Boruto menoleh ke arah teman barunya itu "Sensei cantik?"

"Mitsuki benar Boruto-kun, tiap hari senin di awal dan akhir bulan akan ada sensei cantik yang mengajari kita banyak hal, hari ini dia berjanji akan mengajari kita menghias kue" jelas Sarada pada Boruto yang kini mengangguk.

Pintu terbuka dan muncul seorang wanita cantik berambut indigo panjang yang tersenyum ramah. "selamat pagi anak-anak, kudengar hari ini kita memiliki teman baru" sensei cantik itu terkejut saat melihat bocah pirang yang di temuinya bulan lalu di tengah murid-muridnya "Boruto-kun..."

"bibi Hinata"

.

.

.

MAMA, REMEMBER US !

Chapter 3

.

.

Disclaimer Naruto by Masashi Kishimoto

.

.

.

Fanfic ini dan segala kekurangannya

so

DLDR (Don't Like Don't Read)

Just click back oke !

.

.

.

o0o

.

.

.

Alynda B Present ^_^

.

.

.

"bibi Hinata"

"Bibi Hinata?" panggilan yang di gunakan Boruto kepada sensei-nya membuat anak-anak yang lain menatap mereka berdua dengan pandangan bertanya-tanya. Membuat Boruto tertawa gugup dan salah tingkah. "ahahaha maksudku Hinata Sensei".

"kau mengenal Hinata sensei Boruto?" pertanyaan bernada malas keluar dari mulut bocah berambut hitam mencuat seperti nanas itu di jawab anggukan yang disertai cengiran lebar oleh Boruto.

"yah, Hinata sensei adalah orang yang menolongku saat aku kehilangan papa-ku bulan lalu" jawaban enteng bocah kuning itu membuat satu kelas ber-sweetdrop ria dan Hinata yang hanya tertawa mendengarnya.

"baiklah anak-anak seperti yang sudah sensei janjikan saat pertemuan kita yang terakhir hari ini kita akan belajar menghias kue mangkuk. kalau kalian bertingkah manis dan tidak membuat ulah, sensei pastikan kalian akan mendapatkan satu kue mangkuk untuk di bawa pulang nanti".

ucapan Hinata tadi berhasil mengembalikan fokus murid-muridnya kembali ke pelajaran mereka. Kelas hari ini terasa sangat menyenangkan untuk Hinata dan murid-muridnya. Boruto bisa berbaur dengan baik dengan teman-teman barunya. Meskipun sudah bisa di tebaknya bahwa akan terjadi kekacauan.

Anak-anak dan bahan makanan memang bukanlah pasangan yang tepat. Pada awalnya mereka memang menghias kue-kue mereka dengan serius. Memberi krim warna-warni dan menaburi kue mangkuk mereka dengan permen warna-warni juga choco chips sebelum mereka mulai menggunakan bahan-bahan menghias kue tersebut untuk saling melempar satu sama lain dan berperang.

Kelas hari itu berakhir dengan anak-anak yang penuh dengan krim kue di wajah dan rambut mereka. Membuat wajah-wajah mereka terlihat jauh menggemaskan, dan Hinata memang sangat mencintai anak-anak kecil yang menggemaskan.

Dengan sedikit mengancam bahwa mereka tidak akan mendapatkan satu-pun kue mangkuk hari ini, Hinata berhasil membuat bocah-bocah itu membantunya membersihkan kekacauan yang mereka buat.

Setelah ia selesai membersihkan kelas dan anak-anak dari krim kue dan permen. Hinata membagikan satu kue untuk mereka makan di kelas dan satu yang telah mereka hias sendiri untuk di bawa pulang. Bocah-bocah kecil menggemaskan itu memamerkan hasil kue yang mereka dapatkan kepada ibu masing-masing yang menjemput mereka.

Meninggalkan Hinata yang masih duduk melamun sambil tersenyum di dalam kelas tanpa menyadari bahwa masih tersisa satu murid yang duduk tak jauh darinya.

"Sensei terlihat cantik saat tersenyum" pujian tersebut mengalihkan menyadarkan Hinata dari lamunannya ke arah bocah kecil yang sedang menggigit kue mangkuk di tangannya sambil menatapnya dengan mata biru jernih miliknya.

"kau tidak pulang Boruto-kun?" bocah pirang bernama Boruto itu menggeleng pelan

"mungkin sebentar lagi sensei, tidak biasanya papa terlambat menjemputku" wanita bermanik lavender itu tanpa sadar mengarahkan tangannya ke puncak kepala pirang bocah itu dan mengusapnya pelan. Berdekatan dengan bocah kecil itu selalu membuat hatinya berdesir dan menghangat.

