat bulir-bulir keringat keduanya berjatuhan pasrah, mengabaikan jarak yang kini terkikis dengan tawa keduanya.

.

Jarak yang ada itu terkikis dengan pasrah, dalam nafas yang habis dan atap beton yang keduanya jadikan sebagai alas bersandar merebahkan punggung keduanya. Jongin dan Sehun, dua pemuda itu kini saling tatap dalam diam. Tergeletak pasrah diatas lantai atap bisu yang sama seperti keduanya, angin pun seolah sengaja membelai keduanya dalam rasa yang begitu ambigu dan kontras untuk diburai, lalu satu tangan Sehun terangkat, mengusap bingkai wajah Jongin yang selalu tampak begitu sempurna. "Kim Jongin.." Suara Sehun menyisip seperti mantra, Jongin terkesiap ditempat namun tak melakukan apapun karenanya. Dia diam seolah menunggu apa yang hendak Sehun lakukan kemudian.

.

"Apa kau masih tak menganggap serius pernyataanku kemarin?" Jongin masih tak bisa bersuara, tiba-tiba saja tenggorokannya kering seolah tersumbat pasir. Sial, atmosfer macam apa ini?

.

Sehun mendekat, membuat Jongin terperangkap dalam kedua lengannya yang tampak begitu kokoh. "Aku menyukaimu, Jongin.." semakin dekat hingga Jongin bisa merasakan hembus nafas hangat Sehun yang membelai hidungnya hingga─ dering telepon handphone Sehun menginterupsi.

.

Seolah terprogram dengan begitu baik, Sehun buru-buru bangun mengambil telepon yang terselip di saku celana lantas mengangkatnya cepat. "Apa yang terjadi?" ujar Sehun penuh khawatir. Ada sesal yang tertangkap dalam suaranya, dan Jongin mencoba tak peduli sebab detak jantung bertalu-talu yang begitu aneh dalam rongga dadanya membuat Jongin kaku seketika. Ini aneh, ini ambigu, ini tak bisa dia definisikan sebagai apapun juga. Jongin coba merasakan kembali detak itu dengan telapak tangannya, dan masih sama. Apa jangan-jangan jantungnya kelelahan karena adegan lari-lari nggak jelas barusan? Bisa mati nggak kalau jantungnya begini terus? Dan semua pikiran aneh itu pun tak berakhir lama, sebuah pesan dengan nada khas yang sengaja Jongin setting untuk seseorang yang menghabiskan hampir seumur hidup bersama dengannya itu mengirim sebuah foto.

.

Park Chanyeol memberinya sebuah pesan dengan bonus foto yang membuat buku jemarinya memutih geram, Jung Krystal dan seseorang. Apa sebenarnya yang dia lihat sekarang?

.

Sehun baru saja akan pergi sebelum Jongin mendahuluinya, Kim Jongin. Pemuda itu sudah berlari dengan wajah menahan geram entah karena apa. Dan hal itu benar-benar mengusik Sehun. Namun, sayang sekali dia tak bisa sekedar bertanya atau malah mengejarnya karena seseorang. Kim Yeri dan semua hal yang selama ini harus Sehun jaga untuk janjinya pada sang kakak. Sehun sekali lagi tertahan, ia hanya diam dan cukup melihat pungggung itu pergi menghilang dari hadapan. "Aku akan kesana sebentar lagi." Putus Sehun pada akhirnya pada seseorang yang berada dalam line sebrang.

.

.

.

.

.

Chanyeol tak mengerti bagaimana jalan otak serta pikirannya sekarang, yang dia tahu Jongin harus melihat semua ini. Jongin harus tahu yang sebenarnya, Jongin harus meninggalkan perempuan ular itu entah dengan cara apa tanpa peduli jika Jongin akan kesakitan karenanya. Chanyeol benar-benar tak peduli. Lantas, saat dering ponsel dengan nama Jongin tercetak begitu lugas di layar Chanyeol tak menunggu lama untuk mengangkatnya. "Dimana kau sekarang?" suara Jongin terdengar begitu kelam, Chanyeol yang bahkan belum sempat mengucap halo kini terdiam sejenak sebelum berkata tempatnya berpijak.

.

