BEGIN AGAIN

An EXO and BTS fanfiction

Rating: T

Pairing: Oh Sehun X Kim SeokJin, HunKai (mentioned)

crossover

Warning: BL, Typo

Oneshoot

Cast: Oh Sehun, Kim SeokJin

Hmmm…., baiklah ini oneshoot dari otak gila saya dimana saya berpikir hmmm Sehun cocok dengan Jin. Baiklah, abaikan, jika tidak suka jangan dibaca, jangan bashing (please) hehehehe. Selamat membaca maaf atas segala kesalahan. Semoga terhibur.

Sakit. Perasaan itu sungguh menyiksa, sakit karena kehilangan seseorang yang sangat kau cintai. Meski ini bukanlah yang pertama namun semuanya tetap terasa sama, atau bahkan mungkin kali ini lebih sakit.

Berdiri seorang diri di dekat jendela besar, menatap hujan yang seolah tanpa henti. Hanya hembusan napas kasar yang bisa pemuda bertubuh tinggi tegap itu lakukan. Rambut hitam legamnya berantakan karena berulang kali ia usak kasar.

"Maaf. Sehun, aku mencintaimu sangat mencintaimu tapi aku sadar tidak ada masa depan untuk kita. Maaf."

Kalimat menyayat hati itu selalu hadir tanpa permisi di benak lelaki bertubuh tegap bernama lengkap Oh Sehun. Kalimat yang sejak seminggu lalu membuatnya tersiksa. Ia seolah lupa bagaimana cara mengurus diri, makan, mandi, tidur, semua hal sederhana itu membuatnya merasa kewalahan. Suara getaran ponsel yang sudah ia campakan selama seminggu, hanya dicas tanpa ada niatan untuk memeriksa panggilan atau pesan yang masuk. Getaran itu membuat Sehun hampir berteriak dan melempar ponsel malangnya. Namun nama yang tertera pada layar ponselnya pada akhirnya membuat dia tergerak untuk menjamah benda itu. "Ya." Jawaban singkat.

"Bersiaplah kami akan datang menjemputmu."

"Bisakah aku melewatkan yang ini."

"Kau sudah tidak hadir di dua acara, apa kau mau para fans mulai bertanya banyak hal dan rumor tersebar?"

"Maaf. Aku hanya….,"

"Setengah jam." Jawaban di seberang sana mutlak, panggilan diakhiri. Sehun menghembuskan napas kasar. Ia hanya belum siap untuk menghadapi kenyataan apakah permintaannya tidak penting? Dia mengerti fans adalah hal yang sangat penting. Namun, sekali saja, hanya sekali. Apa dirinya tidak berhak untuk memilih, sedikit bersikap egois, bukankah semua orang pernah melakukannya?

Menjatuhkan ponselnya ke atas sofa putih. Kedua kakinya terasa sangat berat seolah terbebani oleh rantai besi, ia paksa kedua kakinya bergerak meninggalkan ruang keluarga menuju kamar mandi. Membuat tubuhnya segar, setidaknya ia bisa memikirkan hal lain seperti botol sabun dan botol sampo yang tersisa kurang dari setengah. Apapun. Ia ingin memikirkan hal lain kecuali hatinya yang hancur. Melankolis dan menyedihkan. Ya. Sehun mengakui itulah dirinya saat ini.

Lima belas menit untuk menyelesaikan semuanya di dalam kamar mandi. Ia buka pintu lemari pakaiannya lebar-lebar, seharusnya ia peduli dengan penampilannya. Namun, detik ini ia tak peduli lagi. Ia tak peduli jika dunia tahu dirinya sedang terpuruk. Apa yang memalukan dari keterpurukan? Jika semua orang dengan mudah menerima keberhasilan kenapa mereka tidak menerima keterpurukan dengan kedua tangan terbuka lebar? Ya. Dunia memang tidak adil. Dan detik ini betapa dunia tidak adil, Sehun rasakan dengan sangat jelas.