"ku pikir kau hafal jalan rumahmu Boruto dan karena aku sedang senggang setelah ini bagaimana kalau aku mengantarmu pulang?" lagi-lagi tawaran yang di ajukan wanita cantik disampingnya membuatnya tertarik. Karena jujur saja Boruto bukanlah orang yang suka menunggu, apalagi menunggu papanya. Dia mengangguk antusias.

"tapi... apa itu tidak merepotkanmu sensei?" bocah itu kemudian berdiri sambil menepuk-nepukkan kedua telapak tangannya lalu dengan cueknya ia melepar kertas pembungkus kue mangkuk tadi ke belakang kelas.

Hinata menggeleng sambil tersenyum. "tentu saja tidak sayang, tapi ambil kembali sampahmu tadi Boruto-kun. Kau bisa membaca kalimat di depan kelas itu kan sayang. Di larang membuang sampah sembarangan"

Bocah pirang itu meringis lalu memungut sampah yang tadi ia lempar sembarangan dan membuangnya ke tong sampah yang berada di samping kelas. " jadi bagaimana kalau berangkat sekarang?" di genggamnya tangan kecil Boruto erat, Boruto tersenyum lebar lalu menganggukkan kepalanya senang.

Saat Boruto memandangi tangan kecilnya yang di genggam sensei cantiknya ia tanpa sadar bergumam lirih "seandainya mamaku ada disini dan menggenggam tanganku seperti ini pasti akan membuatku bahagia"

Hinata bisa mendengar jelas gumaman lirih yang keluar dari mulut Boruto dan itu membuat hatinya bergetar. "memangnya mama-mu berada dimana sayang?" terbersit perasaan tidak rela saat ia melontarkan pertanyaan tersebut pada bocah kecil yang akhir-akhir ini selalu muncul di pikirannya.

"dia pergi jauh sensei, meninggalkanku dan papa sendiri. Tapi aku berjanji akan menemukannya agar bisa bersama kembali. Aku sangat merindukannya"

.

.

.

"er.. sensei apa kau tidak keberatan jika kita pergi ke kantor papa saja? Aku tidak mau di rumah sendiri" pertanyaan yang di lontarkan Boruto itu memecahkan keheningan yang terjadi sejak mereka masuk ke dalam mobil.

Hinata menoleh dan menatap sebentar Boruto yang duduk disampingnya kini sedang menunduk. Bocah itu tidak berbicara sama sekali sejak ia bertanya tentang mama bocah pirang itu. Kelihatannya pembahasan tentang 'mama' merupakan hal yang sensitif untuk bocah yang biasanya ceria itu. Dan melihat bocah itu kini bersedih membuat ia merasa sesak, sama seperti saat ia melihat wajah sedih papa bocah pirang itu. Hal ini membuatnya bertanya-tanya.

Sebenarnya perasaan apa ini?

Hinata memilih menepikan mobil miliknya dan memeluk bocah pirang itu.

"jangan menangis sayang, aku tidak suka melihatmu sedih Boruto. Kalau kau mau kau bisa menganggapku mama-mu." Diusapnya pelan punggung Boruto yang bergetar karena tangis. Ia bisa merasakan tangan kecil Boruto mencengkeram bajunya erat.

"terima kasih sensei, aku menyayangimu" Hinata menghapus air mata yang lolos dari manik saphire Boruto dengan lembut. Di ciumnya pelan kening bocah itu

"aku juga menyayangimu Boruto, meski kita baru saling mengenal. Kau tau, kau adalah bocah yang menggemaskan, jadi tidak sulit untukku jatuh cinta padamu"

Boruto terkekeh "aku sudah sering mendengar kalimat itu sensei" hinata tersenyum lembut melihatnya. Setidaknya bocah itu sudah bisa tertawa kembali.

"nee Boruto-kun, bagaimana kalau kita makan es krim di kedai itu sebentar sebelum aku mengantarmu ke kantor papamu?" melihat mata Boruto yang berbinar itu membuat tawa Hinata pecah. Kelihatannya anak manis ini sangat mencintai makanan mengingat ia memakan kue mangkuknya tanpa repot-repot menunjukkannya pada papa-nya seperti teman-temannya yang lain.

.

.

.

Ponsel Boruto berdering saat ia sedang asyik melahap satu mangkuk es krim rasa vanilla dan strawberry bersama sensei-nya. Senseinya itu merebut sendok yang ia gunakan dan memilih menyuapinya setelah ia tersedak dan terbatuk keras dengan wajah belepotan penuh es krim.