Chanyeol mengenal dengan begitu baik tabiat seorang Kim Jongin sebagaimana dia mengenal dirinya sendiri. Manusia idiot bin dungu yang takut pada selai kacang itu punya berbagai macam sisi yang terkadang sulit untuk Chanyeol pahami. Dan kini Kim Jongin yang harus dia hadapi akan jauh lebih Chanyeol waspadai. Tentu saja Chanyeol tak mau di jadikan sebagai saksi mata kalau-kalau Jongin khilaf dan membegal selingkuhan Krystal di jalan. Atau lebih parahnya lagi si idiot Kim itu malah akan membuat huru-hara ditempat tanpa pandang bulu. Lalu bodohnya, kenapa juga Chanyeol malah sengaja mengirim foto nista itu hm? Hm, Chanyeol hanya terbawa emosi tadi. Sekarang setelah otaknya jauh lebih waras dia sedikit menyesal, sedikit tapi ya sudahlah ini juga ada baiknya kok. Tapi kira-kira bagaimana dia mengatasi seorang Kim Jongin yang mengamuk nanti? Hm, ya sudah ditunggu saja. Siapa tau Kim Jongin tidak berjodoh dengan kedua pasangan selingkuh yang dimabuk asmara itu. Semoga saja.

.

Namun, bahkan setelah senja kini mulai merangkak demi menggapai rembulan. Kim Jongin masih saja tak terlihat oleh mata telanjangnya. Mau mengontak tapi baterai ponsel Chanyeol sudah kehabisan daya, mau membuntuti pasangan selingkuh itu ya buat apa juga. Chanyeol kan tidak dibayar, mana mau dia suka rela melakukannya meski itu demi sang sahabat. Lalu, pertanyaannya sekarang hanya tertinggal satu. Kemana bocah dungu itu pergi kalau tidak datang kemari?

.

.

.

.

.

Nyatanya Jongin sudah ada ditempat yang Chanyeol sebutkan setengah jam sesudahnya setelah insiden atap dan pesan tak bermoral yang merusak kewarasan Jongin seketika. Dia datang dengan semua amarah yang tertahan dalam genggam erat tangan, menunggu dengan semua rasa yang merajam kejam hatinya secara cuma-cuma, lalu, dengan kedua mata yang tak pernah berbohong padanya Jongin coba bertahan. Mengamati dengan diam, menunggu hingga keduanya pergi untuk dia buntuti.

.

Jongin begitu menyayangi Krystal, ya. Tentu saja. Jongin menyayangi gadis cantik nan mungil itu untuknya. Taeyung selalu berusaha menjadi apapun yang Krystal butuhkan, ia berusaha melakukan apapun untuk gadisnya. Jongin mencintainya, namun dia tak pernah menyangka jika mereka akan berakhir dengan seperti ini. Jongin toh tidak berpikir terlalu jauh tentang hubungan keduanya namun dia juga tak mengharapkan akhir yang dramatis semacam ini. Selingkuh hah? Laki-laki macam apa yang coba menyerobot gadis orang lain selain pecundang.

.

Maka, dengan memperhitungkan sebab akibat yang pasti tidak akan membuat Jongin rugi sama sekali. Dengan hati yang terlanjur sakit, dan otak yang terlanjur mati Jongin melangkah cepat. Menghantam kepal tangannya pada wajah pemuda lain yang kini berteriak kesakitan di hamparan jalan. Pecundang itu bahkan bukan apa-apanya, sedang Krystal berteriak kaget, menatap Jongin dengan wajah penuh kejut dan ketakutan. Ya, Krystal tentu tahu siapa Kim Jongin yang coba dia permainkan. Dia tentu tahu reputasi Jongin yang cukup terkenal di dunia per-tawuran antar SMA. Dia tahu dengan pasti tapi masih saja coba bermain api. "Jong, Jongin─ak, ini tidak seperti yang kau lihat. Dia, dia kakak sepupuku Jongin."

.

Jongin terkekeh menatap Krystal, sepupu hah? Sepupu macam apa yang berciuman di depan umum macam itu?

.

Krystal coba menggapai tangan Jongin namun sia-sia, Jongin menghempaskan genggaman itu kasar. Menatap Krystal dengan mata yang tenggelam dalam lautan kekecewaan tanpa dasar untuk semua hal indah yang pernah keduanya lalui bersama sebagai sepasang kekasih. "Sudahlah, kau tidak perlu menjelaskan apapun. Kau bebas Krystal, kau bisa melakukan apapun sekarang. Maaf membuatmu susah dengan menjadi kekasihku bertahun-tahun ini. Maaf."

.

Karena tahun-tahun yang terlewat tak bisa semudah itu Jongin lupakan, tahun-tahun indah dimana mereka masih bisa tertawa bersama dengan saling merengkuh dan berbicara banyak hal yang ingin keduanya capai bersama dalam satu tautan jemari yang begitu hangat. Tahun-tahun yang harus Jongin relakan hilang bersama dengan semua rasa cintanya yang masih begitu besar untuk Krystal serta kebohongannya yang begitu cantik.