Jas semi formal berwarna hitam melapisi kemeja abu-abu yang Sehun kenakan terlebih dahulu. Tanpa riasan membuat kulit putih pucatnya terlihat begitu jelas. Hanya sedikit semprotan parfum setelah itu semuanya selesai. Sehun benar-benar tidak peduli dengan penampilannya malam ini. Saat suara bel pintu apartemennya berbunyi nyaring, ia sambar arloji dan dompet kemudian melangkah keluar kamar tanpa peduli untuk menutup pintunya kembali. Sehun tak berniat untuk mengambil ponselnya namun ia putuskan untuk mengambil ponselnya, mungkin acara musik nanti membosankan.

"Hai!" pintu terbuka dan kedelapan pasang mata menatap Sehun diselingi senyuman lebar pada wajah tampan mereka. Sehun tersenyum tipis.

"Seharusnya kau ke agensi dulu biar dirias, wajahmu pucat." Tubuh Sehun menegang mendengar suara yang sangat akrab di telinganya itu. Dulu semua tentang dia sangat membahagiakan namun sekarang. Sekarang semuanya sudah berubah, semua tentangnya menyakitkan. "Dan rambutmu masih basah Sehun, lihat kedua bahumu basah."

Sehun mengambil langkah mundur saat laki-laki dihadapannya hendak menyentuh bahu kirinya. "Hentikan." Ucapnya. Kekecewaan terlihat jelas pada kedua mata bulat laki-laki di hadapannya. "Hentikan kepedulianmu, semua sudah berakhir."

"Kita masih bisa—berteman."

Sehun menggeleng cepat. "Tidak. Lebih baik kita saling mengacuhkan. Itu lebih baik Jongin." Kedua mata tajam Sehun menatap laki-laki di hadapannya. Kim Jongin. Mantan kekasihnya. "Sudah berakhir. Semuanya sudah berakhir. Bahkan aku tidak ingin berteman denganmu lagi."

Menahan perih, Jongin hanya melempar senyuman tipis. Ia mengerti keputusan Sehun. Ia sangat mengerti seandainya Sehun mengerti jika dirinya juga merasakan sakit yang sama. Namun, semua ini lebih baik. Lebih baik diakhiri semuanya sebelum ikatan semakin kuat dan semakin menyakitkan di masa depan nanti. Jongin mengangguk pelan. "Kita harus bergegas." Ucapnya sebelum memutar tubuh dan berjalan meninggalkan Sehun. Chanyeol dan Xiumin berlari menyusul Jongin.

Sehun memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana kemudian melangkah tanpa peduli dengan teman-temannya. Ia yakin teman-temannya tidak akan bertanya banyak hal. Mereka sudah tau apa yang terjadi antara dirinya dan Jongin, tidak ada yang perlu ditanyakan lagi dan tidak ada yang perlu untuk dijelaskan lagi.

Sehun berjalan menuju van kedua karena Jongin memasuki van pertama. Semua sudah jelas, tentu saja dia tidak ingin duduk bersama dengan Jongin. Sehun dan Chanyeol duduk bersama di bagian belakang van. Sementara di depan mereka duduk Xiumin dan Kyungsoo. Sesekali Chanyeol melirik Sehun. "Apa?" Pertanyaan Sehun sempat membuat Chanyeol gugup dan salah tingkah.

"Tidak!" Chanyeol memekik, membalas terlalu cepat, terlalu mencurigakan.

"Benarkah?" Sehun menoleh dengan tatapan tajam yang ia tujukan khusus untuk Chanyeol. "Aku yakin ada yang ingin kau katakan." Kalimat tajam tanpa sopan santun mengabaikan jarak dua tahun umur laki-laki yang kini duduk di sampingnya.

Chanyeol mengerjap cepat. Beberapa detik raut wajah penuh kekonyolan itupun berubah menjadi serius. "Mengenai hubunganmu dengan Jongin."

"Cukup." Sehun memotong tajam, meluruskan pandangan, mengabaikan Chanyeol.

"Kita masih harus bersama untuk bekerja jadi kurasa lebih baik kau perbaiki hubunganmu dengan Jongin."

"Dia yang memilih untuk menghancurkan hubungan kami, kenapa aku yang harus memperbaikinya?"