Tanpa melihat caller ID si penelpon-pun ia tau bahwa yang menelpon dirinya adalah sang papa mengingat ia menggunakan nada dering khusus untuk papa-nya.

"moshi-moshi Boruto, kau masih di sekolah? Maaf papa terlambat menjemputmu sayang, tadi ada rapat mendadak yang tidak bisa di tunda"

Boruto memutar matanya bosan mendengar alasan sang papa "ya, ya, papa dan rapat menyebalkannya, papa membuatku mati bosan karena menunggu. Tapi tak apa, berkat papa sekarang aku bisa makan es krim lezat bersama sensei-ku yang cantik?"

Jawaban Boruto membuat pria di seberang telpon mengernyit "sensei cantik?"

"ya, jadi jangan menggangguku lagi papa. Sensei akan mengantarku nanti ke kantor papa setelah kami selesai makan" Boruto langsung memutuskan sambungan telepon begitu ia selesai berkata seperti itu dan menoleh saat ia mendengar tawa merdu dari wanita cantik yang ada di sampingnya.

"kau tau Boruto, terkadang aku ragu jika kau masihlah seorang anak-anak jika mendengarmu berbicara seperti itu pada papa-mu"

Boruto cemberut "apakah aku terlihat seperti seorang pria tua sensei?"

Hinata kembali tertawa "tidak tidak, penampilanmu itu sungguh menggemaskan sayang, hanya saja caramu berbicara terdengar seperti lebih tua dari umurmu"

"tentu saja, apa yang sensei harapkan dari seorang anak yang di asuh oleh pria tua konyol yang bersikap tidak sesuai dengan umurnya. Meski kadang aku juga bersikap kekanakan tapi itu wajar untuk usiaku saat ini" jawaban Boruto itu membuat Hinata tertarik.

"jadi seperti apa tingkah konyol yang biasanya papamu lakukan Boruto? Karena terakhir kali aku melihat papamu, dia terlihat seperti orang yang hampir selalu serius dan tidak suka bercanda kecuali caranya ia makan."

"papa memang bertingkah seperti itu saat ia bersama dengan orang yang tidak di kenalnya. Tapi di rumah ia hanya seorang anak mama yang akan merengek jika nenek memasak sayur untuk makan malam bukannya ramen saat ia berkunjung ke rumah kami, dan suka merajuk saat makanan miliknya ku makan. Ia sering juga mengerjaiku dengan memakaikan piyama pink yang memiliki kantung besar di perut dan telinga kelinci di kepalaku"

Hinata melongo tak percaya saat mendengarnya. Tapi saat ia membayangkan pria pirang itu bersikap seperti yang di ucapkan Boruto, ia tertawa. "bukankah itu terdengar manis Boruto" "ah, maksudku kau yang manis jika memakai piyama imut itu" Hinata buru-buru menambahkan saat ia melihat Boruto mengernyitkan dahinya dan memandangnya dengan pandangan tidak percaya.

Boruto cemberut mendengarnya "aku laki-laki sensei, dan itu tidak manis sama sekali". Hinata kembali tertawa mendengarkan ucapan Boruto yang tidak terima pada dirinya.

.

.

.

"sensei-mu benar Boruto, harusnya kau bisa melihat bagaimana manisnya dirimu saat menggunakan piyama pink yang di hadiahkan nenekmu padamu" suara baritone itu mengejutkan mereka berdua.

"papa, dari mana papa tau aku disini?"

"papa mempunyai radar yang akan memberitahu papa dimana posisimu berada"

"radar apa itu papa?" pria itu terkekeh saat melihat putranya menatapnya dengan wajah penasaran. Sedangkan Hinata sedikit terpesona saat melihat wajah tampan yang akhir-akhir ini mengganggu pikirannya.

"Namikaze-san" tawa Naruto langsung terhenti saat ia mendengar suara lembut Hinata dan menatap tidak suka pada wanita cantik itu.

"Naruto Hinata, panggil aku Naruto"

wanita itu tidak merespon permintaan Naruto dan mengalihkan pandangannya ke arah Boruto.

"lanjutkan makanmu sebelum es krimnya meleleh Boruto-kun dan ingat, jangan buru-buru atau kau mau aku menyuapimu lagi seperti bayi" Boruto mendengus dan langsung meraih sendoknya lalu memasukkan sesendok penuh es krim kedalam mulutnya dengan lahap.

Sedangkan pria pirang yang tadi di abaikannya langsung menarik rambutnya frustasi. "apa begitu susahnya memanggilku Naruto, Hinata-chan?" ia menghembuskan nafas pasrah dan duduk diam disamping putranya yang sedang sibuk memakan es krimnya.