.

Selamat tinggal..

.

.

.

.

.

Jemari Sehun dengan taat menggenggam telapak mungil Yeri dalam hangat, dalam setiap nafas tenang yang dia hembuskan dalam tidur tenangnya, dalam setiap untaian maaf pada sang kakak yang mungkin akan tersenyum perih melihatnya. Sehun tak bisa melakukan apapun dengan benar, dia tak bisa menjadi apapun yang mereka harapkan, anak yang sempurna, adik yang baik, sahabat yang setia. Dia jauh dari itu semua. Dia hanya manusia gagal yang terlanjur rusak. Dan sekarang dia malah menyukai laki-laki. Sial, apa otaknya itu memang tak berguna. Apa hatinya itu memang sudah rusak. Kenapa tak ada satupun hal benar yang bisa Sehun lakukan.

.

Perlahan Sehun melepas tautan tangannya, berdiri kaku dan menatap perban baru yang melilit tangan Yeri dengan getir. Andai ingatan Yeri kembali, andai Luhan hyung masih ada, andai waktu itu Sehun saja yang menjemput kedua orang tua Yeri, mungkin ini semua tidak akan berakhir berantakan semacam ini. Dia akan bahagia melihat Yeri tersenyum bersama Luhan hyung meskipun Sehun yang tidak akan berada di dunia dan mendekam dalam dingin tanah pemakaman. Ya, mungkin akan seperti itu namun kemungkinan yang coba dia bayangkan itu tidaklah akan terwujud. Tidak mungkin, tidak akan pernah bisa. Yang ada hanya Sehun yang akan semakin terpuruk dengan keadaan yang tak pernah bisa lebih baik di setiap harinya. Sehun terjebak, dia tak bisa melakukan apapun untuk kehidupannya, kehidupan Yeri, serta kehidupan Luhan hyung yang kini menjadi tanggung jawabnya.

.

"Aku akan kembali." Bisik Sehun pada Yeri yang tengah tertidur pulas, setidaknya Sehun masih waras. Dia masih bisa melindungi Yeri semampu yang Sehun bisa, setidaknya Sehun akan menepati janjinya walapun sekarang dia tengah merasakan apa itu jatuh cinta meski pada seseorang yang tak semestinya. Setidaknya hari ini dan hari selanjutnya dia masih bisa melihat wajah Kim Jongin yang kini menjadi candunya tanpa sebab.

.

Ya, setidaknya Sehun harus bersyukur dengan itu semua bukan.

.

.

.

.

.

Jongin benar-benar merasa sudah begitu lama tidak merasa begitu tertekan semacam ini, berjalan tak tentu arah, mengumpat siapapun yang tak sengaja menyenggolnya, mencari gara-gara tanpa sebab dan berakhir di sudut gang menerima semua pukulan yang makin membuatnya terkekeh pias. Jongin merasakan sakit menderu sekujur tubuhnya, matanya bahkan sudah terasa perih karena darah yang sukarela luruh pada pelupuk matanya yang membengkak sebab tak luput dari hantaman. Jongin begitu kacau, dan pasrah menerima semua pukulan itu hanyalah manifestasi yang bisa dia lakukan setelah puas menghantam satu dari anggota mereka hingga tak sadarkan diri tanpa alasan.

.

"Sial, tinggalkan pecundang ini!" setelah puas, gerombolan manusia itu meninggalkan Jongin yang tengah tak sadarkan diri tanpa berperasaan. Menendang tubuhnya sekali lagi dengan tawa menggema mereaka atas kemenangan mutlak lantas menghilang dalam rintik hujan yang beranjak jatuh dari paraduan nyaman sang awan.

.

Kim Jongin, pemuda menyedihkan itu masih sadar sepenuhnya hanya saja dia benar-benar tak bertenaga bahkan untuk sekedar membuka mata. Dia biarkan angin mencabik luka disekujur tubuhnya, dia persilahkan rintik hujan melipat gandakan kesakitan ditubuhnya dalam tangis yang terbendung lagi. Dia benar-benar hancur hanya karena satu perempuan yang dia jaga dengan segenap jiwa raga juga hatinya. Jung Krystal benar-benar menghancurkannya, betapa menyedihkan Kim Jongin yang ditakuti itu, betapa menggelikan hidupnya, kenapa dia jadi begitu lembek hanya karena seorang perempuan? Kenapa?

.

.

.

.

.

Sehun baru saja keluar dari mini market saat melihat segerombolan manusia memaki pengendara sepeda motor ugal-ugalan yang tak memakai helm. Pengendara itu Park Chanyeol, pemuda yang bersahabat dengan Jongin. Apa yang dia lakukan? Kenapa wajahnya tampak begitu kawatir?