"Sehun—aku tau kau terluka. Aku mengerti. Aku juga pernah mengalaminya…,"

Sehun menoleh menatap Chanyeol. kening berkerut, kedua alis nyaris tertaut, tatapan mata tajam. Nada rendah. Sehun benar-benar sangat marah sekarang. "Jika kau ingin membandingan hubunganku dengan Jongin seperti hubunganmu dengan Baekhyun. Lupakan."

"Baiklah. Baiklah." Chanyeol mengangkat kedua tangannya tanda menyerah. "Aku hanya memikirkan grup dan member yang lain."

"Tenang saja aku bisa bersikap professional di depan kamera. Singkirkan kecemasan tidak pentingmu itu."

"Ya. Aku mengerti Oh Sehun." Pada akhirnya Chanyeol memilih untuk menutup mulut, ia tidak bisa berdebat lagi dengan Sehun.

Van berhenti. Pintu terbuka. Sorakan riuh rendah. Flash kamera. Senyum lebar terpasang. Berdiri berdekatan dan bahkan Sehun sempat melingkarkan tangannya pada pinggang Jongin. Tersenyum pada Jongin. Semuanya harus tampak sempurna. Semuanya harus tampak baik-baik saja. Duduk, tersenyum. Semua bisa Sehun lakukan dengan baik dia sudah terlalu terbiasa dengan semua ini. Menatap satu persatu penampilan para pengisi acara di atas panggung. Tidak ada yang menarik. Berdiri, memberi tepuk tangan, membungkukkan badan, dan lagi-lagi tersenyum sebagai bentuk penghargaan. Sebagai bentuk sopan santun. Semuanya mudah.

"Hmmm" Sehun menggumam sambil mencondongkan tubuhnya ke sisi kanan mendekati Suho.

"Kita akan segera tampil, hanya dua lagu."

"Ya." Sehun membalas singkat berdiri paling akhir dan berjalan mengikuti member yang lain saat lampu temaram di sela pergantian pengisi acara.

Beruntung lagu yang dibawakan di acara adalah Love Me Rigth dan Call Me Baby. Bukan Playboy yang mengharuskan Sehun untuk berdekatan dengan orang yang paling ia hindari di dunia ini. Meski ia hanya memiliki sedikit bagian pada dua lagu itu, Sehun hapal di luar kepala seluruh lirik dari dua lagu itu. Mungkin, ia bisa bernyanyi ketika tertidur karena terlalu padatnya jadwal yang harus ia jalani bersama member yang lain. Mungkin, fans yang bernyanyi bersama memberi sedikit hiburan bagi Sehun ia tersenyum meski hanya sedikit saja. Tanpa sengaja tatapannya bertemu dengan Jongin. Laki-laki berkulit kecoklatan itu tersenyum padanya. Sehun menatap selama beberapa detik lebih lama sebelum berpaling. Lampu panggung redup semua member EXO melangkah menuruni panggung.

"Jongin." Panggil Sehun. Laki-laki pemilik nama itupun berhenti. "Maaf jika aku bersikap kasar padamu tapi untuk saat ini…," Sehun sebenarnya merasa tidak sampai hati untuk mengungkapkan semuanya.

"Katakan saja." Jongin berucap pelan.

Sehun menarik napas dalam perlahan kemudian menghembuskannya. "Untuk saat ini aku merasa lebih baik jika kita menjaga jarak."

"Tentu." Jongin menjawab singkat, tersenyum tipis, berbalik, memunggungi Sehun, dan pergi. Sehun tersenyum perih. Dadanya terhimpit. Menyakitkan. Sangat menyakitkan. Mungkin lebih baik jika dirinya tidak pernah merasakan bagaimana itu cinta. Berjalan kembali ke kursi undangan. Sehun menarik napas dalam-dalam kemudian memasang senyum palsu dan kembali duduk di antara Jongin dan Suho.

"BTS."Sehun menggumam dengan kening mengkerut, ia pernah mendengar nama grup itu namun tak begitu memperhatikan. Bukan, bukan karena dirinya arogan tapi lebih kepada ketiadaan waktu luang. Ayolah, tidur selama tiga jam adalah hal spesial dan tidur di atas ranjang tempat tidur itu adalah hal istimewa. "Run." Ia kembali menggumamkan judul lagu yang dibawakan BTS.