Boruto memekik saat es krim miliknya di colek papanya menggunakan jari telunjuk besar pria itu. Ia memandang jijik es krimnya lalu memandang kesal papanya yang sedang menjilati jarinya.

"kau menjijikkan papa, itu tadi jorok sekali. Kalau papa mau papa bisa memintanya dengan baik dan aku akan memberikannya sedikit pada papa. Kenapa papa harus mencoleknya menggunakan jari papa yang kotor?" Naruto mengernyit kesal mendengar putranya yang begitu lebay-nya mengomeli dirinya hanya karena ia mencolek sedikit es krim miliknya dengan jari.

"kalau kau tidak mau, biar papa yang menghabiskan es krim-nya Boruto" pria itu dengan kesal menarik mangkuk es krim di hadapan Boruto ke arahnya.

"tidak mau, sensei membelikan es krim ini untukku, papa beli saja sendiri" Boruto menarik kembali mangkuk itu sebelum tangan besar papanya juga ikut menariknya kembali.

Hinata menepuk pelan dahinya saat melihat adegan tarik-menarik es krim yang terjadi di hadapannya. Boruto benar, pria Namikaze itu memang bersikap kekanakan dan tidak sesuai dengan umurnya.

"kalian berdua, hentikan!. Kau.. berhenti bersikap kekanakan Namikaze-san, mengalahlah pada putramu. Dan kau Boruto-kun, berbagilah dengan papa-mu. Demi Tuhan, kalian tidak akan kekurangan es krim di kedai ini. Kalau masih kurang, kalian bisa memesannya lagi."

Untuk kedua kalinya omelan Hinata membuat kedua pria pirang itu menunduk dengan wajah yang sama-sama cemberut. Hinata lagi-lagi meringis, berapa sebenarnya usia Naruto itu? Astaga, sikapnya dan putranya benar-benar mirip.

Setelah menghembuskan nafas berat akhirnya Hinata berkata "lanjutkan makannya Boruto-kun, Namikaze-san. Berbagilah atau kalau kalian mau aku bisa bergantian menyuapi kalian jika memang terlalu berat bagi kalian untuk berbagi".

Boruto dan Naruto yang pada dasarnya paling benci jika berbagi makanan mengangguk bersamaan memilih untuk disuapi Hinata. "suapi kami Hinata-chan/sensei"

Lagi, Hinata kembali melongo tidak percaya pada pilihan yang mereka berdua ambil, padahal tadi ia hanya asal berbicara. Akhirnya dengan berat hati ia mengambil mangkuk es krim dan mulai memasukkan sesendok penuh es krim ke mulut dua orang pria berambut pirang di hadapannya secara bergantian.

Ia merasa seperti memiliki 2 orang anak dadakan sekaligus.

.

.

.

Minggu siang, Naruto duduk di dalam sebuah kafe di pusat kota. Wajahnya cemberut, ah dia sedang kesal. Menunggu adalah satu hal yang di benci pria itu, dan ia sudah duduk sendiri di sudut kafe menunggu seseorang selama 2 jam. Harusnya ia ingat kalau pria yang merupakan orang suruhannya itu suka terlambat. Kalau bukan karena informasi penting yang sangat ia tunggu, ia tidak akan sudi menunggu pria berambut perak mencuat yang memakai masker aneh di wajahnya.

'Kakashi berengsek, bawahan tidak tau diri' umpatan-umpatan yang terdengar tidak menyenangkan itu sudah berkali-kali keluar dari mulut pria pirang itu.

Jarinya mengetuk-ngetuk keras meja di hadapannya tanpa menghiraukan pandangan-pandangan kesal dari pengunjung lain kafe itu. Ia tidak peduli, lagi pula tidak akan ada yang berani menegur pria itu yang notabenenya merupakan pemilik kafe itu.

Tanpa sengaja pandangannya terkunci pada sepasang kekasih yang berjalan melewati kafe miliknya dengan saling bercengkrama dan tertawa kecil sambil berpegangan tangan. Tangan pria berambut merah itu berpindah ke bahu mungil sang wanita setelah sebelumnya ia menyibakkan rambut indigo sang wanita ke belakang telinganya.

Wanita itu, Hinata !

Hinata bersama dengan seorang pria? Siapa dia? Naruto merasakan hatinya teremas saat melihat Hinata-nya bermesraan dengan pria merah itu.

Suara kursi yang di tarik di dekatnya membuat Naruto mengalihkan pandangannya dari pemandangan menyakitkan itu ke arah pria dengan pandangan malas di hadapannya itu.

"dari mana saja kau Kakashi? Demi Tuhan, aku sudah menunggumu selama2 jam berengsek. Apa kau tidak punya alat pengukur waktu di rumahmu?"