.

"Sial! Kau cari mati hah!" satu dari mereka tak terima, motor Chanyeol telah terhenti paksa karena tergelincir aspal basah yang masih di guyur hujan namun tampaknya Chanyeol lebih gusar pada sesuatu yang entah bagaimana ikut mengganggu Sehun tanpa sadar. "Maaf, aku tidak bisa meladeni kalian bangsat!" dan suara geram kemarahan Chanyeol malah memperkeruh suasana. "Kau cari gara-gara dengan kami hah!" semua malah bertambah keruh dan Sehun mau tak mau melangkah mendekat.

.

"Maaf, aku akan mengganti kerugian kalian. Temanku sedang tidak waras." Sehun mengeluarkan lembar ratusan ribu won tanpa ba-bi-bu dan tersenyum ramah. Chanyeol tak ambil pusing, dengan langkah cepat dia pergi meninggalkan orang-orang sialan yang menghambatnya menemukan Jongin. Kim Jongin, si dungu itu, apa yang dilakukannya di gang sempit yang pengap ini?

.

"Hey, apa yang kau lakukan?" Sehun menyusul, mencoba menggapai Chanyeol yang kini berhenti mendadak saembari mengeratkan kepal tangannya. "Bangsat, apa yang kau lakukan disana Kim Jongin!"

.

Lagi-lagi Sehun tersentak. seperti dibangunkan, lantas menoleh pada sosok Jongin yang tengah terkapar menyedihkan diantara tumpukan sampah dengan wajah kacau balau. Sungguh, Sehun tak pernah meyangka akan menemukan Jongin dengan kondisi semacam ini. "Jong─"

.

"Hei… Park," Jongin tidak bergerak, gambaran langit yang telah menghitam dihadapannya cukup membuat otaknya yang bergemuruh mereda. Dengan rintik hujan serta suara mesin yang menjadi musik di telinganya yang berdenging serta suara kucing yang mengeong agak memelas, ada bau menyengat diantara darah yang bercampur air hujan diwajahnya namun Jongin lebih membenci bau rumah sakit yang kini terbayang olehnya. "Kapan kau mau pergi? Jangan belagak lemah dan bangunlah idiot!"

.

Suara Chanyeol yang penuh kekhawatiran membuat senyum lembut terlukis singkat diwajah kuyunya. "Sebentar lagi." Jawab Jongin lemah.

.

"Kau boleh di sini selama yang kau suka. Tidak ada bedanya buatku." Chanyeol mendekat, seperti hendak memaki Jongin dengan semua kosa-kata mutiara yang selama bertahun-tahun ia tempa bersama sang sahabat, sampai tangannya mengusap rambut lepek Jongin yang basah oleh hujan serta darah, Jongin sama sekali tak beraksi; hanya mengeryit kesakitan, menutup mata dan pingsan.

.

Chanyeol gemetar tiba-tiba. Dia ambruk, lembek seperti kantung kopi yang tertusuk. Ketika dia panic dengan apa yang tengah terjadi pada Jongin yang sama sekali tak bergerak dengan wajah bersimbah darah Sehun hadir mengoyak kesadarannya. "Kita harus membawa Jongin ke rumah sakit."

.

.

.

.

.

Kenangan indah itu tak ubahnya salju yang mencair pada kulit, Seperti cinta pertama yang kelak akan dia lupakan dan berganti dengan cinta lain. Namun, semua itu tidak berlaku bagi Jongin. Saat dia jatuh cinta, dia melihat matahari tersenyum begitu cerah dan hangat tiba-tiba menyelubingi hatinya padahal suhu tengah mencaapai minus satu derajat. Disaat dia baru saja merayakan kelulusan bersama Chanyeol sang sahabat. Di hari bersalju yang selalu Jongin kenang menjadi hari terindah dalam hidupnya.

.

Hari dimana dia bertemu dengan malaikat paling cantik yang membuat hatinya berdesir lembut tiap Jongin menyerukan namanya dalam setiap doa.

.

Jung Krystal, gadis tercantik yang begitu saja membuatnya jatuh cinta.

.

Chanyeol melangkah kea rah komples rumah mereka, mengambil arah jalan setapak taman. "Mau menjenguk Namo di rumah sakit. Mau ikut?"

.

Jongin terkekeh menghalau dingin yang kian menusuk kulitnya. "Apa pikirannya sudah jernih?"

.

Chanyeol mengendik. "Tidak, dia masih seperti sebelumnya, kurasa."

.