Lagu yang menarik dengan irama cepat namun dibalut dengan lirik melankolis. Sehun tanpa sadar tersenyum mendengar lagu itu. Jarak tempat duduknya dan panggung cukup jauh ia tak begitu memperhatikan personil BTS dengan detail. Melihat dari layar besar. Seperti boyband lain, wajah mereka menarik. Hanya itu kesan pertama yang Sehun dapat. "Astaga…," Sehun menggerutu pelan. Entah mengapa ia merasa jika lirik Run mengejeknya. Sempurna. Sempurna sekali malam ini.

I run, run, run again

It's okay to fall

Run, run, run, again

It's okay to get hurt

I'm alright even if I can't have you

Pitiful destiny, point your finger at me

Run don't tell me bye bye

Run you make me cry cry

Run love is a lie lie

Don't tell me, don't tell me

Don't tell me bye bye

"Sehun."

"Aku harus ke toilet." Sehun berbisik pada telinga Suho.

Suho mengangguk pelan. "Kembalilah cepat."

"Ya." Balas Sehun singkat, berdiri dari kursinya kemudian berjalan pergi dengan sedikit membungkukkan tubuhnya. Dibantu penanggungjawab acara ia meninggalkan tempat acara menuju bagian belakang.

"Silakan berjalan lurus. Saya akan menunggu Anda di sini." Sehun mengangguk pelan kemudian melangkah pergi meninggalkan seorang staf perempuan yang mengantarnya.

Plakat TOILET terlihat jelas, namun Sehun sengaja berbelok. Entahlah, dia hanya ingin berada di sini sedikit lebih lama. Berada di belakang panggung acara besar mencari sedikit ketenangan. Sehun melangkah menyusuri lorong sepi suara riuh rendah dari panggung acara depan benar-benar teredam di sini. Langkahnya terhenti, melihat seseorang duduk di atas kotak penyimpan perlengkapan. Seorang diri. Rambut cokelat berponinya terlihat basah pada bagian ujung-ujung rambut. Satu isakan terdengar. Sehun terkejut. Ia tidak tahu kenapa orang itu menangis. Dan Sehun tidak tau kenapa kedua kakinya melangkah mendekat.

Laki-laki berambut coklat berponi itu rupanya menyadari kehadiran Sehun. Ia melompat turun dari kotak penyimpan perlengkapan. Meski sekilas Sehun yakin. "BTS." Berhasil. Kalimatnya membuat laki-laki itu berhenti, mengangkat wajahnya karena perbedaan tinggi badan, Sehun bisa melihat kedua mata merahnya. Sedikit terkejut laki-laki yang berdiri di depan Sehun membungkukkan badannya dengan cepat dan bersiap untuk melangkah pergi. "Itu bukan cara perkenalan yang baik." Ucap Sehun.

"Ah maaf. Kim SeokJin BTS."

Sehun tersenyum mengulurkan tangan kanannya SeokJin sepertinya lupa untuk mengulurkan tangan ketika berkenalan. "Oh Sehun EXO."

"Aku tau." SeokJin tersenyum. "Aku lebih tua darimu."

"Ah benarkah?!" Sehun terkejut.

"Ya. 92 line."

Sehun tertawa hambar. Ayolah dengan wajah itu?! Benar-benar menipu. "Maaf Hyung."

"Senang berkenalan dengan orang terkenal sepertimu Oh Sehun."

Sehun tertawa pelan. "SeokJin hyung juga terkenal."

SeokJin menggeleng pelan. "Aku tidak setara denganmu."

"Ayolah!" Sehun memekik tanpa sadar. "Siapa yang menentukan hal seperti itu?!" SeokJin mengendikkan kedua bahunya sebagai tanda ketidaktahuan. Sehun menunggu, namun SeokJin tak juga mengatakan sesuatu. "Aku pergi ke toilet dan…,"

"Tersesat?!" SeokJin memotong ia membuat Sehun berpikir jika SeokJin adalah tipe orang yang peduli kepada orang lain. Sehun sedikit berbohong mengangguk pelan. "Aku bisa mengantarmu."