Rentetan kalimat yang di keluarkan Naruto itu tidak membuat pria di hadapannya merubah ekspresinya. Pria itu dengan santai mengeluarkan sebuah map dari dalam tas yang ia bawa dan melemparkannya ke hadapan Naruto. "itu informasi yang kau inginkan Naruto".

Dengan cepat Naruto meraih map itu dan mengeluarkan berkas yang berada didalamnya. Ia tercekat saat membaca berkas tersebut.

"Jadi.. Hinata.. dia.."

Kakashi menghembuskan nafas berat saat ia melihat betapa terkejutnya bos yang juga pria yang sudah ia anggap adiknya sendiri.

"ya, Hinata memang amnesia. Ia kehilangan sebagian ingatannya karena kecelakaan yang terjadi di hari kelulusan kalian. Kau harusnya sudah menduganya Naruto, wanita itu terjatuh dari tangga. Kemungkinan ia mengalami amnesia itu tinggi mengingat kepalanya yang terbentur keras. Untung saja kau segera menemukannya dan membawanya ke rumah sakit sehingga nyawa-nya tertolong"

Naruto tidak bisa berkata-kata. ia membenarkan kalimat yang di ucapkan Kakashi kepada dirinya. Mengingat kecelakaan Hinata dulu dan semua sikapnya yang ia tunjukkan kepadanya, sekarang ia yakin kalau Hinata memang amnesia.

"keluarga Hinata kelihatannya tidak membiarkan Hinata kembali mengingat ingatannya yang hilang mengingat mereka menghentikan terapi Hinata 4 tahun yang lalu."

Naruto mengangguk pelan mendengarnya "aku sudah menduganya Kakashi. Ayah Hinata adalah pria yang mengerikan dan aku sampai sekarang tidak mengerti kenapa ia membenciku dan keluargaku sehingga ia memisahkan Hinata dariku. Tapi bagaimana dengan Neji? Kenapa dia diam saja dan membiarkan Hinata seperti ini?"

"aku tidak tau soal itu Naruto. Aku akan kembali menyelidiki masalah ini nanti." Saat Kakashi melihat Naruto tengah memandangi sebuah foto yang berada didalam berkas yang ia bawa, Kakashi langsung menambahkan "Dan pria berambut merah itu bernama Sabaku Gara"

"siapa dia?"

"tunangan Hinata"

.

.

.

o0o

.

.

.

Tbc

.

.

.

Yooo minna, gue ga bakalan ngebacot saat ini. Jadi biarkan gue menjawab beberapa pertanyaan kalian.

Apakah keluarga Hinata tidak menyetujui hubungan Naruto dengan Hinata juga tidak menginginkan Hinata mengingat masa lalunya?

Seperti yang gue ceritain di chapter kali ini. Keluarga Hinata, lebih tepatnya ayah Hinata membenci Naruto dan keluarganya. Jadi bisa lo tebak sendiri Hiashi itu setuju atau tidak pada hubungan mereka. Dan kemungkinan ia juga tidak ingin Hinata mengingat masa lalunya, mengingat terapi Hinata tiba-tiba di hentikan.

Apakah ada efek yang buruk jika Hinata dipaksa mengingat sesuatu?

Entahlah, ada kemungkinan untuk itu. Untuk lebih jelasnya tunggu aja gays di chapter selanjutnya

Apakah Hinata dan Naruto pernah menikah sebelumnya?

Mungkin saja xD.

Boruto anak Naruto dan Hinata atau bukan?

Boruto sudah pasti anak Naruto, tapi untuk ibunya mungkin Hinata atau malah wanita yang lain. Gue juga berharap Boruto anaknya Hime kok. xD Tunggu aja kawan, gue pasti kasih tau kok.

Update kilat dan perpanjang word

Gue udah berusaha kawan, update kali ini lebih cepet dari yang kemaren kan.. kalo untuk perpanjang word, gue angkat tangan ke kamera deh.. gue nyerah, ini udah panjang banget buat gue.

Thanks to:

Anggredta Wulan, Kurumi Keiko, oortaka, AnRe, Alinda504 (nickname-nya samaan nih sama gue xD), Reichan Hiyukeitashi, Hime Hime Lavender, Nhiyla324, cinamoroll, Helena Yuki, Salsabilla12, Ndul-chan Namikaze, Taupik354, Freedom Friday, Second09, vicagalli, Guest, Orocgimaru-Chan, ana

Well, matur sembah nuwun juga buat yang fav/foll fic ini. xD

RnR Please karena Review kalian bikin gue semangat ngetik fic ini ^_^