"Kalau begitu aku tidak ikut, menjenguk orang gegar otak sepertinya membuatku stress. Waktu itu bahkan dia mengira aku ibunya dan memintaku untuk mendongeng untuknya." Jongin menggerutu mengingat kejadian itu.

.

"Kau mau?" tanya Chanyeol dengan seringai jahil tak luput dari wajah menyebalkannya.

.

Ya, kuceritakan saja tentang dongeng pangeran dan katak yang saling bertukar peran untuk mendapatkan seorang putri yang tulus mencintainya. Tapi, sudahlah. Hari ini aku sedang tidak ingin menjenguknya. Nanti juga dia sembuh sendiri."

.

"Hey, mana ada dongeng seperti itu?!" Chanyeol memprotes namun Jongin tak ambil pusing, dia lebih tertarik pada penjual roti ikan yang berada tiga meter dari hadapan. Sial, suhu semakin dingin saja. Akan jauh lebih baik jika membeli satu atau tiga roti ikan hangat untuk dia kunyah daripada mebicarakan hal tak berguna bersama Chanyeol.

.

Melangkah cepat meninggalkan Chanyeol yang masih saja memprotes dongeng konyolnya, Jongin menatap penjual roti ikan itu harap-harap cemas. Antrianya bukan main panjang dan Jongin berharap dia masih kebagian. "Hey, kau serius mau mengantri di udara yang dingin seperti ini. Ayo pergi saja, aku sudah kedinginan bodoh."

.

Jongin berdesis kesal, serius kalau Park Chanyeol itu bukan sahabatnya mungkin sudah lama dia menendang wajah menyebalkannya itu tanpa sungkan. "Cerewet, pulang saja sendiri kalau tidak mau menunggu!"

.

Chanyeol mengumpat, pergi tanpa memandang Jongin dan menghilang beberapa menit kemudian. Lantas, disinilah Jongin sekarang. Menunggu dengan cemas semoga penjual roti ikan itu berbaik hati menyisakan sedikit dagangannya untuk dia kunyah. Jongin ingin sekali makan itu, ingin sekali tidak tahu kenapa. Namun, setelah mendapat beberapa buah di tambah bonus karena Jongin adalah pelanggan terakhirnya roti-roti ikan yang hangat dan manis itu malah jatuh pada tanah berbalut salju tanpa bisa Jongin cegah.

.

Ya Tuhan, sialan!

.

"Kalian yang disana! Jangan bergerak bocah sialan!" Jongin berlari kesetanan mengejar bocah-bocah kecil yang bermain salju tak tahu aturan hingga mengakibatkan roti-roti ikannya menjadi korban. Bertepatan itu, sebuah tangan menyentuh pundak Jongin lembut. "Apa hah! Aku ada urusan dengan bocah-bocah nakal itu sia─"

.

Seulas senyum tercantik itu membuat Jongin tertegun, makiannya tertelan dengan otomatis dan dia sukses membeku ditempat. "Aku hanya mau membagi roti ikan ini denganmu, kau seperti sangat menginginkannya."

.

Suaranya begitu lembut, begitu manis, begitu menghipnotis kewarasan Jongin telak. "uh, ya.. apa?"

.

Dan tawa renyah yang menyusul dengan gurat merona indah yang membuat wajah itu bertambah cantik berjuta kali lipat membuat Jongin tanpa sadar menyentuh dadanya yang berdebar tak karuan. "Jadi, apa kau mau?"

.

Jongin masih membeku, kata-kata bahkan tak mau keluar dan dia hanya bisa mengangguk idiot untuk mengiyakan.

.

Satu buah roti ikan sudah ditangannya,

.

Sepasang tangan mereka juga saling bersentuhan,

.

Seulas tawa indah semakin membuat Jongin jatuh kepayahan,

.

Detik itu, dimana dia menerima sebuah roti hangat dengan senyum cantik gadis paling baik hati yang pernah Jongin temui di sepenggal hidup indahnya dia tahu apa yang tengah menjalar naik dan membuat pipinya bersemu merah. "Aku Jung Krystal, semoga kita bisa bertemu lagi. Jongin-ah."

.

Dia jatuh cinta, pada Jung Krystal dan kebaikan yang sungguh kecil namun begitu tak terkira bagi Jongin saat itu.

.

Jung Krystal, cinta pertama yang begitu berharga baginya.

.

.

.

.

[ a/n : karena ini ada dua versi, jadi versi yang ini akan di up setelah satu hari penayangan ff sebelah. Terimakasih sudah menemani saya, terimakasih telah meluangkan waktu membaca ff saya, terimakasih untuk kalian yang masih mau bertahan bersama saya. Terimakasih banyak.]