"Apa Hyung juga tersesat saat pergi ke toilet?"

"Tidak…," SeokJin ragu. "Aku butuh waktu untuk menyendiri. Aku sangat lelah." Sehun mengangguk mengerti. "Ayo aku antar ke toilet." Sehun menggeleng pelan, SeokJin melempar tatapan bingung.

"Aku juga membutuhkan waktu untuk menyendiri, mungkin kita bisa mengobrol. Jika Hyung tidak keberatan?"

"Tentu." SeokJin membalas dengan nada ramah. Sehun tersenyum kemudian melangkah mendekati kotak penyimpan perlengkapan. "Jangan!" Cegah SeokJin. "Kotaknya kotor."

"Siapa yang peduli." Balas Sehun sambil mendudukan dirinya ke atas kotak kayu berdebu. Dengan canggung SeokJin menyusul duduk bersebelahan dengan Sehun, berjarak tentu saja.

"Apa member lain tidak mencarimu?" SeokJin membuka obrolan.

"Apa member Hyung tidak akan mencari Hyung?"

"Tentu saja mereka akan mencariku, aku akan membuat alasan yang bagus."

Sehun tersenyum. "Aku juga akan melakukan hal yang sama kalau begitu."

"Jadi?" "Jadi?" Keduanya bertanya secara bersamaan. "Hyung saja."

Kedua mata SeokJin berkedip cepat ia tersenyum canggung. "Baiklah—kenapa kau ke sini aku yakin kau tidak tersesat."

"Butuh udara segar." SeokJin terlihat belum puas dengan jawaban yang Sehun berikan. "Ada sedikit masalah dan aku pergi setelah mendengar lagumu, ini salahmu."

"Kenapa?!" SeokJin tidak terima.

"Lagu Run itu menyebalkan, mengingatkanku pada sesuatu."

Kekesalan Seokjin menghilang. "Maaf." Ucapnya penuh sesal.

"Tidak masalah. Jadi—setelah penampilan itu Hyung langsung berlari ke sini?" Ragu-ragu SeokJin mengangguk pelan.

Sehun menarik napas dalam, ia merasa tidak sendiri sekarang. Kepalanya ia sandarkan pada dinding di belakang badannya. "Aku—aku baru saja kehilangan seseorang yang sangat berharga untukku."

"Pasti menyakitkan." Balas SeokJin.

"Hmmm." Sehun menggumam sambil memejamkan kedua matanya.

"Besok pasti akan ada berita yang mengomentari penampilan kami, terutama aku. Aku tidak bisa melakukan apa-apa dibanding member yang lain."

"Pasti menyebalkan." Komentar Sehun. SeokJin tertawa hambar. "Kau harus terbiasa bukankah terpilih menjadi member BTS sudah hal yang besar. Bahagialah dengan keberhasilanmu itu."

"Hmmm." Kali ini giliran SeokJin yang menggumam. Sehun membuka kedua matanya menoleh ke kiri, menatap SeokJin yang kini tengah menyandarkan kepalanya pada dinding belakang dengan kedua mata terpejam. Sama seperti yang Sehun lakukan tadi. SeoJin memiliki bahu lebar, kulit putih namun tak seputih milik Sehun, mata sipit, hidung mancung, dan bibir penuh. Sehun tersenyum ia tidak tahu kenapa dirinya memperhatikan SeokJin dengan cukup teliti.

"Ada acara setelah ini Hyung?"

"Kurasa tidak."

"Apa Hyung lelah?"

"Ya." SeokJin menjawab lemah.

"Hyung bisa tidur, mungkin sepuluh menit. Aku bisa….," kalimat Sehun terhenti karena kepala SeokJin sudah terjatuh pada bahu kanannya.

Mengapa cinta begitu menyakitkan, mengapa cinta bisa melukai melebihi sebilah samurai. Namun, malam ini saat aku putuskan untuk mengakhiri semuanya, kau datang memberi harapan apakah aku harus menerimanya dan terluka ataukah aku harus melewatkan dan kehilangan kesempatan?

END